khas kebahagiaan ilahi; maka karena kebebasanlah manusia itu serupa dengan Allah”. Kebebasan bersumber pada dan mengalir dari dua kemampuan besar manusia, yakni
berpikir dan berkehendak.
c. Berkat kebebasan itu, manusia dan manusia pertama pada khususnya mampu
bertanggungjawab terhadap orang lain dan terhadap Allah juga. Karena itu, “manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat disapa dengan ‘engkau’ oleh Allah; kepadanya
Allah menyampaikan perintah-perintah; dan berdiamnya manusia di Firdaus tergantung pada pelaksanaan perintah-perintah tersebut, sedangkan ketidaktaatan dihukum. Maka
gambar Allah rupanya menunjukkan suatu makhluk yang mampu berdialog dengan Allah, yaitu suatu makhluk yang mampu masuk dalam hubungan personal dengan Allah,
dan dalam hubungan ini tersangkut mendengarkan panggilan dan memberi jawaban sebagai komitmen yang bebas”.
2
Dengan kebebasannya manusia pertama disanggupkan mengadakan perjanjian dengan Allah guna berpartisipasi dalam hidup ilahi, dan mereka
mampu menanggung satu-satunya syarat yang dituntut oleh Allah tidak makan buah terlarang. Tetapi ternyata manusia pertama tidak menuruti perjanjian itu: mereka makan
buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, maka mereka diusir dari taman Firdaus dan kehilangan persekutuan dengan Alah dan sekaligus kehilangan
ganjaran “tidak dapat mati” immortalitas, baik bagi diri mereka sendiri maupun bagi keturunan mereka.
1.2. Perjanjian Lama antara Allah dengan Israel
a. Sesudah dosa manusia pertama, Allah tidak meninggalkan rencanaNya untuk mengangkat
umat manusia berpartisipasi dalam hidup ilahiNya. Allah meneruskan rencana itu dengan menawarkan suatu perjanjian khusus kepada umat Israel. Peristiwa istimewa ini
dikisahkan secara mengesankan oleh penulis Kitab Keluaran. Melalui Musa, Allah telah memberikan banyak tanda yang nyata tentang cinta kasihNya terhadap keturunan para
Bapa Bangsa Israel yang tinggal di Mesir, terutama dengan membebaskan mereka dari perbudakan Firaun. Kemudian orang Israel tiba di padang gurun Sinai dan berkemah di
sana. Dari Kitab Keluaran kita baca: “Lalu naiklah Musa menghadap Allah, dan TUHAN YHWH berseru dari gunung itu kepadanya: Kamu sendiri telah melihat apa yang
Kulakukan kepada orang Mesir, dan bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan membawa kamu kepadaKu. Jadi sekarang, jika kamu sungguh-
sungguh mendengarkan firmanKu dan berpegang pada perjanjianKu, maka kamu akan menjadi harta kesayanganKu sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang
empunya seluruh bumi. Kamu akan menjadi bagiKu kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel” Kel 19: 3-
6.
b. Musa kembali ke perkemahan, memanggil para tua umat Israel dan membawa ke depan
mereka segala sesuatu yang diperintahkan Tuhan kepadanya. “Seluruh bangsa itu menjawab bersama-sama: segala yang difirmankan Tuhan akan kami lakukan” Kel 19:
8. Maka Musa datang lagi menghadap Tuhan untuk menyampaikan jawaban bangsa Israel. “Lalu Allah mengucapkan segala firman ini: Akulah Tuhan, Allahmu, yang
2 M. Flick - Z. Alseghy, Fondamenti di una antropologia teologica, Firenze 1969, hlm. 63.
membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tanah perbudakan. Jangan ada padamu allah lain di hadapanKu. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun
yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab
Aku, Tuhan, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturuan yang ketiga dan keempat dari orang yang
membenci Aku, tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintahKu” Kel 20: 1-
6.
c. Kisah Kitab Keluaran di atas mengungkapkan dengan jelas unsur-unsur esensial
Perjanjian kedua yang diadakan Allah dengan manusia. - Perjanjian ini bukan lagi antara Allah dengan umat manusia pada umumnya,
melainkan antara Allah dengan suatu bangsa tertentu, yaitu bangsa Israel yang menjadi umatNya. Bentuk perjanjian ini mirip dengan Perjanjian Awal antara Allah dengan
manusia pertama. Seperti dalam setiap perjanjian, perjanjian antara Allah dan Israel juga terdapat pertukaran perjanjian.
- Yahweh YHWH berjanji akan memperlakukan umatNya secara khusus, yaitu: membebaskan mereka dari para penindasnya, melindungi mereka dari musuh-
musuhnya, menganugerahkan kepada mereka suatau tanah yang subur dan enak untuk didiami, serta memberikan damai dan kemakmuran.
- Sedangkan pihak Israel berjanji akan mengakui Yahweh sebagai satu-satunya Allah “Jangan ada padamu Allah lain di hadapanKu” dan akan menjalankan perintah-
perintahNya. Berkat perjanjian berith ini, Israel menjadi “qāhāl YHWH” umat Allah, bangsa yang kudus, kerajaan imam. Israel menerima dari Yahweh segala
sesuatu yang penting bagi kultur suatu bangsa:
3
dasar-dasar etis yang ketat dekalogsepuluh perintah Allah, struktur-struktur sosial dan perekonomian yang lebih
adil misalnya, perbudakan yang lamanya terbatas, nilai-nilai etis yang lebih tinggi mutunya seperti, keadilan, solidaritas, hormat dan bakti kepada orang tua, kejujuran,
kesetiaan, ritus-ritus keagamaan yang dimurnikan dari dosa penyembahan berhala dan takhyul.
Dengan mengiyakan perjanjian dengan Yahweh, Israel menanggung komitmen untuk menyesuaikan hidupnya dengan suatu kultur yang seluruhnya dipusatkan pada Allah. Atas dasar
inilah tercipta keunikan umat Allah. Bangsa-bangsa lain menghasilkan dan menjadikan kulturnya sendiri, sedangkan Israel – dengan bersedia menjadi umat Yahweh – menerima dari Yahweh
unsur-unsur esensial kulturnya sendiri sebagai syarat perjanjian denganNya. Sendi atau titik pangkal semuanya ini ialah bahwa Israel yang mengakui Yahweh sebagai satu-satunya Allah
mereka. Dalam kultur-kultur kuno yang lain, Allah itu disamakan dengan alam atau dengan masyarakat sendiri, “sedangkan hubungan antara Yahweh dengan Israel adalah hasil tindakan
3 Di sini dan untuk selanjutnya, istilah “kultur” dipakai sesuai dengan arti yang diberikan oleh para antropolog kultural, yaitu “bentuk rohani suatu masyarakat”, artinya suatu bentuk yang unsur-unsur esensialnya ialah simbol,
ritus, adat-istiadat, institusi dan nilai-nilai.
positif Yahweh sendiri; dan hubungan antara Yahweh dengan Israel dilengkapi oleh jawaban positif dari pihak Israel”.
4
Berikut ini akan dipaparkan hal-hal yang perlu digarisbawahi untuk lebih mengerti pentingnya peran PL:
a. Inisiatif atau prakarsa dari Yahweh melulu. Perjanjian itu diajukan oleh Yahweh lewat suatu tindakan yang dalam PL biasa disebut pemilihan. Israel adalah umat Yahweh karena dipilih
Yahweh. Prinsip kesatuan Israel sebagai umat terletak justru pada perjanjian dengan Yahweh. “Tampak jelas bahwa Israel pada masa Hakim-hakim dan monarki merangkum banyak suku
yang berlainan asalnya, dan banyak di antara mereka yang tidak mengalami peristiwa Keluaran dan pendudukan. Mereka itu dipersatukan dengan suku asli Israel karena
menerima perjanjian antara Yahweh dengan Israel. Tradisi tentang kegiatan-kegiatan Yahweh yang menyelamatkan itu menjadi umum bagi semua suku: dan kewajiban-kewajiban
perjanjian, khususnya kewajiban hanya menyembah Yahweh saja, menjadi norma umum. Waktu itu Israel pertama-tama merupakan suatu agama dan bukan suatu kesatuan etnis”.
5
“Umat Yahweh” adalah gelar yang menjadikan bangsa Israel terbesar di antara segala bangsa. “Dan Ia pun akan mengangkat engkau di atas segala bangsa yang telah
dijadikanNya, untuk menjadi terpuji, ternama dan terhormat. Maka engkau akan menjadi umat yang kudus bagi Tuhan, Allahmu, seperti yang dijanjikanNya” Ul 26: 19. Gelar ini
sudah terhormat dalam bidang kultur, karena agama selalu merupakan salah satu ungkapan tertinggi kegiatan manusiawi: dalam bidang teologi gelar ini lebih mulia dan agung.
Kekhususan atau keistimewaan Israel tersebut bukan hasil penemuannya, melainkan perwujudan cinta kasih Allah kepada umat manusia. Iman dan ibadat kepada Allah yang esa
monoteisme bukan hasil kultural bangsa Israel yang “keras kepala” itu, melainkan anugerah dari Yahweh, suatu “ciptaan baru”, salah satu peristiwa keselamatan yang sepanjang sejarah
dapat dilaksanakan hanya oleh Allah, karena cinta kasihNya melulu dan kerahimanNya yang mahabesar.
b. Untuk melukiskan hubungan istimewa yang terjalin antara Yahweh dengan umatNya berkat perjanjian itu, para penulis Kitab Suci PL menggunakan analogi yang beraneka, terutama
analogi bapak – anak, suami – isteri, gembala – kawanan, raja – bawahan. Analogi- analogi tersebut berhasil menggambarkan keintiman hubungan, dalamnya ikatan,
perlindungan, perhatian dan cinta kasih Yahweh kepada umatNya. Tetapi tampak jelas juga bahwa analogi-analogi tersebut adalah hanya lambang-lambang saja yang tidak dapat
dilihat secara harafiah dan yang perlu dimurnikan dari segala bentuk antropomorfisme.
c. Perjanjian itu pelaksanaan atau pelanggaran serta penafsirannya dari pihak Israel merupakan seutas benang merah yang melintasi serta menerangi seluruh sejarah umat Allah.
Saat-saat puncak sejarah tersebut adalah: pengembaraan Israel menuju Tanah Terjanji, kemenangan-kemenangan untuk merebut tanah Kanaan, pembebasan-pembebasan dari
serangan-serangan musuh berkat pimpinan para hakim di Kanaan, terbentuknya monarki dan pembebasan dari orang-orang Filistin. Peristiwa-peristiwa tersebut menunjukkan bahwa
semakin besar kesetiaan Israel kepada perjanjian semakin dalam dan berdaya guna pula kehadiran Yahweh di tengah umatNya bdk. Yeh 37: 26: Yer 31: 33. Akan tetapi, disamping
4 Mc. Kenzie, Aspetti del pensiero del Vecchio Testamento, hlm. 1800. 5 Ibid., hlm. 1820
fase-fase kesetiaan kepada perjanjian, sejarah Israel diisi pula fase-fase pelanggaran yang berat. Tindakan pelanggaran tersebut menyebabkan kemarahan Yahweh, namun sepanjang
PL kehendak Yahweh untuk menyelamatkan Israel tidak pernah pudar. Para sejarawan bangsa Israel tahu bahwa letupan-letupan kemarahan Yahweh pun merupakan tindakan keselamatan
bdk. Yer 34: 22: 44: 7: Yeh 6: 12.
d. Menyangkut tujuan dan arti perjanjian, dua penafsiran yang berlawanan satu sama lain dapat kita kumpulkan dari seluruh PL, yaitu: penafsiran partikular hanya demi keuntungan bangsa
Israel saja dan penafsiran universal demi keuntungan semua bangsa. -
Penafsiran partikular yang paling umam bukan hanya dalam Kitab-kitab sejarah, tetapi juga dalam Kitab-kitab para nabi, menyatakan keyakinan bahwa Israel “ialah bangsa
utama di dunia dan dalam sejarah universal” dan karena itu “bangsa-bangsa lain tunduk dan harus ditundukkan kepada Yahweh dan kepada Israel”.
6
Menurut perkataan Balak bdk. Bil 23 – 24, perjanjian itu berada dalam perlindungan Yahweh yang
menjadikan Israel suatu bangsa yang terpisah dari bangsa-bangsa lain, yang menjamin kemenangan atas musuh-musuhnya dan suatu kediaman aman di negerinya serta
kemakmuran yang berlimpah. “Keselamatan politis berarti bukan hanya pembebasan dari para musuh, melainkan kemenangan final dan penundukan bangsa-bangsa kepada
kekuasaan Israel”.
7
- Penafsiran universal yang terdapat terutama dalam Kitab Yeremia, Deutero-Yesaya dan
beberapa Mazmur, tidak memandang keselamatan sebagai sebuah privilise hak istimewa bangsa Israel, melainkan sebagai suatu anugerah yang ditawarkan Yahweh
kepada semua bangsa lewat bangsa Israel. “Berpalinglah kepadaKu dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi Sebab Akulah Allah dan tidak ada yang lain.
Demi Aku sendiri Aku telah bersumpah, dari mulutKu telah keluar kebenaran, suatu firman yang tidak dapat ditarik kembali: dan semua orang akan bertekuk lutut di
hadapanKu, dan akan bersumpah setia dalam segala bahasa” Yes 45: 22-23; bdk. Yes 56: 6-7: Yer 16: 21.
Menurut penafsiran universal itu, syarat utama untuk setia kepada perjanjian dengan Yahweh adalah iman. Iman menuntut agar orang tidak mengandalkan akalnya serta kemampuannya
sendiri: iman berarti mengakui ketidakmampuan diri terhadap Allah dengan rendah hati dan menyerahkan diri sepenuhnya ke dalam tanganNya, dengan menyadari bahwa keselamatan
hanya datang dari Yahweh saja. Dalam kehidupan praktis, iman itu berhubungan erat dengan kemiskinan di hadapan Allah bdk. Yes 8: 16-18: 30: 17-18 dan dengan ibadat yang jujur dan
sejati bdk. Yes 1: 11-15. Lewat iman, manusia berpartisipasi dalam kekudusan Allah Yes 8: 13- 14. “Menurut Yesaya, iman adalah hakekat keagamaan dan spiritualitas, sedangkan
ketidakpercayaan berarti pemurtadan dari Allah. Iman itu sebenarnya digambarkan sebagai pengungkapan ringkas yang melukiskan hubungan total manusia dengan Allah”.
8
Syarat-syarat lain yang diperlukan untuk memperoleh keselamatan yang dijanjikan Yahweh dengan perjanjianNya adalah kemurnian hati, pelaksanaan keadilan, pertobatan batin dan cinta
kasih kepada sesama. Bagi Nabi Yeremia, bertobat berarti menolak penyembahan berhala dan
6 N.H. Dahl Volk Gottes, Darmstadt 1962, hlm. 27. 7 Mc. Kenzie, Op. cit., hlm. 1815.
8 S. Virgulin, Profeti e sapienti uomini dello Spirito, Roma 1985, hlm. 27.
segala sesuatu yang menjauhkan diri dari Allah, berpaling kepada Tuhan dengan segenap hati dan kembali kepada sumber dan asal cinta pertama, yakni ke perjanjian bdk. Yer 3: 1. 10-12.
Jadi, bertobat berarti mengubah hati manusia secara mendalam dengan memurnikannya serta membuatnya siap sedia menyambut firman Yahweh, sebab manusia berdosa apabila mengikuti
“rancangan-rancangan dan kedegilan hatinya yang jahat” Yer 7: 23-24.
e. Kesinambungan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dari uraian di atas dapat
kita simpulkan sbb.: melalui sejarah umat Allah yang kompleks itu, PL dengan jelas memberi kesaksian bahwa meskipun umat Israel terus melanggar perjanjiannya, Yahweh tetap memandang
dan memperlakukan Israel sebagai umatNya dan sebagai penerima pertama kerajaan itu yang akan dilantik dengan kedatanag Mesias. Tetapi, sebaliknya dari apa yang dinantikan oleh
kebanyakan orang menurut penafsiran partikular, Mesias itu tidak akan datang dengan kekuatan militer untuk membangun Israel sebagai suatu kekuasaan politik yang akan
menaklukkan bangsa-bangsa lain.
- Mesias itu akan datang untuk membangun suatu kerajaan universal yang terdiri dari keadilan, cinta kasih dan damai, serta yang berdasarkan pengakuan Mesias sebagai Putera Allah.
Penerimaan Putera Allah dalam rupa hamba Yahweh yang hina dina itu, akan merupakan suatu cobaan atau tantangan besar bagi umat Isreal. Apabila gagal dalam cobaan itu, Israel akan
kehilangan haknya sebagai ahli waris kerajaan. Hak ini akan dipindahtangankan kepada orang- orang kafir, seperti telah dinubuatkan oleh beberapa orang nabi. Dengan demkian Gereja akan
didirikan tanpa Israel, tetapi bukan dengan melawan Israel. Sebelum akhir zaman, Israelpun akan bertobat, tetapi sesudah “jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk…sebab Allah
tidak menyesali kasih karunia dan panggilannya” Rm 11: 25-29.
- Dari segi teologis, bila kita membahas Perjanjian Awal dan Perjanjian Lama, kebenaran yang terutama adalah sifat perjanjian, yaitu yang tidak dapat dibatalkan dan yang bersifat
universal. Praktisnya, tidak ada sesuatupun yang akan dicabut dari apa yang dimaksudkan dengan kedua perjanjian tersebut. Allah tidak pernah menarik kembali janji-janjiNya; tetapi
manusia dapat merintangi keberhasilannya. Oleh karena itu, dengan adanya Gereja, partner manusiawi perjanjianlah yang mengubah, bukan perjanjian itu sendiri. Hal ini ditegaskan oleh
Yesus berulangkali: tidak sesuatupun yang telah dianugerahkan Yahweh dalam Perjanjian Lama
9
yang akan dicabut, melainkan semua itu akan diperkaya dan disempurnakan lebih lanjut. Salah satu hal baru dan penting dalam Perjanjian Baru apabila dibandingkan dengan Perjanjian Lama
terdapat dalam identitas partner manusiawi: umat yang dipilih Allah bagi Perjanjian Baru, bukanlah suatu umat yang bersatu karena ikatan etnis, rasa, bahasa, atau bangsa, melainkan oleh
suatu umat yang bersatu karena iman akan Yesus Kristus dan rahmat Roh Kudus.
10
- Antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak ada sela atau sekat apapun, melainkan satu kesatuan dan kontinuitas kesinambungan. Hal ini dapat disimpulkan dengan mudah dari
ungkapan-ungkapan yang digunakan Gereja bila berbicara tentang dirinya sendiri. Kebanyakan ungkapan-ungkapan tersebut dikutip dari Perjanjian Lama, misalnya: umat Allah, ekklesia, tabut
perjanjian, kawanan domba, kebun anggur, mempelai terkasih, rumah Tuhan, bait Allah, Yerusalem baru, jangkar keselamatan, dll. Karena itu, dapat kita simpulkan bahwa dilihat dari
9 Seperti misalnya: cinta kasih, kemurahan hati, kesetiaan, belas kasihan, perintah-perintah, dll. 10 Itulah sebabnya maka Perjanjian Baru, selain tingkat kultural, akan menyangkut juga tingkat ontologis.
segi teologis, Israel dan Perjanjian Lama bukan hanya termasuk prasejarah Gereja, melainkan merupakan fase-fase konstituen dan esensial sejarah Gereja sendiri.
2. E