Ciri hakiki umat Allah yang baru

harapan akan hidup kekal, kebebasan dari semua kekuasaan yang menindas 31 , menghormati kehidupan dan martabat pribadi tanpa diskriminasi umur, jenis kelamin, ras, suku, bahasa dan pendapatan. - Umat Allah yang baru berusaha menyesuaikan tingkah lakunya dengan nilai-nilai yang luhur itu, dan menjauhkan perangainya dari adat istiadat bangsa Israel dan bangsa-bangsa lain. Proses ini mengalami kesulitan dan pertentangan, seperti mengenai nilai beberapa adat istiadat umat Yahudi kafir dan adat istiadat setempat. Persoalan yang rumit itu diselesaikan dalam Konsili Yerusalem sesuai dengan prinsip kebebasan bdk. Kis 15: 1-21. Kejadian ini membuktikan bahwa dalam jangka waktu yang singkat, umat Allah yang baru itu menyadari identitasnya, juga mengenai adat istiadat dan tradisi. Dalam menentukan kebiasaannya, umat Allah yang baru itu dibimbing hanya oleh nilai-nilai luhur yang Tuhan Yesus desakkan kepada mereka. - Anggota Gereja awal menyadari bahwa dalam segala hal 32 , mereka setia kepada Yesus dan kepada rencana keselamatan bagi umat manusia yang telah dirancang Allah sejak kekal dan yang mulai dilaksanakan sejak Perjanjian Awal. Berkat kesetiaannya kepada Yesus ini, Gereja mendapat identitasnya sebagai umat Allah yang baru dan dengan demikian menduduki tempat serta memainkan peranan yang sekaligus membedakannya dengan semua umat dan bangsa lain: yakni bahwa Gereja adalah sakramen keselamatan bagi semua orang. Karena itu, meskipun tidak mengidentifikasikan diri dengan bangsa apapun dan juga tidak menghapuskan bangsa apapun, Gereja dapat merangkum semua bangsa. Apa yang terjadi pada hari Pentekosta 33 mengungkapkan utusan abadi Gereja, umat Allah yang baru.

4. G

EREJA DALAM PANDANGAN P AULUS Dalam Kisah para Rasul, kita mendapati Gereja awal yang sedang bergiat dalam karya dan hanya secara implisit memaparkan teologi tentang Gereja. Kisah para Rasul menceriterakan bagaimana para pengikut Yesus – di bawah dorongan Roh Kudus menerima dan mengamalkan segala sesuatu yang diajarkan Yesus 34 – membentuk diri menjadi suatu kelompok sosial. Para murid Yesus menyadari dirinya sendiri, artinya identitasnya karena mereka tahu diri sebagai umat Perjanjian Baru, umat Allah yang baru, qāhāl Yahweh yang baru. Tentu saja Gereja awal menyadari diri sendiri sebagai Gereja, akan tetapi belum memiliki suatu kesadaran eklesiologis, itu berarti belum melakukan refleksi eklesiologis. Yang pertama menyadari suatu kesadaran eklesiologis tentang Gereja, tentang hakekatnya serta tugas-tugasnya adalah Rasul Paulus. Dialah sebetulnya eklesiolog pertama dalam arti sebenarnya.

4.1. Ciri hakiki umat Allah yang baru

Paulus menerangkan dengan jelas sekali bahwa yang membedakan Perjanjian Baru dari Perjanjian Lama adalah adanya umat Allah yang baru. 31 Yaitu iblis, penguasa-penguasa politik dan agama, struktur-struktur politik dan ekonomi. 32 Yaitu dalam simbol-simbol, ritus-ritus, struktur-struktur, adat istiadat, hukum-hukum, nilai-nilai dan kharisma- kharisma. 33 Semua mengerti kotbah Petrus: orang Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia, pendatang dari Roma, dll. 34 Terutama simbol-simbol, ritus-ritus, hukum-hukum dan nilai-nilai. - Perbedaan itu pertama-tama berkenaan dengan penerimanya. Jika Perjanjian Lama merupakan privilise hak istimewa bagi umat Israel, maka Perjanjian Baru adalah satu anugerah yang ditawarkan kepada semua orang, tanpa diskriminasi kebudayaan atau ras. “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus” Gal 3: 28. - Berkat yang telah dijanjikan kepada Abraham dan keturunannya, kini dengan Perjanjian Baru dialihkan kepada Kristus dan melalui Dia, kepada semua orang yang dipersatukan kepadaNya dengan iman dan pembaptisan. Mereka itulah anggota umat Allah yang baru, anggota Gereja yang karena Kristus, menjadi ahli waris yang sah dari umat Allah yang lama. Santo Paulus “berusaha memberikan dasar teologis juga kepada warisan ini dan dengan suatu penafsiran yang baru, dia mau melihat bahwa dalam teks Perjanjian Lama sudah terdapat gambar umat Allah yang baru, yang terdiri dari orang-orang yang percaya akan Yesus Kristus”. 35 - Selain sebagai kelangsungan dan kesempurnaan dari Perjanjian Lama, Perjanjian Baru dipandang oleh Paulus sebagai puncak serta konklusi kesimpulan tata ilahi mengenai sejarah keselamatan yang bertujuan menjadikan semua orang “kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya” bdk. Ef 1: 4-5. Tata ilahi tersebut dilaksanakan oleh Putera Allah sendiri, Yesus Kristus: “Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian. Sebab Ia telah menyatakan rahasia kehendak-Nya kepada kita, sesuai dengan rencana kerelaan-Nya, yaitu rencana kerelaan yang dari semula telah ditetapkan-Nya di dalam Kristus sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi” Ef 1: 7-10. - Paulus terutama berjasa dalam menentukan syarat-syarat untuk menjadi anggota umat Allah yang baru, yakni:  iman akan Yesus Putera Allah, pembatisan, partisipasi dalam satu-satunya roti ekaristi yaitu dalam tubuh Kristus;  tidak memerlukan lagi pelaksanaan hukum-hukum lama. Anggota-anggota umat Allah yang baru adalah mereka yang dibenarkan karena iman, entah mereka itu bersunat atau tidak bdk. Rm 4: 11-17. “Sebab tidak ada perbedaan. Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus” bdk. Rm 3: 22-24 dst. - Dengan ajaran serta teladannya, “Paulus mengajak serta memupuk persatuan Kristen antara semua komunitasnya, dan selain itu dia menganjurkan juga keharmonisan antara komunitas induk Yerusalem dan komunitas-komunitas baru misalnya, pengumpulan uang untuk jemaat di Yerusalem; bdk. 1 Kor 16: 1-4. Dengan demikian Paulus telah memberikan 35 R. Schnackenburg, Op. cit., hlm. 90. sumbangan esensial guna membentuk suatu kesadaran eklesial kolektif, baik dalam refleksi teologis maupun dalam prakteknya”. 36 Paulus memelopori supaya ada solidaritas antar Gereja komunitas, sehati sejiwa dan merasa ikut ambil bagian dalam kesulitan atau kelemahan antar komunitas.

4.2. Gereja sebagai tubuh Kristus