Perjanjian Baru antara Yesus Kristus dengan umat manusia

segi teologis, Israel dan Perjanjian Lama bukan hanya termasuk prasejarah Gereja, melainkan merupakan fase-fase konstituen dan esensial sejarah Gereja sendiri.

2. E

KLESIOLOGI A WALI DALAM P ERJANJIAN B ARU

2.1. Perjanjian Baru antara Yesus Kristus dengan umat manusia

Berkat Yesus dari Nazaret, Putera Allah yang menjelma menjadi manusia, terwujudlah perjanjian yang baru dan terbentuklah juga umat Allah yang baru, yaitu Gereja. Yesus Kristus, sang Pendiri Gereja memberikan sarana-sarana dan syarat-syarat baru, guna mencapai keintiman dan persatuan dengan Bapa yang telah diencanakanNya sejak kekal bagi umat manusia. Perjanjian Baru tidak meniadakan atau mengeliminasi Perjanjian Awal atau Perjanjian Lama, melainkan justru menggenapi keduanya. “Bapa memutuskan untuk mengumpulkan mereka, yang percaya kepada Kristus, dalam Gereja Kudus. Ia disempurnakan secara mulia pada akhir zaman” LG 2. Dalam pribadi Kristus, Allah membaharui, memperluas dan menyempurnakan Perjanjian Lama yang telah diadakan dengan umat Israel demi keselamatan umat manusia. Untuk mencapai tujuan itu, Allah “memilih bangsa Israel menjadi umatNya; Ia mengadakan perjanjian dengannya dan mengajarkannya langkah demi langkah, sambil mengungkapkan diriNya dan keputusan kehendakNya dalam sejarah bangsa itu serta menguduskannya bagi diriNya. Akan tetapi semua ini terjadi dalam rangka persiapan dan sebagai lambang Perjanjian baru dan sempurna, yang akan dibuat dalam Kristus, dan dalam rangka persiapan serta lambang wahyu yang lebih penuh melalui Sabda Allah sendiri yang menjadi daging” LG 9. a. Yesus Kristus, seperti dinyatakan dengan jelas oleh Injil, meletakkan dasar umat Allah yang baru, yaitu Gereja, dengan mewartakan Kerajaan Allah: “Karena Tuhan Yesus memulai Gereja dengan memaklumkan warta gembira, yaitu kedatangan Kerajaan Allah yang telah dijanjikan di dalam Kitab Suci sejak berabad-abad: karena waktunya telah genap, dan kerajaan Allah telah dekat Mrk 1: 15; bdk. Mat 4: 17. Kerajaan ini gemilang di depan manusia dalam sabda, karya dan kehadiran Kristus. Sabda Tuhan dibandingkan dengan benih, yang ditaburkan di ladang Mrk 4: 14. Mereka yang mendengarkannya dengan iman dan yang terhitung dalam kawanan kecil Kristus Luk 12: 23 telah menerima kerajaan itu. Selanjutnya benih ini mekar dan berkembang dengan tenaga sendiri sampai musim panen Mrk 4: 26-29. Juga mukjizat- mukjizat Yesus membuktikan bahwa Kerajaan sudah datang ke dunia: “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu. Luk 11: 20; bdk. Mat 12: 28. Namun pada tempat pertama, Kerajaan Allah ditampakkan dalam pribadi Kristus sendiri, Putera Allah dan Putera Manusia yang datang ‘untuk melayani dan memberikan nyawaNya sebagai tebusan bagi banyak orang’ Mrk 10: 15” LG 5. Realitas misteri itu telah dinanti-nantikan oleh umat Allah yang lama, akan tetapi seperti telah disinggung, bayangan mereka tentang realitas tersebut telah materialis, politis, nasionalis dan egoistis. b. Dengan menentukan persyaratan untuk masuk Kerajaan 11 dan dengan memberikan pengertian bahwa Kerajaan itu tidak terbatas hanya kepada bangsa Israel, melainkan diperuntukkan mencakupi semua bangsa, Yesus menjelaskan arti, maksud dan tujuan Perjanjian 11 Bukan lagi keturunan Abraham seperti bagi umat Allah yang lama, melainkan iman kepada Utusan Bapa. Lama secara definitif. Lagi pula, persyaratan untuk masuk Kerajaan itu 12 dan karunia yang dijanjikan Allah kepada umat mausia pengampuan dosa, utusan Roh Kudus, anak angkat Allah begitu besar dan baru jika dibandingkan dengan Perjanian Lama, sehingga benar-benar dikatakan bahwa Kristus, Putera yang menjadi daging, membawakan suatu perjanjian yang betul-betul baru kepada umat manusia. c. Namun, baik pembentukan umat Allah yang baru maupun pengadaan Perjanjian Baru tidak meniadakan tema-tema dan isi Perjanjian Lama. Kesatuan rencana dan sejarah keselamatan menyangkut juga kesatuan tema-tema dan isi fundamental Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. “Adalah suatu kesalahan menganggap bahwa tema-tema PB seakan-akan mereka itu tidak berasal dari dan tidak berkembang dalam PL, dari mana penulis PB sendiri bertolak. Pada abad II Masehi, bidaah Marsio menolak relevansi PL untuk wahyu Kristen, dan khususnya kesatuan konsep tentang Allah dalam PL dan PB”. 13 d. Seperti telah disinggung dalam pembahasan mengenai Perjanjian Lama, kesatuan tema- tema dan isi terungkap dalam kesatuan istilah-istilah yang nyata dalam dua perjanjian. “Hampir setiap kata kunci teologis dalam PB, berasal dari salah satu kata Ibrani yang pemakaiannya dan perkembangannya memiliki sejarah panjang dalam PL. Yesus dan para Rasul menggunakan istilah-istilah biasa. Tentu saja istilah-istilah itu mengalami perkembangan lebih lanjut dalam PB; akan tetapi bahasa teologis yang dipakai Yesus dan para Rasul adalah bahasa yang bisa dipahami oleh mereka sendiri dan oleh para pendengarnya”. 14

2.2. Unsur-unsur baru dalam Perjanjian Baru