Dampak Kebijakan Fiskal terhadap Kinerja Perekonomian dan Sektor Pertanian Indonesia pada Era Integrasi Ekonomi Regional China ASEAN

(1)

DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP KINERJA

PEREKONOMIAN DAN SEKTOR PERTANIAN

INDONESIA PADA ERA INTEGRASI EKONOMI

REGIONAL CHINA-ASEAN

NASRUDIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(2)

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Dampak Kebijakan Fiskal terhadap Kinerja Perekonomian dan Sektor Pertanian

Indonesia pada Era Integrasi Ekonomi Regional China-ASEAN” adalah benar

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014 Nasrudin NIM : H363090221


(4)

(5)

RINGKASAN

NASRUDIN. Dampak Kebijakan Fiskal terhadap Kinerja Perekonomian dan Sektor Pertanian Indonesia pada Era Integrasi Ekonomi Regional China-ASEAN. (Dibimbing oleh BONAR M. SINAGA, MUHAMMAD FIRDAUS dan DEDI WALUJADI).

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis dampak kebijakan fiskal terhadap kinerja perekonomian dan sektor pertanian Indonesia dalam era integrasi ekonomi regional China-ASEAN. Secara spesifik, tujuan dirinci sebagai berikut; (1) menganalisis dampak integrasi ekonomi regional (CAFTA) terhadap kinerja perekonomian dan sektor pertanian Indonesia, (2) menganalisis dampak kebijakan fiskal terhadap kinerja perekonomian dan sektor pertanian Indonesia pada era CAFTA, dan (3) menganalisis dampak faktor eksternal terhadap kinerja perekonomian dan sektor pertanian Indonesia pada era CAFTA.

Data yang digunakan adalah time series tahunan periode 1990-2011 dalam level negara. Oleh karena adanya saling keterkaitan antar variabel penelitian, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika sistem persamaan simultan. Selain hasil estimasi dengan metode two stages least squares, analisis dilakukan dengan simulasi untuk mempermudah intepretasi ketika suatu variabel berpengaruh terhadap kinerja melalui pengaruhnya terhadap variabel lain. Simulasi dilakukan baik untuk peramalan ex-post maupun ex-ante. Untuk mengukur dampak dilakukan dengan membandingkan nilai simulasi dengan skenario tertentu dengan nilai simulasi dasar (tanpa skenario).

Hasil penelitian menunjukkan dalam kondisi domestik seperti sekarang ini, integrasi ekonomi regional berdampak negatif terhadap kinerja sektor pertanian Indonesia. Pertumbuhan sektor pertanian diprediksi lebih rendah jika integrasi ekonomi regional (CAFTA) diberlakukan sepenuhnya. Kinerja sektor pertanian bisa meningkat dalam integrasi ekonomi regional jika kebijakan fiskal yang diambil pemerintah efektif, serta pre-kondisi infrastruktur yang memadai. Meskipun masih efektif untuk peningkatan kinerja sektor pertanian, namun efektivitas kebijakan fiskal lebih rendah jika dibandingkan dengan sebelum pemberlakuan integrasi, sehingga dibutuhkan besaran fiskal yang lebih tinggi untuk stabilisasi dan stimulus perekonomian. Faktor eksternal seperti suku bunga, nilai tukar dan kebijakan tarif negara lain juga turut berpengaruh terhadap kinerja sektor pertanian Indonesia.

Penelitian ini mengambil dimensi makro yang masih menggunakan data agregasi komoditas. Disagregasi ke dalam lima kelompok komoditas hanya dapat menunjukkan variasi perilaku secara agregat, sementara perilaku antar komoditas kemungkinan berbeda. Diperlukan penelitian yang lebih mikro sampai pada level komoditas antar negara.


(6)

SUMMARY

NASRUDIN. The Impact of Fiscal Policy on Indonesian Economic and Agricultural Sector Performance in the Era of China-ASEAN Regional Economic Integration. (Supervised by BONAR M. SINAGA, MUHAMMAD FIRDAUS and DEDI WALUJADI).

The purpose of this study is to analyze the impact of fiscal policy on Indonesian economy and agricultural sector performance under the China-ASEAN regional economic integration. Specifically, the objectives are detailed as follows; (1) analyze the impact of regional economic integration (CAFTA) on the performance of the Indonesian economy and agricultural sector, (2) analyze the impact of fiscal policy on the Indonesian economy and agricultural sector in the era of CAFTA, and (3) analyze the impact external factors on the performance of the Indonesian economy and agricultural sector in the era of CAFTA.

The research uses the annual time series 1990-2011 in the state level. Because of the interrelationship between the variables, this study used the simultaneous equations method of econometric model. In addition to the estimation results with two stages least squares method, the simulation analysis is performed to facilitate the interpretation when a variable effects on the performance through its influence on other variables. Simulations performed well for forecasting ex-post and ex-ante. To measure the impact, it has been done by comparing the simulated values of certain scenarios with simulated value of basis (without scenarios).

The results showed in today's domestic conditions, regional economic integration negatively impact on the performances of the agricultural sector in Indonesia. Growth in the agricultural sector is predicted to be lower when the regional economic integration (CAFTA) is fully implemented. The agricultural performances may increase in regional economic integration if fiscal policies taken by the government have effectively, as well as a pre-condition of adequate infrastructure. Although it is still effective for the improvement of the performance of the agricultural sector, but the effectiveness of fiscal policy is lower when compared to the prior application of integration, so it takes a higher amount of fiscal to stabilization and stimulus for the economy. External factors such as interest rates, exchange rates and tariff policies of other countries also affect the performance of the agricultural sector in Indonesia.

This study takes a macro dimensions which still uses aggregation data. Disaggregation into five groups of commodities can only show the variation of behavior in the aggregate level, while the behavior among commodities different possibilities. More research is needed until the micro level of commodities and inter-state interaction.

Keywords: regional economic integration, fiscal policy, agricultural sector performance.


(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(8)

(9)

DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP KINERJA

PEREKONOMIAN DAN SEKTOR PERTANIAN

INDONESIA PADA ERA INTEGRASI EKONOMI

REGIONAL CHINA-ASEAN

NASRUDIN

DISERTASI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(10)

Penguji pada Ujian Tertutup :

1. Dr. Ir. Harianto, MS.

Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc.

Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penguji pada Ujian Terbuka :

1. Dr. Heru Margono, MSc.

Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan, Badan Pusat Statistik

2. Dr. Ir. Erwidodo, MS.

Peneliti Utama Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian,


(11)

(12)

Judul Disertasi : Dampak Kebijakan Fiskal terhadap Kinerja Perekonomian dan Sektor Pertanian Indonesia pada Era Integrasi Ekonomi Regional China-ASEAN Nama Mahasiswa : Nasrudin

NIM : H363090221

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Ketua

Prof. Dr. Muhammad Firdaus, SP, MSi Anggota

Dr. H. R. Dedi Walujadi, SE, MA Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

Dr.Ir. Sri Hartoyo, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr


(13)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi dengan judul “Dampak Kebijakan Fiskal terhadap Kinerja Perekonomian dan Sektor Pertanian Indonesia pada Era Integrasi Ekonomi Regional China-ASEAN” merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penghargaan dan ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku ketua komisi pembimbing serta Prof. Dr. Muhammad Firdaus, SP, MSi dan Dr. H.R. Dedi Walujadi, SE, MA selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberi bimbingan, arahan dan masukan selama proses penyusunan disertasi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Ir. Harianto, MS dan Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc selaku dosen penguji luar komisi serta Dr. Meti Ekayani, SHut, MSc selaku penguji yang mewakili Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas masukannya pada ujian tertutup.

2. Dr. Heru Margono, MSc dan Dr. Ir. Erwidodo, MS selaku penguji luar komisi serta Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS selaku penguji yang mewakili Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas masukannya pada ujian terbuka.

3. Kepala BPS Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa kepada penulis selama menempuh pendidikan pada Program Doktor di IPB. 4. Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Statistik BPS dan Kepala BPS Provinsi

Bali yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Doktor di IPB.

5. Dr. Ir. Sasmito Hadi Wibowo, MSc, Dr. Ir. Dedi Walujadi, SE, MA dan Dr. Ali Said, SSi, MA yang telah memberikan rekomendasi kepada penulis untuk melanjutkan studi.

6. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Bapak/Ibu staf pengajar, dan seluruh staf administrasi yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis menempuh pendidikan.

7. Teman-teman EPN angkatan 2009 atas kebersamaan dalam mengikuti kuliah dan sebagai teman diskusi yang baik dalam penyelesaian disertasi.

8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu terlaksananya penelitian dan penyusunan disertasi.

Rasa hormat dan terima kasih kepada kedua orang tua (Bapak Mulyo Waji dan Ibu Suparti) atas do’a dan restunya. Tidak lupa istri tercinta (Cucu Sumarni) serta anak-anak tersayang (Zakki, Nazih, Nada dan Nizar) atas dukungan, kerjasama dan pengertiannya selama penulis menempuh masa pendidikan di IPB. Semoga disertasi ini bisa memberikan kebanggaan dan semangat bagi keluarga.

Semoga disertasi ini bermanfaat, kritik dan saran untuk perbaikan maupun untuk penelitian selanjutnya sangat diharapkan.

Bogor, Agustus 2014 Nasrudin


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Desa Botolambat, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, 10 Desember 1974, sebagai anak ke tiga dari pasangan Mulyo Waji dan Suparti. Menikah dengan Cucu Sumarni pada tahun 2002 dan dikaruniai satu orang putri dan tiga orang putra.

Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas diselesaikan di Batang, Jawa Tengah. Lulus SD Negeri 2 Botolambat tahun 1987, SMP Negeri 1 Tulis tahun 1990 dan SMAN 1 Batang tahun 1993. Selanjutnya lulus dari Program DIII sekolah kedinasan Akademi Ilmu Statistik (AIS) Jakarta pada tahun 1996, yang dilanjutkan ke jenjang DIV Statistik Ekonomi pada Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta dan lulus tahun 1999. Gelar Sarjana Sains (S.Si) bidang Statistika Terapan diperoleh dari Universitas Terbuka tahun 2001. Tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan S-2 dengan gelar Magister Ekonomi (M.E) pada Program Magister Ekonomi Terapan bidang Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung, atas beasiswa Pusbindiklatren Bappenas. Akhirnya, tahun 2009 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) IPB atas beasiswa BPS.

Riwayat pekerjaan dimulai sebagai staf Bagian Statistik Pertambangan, Energi dan Konstruksi, pada Biro Statistik Industri di BPS-RI Jakarta tahun 1996. Setelah mutasi ke BPS Provinsi Bali tahun 2003, pada tahun 2006 penulis menjabat sebagai Kepala Seksi Statistik Harga Konsumen dan Harga Perdagangan Besar, BPS Provinsi Bali. Sejak tahun 2009 hingga sekarang penulis mendapat Tugas Belajar untuk menempuh Program Doktor di IPB.


(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xvii

DAFTAR LAMPIRAN xviii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Permasalahan 4

Tujuan Penelitian 9

Kegunaan dan Kontribusi 9

Ruang Lingkup dan Keterbatasan 10

2 TINJAUAN PUSTAKA 11

China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) 11

CAFTA dan Tingkatan Integrasi Ekonomi Regional 11

Kerangka CAFTA 12

Kinerja Sektor Pertanian Indonesia dalam CAFTA 14

Penelitian Sebelumnya 15

Dampak Integrasi Ekonomi Regional 15

Dampak CAFTA Terhadap Kinerja Sektor Pertanian Indonesia 16

Efektivitas Kebijakan Fiskal 22

Keterbukaan Ekonomi 23

Perilaku Pemerintah dalam Kebijakan Fiskal 24 Interaksi dengan Konsumsi dan Investasi Swasta 25

Infrastruktur 26

Kelembagaan/Institusi 27

Harmonisasi dengan Kebijakan Moneter 27

3 KERANGKA TEORI 29

Teori Custom Union: Trade Creation dan Trade Diversion 29

Trade Creation 29

Trade Diversion 30

Indikator Kesuksesan Integrasi Ekonomi Regional 33

Revealed Comparative Advantage (RCA) 33

Regional Orientation (RO) 34

Complementarity dan Prospek Perdagangan 35 Export Similarity dan Tekanan Kompetisi 36

Teori Kebijakan Fiskal 36

Pendekatan Keynesian dan ”Crowding Out Effect” 37 Kebijakan Fiskal dan Balance of Payment (BP) 39 Harmonisasi Kebijakan Fiskal dengan Kebijakan Moneter 40

Pengaruh Kebijakan Fiskal di Luar Negeri 42

Kerangka Pemikiran 43

Alasan Pemilihan Variabel 43


(16)

Hubungan Integrasi Ekonomi dengan Kinerja Sektor Pertanian 44 Kebijakan Fiskal dalam Integrasi Ekonomi Regional 46

Alternatif Kebijakan 47

Hipotesis 47

4 METODOLOGI 49

Data dan Sumber Data 49

Konsep dan Pengukuran 49

Spesifikasi Model 50

Model Perdagangan Pertanian Indonesia dalam CAFTA 52

Blok A Pendapatan Nasional 52

Blok B Fiskal 53

Blok C Moneter 54

Blok D Perdagangan 55

Blok E Harga 61

Blok F Kinerja Sektor Pertanian 62

Prosedur Analisis 63

Identifikasi dan Estimasi 63

Kriteria Ekonomi 64

Kriteria Statistik: Overall F-Test dan Partial t-Test 64 Kriteria Ekonometrik: Autokorelasi dan Multikolinieritas 64

Validasi 65

Elastisitas 66

Simulasi 67

Definisi Operasional Variabel 71

5 GAMBARAN UMUM DAN HASIL ESTIMASI MODEL

EKONOMETRIKA 77

Gambaran Umum 77

Struktur Perdagangan antar Negara CAFTA 77

Comparative Advantage dan Regional Orientation 79 Perbandingan Complementary dan Export Similarity antar Negara 80

Potensi Keuntungan dan Tekanan Kompetisi 82

Estimasi Model Perdagangan Pertanian Indonesia dalam CAFTA 85

Keragaan Umum 85

Blok Pendapatan Nasional 87

Blok Fiskal 89

Blok Moneter dan Aliran Modal 90

Blok Perdagangan 91

Blok Harga 100

Blok Kinerja Sektor Pertanian 101

Validasi 104

6 INTEGRASI EKONOMI REGIONAL, KEBIJAKAN FISKAL DAN

KINERJA SEKTOR PERTANIAN 107

Dampak CAFTA terhadap Kinerja Ekonomi dan Sektor Pertanian

Indonesia 107


(17)

Perdagangan 109

Stabilisasi 110

Produksi (Pertanian) 111

Pendapatan 111

Dampak CAFTA terhadap Kinerja Perdagangan Indonesia 112 Pertanian non pangan (agricultural raw material) 112

Produk pangan (all foods item) 113

Produk non pertanian 114

Kelapa Sawit, Karet dan kelompoknya 114

Trade Creation atau Trade Diversion 116

Alasan Kinerja Sektor Pertanian Tidak Membaik Pasca CAFTA 116 Efektivitas Kebijakan Fiskal dalam Integrasi Ekonomi Regional 119 Alternatif Kebijakan Fiskal dalam Integrasi Ekonomi Regional 121

Alternatif Alokasi Anggaran 122

Prioritas Penambahan Anggaran 126

Pilihan Instrumen Kebijakan 129

Pre-Kondisi Infrastruktur 130

Kombinasi dengan Kebijakan Moneter 133

Penentuan Arah Kebijakan Fiskal 135

Stimulasi Investasi Swasta 135

Mendorong Permintaan Domestik 136

Mengejar Ekspor 138

Mengutamakan Sektor Pertanian 138

7 DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP KINERJA

SEKTOR PERTANIAN 141

Perbandingan Trend Indikator Ekonomi Makro antar Negara 141

Dampak Faktor Eksternal 142

Kebijakan Tarif di ASEAN dan China 142

Perubahan Nilai Tukar di ASEAN dan China 143

Perubahan Suku Bunga di ASEAN dan China 145

Alternatif Kebijakan Mengantisipasi Dampak Faktor Eksternal 147

8 KESIMPULAN DAN SARAN 151

Kesimpulan 151

Saran 152

Saran Kebijakan 152

Saran Penelitian Lanjutan 154

DAFTAR PUSTAKA 155

LAMPIRAN 161


(18)

DAFTAR TABEL

1 Perubahan Share Ekspor dan Impor Indonesia Menurut Beberapa

Negara Mitra Dagang, 2005-2013 3

2 Perkembangan Ekspor dan Impor Non Migas Indonesia Menurut

Sektor, 1999-2008 3

3 Perkembangan Neraca Perdagangan Beberapa Komoditas Pertanian

Indonesia dengan ASEAN, Tahun 2000-2010 (dalam juta US$) 5 4 Perkembangan Neraca Perdagangan Beberapa Komoditas Pertanian

Indonesia dengan China, Tahun 2000-2010 (dalam juta US$) 6

5 Tipe-tipe Integrasi Ekonomi Regional 12

6 Penurunan Tarif Kategori Early Harvest Program (EHP) 13

7 Penurunan Tarif Kategori Normal Track 13

8 Matriks Perdagangan Komoditas Pertanian dan Total Produk`Non

Migas Antar Negara ASEAN-5 dan China Tahun 2010 15

9 Ringkasan Beberapa Penelitian Sebelumnya 20

10 Trade Creation dan Perubahan Kesejahteraan 30 11 Trade Diversion dan Perubahan Kesejahteraan 32 12 Matriks Perdagangan Indonesia, ASEAN dan China Sebelum dan

Setelah CAFTA (dalam Milyar US$) 77

13 Kontribusi Ekspor Negara-negara Anggota dalam Permintaan Impor

CAFTA, Sebelum dan Setelah CAFTA 78

14 Perbandingan RCA dan RO Beberapa Negara CAFTA, 1999-2010 80 15 Perbandingan dan Perkembangan Complementarity Anggota

CAFTA, 2000-2010 81

16 Perbandingan dan Perkembangan Export Similarity Anggota

CAFTA, 2000-2010 81

17 Perbandingan Complementarity dan Export Similarity beberapa

Negara CAFTA, 1999-2010 82

18 Keragaan Umum Model Perdagangan Pertanian Indonesia dalam

CAFTA 86

19 Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Pertanian Indonesia

dalam CAFTA, Blok Pendapatan Nasional 88

20 Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Pertanian Indonesia

dalam CAFTA, Blok Fiskal 89

21 Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Pertanian Indonesia

dalam CAFTA, Blok Moneter dan Aliran Modal 90

22 Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Pertanian Indonesia


(19)

23 Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Pertanian Indonesia

dalam CAFTA, Sub Blok Perdagangan (Impor) Komoditas Pangan 94 24 Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Pertanian Indonesia

dalam CAFTA, Sub Blok Perdagangan (Ekspor) Komoditas Pangan 95 25 Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Pertanian Indonesia

dalam CAFTA, Sub Blok Perdagangan Non Pertanian 96 26 Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Pertanian Indonesia

dalam CAFTA, Sub Blok Perdagangan Sawit dan Kelompoknya

(SITC42) 98

27 Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Pertanian Indonesia dalam CAFTA, Sub Blok Perdagangan Karet dan Kelompoknya

(SITC23) 99

28. Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Pertanian Indonesia

dalam CAFTA, Blok Harga 100

29. Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Pertanian Indonesia

dalam CAFTA, Sub Blok Kinerja Ketenagakerjaan Sektor Pertanian 102 30. Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Pertanian Indonesia

dalam CAFTA, Sub Blok Blok Kinerja Produksi Sektor Pertanian 103 31. RMSE dan Koefisien U-Theil Model Perdagangan Pertanian

Indonesia dalam CAFTA, 2005-2011 104

32 Dampak Integrasi Ekonomi Regional China-ASEAN terhadap

Kinerja Perekonomian dan Sektor Pertanian Indonesia, 2005-2020 107 33 Dampak Integrasi Ekonomi Regional China-ASEAN terhadap

Kinerja Perdagangan Indonesia, 2016-2020 113

34 Dampak Integrasi Ekonomi Regional China-ASEAN terhadap

Trade Creation dan Trade Diversion Indonesia, 2005-2020 116 35 Banyaknya Pemakaian Hak Patent (Patent Application) Beberapa

Negara CAFTA, 2005-2011 117

36 Logistics Performance Index Beberapa Negara CAFTA, 2005-2011 118 37 Komposisi Belanja Pemerintah Beberapa Negara CAFTA,

2005-2011 118

38 Dampak Kenaikan Pengeluaran Pemerintah 10 Persen terhadap

Kinerja Sektor Pertanian, Sebelum dan Sesudah CAFTA 120 39 Dampak Pergeseran Alokasi Pengeluaran Pemerintah terhadap

Kinerja Sektor Pertanian Indonesia, Jika CAFTA Diberlakukan

Sepenuhnya, 2016-2020 123

40 Dampak Ekspansi Fiskal Penambahan Pengeluaran Pemerintah Sebesar US$ 2 Milyar (Konstan 2000) terhadap Kinerja Ekonomi dan Pertanian Indonesia, Jika CAFTA Diberlakukan Sepenuhnya,


(20)

41 Dampak Pengeluaran dan Penerimaan Pemerintah terhadap Kinerja Ekonomi dan Sektor Pertanian Indonesia, Jika CAFTA Diberlakukan

Sepenuhnya, 2016-2020 129

42 Dampak Peningkatan Peningkatan Kualitas Infrastruktur terhadap Kinerja Ekonomi dan Sektor Pertanian Indonesia, Jika Pengeluaran Pemerintah US$2 Milyar (Konstan 2000) dan CAFTA Diberlakukan

Sepenuhnya, 2016-2020 131

43 Dampak Kebijakan Moneter terhadap Kinerja Ekonomi dan Sektor Pertanian Indonesia, Jika Peningkatan Pengeluaran Pemerintah US$2 Milyar (Konstan 2000) dan CAFTA Diberlakukan

Sepenuhnya, 2016-2020 134

44 Dampak Investasi Swasta terhadap Kinerja Ekonomi dan Sektor Pertanian Indonesia, Jika CAFTA Diberlakukan Sepenuhnya,

2016-2020 136

45 Dampak Konsumsi Domestik dan Ekspor terhadap Kinerja Ekonomi dan Sektor Pertanian Indonesia, Jika CAFTA Diberlakukan

Sepenuhnya, 2016-2020 137

46 Skenario Investasi dan PDB Real Sektor Pertanian Indonesia dalam

Era Full-CAFTA, 2016-2020 139

47 Perbandingan Beberapa Indikator Ekonomi ASEAN-6 + China,

Tahun 2002 dan 2010 141

48 Dampak Kebijakan Tarif di ASEAN dan China terhadap Kinerja

Ekonomi dan Sektor Pertanian Indonesia, 2016-2020 143 49 Dampak Kebijakan/Perubahan Nilai Tukar di ASEAN dan China

terhadap Kinerja Ekonomi dan Sektor Pertanian Indonesia, Jika

CAFTA Diberlakukan Sepenuhnya, 2016-2020 144

50 Dampak Kebijakan/Perubahan Suku Bunga Real di ASEAN, China dan Rest of the World terhadap Kinerja Ekonomi dan Sektor Pertanian Indonesia, Jika CAFTA Diberlakukan Sepenuhnya,

2016-2020 146

51 Dampak Beberapa Alternatif Kebijakan terhadap Kinerja Ekonomi dan Sektor Pertanian Indonesia, Jika Terjadi Depresiasi Mata Uang

ASEAN 20 Persen dalam Full-CAFTA, 2016-2020 148

52 Dampak Kenaikan Suku Bunga di ASEAN-China dan Perubahan BI Rate terhadap Kinerja Ekonomi dan Sektor Pertanian Indonesia, Jika


(21)

DAFTAR GAMBAR

1 Perbandingan Perkembangan PDB Riil Sektor Pertanian Beberapa

Negara Anggota CAFTA, 1980-2010 7

2 Perbandingan Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) Kelompok Pangan Beberapa Negara Anggota CAFTA, 1980-2010 7

3 Trade Creation dalam FTA 29

4 Trade Diversion FTA yang Membahayakan Negara Peserta 31 5 Trade Diversion FTA yang Tidak Membahayakan Negara Peserta 32 6 Ekspansi Fiskal dan Crowding Out Pada Perekonomian Tertutup 38 7 Ekspansi Fiskal dalam Perekonomian Terbuka, Model Mundell-

Fleming 39

8 Efektivitas Kebijakan Fiskal dalam Perekonomian Terbuka 40 9 Beberapa Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Merespon Capital

Inflows 41

10 Pengaruh Ekspansi Fiskal Domestik dan Luar Negeri terhadap

Investasi dan Ekspor Netto 42

11 Keterkaitan Ekonomi Makro dan Sektor Pertanian antar Negara

dalam Integrasi Ekonomi Regional (CAFTA). 44

12 Integrasi Ekonomi Regional, Kebijakan Fiskal dan Kinerja Sektor

Pertanian 45

13 Kerangka Operasional Hubungan Antar Variabel Penelitian 51 14 Plotting Indeks Complementarity dan Similarity Sebelum dan

Sesudah CAFTA 83

15 Indeks Complementarity (IC) dan Export Similarity (IS) Sebelum dan

Sesudah CAFTA, Menurut Kelompok Komoditas 84

16 Nilai Aktual, Prediksi Model dan Peramalan Beberapa Indikator Ekonomi dan Pertanian Indonesia, 1995-2020 108 17 Nilai Aktual, Prediksi Model dan Peramalan Perdagangan Indonesia

dengan ASEAN dan China, 1995-2020 115

18 Alasan Kinerja Sektor Pertanian Tidak Meningkat pada Era CAFTA 119 19 Diagram Pilihan Kebijakan Pengalokasian Anggaran Pemerintah 125 20 Alternatif Pilihan Prioritas Peningkatan Pengeluaran Pemerintah 128 21 Alokasi Anggaran Bantuan Sosial Beberapa Direktorat Jenderal di


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Daftar Variabel dan Data Penelitian 161

2 Nilai Prediksi Variabel Endogen 167

3 Nilai Prediksi Variabel Endogen dalam Full-CAFTA 171

4 Nilai Prediksi Variabel Eksogen 175

5 Variance Inflation Factor (VIF) 179

6 Syntax Pemrograman Estimasi Parameter Model dengan SAS 9.0 181 7 Syntax Pemrograman Validasi Model dengan SAS 9.0 184 8 Syntax Pemrograman Skenario-skenario Simulasi dengan SAS 9.0 187 9 Daftar Nama dan Keterangan Variabel Penelitian 194


(23)

Latar Belakang

Integrasi ekonomi regional merupakan salah satu bentuk liberalisasi ekonomi yang secara teori dapat berdampak positif bagi negara-negara anggotanya. Dalam regional Asia Tenggara, proses integrasi ini diawali dengan dibentuknya Association of South East Asian Nations (ASEAN) dalam deklarasi Bangkok tahun 1967, sebagai wadah kerja sama dalam bidang ekonomi dan sosial budaya. Khusus dalam bidang ekonomi, integrasi ekonomi ASEAN diperkuat dengan kesepakatan Preferential Trading Agreement (PTA) tahun 1977, yang dilanjutkan dengan ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) tahun 1992. Integrasi ini semakin diperkuat dengan kesepakatan terbentuknya ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan diberlakukan tahun 2015 mendatang. MEA merupakan tahapan lanjut dari AFTA, yang ditandai dengan liberalisasi perdagangan, pergerakan tenaga kerja dan mobilitas modal antar negara di kawasan Asia Tenggara. Sebelumnya, pada tahun 2002 AFTA telah diperluas dengan menyertakan China dalam kesepakatan China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA).

Penyatuan ASEAN ke dalam pasar tunggal diyakini memberi dampak positif yang besar, bukan hanya dari sisi ekonomi tetapi juga dalam aspek kehidupan lainnya. Dari sisi ekonomi misalnya, penyatuan ini akan menciptakan pasar besar yang mencakup 10 negara dengan populasi sekitar 584 juta jiwa (setara dengan Uni Eropa) dalam wilayah seluas 4.5 juta km2 dengan total perdagangan lebih dari 1.7 trilyun US dollar per tahun serta Produk Domestik Bruto (PDB) lebih dari 1.5 trilyun US dollar. Achsani (2008) mengilustrasikan, kesepakatan perdagangan bebas ASEAN mampu meningkatkan perdagangan intra ASEAN dari 43.26 milyar dollar pada tahun 1993 menjadi 80 milyar dollar pada tahun 1996, atau dengan rata-rata pertumbuhan 28.3 persen per tahun. Demikian pula share perdagangan intra ASEAN terhadap total perdagangan juga meningkat dari 20 menjadi 25 persen.

Daya tarik ASEAN tersebut mendorong China berinisiatif menawarkan kerja sama ekonomi dalam suatu wadah kesepakatan sebagai langkah awal menuju integrasi ekonomi regional yang kemudian disebut dengan CAFTA. Masuknya China dalam pasar tunggal ASEAN-China memberikan warna baru. Beberapa studi menunjukkan pasar tunggal ASEAN belum optimal meningkatkan volume perdagangan intra-ASEAN. Permintaan impor negara-negara ASEAN tidak berbeda nyata antara sebelum dengan setelah AFTA (Vollrath, 1999). Faktor penyebabnya adalah sumber daya yang dimiliki negara-negara ASEAN relatif sama, komoditi yang diperdagangkan adalah komoditi sejenis, sehingga perdagangan di ASEAN lebih cenderung pada intra industry trade dibandingkan inter industry trade (Ridwan, 2009).

Negara-negara ASEAN menyetujui inisiatif China tersebut dengan sejumlah alasan. Pertama, alasan “China market argument” (Wang, 2007). China adalah negara dengan penduduk terbesar di dunia yang merupakan pasar potensial


(24)

bagi negara-negara ASEAN sejalan dengan pertumbuhan ekonomi China yang sangat dinamis. Wisatawan China masih menjadi faktor kunci pertumbuhan pariwisata di kawasan Asia Tenggara. ASEAN juga melihat aliran investasi dari China yang potensial (Chia, 2004). Ke dua, lobi-lobi yang alot di World Trade Organization (WTO) tentang liberalisasi pertanian karena negara-negara maju justru bersikeras untuk tetap melindungi pertanian mereka. Ke tiga, penyatuan ekonomi ASEAN-China juga akan mengurangi ketergantungan pada Jepang, USA dan Uni Eropa (Chia, 2004). Ke empat, alasan “bandwagoning” thesis (Wang, 2007), maksudnya ekonomi negara-negara ASEAN terlalu lemah jika harus berhadapan dengan ekonomi China, satu lawan satu. Ke lima, dengan CAFTA diharapkan perdagangan komoditas pertanian ASEAN-China dapat berjalan efisien, mengingat temperate agriculture China dapat saling melengkapi dengan tropical agriculture ASEAN (Chia, 2004).

Namun apakah integrasi ekonomi regional ini dapat memberikan dampak positif bagi semua anggotanya di seluruh sektor ekonomi, masih dalam perdebatan. Respon suatu negara terhadap integrasi ekonomi regional dan liberalisasi tidak dapat digeneralisasi, termasuk dalam sektor pertaniannya. Ada kecenderungan dampak positif liberalisasi perdagangan pertanian lebih banyak dinikmati oleh negara maju dibandingkan bagi negara berkembang (Haryadi, 2008). Bagi low income countries, liberalisasi perdagangan dapat berdampak positif atau negatif terhadap sektor pertanian, tergantung pada kondisi spesifik perekonomian mereka. Gingrich dan Garber (2010) mencontohkan liberalisasi perdagangan mampu menstimulasi kinerja sektor pertanian di Kosta Rika, tetapi tidak demikian untuk El Savador negara tetangganya. Demikian pula untuk regional ASEAN, respon Indonesia dan Philipina terhadap CAFTA berbeda (lebih rendah) dari China, Thailand, Malaysia dan Singapura (Ando, 2008).

Penelitian-penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data sebelum pemberlakuan CAFTA, oleh Chia (2004), Park (2006), Feridhanusetiawan dan Pangestu (2003), serta Wang (2007) cenderung menunjukkan dampak positif integrasi ekonomi tersebut bagi perekonomian Indonesia. Tetapi penelitian Ando (2008), Park et al. (2008), Ferrianta et al. (2012) dan Supriana (2013) yang dilakukan setelah pemberlakuan, justru menunjukkan sebaliknya. Demikian pula Nongsina dan Hutabarat (2007), Haryadi (2008) dan Tambunan (2011) untuk kasus liberalisasi secara umum. Temuan tersebut mengindikasikan bahwa dampak CAFTA bagi perekonomian dan sektor pertanian Indonesia tidak seperti yang diharapkan dan diperkirakan sebelumnya.

Hasil penelitian di atas diperkuat oleh perkembangan data terkini yang memperlihatkan setelah pemberlakuan CAFTA, peningkatan nilai ekspor Indonesia justru lebih rendah dari pada peningkatan nilai impornya. Tabel 1 menunjukkan perkembangan share ekspor Indonesia ke China memang meningkat dari 6.0 persen tahun 2005 menjadi 14.2 persen pada tahun 2013. Namun dalam waktu yang sama, share impor Indonesia dari China meningkat dari 11.3 persen menjadi 20.9 persen. Share ekspor Indonesia ke ASEAN 2005-2013 justru menurun 1.7 persen poin, dimana pada saat yang sama share impor dari ASEAN justru meningkat 2.0 persen poin. Peningkatan share impor dari ASEAN tersebut terutama dari Vietnam.


(25)

Tabel 1 Perubahan Share Ekspor dan Impor Indonesia Menurut Beberapa Negara Mitra Dagang, 2005-2013

NEGARA

Share dalam Ekspor Indonesia (%)

Perubahan Share 2005-2013

(% poin)

Share dalam Impor Indonesia (%)

2005 2008 2010 2013 2013 2010 2008 2005 Ekspor Impor

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) China 6.0 7.2 10.9 14.2 8.2 9.6 20.9 18.2 15.2 11.3 ASEAN 21.8 21.7 20.8 20.1 -1.7 2.0 21.4 22.1 22.9 19.4 ASEAN-5 20.6 19.8 18.9 17.8 -2.8 0.3 19.5 21.0 22.3 19.2 Singapura 10.6 9.4 7.4 6.9 -3.7 -0.1 7.2 9.3 11.2 7.3 Malaysia 5.0 5.5 6.0 4.9 -0.1 0.8 4.2 4.2 4.0 3.4 Thailand 2.9 3.0 3.1 3.5 0.6 -0.2 7.5 6.9 6.4 7.7 Philipina 2.1 1.9 2.4 2.5 0.4 -0.2 0.6 0.6 0.7 0.8 ASEAN Lainya 1.3 1.9 1.9 2.3 1.0 1.7 1.9 4.2 0.6 0.2 Jepang 14.4 12.8 12.7 10.7 -3.7 -3.6 13.5 15.6 15.1 17.1 USA 14.3 11.6 10.3 10.1 -4.2 -3.2 6.3 8.6 7.8 9.5 Sumber: Diolah dari data BPS dalam Kemendag, http:/www.kemendag.go.id [Juli 2014]

Jika dilihat menurut produk sektoral, nilai ekspor produk pertanian Indonesia tahun 2005-2008 meningkat 59.2 persen, tetapi impor Indonesia meningkat lebih tinggi yakni 132.5 persen (Tabel 2). Kesenjangan peningkatan ini jauh lebih tinggi dibanding tahun 1999-2001, sebelum kesepakatan CAFTA. Data ini memperingatkan bahwa menghadapi perdagangan yang lebih bebas ke depan, sektor pertanian perlu mendapat perhatian lebih serius.

Tabel 2 Perkembangan Ekspor dan Impor Non Migas Indonesia Menurut Sektor, 1999-2008

EKSPOR (Juta US$, fob)

Tahun

IMPOR (Juta US$, cif)

Sektor Sektor

Pertanian Industri Tambang Pertanian Industri Tambang

(2) (3) (4) (5) (7) (8) (9)

2,921.8 33,312.0 2,634.5 1999 1,919.1 18,110.9 276.1 2,728.7 41,983.4 3,040.8 2000 2,299.8 24,902.1 284.3 2,453.5 37,656.2 3,569.6 2001 2,382.9 22,812.7 288.7 2,589.0 38,708.8 3,743.7 2002 2,364.7 22,136.1 258.5 2,542.6 40,863.4 3,995.6 2003 2,330.4 22,351.1 255.6 2,513.4 48,660.1 4,761.4 2004 2,820.6 31,550.8 418.4 2,906.8 55,567.0 7,946.8 2005 2,414.3 37,300.3 526.0 3,398.5 64,990.3 11,191.5 2006 2,919.0 38,624.6 555.7 3,689.0 76,429.5 11,885.0 2007 3,891.5 48,084.1 554.8 4,626.6 88,351.8 26,906.4 2008 5,612.1 91,800.7 1,221.4 -16.0 13.0 35.5 99-01 (%) 24.2 26.0 4.6 59.2 59.0 238.6 05-08 (%) 132.5 146.1 132.2

Sumber: BPS dan Pusdata-Depperin (2010)

Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk melindungi perekonomian mereka termasuk sektor pertanian adalah dengan kebijakan fiskal, melalui instrumen pengeluaran pemerintah dan pajak. Dalam integrasi ekonomi regional, batasan-batasan dalam perdagangan antar negara baik tariff barrier maupun non-tariff barrier semakin dikurangi. Dalam kondisi demikian, pengeluaran pemerintah menjadi instrumen alternatif yang penting dalam meningkatkan kinerja sektor pertanian. Pengeluaran pemerintah yang dapat meningkatkan kinerja sektor pertanian, bukan hanya belanja yang diperuntukkan bagi sektor pertanian saja, melainkan perilaku pengeluaran pemerintah secara


(26)

umum (Snell et al, 1997; Jaroensathapornkul dan Tongpan, 2007). Belanja pemerintah yang efektif bukan hanya dapat meningkatkan efisiensi alokasi input dan distribusi output pertanian, tetapi juga berpengaruh terhadap suku bunga, investasi, ekspor-impor dan indikator makro ekonomi lainnya.

Kebanyakan studi yang telah dilakukan, umumnya meneliti dampak integrasi ekonomi regional terhadap perekonomian (Ando, 2008; Chia, 2004; Gingrich dan Garber, 2010; Haryadi, 2008; Park et al., 2008) tanpa melihat secara eksplisit interaksi aktif pemerintah di dalamnya, seperti kebijakan fiskal. Sementara studi-studi yang meneliti dampak kebijakan fiskal terhadap ekonomi dan sektor pertanian (Darsono, 2008; Ducanes et al., 2006; Gaiha, 2010; Hur et al., 2010; Jaroensathapornkul dan Tongpan, 2007), tidak membedakan kondisi, dalam integrasi ekonomi atau tidak. Dalam menganalisis kinerja sektor pertanian, faktor kebijakan fiskal dan integrasi ekonomi regional semestinya dianalisis dalam satu sistem karena keduanya saling terkait.

Permasalahan

Keikutsertaan Indonesia dalam integrasi ekonomi regional (CAFTA) memberikan banyak harapan sekaligus tantangan. Spirit dibentuknya blok-blok ekonomi regional seperti CAFTA ini, salah satunya dipicu oleh kegagalan lobi-lobi di World Trade Organization (WTO) dalam meliberalisasi komoditas pertanian. Negara-negara maju umumnya melepas produk industri yang sudah kompetitif dan memproteksi pertanian mereka yang dianggap strategis. Pembebasan tarif komoditas pertanian antar negara CAFTA diharapkan mampu meningkatkan kinerja sektor pertanian yang merupakan basis bagi sebagian besar negara anggota. Namun ironi bagi Indonesia, pembebasan tarif tersebut belum mampu meningkatkan kinerja ekspor produk pertanian secara meyakinkan. Ekspor andalan Indonesia masih bertumpu pada kelapa sawit, karet alam dan beberapa komoditas perkebunan, sementara pasar domestik dipenuhi oleh produk pertanian dan pangan impor. Neraca perdagangan komoditas pertanian Indonesia dengan ASEAN dan China, di luar kelapa sawit dan karet alam pada umumnya menunjukkan trend defisit yang makin membesar (Tabel 3 dan 4). Defisit tersebut dapat terjadi karena pertumbuhan kebutuhan (konsumsi) yang lebih tinggi dibanding produksi domestik, atau produk domestik yang kalah bersaing dengan produk impor. Keduanya merupakan masalah yang harus segera dicarikan solusinya, mengingat untuk saat ini beberapa komoditas pertanian masih dikenakan tarif.

Neraca perdagangan Indonesia defisit dari ASEAN sejak tahun 2004 (Tabel 3), di mana tahap awal CAFTA melalui Early Harvest Program (EHP) mulai diberlakukan. Untuk komoditas pangan, secara umum surplus, namun sebagian besar berasal dari produk-produk perkebunan. Surplus terbesar dari kelompok minyak dan lemak tumbuhan (terutama kelapa sawit) sebesar US$ 2.72 milyar, disusul kopi, teh dan kakao (SITC 07), tembakau (SITC 12), serta tuna and udang (SITC 03). Tanpa produk perkebunan, neraca perdagangan komoditas pangan Indonesia defisit dari ASEAN. Defisit terbesar dan semakin besar terjadi pada gula, produk gula dan madu (SITC 06) serta biji-bijian/serealia (SITC 04). Sebagai catatan, kedua kelompok yang mengalami defisit terbesar dengan


(27)

ASEAN tersebut, sebagian belum termasuk dalam komoditas yang dibebaskan tarifnya. Berarti ada kemungkinan bahwa impor tersebut akan semakin melonjak ketika tarif dibebaskan. Demikian pula pada pertanian non pangan (agricultural raw materials), surplus Indonesian berasal dari karet alam (SITC 23) sekitar US$ 336.9 juta. Tanpa karet alam, perdagangan pertanian non pangan Indonesia defisit dari ASEAN. Secara umum, setelah pemberlakuan tahap awal CAFTA, nilai perdagangan Indonesia-ASEAN meningkat. Jika kelompok minyak dan lemak tumbuhan (kelapa sawit) dan karet tidak disertakan, neraca perdagangan pertanian Indonesia dengan ASEAN setelah CAFTA: relatif balance untuk kelompok pangan (termasuk dari perkebunan) dan defisit yang makin membesar untuk kelompok pertanian non pangan.

Tabel 3 Perkembangan Neraca Perdagangan Beberapa Komoditas Pertanian Indonesia dengan ASEAN, Tahun 2000-2010 (dalam juta US$).

Kelompok Produk/Komoditas (SITC-2 DIGIT)

TAHUN

2000 2002 2004 2006 2008 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) TOTAL PRODUK 7,354.4 5,849.3 (13,450.7) (16,717.5) (24,694.0) (14,984.3) A Pangan (All food items) 352.0 328.4 401.1 897.0 2,235.9 3,228.0 00 Binatang hidup 34.2 26.5 21.3 16.3 45.9 50.8 01 Daging dan produk daging 1.3 2.6 (19.7) (21.4) (20.2) (20.9) 02 Produk susu dan telur 0.2 (9.2) (38.1) (50.8) (90.7) (4.8) 03 Ikan-ikanan 119.1 123.2 85.9 110.3 200.2 212.8 04 Biji-bijian dan produknya (96.5) (307.2) (108.3) (197.9) (119.8) (327.8) 05 Buah-buahan dan sayuran 40.1 42.4 (28.5) 18.5 2.9 7.0 06 Gula, produk gula dan madu (235.5) (218.3) (262.9) (129.6) (450.3) (617.5) 07 Kopi, teh, kakao, rempah 256.3 305.0 247.9 416.2 768.1 991.8 08 Pakan binatang 4.0 (0.1) (21.2) (36.4) (36.5) (26.9) 11 Minuman (8.1) (13.8) (93.8) (124.0) (168.7) (168.2) 12 Tembakau dan olahannya 97.9 91.7 105.7 151.9 252.0 362.6 22 Minyak biji-bijian dan buah (3.4) (13.3) (3.3) 6.7 (17.4) (15.1) 41 Minyak dan lemak binatang (0.0) 0.4 (0.7) (1.3) 0.2 (0.6) 42 Minyak dan lemak tumbuhan 133.7 299.6 524.3 759.0 1,899.7 2,720.3 43 Olahan minyak dan lemak 5.6 3.7 25.4 19.5 8.1 18.0 B Agricultural raw materials 31.9 38.0 4.1 207.5 281.4 128.4 21 Kulit dan bulu mentah (0.8) 0.1 (0.7) (1.3) (1.6) (1.5) 23 Karet 51.7 48.8 67.7 285.7 362.2 336.9 24 Kayu 17.4 17.8 23.6 16.2 18.9 18.4 25 Pulp dan kertas lainnya (2.9) (2.4) (20.5) (35.4) (46.3) (94.1) 26 Bahan tekstil (40.3) (32.3) (68.5) (67.8) (86.6) (165.6) 29 B Bhn mentah dr hewan & tumbhn 6.7 5.9 2.5 10.2 34.8 34.3 C Non pertanian dan pangan 6,970 5,483 (13,856) (17,822) (27,211) (18,341) Sumber: UNCTADStat, http:/www.unctad.org [1 Aug 2012]. Angka dalam kurung menunjukkan defisit.

Surplus terbesar perdagangan pertanian Indonesia dari China juga diperoleh dari kelompok minyak dan lemak tumbuhan (SITC 42) sebesar US$2.29 milyar, di mana di dalamnya termasuk komoditas kelapa sawit (Tabel 4). Selain itu, hampir semua kelompok komoditas dalam kategori pangan mengalami defisit. Defisit terbesar pada kelompok sayuran dan buah-buahan (SITC 05) sebesar US$975 juta. Ini bisa dirasakan dengan membanjirnya produk buah-buahan dari China seperti jeruk, pear dan apel di pasar domestik. Secara umum, setelah pemberlakuan tahapan awal CAFTA, perdagangan pertanian Indonesia-China meningkat. Jika kelompok minyak dan lemak tumbuhan (termasuk kelapa sawit)


(28)

dan karet alam tidak disertakan, neraca perdagangan pertanian Indonesian dengan setelah CAFTA; defisit yang makin membesar pada komoditas pangan dan masih surplus untuk pertanian non pangan.

Tabel 4 Perkembangan Neraca Perdagangan Beberapa Komoditas Pertanian Indonesia dengan China, Tahun 2000-2010 (dalam juta US$).

Kelompok Komoditas/Produk (SITC-2 DIGIT)

TAHUN

2000 2002 2004 2006 2008 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) TOTAL PRODUK (294.1) (523.5) (1,651.7) (1,106.1) (5,556.6) (6,261.0) A Pangan (All food items) (104.8) (217.0) 309.9 606.3 1,586.7 1,189.2 00 Binatang hidup 0.7 0.6 0.3 0.2 0.1 0.1 01 Daging dan produk daging (3.6) (4.7) (5.1) (6.3) (4.3) (2.4) 02 Produk susu dan telur (0.3) (0.1) (0.5) (0.4) (2.5) (1.7) 03 Ikan-ikanan 28.7 15.0 (33.4) (11.6) 31.6 (112.3) 04 Biji-bijian dan produknya (181.8) (209.1) (22.5) (36.1) (23.4) 1.1 05 Buah-buahan dan sayuran (50.1) (115.4) (170.8) (310.5) (395.9) (974.9) 06 Gula, produk gula dan madu (9.0) (39.6) (16.1) (24.8) (19.5) (73.8) 07 Kopi, teh, kakao, rempah 11.5 (3.0) (13.1) 9.1 27.8 61.3 08 Pakan binatang (5.7) (4.8) (1.1) (2.1) (15.4) (24.5) 11 Minuman (0.1) (0.8) (0.1) (5.5) (4.2) (5.5) 12 Tembakau dan olahannya (40.4) (46.0) (26.5) (49.6) (123.2) (173.4) 22 Minyak biji-bijian dan buah (8.8) (19.3) (3.9) (4.7) (4.1) (7.4) 41 Minyak dan lemak binatang (0.0) 0.0 0.3 (0.1) (0.6) (0.6) 42 Minyak dan lemak tumbuhan 138.6 202.4 558.5 877.5 1,855.5 2,292.3 43 Olahan minyak dan lemak 15.1 12.1 31.9 182.0 227.5 208.3 B Agricultural raw materials 358.6 501.6 612.9 1,319.5 1,669.0 2,155.8 21 Kulit dan bulu mentah 0.0 0.0 (0.0) (0.1) (0.2) (1.2) 23 Karet 25.2 26.1 233.0 664.2 857.3 1,270.4 24 Kayu 67.9 143.0 97.8 77.6 57.6 145.8 25 Pulp dan kertas lainnya 338.5 342.2 262.8 552.8 739.3 649.1 26 Bahan tekstil (71.8) (12.0) 17.8 5.7 (19.3) 16.2 29 B Bhn mentah dr hewan & tumbhn (1.2) 2.2 1.6 19.3 34.3 75.4 C Non pertanian & pangan (548) (808) (2,574) (3,032) (8,812) (9,606) Sumber: UNCTADStat, http:/www.unctad.org [1 Aug 2012]. Angka dalam kurung menunjukkan defisit.

Secara teori, integrasi ekonomi regional akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi, termasuk sektor pertanian. Dengan bebasnya tarif, maka produsen dapat memilih input yang lebih efisien, sehingga perekonomian diprediksi akan tumbuh lebih cepat. Namun, perkembangan kinerja sektor pertanian Indonesia setelah pemberlakuan CAFTA belum ada lompatan peningkatan kinerja yang berarti. Trend pertumbuhan sektor pertanian Indonesia tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya (Gambar 1). Peningkatan pertumbuhan sektor pertanian justru dialami oleh China.

Dengan dibebaskannya tarif masuk (impor), semestinya dapat menurunkan tingkat harga domestik, termasuk harga pangan. Harga pangan domestik seharusnya bisa lebih murah karena penurunan harga barang pangan impor serta efisiensi biaya input industri pangan. Faktanya, peningkatan harga pangan yang diukur dari kenaikan Indeks Harga Konsumen kelompok pangan (Consumer Price Index for food) Indonesia lebih tinggi dibanding Malaysia, Thailand dan China. Laju kenaikan harga (inflasi) kelompok pangan Indonesia justru cenderung lebih tinggi sejak 2004 atau awal CAFTA diberlakukan (Gambar 2).


(29)

Sumber: World Development Indicator 2011 dan LABORSTA 2011 (diolah)

Gambar 1. Perbandingan Perkembangan PDB Riil Sektor Pertanian Beberapa Negara Anggota CAFTA, 1980-2010.

Sumber: World Development Indicator 2011 dan LABORSTA 2011 (diolah)

Gambar 2. Perbandingan Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) Kelompok Pangan Beberapa Negara Anggota CAFTA, 1980-2010. Uraian di atas menunjukkan dampak integrasi ekonomi regional (CAFTA) terhadap perekonomian dan kinerja sektor pertanian Indonesia, masih menjadi misteri dan sangat menarik untuk diteliti. Trend indikator kinerja sektor pertanian yang tidak membaik memang tidak dapat begitu saja dijustifikasi bahwa CAFTA sebagai penyebabnya. Perkembangan perdagangan bebas sangat dinamis dan

Indeks Real GDP Sektor Pertanian (2000=100)

0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 140.0 160.0

1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010

Tahun

In

d

ek

s

China Indonesia Malaysia Thailand

Consumer Price Index, for Food (2000=100)

0.0 25.0 50.0 75.0 100.0 125.0 150.0 175.0 200.0 225.0 250.0

1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 Tahun

Ind

e

k

s

China Indonesia Malaysia Thailand

Indeks Harga Konsumen, Kelompok Makanan (2000=100)


(30)

kompleks, sehingga satu atau dua penelitian pada kurun waktu tertentu belum dapat dijadikan landasan yang kuat dalam implementasi kebijakan. Perlu dilakukan analisis dampak integrasi ekonomi regional dari berbagai sisi, bermacam metode serta beberapa waktu yang berbeda untuk melihat

konsistensi. Bukan hanya dampak positif atau negatif saja yang diperlukan,

melainkan juga variabel-variabel transmisi atau penghubung yang membuat integrasi ekonomi tersebut berdampak positif atau negatif. Selain koneksi antara CAFTA dengan kinerja, penting juga diprediksi bagaimana kinerja pertanian ke depan ketika CAFTA diberlakukan secara penuh. Ini penting dilakukan untuk langkah prevensi ke depan, mengingat ASEAN juga sudah memulai melakukan kesepakatan perdagangan bebas dengan Jepang, Korea, India, Australia dan Selandia Baru.

Kinerja sektor pertanian yang belum membaik dalam era integrasi ekonomi ini, memerlukan intervensi pemerintah yang efektif. Beberapa penelitian memprediksi intervensi pemerintah melalui kebijakan fiskal dapat meningkatkan kinerja sektor pertanian baik kebijakan yang berupa pengeluaran pemerintah (Jaroensathapornkul dan Tongpan, 2007) maupun penurunan pajak ekspor dan tarif impor (Ratnawati, 1996). Demikian pula beberapa penelitian lain dalam konteks perekonomian terbuka seperti Claeys et al. (2008), Hadiwibowo (2010), Kimakova (2006), Kueh et al. (2008) dan Ridwan (2009). Tetapi penelitian lainnya oleh Darsono (2008), Ilzetski (2010) dan Tang (2010) memperlihatkan sebaliknya. Ketiga penelitian ini justru memprediksi kebijakan fiskal tidak efektif dalam peningkatan output perekonomian (PDB) dan kinerja sektor pertanian Indonesia, sejalan dengan prediksi Mundell-Flemming bahwa kebijakan fiskal tidak efektif pada small open economy, dengan sistem nilai tukar mengambang dan perfect capital mobility. Integrasi ekonomi regional pada dasarnya merupakan peningkatan derajat keterbukaan perekonomian negara anggota, yang implikasinya menurut Mundell-Flemming adalah efektivitas fiskal akan menurun. Berdasarkan volume perdagangan maupun PDB riilnya, Indonesia adalah small economy, dengan sistem nilai tukar mengambang serta pergerakan modal yang relatif bebas. Dalam perekonomian yang semakin terbuka (melalui integrasi ekonomi regional) ini, belum diketahui apakah kebijakan fiskal masih efektif

untuk kondisi Indonesia.

Kebijakan fiskal ekspansi membutuhkan pembiayaan. Selama ini porsi terbesar dalam pengeluaran pemerintah adalah dari penerimaan pajak. Pembebasan tarif berarti juga penurunan penerimaan pemerintah. Oleh karena itu pengeluaran pemerintah harus efektif. Bagi Indonesia, belum membaiknya kinerja sektor pertanian dalam era integrasi ekonomi ini, merupakan salah satu indikasi bahwa kebijakan yang ditempuh pemerintah selama ini diduga belum efektif. Dugaan ini sejalan dengan penilaian World Bank (2010) dalam World Governance Indicators (WGI) tahun 2009 yang hanya memberikan skor 42.86 (maksimum 100) untuk regulatory quality Indonesia. Skor tersebut lebih rendah dari Singapura (100), Thailand (61.90), Malaysia (60.00), Philipina (62.38) maupun China (46.19). Strategi kebijakan fiskal kemungkinan perlu dibedakan antara perekonomian yang cenderung tertutup dengan perekonomian yang cenderung terbuka. Perlu diketahui alternatif kebijakan fiskal dan kondisi-kondisi pendukung yang membuat kebijakan tersebut lebih efektif pada era


(31)

Strategi atau pilihan alternatif kebijakan antar negara dapat berbeda-beda, maka kinerja perekonomian dan sektor pertanian juga bervariasi antar negara meskipun tergabung dalam satu kesepakatan integrasi ekonomi (CAFTA). Selain itu, bebasnya arus barang, jasa, tenaga kerja dan modal antar negara anggota membuka peluang untuk saling ketergantungan ekonomi yang lebih kuat. Kebijakan atau performa perekonomian suatu negara bukan hanya mempengaruhi kinerja sektor pertanian dinegaranya, tetapi juga dapat berpengaruh terhadap negara tetangganya. Studi Lau dan Lee (2008) setelah pemberlakuan tahap awal CAFTA, menunjukkan adanya saling keterkaitan pendapatan antar negara ASEAN-5 dengan China sebagai anggota. Menurut studi ini, Indonesia (bersama Philipina) tidak termasuk dalam negara-negara dalam CAFTA yang saling memiliki keterkaitan pendapatan, yakni Thailand, Malaysia dan Singapura bersama China. Namun, Lau dan Lee (2008) hanya melihat keterkaitan income tanpa melihat variabel-variabel transmisi yang menyebabkan itu bisa terjadi. Yang penting untuk dikaji lebih mendalam selanjutnya adalah bagaimana dampak kebijakan di negara lain tersebut terhadap kinerja perekonomian dan sektor pertanian Indonesia, serta kebijakan domestik apa yang tepat untuk

meresponnya.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis dampak kebijakan fiskal terhadap kinerja ekonomi dan sektor pertanian Indonesia pada era integrasi ekonomi regional China-ASEAN. Secara spesifik, tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Menganalisis dampak integrasi ekonomi regional (CAFTA) terhadap kinerja ekonomi dan sektor pertanian Indonesia.

2. Meramalkan dampak kebijakan fiskal terhadap kinerja ekonomi dan sektor pertanian Indonesia pada era CAFTA.

3. Meramalkan dampak faktor eksternal (tarif, nilai tukar dan suku bunga ASEAN dan China) terhadap kinerja ekonomi dan sektor pertanian Indonesia pada era CAFTA.

Kegunaan dan Kontribusi

Bagi pemerintah, penelitian ini merupakan informasi penting yang dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan instrumen kebijakan fiskal yang efektif dalam pasar bebas regional. Selain itu, pelaku ekonomi lainnya (swasta) memperoleh gambaran dalam merespon dengan tepat kebijakan fiskal yang diambil pemerintah, sehingga dapat bersinergi dalam peningkatan kinerja sektor pertanian. Bagi akademisi, penelitian ini dapat memperkaya khasanah studi yang terkait dengan liberalisasi perdagangan, integrasi ekonomi regional, kebijakan fiskal dan kinerja sektor pertanian, serta memberikan gagasan baru bagi penelitian selanjutnya.

Penelitian ini memperdalam studi-studi yang telah dilakukan sebelumnya. Sebagian besar studi yang telah dilakukan sebelumnya, meneliti dampak integrasi ekonomi regional terhadap perekonomian dan sektor pertanian tanpa melihat


(32)

secara eksplisit interaksi aktif pemerintah di dalamnya, seperti kebijakan fiskal. Sementara penelitian tentang dampak kebijakan fiskal terhadap ekonomi dan sektor pertanian umumnya tidak membedakan kondisi, dalam integrasi ekonomi atau tidak. Kontribusi penelitian ini adalah menganalisis integrasi ekonomi regional, kebijakan fiskal dan kinerja sektor pertanian dalam satu sistem karena ketiganya saling terkait. Metodologi penelitian ini merangkai keterkaitan dari fungsi-fungsi permintaan agregat (demand side) menuju penawaran agregat (supply side) sektor pertanian, dengan mengembangkan kerangka berpikir macroeconomic linkages to agriculture dari Snell et al (1997), untuk kasus integrasi ekonomi regional China-ASEAN.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan

Penelitian ini membangun Model Perdagangan Pertanian Indonesia dalam CAFTA sebagai model makro ekonomi dengan data agregasi produk, sektor, fiskal dan negara. Lingkup penelitian adalah free trade area China-ASEAN (CAFTA) karena volume perdagangan Indonesia dengan China dan ASEAN relatif besar dengan trend peningkatan yang lebih tinggi dibanding negara lainnya. Penelitian mencakup kinerja perdagangan sektor pertanian dan non pertanian Indonesia dengan negara-negara China-ASEAN yang tergabung dalam kesepakatan CAFTA dan rest of the world. Indonesia dalam perdagangan dunia diasumsikan sebagai negara small open economy, tidak dapat mempengaruhi harga dunia atau sebagai penerima harga (price taker). Tarif, suku bunga, nilai tukar, output (PDB) dan harga-harga negara lain dalam model adalah variabel eksogen yang tidak dipengaruhi oleh perubahan kebijakan dari Indonesia. Sebaliknya kinerja ekonomi dan sektor pertanian Indonesia dipengaruhi oleh perubahan kebijakan ekonomi dari negara lain. Fokus pembahasan pada kinerja ekonomi dan sektor pertanian Indonesia dalam CAFTA dan tingkat aggregasi variabel disesuaikan dengan ketersediaan data.

Keterbatasan utama penelitian ini adalah penggunaan agregasi variabel dalam model. Agregasi negara-negara ASEAN menyebabkan dampak perubahan kebijakan di Indonesia dan sebaliknya dari negara lain tidak dapat dianalisis. Komoditas yang diteliti diagregasi menjadi 5 (lima) kategori: pangan (all food item), pertanian non pangan (agricultural raw material), non pertanian dan pangan (others), kelapa sawit dan kelompoknya (SITC 42) serta karet dan kelompoknya (SITC 23), sementara perilaku tiap-tiap komoditas dapat berbeda sehingga dampak perubahan kebijakan terhadap kinerja dapat juga berbeda untuk setiap komoditas. Variabel fiskal (pengeluaran pemerintah) tidak dibedakan menurut sektoral, melainkan agregasi menurut jenis belanja; rutin (pegawai, barang dan jasa), modal, subsidi, dan lainnya. Variabel pengeluaran pemerintah mempengaruhi sektor pertanian hanya melalui variabel makro ekonomi (pendapatan nasional, suku bunga, investasi, nilai tukar dan harga-harga).

Kesepakatan dalam FTA, memungkinkan suatu negara anggota CAFTA melakukan perjanjian bilateral dengan negara lain, baik intra maupun eksternal CAFTA. Penelitian ini tidak mengintegrasikan perjanjian bilateral tersebut ke dalam model, sehingga dampak adanya perjanjian bilateral negara China dan ASEAN intra maupun eksternal CAFTA tidak dapat dianalisis.


(33)

China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) CAFTA dan Tingkatan Integrasi Ekonomi Regional

China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) pada hakikatnya merupakan liberalisasi perdagangan China-ASEAN sebagai langkah awal menuju globalisasi ekonomi dalam kawasan regional tersebut. Perdagangan bebas China-ASEAN itu ditandai dengan kesepakatan antar negara dalam wilayah geografis tersebut untuk mengurangi hingga pada akhirnya menghilangkan hambatan tarif dan non tarif

atas barang dan jasa serta faktor produksi. Perdagangan bebas dalam bentuk Free

Trade Area (FTA) ini merupakan tingkatan integrasi regional terendah sebelum mencapai integrasi ekonomi yang lebih menyeluruh.

Tingkatan integrasi ekonomi regional selengkapnya diuraikan dalam Wang (2007) dan Xing (2007) sebagai berikut;

1. Free Trade Area (FTA), merupakan tahapan awal dari proses integrasi

ekonomi, dimana negara peserta sepakat untuk menurunkan atau menghilangkan hambatan dalam perdagangan, baik tarif maupun non-tarif, tetapi tetap dibebaskan menetapkan tarif perdagangannya sendiri terhadap

negara bukan peserta. Contoh FTA adalah EFTA (Norwegia, Eslandia,

Lichtenstein dan Swiss, berdiri tahun 1960), AFTA (negara-negara ASEAN

tahun 1993), NAFTA (AS, Canada, dan Mexico tahun 1993), dan sebagainya.

2. Custom Union (CU), selain menghilangkan hambatan perdagangan antar

negara anggota, juga memberlakukan kebijakan yang sama terhadap non anggota (anggota tidak bebas melakukan perjanjian perdagangan dengan

negara lain). Contohnya adalah Andean Community 1997 (1969-1997 disebut

Pakta Andean) yang beranggotakan Bolivia, Colombia, Equador dan Venezuela).

3. Common Market, selain bebas dalam perdagangan barang dan jasa, antar

anggota juga bebas dalam pergerakan faktor produksi yakni tenaga kerja dan modal. Mercosur (Argentina, Brazil, Paraguay dan Uruguay) sedang menuju

ke arah common market.

4. Economic Union, selain keharusan membebaskan hambatan bagi negara

anggota atas barang, jasa dan faktor produksi serta kesamaan pemberlakuan kebijakan eksternal, juga melakukan harmonisasi kebijakan ekonomi nasional

termasuk pajak, fiskal dan mata uang. Contohnya adalah European Union

tahun 1994, kelanjutan dari European community (1957-1993), kini

beranggotakan 27 negara; Jerman, Perancis, Italia, Belanda, Belgia, Luxembourg, Denmark, Irlandia, Inggris, Yunani, Spanyol, dan Portugal [1994], Austria, Finlandia, dan Swedia [1995], Rep Ceko, Cyprus, Estonia, Latvia, Lithuania, Hungaria, Malta, Polandia, Slovenia dan Slovakia [2004], Bulgaria dan Rumania [2007] .

5. Political Union, adalah harmonisasi bukan hanya dalam kebijakan ekonomi


(34)

Kelima tipe integrasi ekonomi regional tersebut ditampilkan pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5 Tipe-tipe Integrasi Ekonomi Regional

Kesepakatan

Free Trade

Area

Custom Union

Commo n Market

Economic Union

Political Union

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Menghilangkan hambatan perdagangan antar negara anggota

√ √ √ √ √

Kebijakan perdagangan yang

sama terhadap non anggota √ √ √ √

Free Movement tenaga kerja

dan modal antar anggota √ √ √

Harmonisasi kebijakan

ekonomi √ √

Harmonisasi kebijakan

politik √

Sumber: Xing (2007)

Kerangka CAFTA

Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and People’s Republic of China telah ditandatangani oleh para Kepala Negara ASEAN dan China pada tanggal 4 Nopember 2002 di Phnom Penh, Kamboja. Protokol perubahannya telah ditandatangani oleh para menteri ekonomi pada 6 Oktober 2003 di Bali (Chia, 2004; Departemen Perdagangan, 2005).

Adapun ratifikasi Framework Agreement ASEAN-China FTA oleh Indonesia telah

dilakukan melalui Kepres No 48 Tahun 2004, tanggal 15 Juni 2004.

Tujuan Framework Agreement CAFTA adalah (a) memperkuat dan

meningkatkan kerjasama perdagangan kedua pihak; (b) meliberalisasikan perdagangan barang dan jasa melalui pengurangan atau penghapusan tarif; (c) mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak; (d) memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada di kedua belah pihak (Chia, 2004; Deptan, 2006). Kesepakatan penurunan tarif bea

masuk dilakukan secara bertahap dalam 3 (tiga) tahap, yaitu; Tahap I Early

Harvest Program (EHP), Tahap II Normal Track, serta Tahap III Sensitive / Highly Sensitive List (Depdag, 2005).

Early Harvest Program (EHP) adalah suatu program untuk mempercepat

implementasi CAFTA dimana tarif Most Favored Nation (MFN) sudah dapat

dihapus untuk beberapa kategori komoditas tertentu. Early Harvest Program

(EHP) dimulai pada 1 Januari 2004 dan menjadi 0 persen pada 1 Januari 2006. Cakupan produk dalam EHP adalah 530 tarif dalam chapter 01-08 HS (harmonized system) yaitu; 01 Hewan hidup; 02 Daging dan produk daging dikonsumsi; 03 Ikan; 04 Produk susu; 05 Produk hewan lainnya; 06 Pohon hidup;


(35)

07 Sayuran dikonsumsi; 08 Buah-buahan dikonsumsi dan nuts; dengan

pengecualian Sweet Corn (HS 07 10 40000). Selain itu untuk menyeimbangkan

nilai ekspor Indonesia dan China terhadap produk-produk di atas, disepakati produk-produk EHP yang dinegosiasikan secara bilateral sebanyak 47 pos tarif (10 digit) antara lain; kopi, minyak kelapa (kopra), lemak dan minyak hewani, margarine, bubuk kakao, sabun, perabotan dari rotan dan stearic acid. Skenario penurunan tarif produk kategori EHP tersebut ditunjukkan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Penurunan Tarif Kategori Early Harvest Program (EHP)

Kategori Produk

Existing MFN

Tariff Rate (X)

Tariff Rates

1 Jan 2004 1 Jan 2005 1 jan 2006

(1) (2) (3) (4) (5)

1 X > 15% 10% 5% 0%

2 5% ≤ X ≤ 15% 5% 0% 0%

3 X < 5% 0% 0% 0%

Sumber: Ditjen KPI, Depdag (2005)

Normal Track,yakni penghapusan tarif berdasarkan skedul untuk kategori

komoditas yang masuk dalam normal track. Hampir seluruh komoditas masuk

dalam kategori ini, kecuali dimintakan pengecualian (dengan demikian masuk ke

dalam sensitive list). Normal Track dimulai tanggal 20 Juli 2005 yang menjadi 0

persen pada tahun 2010 (lihat Tabel 7), dengan fleksibilitas pada produk-produk yang akan menjadi 0 persen pada tahun 2012. Semua negara sudah harus mengurangi tarif menjadi 0-5 persen untuk 40 persen komoditas yang ada pada

normal track sebelum 1 Juli 2006, 60 persen komoditas sebelum 1 januari 2007, serta 100 persen komoditas sebelum 1 januari 2010. Maksimum sebanyak 150 tarif yang dapat diajukan penundaan hingga 1 januari 2012.

Tabel 7. Penurunan Tarif Kategori Normal Track

Applied MFN Tariff Rate (X)

CAFTA Preferential Tariff Rate (%)

20051) 2007 2009 2010

(1) (2) (3) (4) (5)

X > 20% 20 12 5 0

15% < X < 20% 15 8 5 0

10% < X < 15% 10 8 5 0

5% < X < 10% 5 5 0 0

X < 5% Standstill 0 0

1)

Tanggal implementasi Normal Track : 1 Juli 2005 Sumber: Ditjen KPI, Depdag (2005)

Produk-produk dalam kelompok Sensitive List, akan dilakukan penurunan tarif mulai tahun 2012, dengan penjadwalan bahwa maksimun tarif bea masuk pada tahun 2012 adalah 20 persen dan akan menjadi 0-5 persen mulai tahun 2018.


(36)

mencakup 304 pos tarif (HS 6 digit), antara lain terdiri dari barang jadi kulit (tas, dompet); alas kaki (sepatu sport, casual, kulit); kacamata; alat musik (tiup, petik,

gesek); mainan (boneka); alat olah raga; alat tulis; besi dan baja; spare part; alat

angkut; glokasida dan alkaloid nabati; senyawa organik; antibiotik; kaca; barang-barang plastik.

Produk-produk dalam Highly Sensitive List akan dilakukan penurunan

tarif bea masuk pada tahun 2015, dengan maksimum tarif bea masuk pada tahun

2015 sebesar 50 persen. Produk-produk dalam highly sensitive list mencakup 47

pos tarif (HS 6 digit), yang antara lain terdiri dari produk pertanian, seperti beras,

gula, jagung dan kedelai; produk industri tekstil dan produk tekstil (ITPT);

produk otomotif; produk ceramic tableware. Dalam Peraturan Menteri Keuangan No.235/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka AC-FTA, beras masih dikenakan tarif sebesar Rp 450,- per kg, jagung brondong (popcorn) 5 persen (jagung manis, produk dari jagung sudah 0 persen), gula tebu Rp 550,- hingga Rp 790,- per kg dan kedelai bukan untuk disemai 10 persen.

Kinerja Sektor Pertanian Indonesia dalam CAFTA

CAFTA bukan hanya wadah untuk melakukan kerja sama, hubungan

dagang dan bargaining position di pasar dunia, melainkan juga kompetisi sesama

anggota. Persaingan yang terjadi bukan hanya kompetisi Indonesia-China, tetapi juga bagaimana bersaing dengan sesama negara ASEAN untuk memperebutkan pasar china yang sangat besar. Tantangan sektor pertanian ke depan adalah

bagaimana mengatasi kemungkinan kegagalan pasar domestik (domestic market

failure). Berbeda dengan perkebunan, subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan justru menghadapi tantangan berat. Data yang dikutip Prabowo (2004) memperlihatkan neraca perdagangan komoditas tanaman pangan Indonesia-China tahun 2004 defisit US$ 43.0 milyar, dan membengkak pada tahun 2008 menjadi US$ 109.5 milyar. Neraca perdagangan komoditas hortikultura defisit US$ 150.3 milyar pada tahun 2004 menjadi defisit US$ 434.4 milyar tahun 2008. Adapun neraca perdagangan komoditas peternakan tahun 2004 defisit US$ 7.8 milyar menjadi defisit US$17.9 milyar tahun 2008.

Tantangan tersebut jelas terlihat dalam perkembangan data terbaru yang ditunjukkan oleh UNCTAD (2011) dalam Tabel 8. Pada tahun 2010 (setelah

pemberlakuan normal track CAFTA), ekspor pangan Indonesia baru menembus

9.2 persen pasar ASEAN, dan 4.8 persen pasar China. Sementara ekspor

agricultural raw material Indonesia baru menembus pasar ASEAN dan China masing-masing 4.6 persen dan 5.3 persen. Sebaliknya China menguasai 12.6 persen pasar komoditas pangan Indonesia, disusul Thailand (8.0 persen) dan Malaysia (5.5 persen).

Namun demikian, peluang tetaplah terbuka. Pertama, China adalah negara

dengan penduduk terbesar di dunia yang mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi dalam dua puluh tahun terakhir. Jumlah penduduk yang besar berbanding lurus dengan kebutuhan akan produk-produk pertanian, sementara pertumbuhan ekonomi merepresentasikan peningkatan pendapatan dan daya beli penduduknya. Dengan CAFTA, berarti terbukanya peluang masuk ke pasar China yang begitu


(1)

TITLE2’FULL-CAFTA, 2016-2020'; XFIW=XFIW*1.1;

RANGE YEAR 2016 TO 2020; RUN;

C. Dampak Faktor Eksternal

/*DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL: NILAI TUKAR*/

TITLE1'SIMULASI 38: DEPRESIASI MATA UANG ASEAN 5%’ TITLE2’FULL-CAFTA, 2016-2020';

EXRA=EXRA*1.05;

RANGE YEAR 2016 TO 2020; RUN;

TITLE1'SIMULASI 39: APRESIASI YUAN CHINA 2.5%’ TITLE2’FULL-CAFTA, 2016-2020';

EXRC=EXRC*0.975;

RANGE YEAR 2016 TO 2020; RUN;

TITLE1'SIMULASI 40: DEPRESIASI MATA UANG ASEAN 20%’ TITLE2’FULL-CAFTA, 2016-2020';

EXRA=EXRA*1.2;

RANGE YEAR 2016 TO 2020; RUN;

TITLE1'SIMULASI 41: REVALUASI YUAN CHINA 20%’ TITLE2’FULL-CAFTA, 2016-2020';

EXRC=EXRC*0.8;

RANGE YEAR 2016 TO 2020; RUN;

/*DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL: SUKU BUNGA*/

TITLE1'SIMULASI 42: SUKU BUNGA ASEAN NAIK 1% POIN’ TITLE2’FULL-CAFTA, 2016-2020';

RDA=RDA+1;

RANGE YEAR 2016 TO 2020; RUN;

TITLE1'SIMULASI 43: SUKU BUNGA CHINA NAIK 1% POIN’ TITLE2’FULL-CAFTA, 2016-2020';

RDC=RDC+1;

RANGE YEAR 2016 TO 2020; RUN;

TITLE1'SIMULASI 44: SUKU BUNGA ROW NAIK 1% POIN’ TITLE2’FULL-CAFTA, 2016-2020';

RDR=RDR+1;

RANGE YEAR 2016 TO 2020; RUN;

/*ANTISIPASI DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DEPRESIASI MATA UANG ASEAN 20%*/ TITLE1'SIMULASI 45: BI RATE NAIK 1% POIN & DEPRESIASI MATA UANG ASEAN 20%

TITLE2’FULL-CAFTA, 2016-2020'; EXRA=EXRA*1.2;

BIRATE=BIRATE+1;

RANGE YEAR 2016 TO 2020; RUN;

/*KETERANGAN: GERI, GEII DAN GESI DIJADIKAN EKSOGEN*/

TITLE1'SIMULASI 46: GEI NAIK 15% & DEPRESIASI MATA UANG ASEAN 20%’ TITLE2’FULL-CAFTA, 2016-2020';

EXRA=EXRA*1.2; GERI=GERI*1.15; GEII=GEII*1.15; GESI=GESI*1.15; GEOI=GEOI*1.15;

RANGE YEAR 2016 TO 2020; RUN;


(2)

/*KETERANGAN: TAXI DIJADIKAN EKSOGEN*/

TITLE1'SIMULASI 47: PEMOTONGAN PAJAK 10% & DEPRESIASI MATA UANG ASEAN 20%’

TITLE2’FULL-CAFTA, 2016-2020'; EXRA=EXRA*1.2;

TAXI=TAXI*0.9;

RANGE YEAR 2016 TO 2020; RUN;

/*ANTISIPASI DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL KENAIKAN SUKU BUNGA ASEAN 1% POIN*/ TITLE1'SIMULASI 48: BI RATE NAIK 1% POIN & RDA NAIK 1% POIN’

TITLE2’FULL-CAFTA, 2016-2020'; RDA=RDA+1;

BIRATE=BIRATE+1;

RANGE YEAR 2016 TO 2020; RUN;

TITLE1'SIMULASI 49: BI RATE TURUN 1% POIN & RDA NAIK 1% POIN’ TITLE2’FULL-CAFTA, 2016-2020';

RDA=RDA+1; BIRATE=BIRATE-1;

RANGE YEAR 2016 TO 2020; RUN;

/*ANTISIPASI DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL KENAIKAN SUKU BUNGA CHINA 1% POIN*/ TITLE1'SIMULASI 50: BI RATE NAIK 1% POIN & RDC NAIK 1% POIN’

TITLE2’FULL-CAFTA, 2016-2020'; RDC=RDC+1;

BIRATE=BIRATE+1;

RANGE YEAR 2016 TO 2020; RUN;

TITLE1'SIMULASI 51: BI RATE TURUN 1% POIN & RDC NAIK 1% POIN’ TITLE2’FULL-CAFTA, 2016-2020';

RDC=RDC+1; BIRATE=BIRATE-1;

RANGE YEAR 2016 TO 2020; RUN;


(3)

Lampiran 9 Daftar Nama dan Keterangan Variabel Penelitian

(Diurutkan Berdasarkan Abjad).

A. Variabel Endogen

1 CFIt Konsumsi makanan Indonesia (US$ konstan 2000)

2 CIt Konsumsi Indonesia (US$ konstan 2000)

3 CNFIt Konsumsi non makanan Indonesia (US$ konstan 2000)

4 EXRIt Nilai tukar Rupiah (Rp per 1US$)

5 GEIIt Pengeluaran pemerintah untuk belanja modal (US$ konstan 2000)

6 GEIt Total Pengeluaran pemerintah (US$ konstan 2000)

7 GERIt Pengeluaran pemerintah untuk belanja rutin (US$ konstan 2000)

8 GESIt Pengeluaran pemerintah untuk subsidi (US$ konstan 2000)

9 GRIt Total penerimaan pemerintah (US$ konstan 2000)

10 IAGIt Investasi di sektor pertanian Indonesia (US$ konstan 2000)

11 ISIt Investasi swasta Indonesia (US$ konstan 2000)

12 KAGIt Capital stock sektor pertanian Indonesia (US$ konstan 2000)

13 LAGIt Jumlah orang yang beraktivitas di sektor pertanian Indonesia (ribu orang)

14 LEAGIt Jumlah wirausaha sektor pertanian Indonesia (ribu orang)

15 LPAGIt Jumlah pekerja (employees) sektor pertanian Indonesia (ribu orang)

16 MAAIt Nilai impor pertanian non pangan ASEAN dari Indonesia (US$ konstan

2000)

17 MACIt Nilai impor pertanian non pangan China dari Indonesia (US$ konstan 2000)

18 MAIAt Nilai impor pertanian non pangan Indonesia dari ASEAN (US$ konstan

2000)

19 MAICt Nilai impor pertanian non pangan Indonesia dari China (US$ konstan 2000)

20 MAIRt Nilai impor pertanian non pangan Indonesia dari ROW (US$ konstan 2000)

21 MAIWt Total Nilai impor pertanian non pangan Indonesia (US$ konstan 2000)

22 MARIt Nilai impor pertanian non pangan ROW dari Indonesia (US$ konstan 2000)

23 MFAIt Nilai impor pangan ASEAN dari Indonesia (US$ konstan 2000)

24 MFCIt Nilai impor pangan China dari Indonesia (US$ konstan 2000)

25 MFIAt Nilai impor pangan Indonesia dari ASEAN (US$ konstan 2000)

26 MFICt Nilai impor pangan Indonesia dari China (US$ konstan 2000)

27 MFIRt Nilai impor pangan Indonesia dari ROW (US$ konstan 2000)

28 MFIWt Total Nilai impor pangan Indonesia (US$ konstan 2000)

29 MFRIt Nilai impor pangan ROW dari Indonesia (US$ konstan 2000)

30 MIt Total impor Indonesia (US$ konstan 2000)

31 MOAIt Nilai impor non pertanian ASEAN dari Indonesia (US$ konstan 2000)

32 MOCIt Nilai impor non pertanian China dari Indonesia (US$ konstan 2000)

33 MOIAt Nilai impor non pertanian Indonesia dari ASEAN (US$ konstan 2000)

34 MOICt Nilai impor non pertanian Indonesia dari China (US$ konstan 2000)

35 MOIRt Nilai impor non pertanian Indonesia dari ROW (US$ konstan 2000)

36 MOIWt Total Nilai impor non pertanian Indonesia (US$ konstan 2000)

37 MORIt Nilai impor non pertanian ROW dari Indonesia (US$ konstan 2000)

38 MPLAIt Nilai impor kelapa sawit ASEAN dari Indonesia (US$ konstan 2000)

39 MPLCIt Nilai impor kelapa sawit China dari Indonesia (US$ konstan 2000)

40 MPLIAt Nilai impor kelapa sawit Indonesia dari ASEAN (US$ konstan 2000)

41 MPLICt Nilai impor kelapa sawit Indonesia dari China (US$ konstan 2000)

42 MPLIRt Nilai impor kelapa sawit Indonesia dari ROW (US$ konstan 2000)

43 MPLIWt Total Nilai impor kelapa sawit Indonesia (US$ konstan 2000)

44 MPLRIt Nilai impor kelapa sawit ROW dari Indonesia (US$ konstan 2000)

45 MRBAIt Nilai impor karet ASEAN dari Indonesia (US$ konstan 2000)

46 MRBCIt Nilai impor karet China dari Indonesia (US$ konstan 2000)

47 MRBIAt Nilai impor karet Indonesia dari ASEAN (US$ konstan 2000)

48 MRBICt Nilai impor karet Indonesia dari China (US$ konstan 2000)

49 MRBIRt Nilai impor karet Indonesia dari ROW (US$ konstan 2000)

50 MRBIWt Total Nilai impor karet Indonesia (US$ konstan 2000)


(4)

52 NCIIt Net Capital Inflows Indonesia (US$ konstan 2000)

53 NXIt Net Ekspor Indonesia (US$ konstan 2000)

54 PFIt Indeks Harga Konsumen (IHK) Makanan, Indonesia (indeks 2000=100)

55 PIt IHK Umum Indonesia (indeks 2000=100)

56 PNFIt IHK Non Makanan, Indonesia (indeks 2000=100)

57 PPIt Indeks Harga Produsen Pertanian Indonesia (indeks 2000=100)

58 QAIt Indeks Kuantitas Produksi Pertanian Non Pangan Indonesia (indeks

2000=100)

59 QFIt Indeks Kuantitas Produksi Pangan Indonesia (indeks 2000=100)

60 RDIt Suku bunga deposito riil Indonesia (%)

61 RLIt Suku bunga pinjaman riil Indonesia (%)

62 TAXCAFTAt Penerimaan pajak perdagangan intra-CAFTA (US$ konstan 2000)

63 TAXIt Penerimaan pajak (US$ konstan 2000)

64 TAXNCAFTAt Penerimaan pajak perdagangan eksternal CAFTA (US$ konstan 2000)

65 WAGIt Upah riil pekerja sektor pertanian (US$ konstan 2000 per orang per bulan)

66 XAIWt Total Nilai ekspor impor pertanian non pangan Indonesia (US$ konstan

2000)

67 XFIWt Total Nilai ekspor pangan Indonesia (US$ konstan 2000)

68 XIt Total ekspor Indonesia (US$ konstan 2000)

69 XOIWt Total Nilai ekspor non pertanian Indonesia (US$ konstan 2000)

70 XPLIWt Total Nilai ekspor kelapa sawit Indonesia (US$ konstan 2000)

71 XRBIWt Total Nilai ekspor karet Indonesia (US$ konstan 2000)

72 YAGIt Total PDB Pertanian Indonesia (US$ konstan 2000)

73 YDIt Disposable income Indonesia (US$ konstan 2000)

74 YIt Total PDB Indonesia (US$ konstan 2000)

75 YNAGIt Total PDB Non Pertanian Indonesia (US$ konstan 2000)

B. Variabel Eksogen

1 BIRATEt Rata-rata BI rate bulanan dalam satu tahun (persen)

2 CAIt Konsumsi produk pertanian sebagai input sektor lain (US$ konstan 2000)

3 ENGIt Penggunaan energi per US$1000 GDP (kg ekivalen minyak bumi)

4 ETRIt Persentase entreprener (wirausaha) per total tenaga kerja (%)

5 EXRAt Nilai tukar mata uang ASEAN (rataan SGD, Ringgit, Bath dan Peso per 1 US$)

6 EXRCt Nilai tukar Yuan China (Yuan per 1US$)

7 EXRRt Rata-rata nilai tukar ROW (per 1US$)

8 GEOIt Pengeluaran pemerintah untuk lainnya (US$ konstan 2000)

9 ICIt Inventory change dan discrepancy statistic Indonesia (US$ konstan 2000)

10 MSIt Total nilai impor jasa-jasa Indonesia (US$ konstan 2000)

11 NTAXIt Penerimaan bukan pajak (US$ konstan 2000)

12 PFAt Indeks Harga Konsumen (IHK) Makanan, ASEAN (indeks 2000=100)

13 PFCt Indeks Harga Konsumen (IHK) Makanan, China (indeks 2000=100)

14 PFRt Indeks Harga Konsumen (IHK) Makanan, ROW (indeks 2000=100)

15 PNFAt IHK Non Makanan, ASEAN (indeks 2000=100)

16 PNFCt IHK Non Makanan, China (indeks 2000=100)

17 PNFRt IHK Non Makanan, ROW (indeks 2000=100)

18 POPIt Jumlah penduduk pertengahan tahun (juta jiwa)

19 PPAt Indeks Harga Produsen Pertanian ASEAN (indeks 2000=100)

20 PPCt Indeks Harga Produsen Pertanian ASEAN (indeks 2000=100)

21 PPRt Indeks Harga Produsen Pertanian ROW (indeks 2000+100)

22 PRt Indeks Harga Konsumen (IHK) Umum ROW (indeks 2000=100)

23 PWPLt Harga palm oil dunia (US$/MT)

24 PWRBt Harga karet dunia (cents US$/kg)

25 PXIt Indeks Harga Ekspor Pertanian Indonesia (indeks 2000=100)

26 QFAt Indeks Kuantitas Produksi Pangan ASEAN (indeks 2000=100)

27 QFRt Indeks Kuantitas Produksi Pangan ROW (indeks 2000=100)

28 QRBIt Indeks Produksi Karet Indonesia (indeks 2000=100)

29 RDAt Suku bunga pinjaman riil ASEAN (%)


(5)

31 RDRt Suku bunga pinjaman riil rest of the world (%)

32 REGIt Indeks Kualitas Regulasi Indonesia (indeks)

33 ROADIt Paved roads Indonesia (%)

34 SCHIt Rata-rata lama sekolah penduduk dewasa Indonesia (tahun)

35 TMAAIt Tarif impor pertanian non pangan ASEAN dari Indonesia (%)

36 TMACIt Tarif impor pertanian non pangan China dari Indonesia (%)

37 TMACRt Tarif impor pertanian non pangan China dari ROW (%)

38 TMAIAt Tarif impor pertanian non pangan Indonesia dari ASEAN (%)

39 TMAICt Tarif impor pertanian non pangan Indonesia dari China (%)

40 TMAIRt Tarif impor pertanian non pangan Indonesia dari ROW (%)

41 TMARIt Tarif impor pertanian non pangan ROW dari Indonesia (%)

42 TMFAIt Tarif impor pangan ASEAN dari Indonesia (%)

43 TMFCIt Tarif impor pangan China dari Indonesia (%)

44 TMFIAt Tarif impor pangan Indonesia dari ASEAN (%)

45 TMFICt Tarif impor pangan Indonesia dari China (%)

46 TMFIRt Tarif impor pangan Indonesia dari ROW (%)

47 TMFRIt Tarif impor pangan ROW dari Indonesia (%)

48 TMFRRt Tarif impor pangan ROW dari ROW (%)

49 TMOAIt Tarif impor non pertanian ASEAN dari Indonesia (%)

50 TMOCIt Tarif impor non pertanian China dari Indonesia (%)

51 TMOIAt Tarif impor non pertanian Indonesia dari ASEAN (%)

52 TMOICt Tarif impor non pertanian Indonesia dari China (%)

53 TMOIRt Tarif impor non pertanian Indonesia dari ROW (%)

54 TMORIt Tarif impor non pertanian ROW dari Indonesia (%)

55 TMPAIt Tarif impor kelapa sawit ASEAN dari Indonesia (%)

56 TMPCIt Tarif impor kelapa sawit China dari Indonesia (%)

57 TMPIAt Tarif impor kelapa sawit Indonesia dari ASEAN (%)

58 TMPICt Tarif impor kelapa sawit Indonesia dari China (%)

59 TMPIRt Tarif impor kelapa sawit Indonesia dari ROW (%)

60 TMPRIt Tarif impor kelapa sawit ROW dari Indonesia (%)

61 TMRAIt Tarif impor karet ASEAN dari Indonesia (%)

62 TMRCIt Tarif impor karet China dari Indonesia (%)

63 TMRIAt Tarif impor karet Indonesia dari ASEAN (%)

64 TMRICt Tarif impor karet Indonesia dari China (%)

65 TMRIRt Tarif impor karet Indonesia dari ROW (%)

66 TMRRIt Tarif impor karet ROW dari Indonesia (%)

67 TXPI Pajak ekspor CPO Indonesia (persen)

68 WIt Upah riil pekerja (US$ konstan 2000 per orang per bulan)

69 XSIt Total nilai ekspor jasa-jasa Indonesia (US$ konstan 2000)

70 YAt Total PDB ASEAN (US$ konstan 2000)

71 YCt Total PDB China (US$ konstan 2000)

72 YRt Total PDB rest of the world, ROW (US$ konstan 2000)

C. Variabel Lag Endogenous

1 CFIt-1 Konsumsi makanan Indonesia tahun t-1 (US$ konstan 2000)

2 CNFIt-1 Konsumsi non makanan Indonesia tahun t-1 (US$ konstan 2000)

3 IAGIt-1 Investasi di sektor pertanian Indonesia tahun t-1 (US$ konstan 2000)

4 ISIt-1 Investasi swasta Indonesia tahun ke t-1 (US$ konstan 2000)

5 KAGIt-1 Capital stock sektor pertanian Indonesia tahun t-1 (US$ konstan 2000)

6 LEAGIt-1 Jumlah wirausaha sektor pertanian tahun t-1 (ribu orang)

7 LPAGIt-1 Jumlah pekerja (employees) sektor pertanian tahun t-1 (ribu orang)

8 MAAIt-1 Nilai impor pertanian non pangan ASEAN dari Indonesia tahun t-1 (US$

konstan 2000)

9 MACIt-1 Nilai impor pertanian non pangan China dari Indonesia tahun t-1 (US$ konstan

2000)

10 MAIAt-1 Nilai impor pertanian non pangan Indonesia dari ASEAN tahun t-1 (US$ konstan 2000)


(6)

11 MAICt-1 Nilai impor pertanian non pangan Indonesia dari China tahun t-1 (US$ konstan 2000)

12 MAIRt-1 Nilai impor pertanian non pangan Indonesia dari ROW tahun t-1 (US$ konstan)

13 MARIt-1 Nilai impor pertanian non pangan ROW dari Indonesia tahun t-1 (US$ konstan)

14 MFAIt-1 Nilai impor pangan ASEAN dari Indonesia tahun t-1 (US$ konstan 2000)

15 MFCIt-1 Nilai impor pangan China dari Indonesia tahun t-1 (US$ konstan 2000)

16 MFIAt-1 Nilai impor pangan Indonesia dari ASEAN tahun t-1 (US$ konstan 2000)

17 MFICt-1 Nilai impor pangan Indonesia dari China tahun t-1 (US$ konstan 2000)

18 MFIRt-1 Nilai impor pangan Indonesia dari ROW tahun t-1 (US$ konstan 2000)

19 MFRIt-1 Nilai impor pangan ROW dari Indonesia tahun t-1 (US$ konstan 2000)

20 MOAIt-1 Nilai impor non pertanian ASEAN dari Indonesia tahun t-1 (US$ konstan 2000)

21 MOCIt-1 Nilai impor non pertanian China dari Indonesia tahun t-1 (US$ konstan 2000)

22 MOIAt-1 Nilai impor non pertanian Indonesia dari ASEAN tahun t-1 (US$ konstan 2000)

23 MOICt-1 Nilai impor non pertanian Indonesia dari China tahun t-1 (US$ konstan 2000)

24 MOIRt-1 Nilai impor non pertanian Indonesia dari ROW tahun t-1 (US$ konstan 2000)

25 MORIt-1 Nilai impor non pertanian ROW dari Indonesia tahun t-1 (US$ konstan 2000)

26 MPLAIt-1 Nilai impor kelapa sawit ASEAN dari Indonesia tahun t-1 (US$ konstan 2000) 27 MPLCIt-1 Nilai impor kelapa sawit China dari Indonesia tahun t-1 (US$ konstan 2000) 28 MPLIAt-1 Nilai impor kelapa sawit Indonesia dari ASEAN tahun t-1 (US$ konstan 2000) 29 MPLICt-1 Nilai impor kelapa sawit Indonesia dari China tahun t-1 (US$ konstan 2000) 30 MPLIRt-1 Nilai impor kelapa sawit Indonesia dari ROW tahun t-1 (US$ konstan 2000) 31 MPLRIt-1 Nilai impor kelapa sawit ROW dari Indonesia tahun t-1 (US$ konstan 2000) 32 MRBAIt-1 Nilai impor karet ASEAN dari Indonesia tahun t-1 (US$ konstan 2000) 33 MRBIRt-1 Nilai impor karet Indonesia dari ROW tahun t-1 (US$ konstan 2000) 34 MRBRIt-1 Nilai impor karet ROW dari Indonesia tahun t-1 (US$ konstan 2000)

35 PFIt-1 Indeks Harga Konsumen Makanan Indonesia tahun t-1 (indeks 2000=100)

36 PNFIt-1 Indeks Harga Konsumen Non Makanan Indonesia tahun t-1 (indeks 2000=100)

37 PPIt-1 Indeks Harga Produsen Pertanian Indonesia tahun t-1 (indeks 2000=100)

38 QAIt-1 Indeks Kuantitas Produksi Pertanian Non Pangan Indonesia tahun t-1 (indeks

2000=100)

39 QFIt-1 Indeks Kuantitas Produksi Pangan Indonesia tahun t-1 (indeks 2000=100)