Australia, Quad Bridge Amplifier serial 224-0448, ADInstruments, Australia. Gambar alat organ bath dapat dilihat pada Lampiran 29.
3.1.2 Bahan penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Pugun Tanoh Curanga fel-terrae Lour. Merr.. Bahan-bahan kimia yang berkualitas pro
analisis produksi E-Merck: toluen, kloroform, isopropanol, benzen, n-heksan, asam nitrat pekat, asam klorida pekat, asam sulfat pekat, raksa II klorida,
bismuth III nitrat, besi III klorida, timbal II asetat, kalium iodida, iodium, α- naftol, asam asetat anhidrida, natrium hidroksida, amil alkohol, serbuk magnesium
Mg dan kloralhidrat. Bahan kimia berkualitas teknis yang digunakan adalah etanol 96. Bahan-bahan kimia yang lainnya adalah larutan tirode, gas karbogen
mengandung 95 oksigen dan 5 karbondioksida Tri Gases, Medan, Indonesia, asetilkolin Sigma, Switzerland, atropin sulfat Sigma, USA, dimetil sulfoksida
DMSO Merck, aspirin Sigma-Aldrich, China, dan akuades.
3.2 Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan adalah marmut jantan Cavia porcellus, berat badan antara 300-500 gram, usia 3-4 bulan dengan kondisi sehat
Vogel, et al., 2002. Hewan ini diaklimatisasi selama seminggu dengan tujuan untuk menyeragamkan makanan dan hidupnya dengan kondisi yang serba sama
sehingga dianggap memenuhi syarat untuk penelitian.
Universitas Sumatera Utara
3.3 Penyiapan Bahan Tumbuhan
Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, dan pembuatan simplisia daun Pugun Tanoh.
3.3.1 Pengumpulan bahan tumbuhan
Pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan bahan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan
tumbuhan yang digunakan adalah daun Pugun Tanoh yang diambil dari Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara,
Indonesia. Daun yang diambil sebagai bahan tumbuhan yang digunakan adalah keseluruhan dari daun tumbuhan yang masih dalam keadaan baik.
3.3.2 Identifikasi tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan pada Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Bogor, Indonesia.
3.3.3 Pembuatan simplisia daun Pugun Tanoh
Cara pembuatan simplisia yaitu, daun Pugun Tanoh yang masih segar dipisahkan dari pengotor lain lalu dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan dan
ditimbang. Diperoleh berat basah 2,6 kg. Selanjutnya daun tersebut dikeringkan selama 5 hari dalam lemari pengering dengan temperatur
± 40 ºC sampai daun kering ditandai bila diremas rapuh. Simplisia kering diblender menjadi serbuk
lalu dimasukkan ke dalam kantung plastik dengan bungkusan silika gel dan disimpan pada suhu kamar. Kemudian serbuk ditimbang. Diperoleh berat kering
680 gram.
Universitas Sumatera Utara
3.4 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh
Sebanyak 300 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana tertutup dan dibasahi dengan etanol 96, kemudian dimaserasi selama 3 jam. Massa
dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati- hati, kemudian cairan penyari dituangkan secukupnya sampai cairan mulai
menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, perkolator ditutup dan dibiarkan 24 jam. Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml
tiap menit, cairan penyari ditambahkan berulang-ulang secukupnya dengan memasang botol cairan penyari di atas perkolator dan diatur kecepatan penetesan
cairan penyari sama dengan kecepatan menetes perkolat, sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan jika perkolat yang
keluar telah jernih. Perkolat yang diperoleh dipekatkan dengan alat rotary evaporator. Kemudian dikeringkan dengan freeze dryer selama lebih kurang 24
jam dan diperoleh ekstrak kental 77,957 gram Ditjen POM, 1995.
3.5 Pembuatan Pereaksi
3.5.1 Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,4 g raksa II klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml, pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10
ml air suling, kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml Ditjen POM, 1995.
3.5.2 Pereaksi Dragendorff
Sebanyak 0,8 g bismut III nitrat ditimbang, dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat, pada wadah lain ditimbang sebanyak 27,2 g kalium iodida, dilarutkan
Universitas Sumatera Utara
dalam 50 ml air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan
air suling hingga volume larutan 100 ml Ditjen POM, 1995.
3.5.3 Pereaksi Bourchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling
hingga diperoleh larutan 100 ml Ditjen POM, 1995.
3.5.4 Pereaksi Molish
Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 ml Ditjen POM,1995.
3.5.5 Pereaksi asam klorida 2 N
Sebanyak 17 ml larutan asam klorida pekat ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml Ditjen POM, 1995.
3.5.6 Pereaksi asam sulfat 2 N
Sebanyak 5,4 ml larutan asam sulfat pekat ditambahkan air suling sampai 100 ml Ditjen POM, 1995.
3.5.7 Pereaksi natrium hidroksida 2 N
Sebanyak 8 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dengan air suling sebanyak 100 ml Ditjen POM, 1995.
3.5.8 Pereaksi timbal II asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal II asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas karbon dioksida sebanyak 100 ml Ditjen POM, 1995.
Universitas Sumatera Utara
3.5.9 Pereaksi besi III klorida 1
Sebanyak 1 g besi III klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml Ditjen POM, 1995.
3.5.10 Pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 5 bagian volume asam sulfat pekat dicampurkan dengan 50 bagian volume etanol 95. Kemudian ditambahkan dengan hati-hati 5 bagian
volume asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut dan dinginkan Ditjen POM, 1995.
3.6 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak
Pemeriksaan karakterisasi simplisia dan ekstrak meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total,
penetapan kadar abu tidak larut dalam asam, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol.
3.6.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan cara mengamati warna, bentuk, ukuran dan tekstur dari simplisia.
3.6.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik terhadap simplisia dilakukan dengan cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah diteteskan dengan
larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian diamati di bawah mikroskop.
Universitas Sumatera Utara
3.6.3 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi destilasi toluena. Cara Kerja: toluena sebanyak 200 ml dan air suling sebanyak 2 ml
dimasukkan ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam. Toluena didinginkan selama 30 menit dan volume air dalam tabung penerima dibaca
WHO, 1998. Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g sampel yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah
toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap
detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima
dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air
yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen Ditjen POM, 1995.
3.6.4 Penetapan kadar abu total
Sebanyak lebih kurang 2 g sampai 3 g sampel yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara,
kemudian diratakan. Krus dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu
total dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara Ditjen POM, 1995.
Universitas Sumatera Utara
3.6.5 Penetapan kadar abu tidak larut asam
Abu yang telah diperoleh dari penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 ml asam klorida 2 N selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijarkan hingga bobot tetap kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara Ditjen POM, 1995.
3.6.6 Penetapan kadar sari larut dalam air
Sebanyak 5 g sampel dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air kloroform 2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1000 ml dalam labu
bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai
kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan dalam oven pada suhu 105 ºC sampai diperoleh bobot konstan. Kadar sari yang
larut didalam air dihitung terhadap bahan yang larut didalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara Ditjen POM, 1995.
3.6.7 Penetapan kadar sari larut dalam etanol
Sebanyak 5 g sampel yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali
selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal
berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan dalam oven pada suhu 105 ºC sampai diperoleh bobot konstan. Kadar sari yang larut dalam etanol dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara Ditjen POM, 1995.
Universitas Sumatera Utara
3.7 Pemeriksaan Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia dan Ekstrak
Skrining fitokimia meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloida, glikosida, flavonoida, steroidtriterpenoid, saponin, tanin, dan antrakinon.
3.7.1 Pemeriksaan alkaloida
Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit,
didinginkan lalu disaring, filtrat dipakai untuk uji alkaloida. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalam masing-masing tabung reaksi dimasukkan 0,5 ml filtrat.
Pada tabung I : ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, akan terbentuk
endapan menggumpal berwarna putih atau kuning. Pada tabung II
: ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan terbentuk endapan berwarna coklat atau jingga kecoklatan.
Pada tabung III : ditambahkan 2 tetes pereaksi Bourchardat, akan terbentuk
endapan berwarna coklat sampai kehitaman. Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua atau tiga
dari percobaan di atas Ditjen POM, 1995.
3.7.2 Pemeriksaan flavonoida
Sebanyak 10 g sampel ditimbang, dilarutkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Ke dalam 5 ml filtrat
ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna
merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol Farnsworth, 1966.
Universitas Sumatera Utara
3.7.3 Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 g sampel ditimbang, disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil
sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi III klorida 1. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin Ditjen POM,
1995.
3.7.4 Pemeriksaan glikosida
Sampel ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran dari 7 bagian etanol 95 dengan 3 bagian air suling 7:3 dan 10 ml asam klorida
2N. Kemudian direfluks selama 10 menit, didinginkan, lalu disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal II asetat 0,4 M dikocok,
didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform 2:3, perlakuan ini diulangi sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan
dan ditambahkan Na
2
SO
4
anhidrat, disaring, kemudian diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50 ºC, sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa
digunakan untuk percobaan berikut, 0,1 larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2
ml air dan 5 tetes larutan pereaksi Molish, lalu ditambahkan dengan perlahan- lahan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk cincin ungu pada
batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula glikon atau glikosida Ditjen POM, 1995.
3.7.5 Pemeriksaan antrakinon
Sebanyak 0,2 g sampel ditimbang, dicampur dengan 5 ml asam sulfat 2N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzen, dikocok dan
Universitas Sumatera Utara
didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring, kemudian kocok dengan 2 ml NaOH 2N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzen
menunjukkan adanya antrakinon Ditjen POM, 1995.
3.7.6 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi1-10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang
menunjukkan adanya saponin Ditjen POM, 1995.
3.7.7 Pemeriksaan steroidatriterpenoida
Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, disaring, lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 20
tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat pereaksi Liebermann- Burchard, timbulnya warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroida,
sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid Harborne, 1987.
3.8 Tahapan Persiapan Percobaan
3.8.1 Pembuatan larutan tirode
Larutan buffer fisiologis yang digunakan adalah larutan tirode. Untuk membuat 1 liter larutan tirode ditimbang:
CaCl
2
: 0,20 gram MgCl
2
: 0,10 gram KCl
: 0,20 gram
Universitas Sumatera Utara
NaCl : 8,00 gram
NaH
2
PO
4
: 0,05 gram NaHCO
3
: 1,00 gram D-Glukosa
: 1,00 gram Bahan NaCl, KCl, MgCl
2
, NaH
2
PO
4,
CaCl
2
dilarutkan terpisah dengan akuades sampai larut. NaHCO
3
dan D-Glukosa ditambahkan terakhir setelah semua bahan tercampur.
Setelah semua bahan tercampur, larutan di aerasi dengan karbogen O
2
95, CO
2
5 agar tidak terjadi pengendapan garam kalsium yang ditandai dengan kekeruhan. Selanjutnya larutan diatur pada pH 7,4. Larutan tirode dapat
bertahan selama 24 jam Tyrode, 1910.
3.8.2 Pembuatan larutan asetilkolin
Dalam penelitian ini, agonis kolinergik yaitu asetilkolin klorida digunakan sebagai penginduksi. Senyawa ini dapat menyebabkan kontraksi otot polos pada
ileum. Dibuat larutan induk dengan cara melarutkan asetilkolin ke dalam akuades sehingga didapat konsentrasi 2 x 10
-1
M. Kemudian dibuat larutan yang lebih encer sampai kadar 2 x 10
-6
M dengan faktor pengenceran 5 kali. i. Pembuatan larutan baku asetilkolin klorida
Timbang seksama asetilkolin klorida BM 181,60 gmol seberat 181,60 mg kemudian dilarutkan dalam 5,0 ml akuades. Diperoleh larutan asetilkolin
klorida 2 x 10
-1
M. ii. Pembuatan seri konsentrasi asetilkolin klorida
- Asetilkolin klorida 2 x 10
-2
M
Universitas Sumatera Utara
Dipipet 500 μl larutan baku asetilkolin 2 x 10
-1
M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex selama 3 menit.
- Asetilkolin klorida 2 x 10
-3
M Dipipet 500 μl larutan baku asetilkolin 2 x 10
-2
M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex selama 3 menit.
- Asetilkolin klorida 2 x 10
-4
M Dipipet 500 μl larutan baku asetilkolin 2 x 10
-3
M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex selama 3 menit.
- Asetilkolin klorida 2 x 10
-5
M Dipipet 500 μl larutan baku asetilkolin 2 x 10
-4
M. Masukkan ke dalam t
abung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex selama 3 menit. - Asetilkolin klorida 2 x 10
-6
M Dipipet 500 μl larutan baku asetilkolin 2 x 10
-5
M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex selama 3 menit.
3.8.3 Pembuatan larutan ekstrak etanol daun Pugun Tanoh
Sejumlah 800 mg ekstrak etanol daun Pugun Tanoh EEPT dilarutkan dengan 1 ml DMSO Dimethil sulfoxida, kemudian dicukupkan dengan larutan
tirode hingga 5 ml. Diperoleh konsentrasi ekstrak 160 mgml larutan stock. DMSO merupakan pelarut yang inert, non-toksik, dan dapat melarutkan hampir
seluruh senyawa dan merupakan pelarut yang semipolar, namun masih dapat bercampur dengan media tirode Velasco, et al., 2003; Bertoluzza, et al., 1979;
Brown, et al., 1963. Batas penggunaan jumlah pelarut DMSO yang ditambahkan ke dalam organ bath 40ml adalah sebesar 400 µl atau 1 vv Husori, 2011.
Universitas Sumatera Utara
Dari larutan stock dipipet berturut-turut EEPT : i.
Dipipet 125 μl EEPT ke dalam organ bath volume 40 ml sehingga
konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 0,5 mgml. ii.
Dipipet 125 μl EEPT ke dalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 1 mgml.
iii. Dipipet 125 μl EEPT ke dalam organ bath volume 40 ml sehingga
konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 1,5 mgml. iv.
Dipipet 125 μl EEPT ke dalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 2 mgml.
v. Dipipet 125 μl EEPT ke dalam organ bath volume 40 ml sehingga
konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 2,5 mgml. vi.
Dipipet 125 μl EEPT ke dalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 3 mgml.
vii. Dipipet 125 μl EEPT ke dalam organ bath volume 40 ml sehingga
konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 3,5 mgml. viii.
Dipipet 125 μl EEPT ke dalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 4 mgml.
3.8.4 Pembuatan larutan atropin sulfat
Dalam penelitian ini atropin sulfat digunakan sebagai antagonis kolinergik .
Senyawa ini dapat menghambat kontraksi otot polos pada ileum. Dibuat larutan induk dengan cara melarutkan atropin sulfat ke dalam akuades sehingga didapat
konsentrasi 2 x 10
-1
M. Kemudian dibuat larutan yang lebih encer sampai kadar 2 x 10
-6
M dengan faktor pengenceran 5 kali.
Universitas Sumatera Utara
i. Pembuatan larutan baku atropin sulfat Timbang seksama atropin sulfat BM 694,84 gmol seberat 694,84 mg
kemudian dilarutkan dalam 5,0 ml akuades. Diperoleh larutan atropin sulfat 2 x10
-1
M. ii. Pembuatan seri konsentrasi atropin sulfat
- Atropin sulfat 2 x 10
-2
M Dipipet 500 μl larutan baku atropin sulfat 2 x 10
-1
M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex selama 3 menit.
- Atropin sulfat 2 x 10
-3
M Dipipet 500 μl larutan baku atropin sulfat 2 x 10
-2
M. Masukkan ke dalam tabung reaksi,
tambahkan 4500 μl akuades. Vortex selama 3 menit. - Atropin sulfat 2 x 10
-4
M Dipipet 500 μl larutan baku atropin sulfat 2 x 10
-3
M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex selama 3 menit.
- Atropin sulfat 2 x 10
-5
M Dipipet 500
μl larutan baku atropin sulfat 2 x 10
-4
M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex selama 3 menit.
- Atropin sulfat 2 x 10
-6
M Dipipet 500 μl larutan baku atropin sulfat 2 x 10
-5
M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500
μl akuades. Vortex selama 3 menit.
3.8.5 Pembuatan larutan aspirin
Larutan stok aspirin dibuat dalam konsentrasi 2 x 10
-1
M, yaitu dengan cara menimbang aspirin BM 180,16 gmol secara seksama seberat 180,16 mg
dan kemudian dilarutkan dalam 5 ml DMSO. Larutan aspirin 10
-4
M diperoleh
Universitas Sumatera Utara
dengan cara menambahkan 20 µl larutan stok aspirin 2 x 10
-1
M ke dalam organ bath 40,0 ml yang telah berisi larutan tirode.
3.9 Tahapan Pengujian
3.9.1 Preparasi organ
Marmut jantan ditimbang dan kemudian marmut dikorbankan dengan cara dislokasi tulang belakang kepala cervix. Dilakukan pembedahan pada bagian
abdomen, kulit bagian abdomen dipotong dengan menggunakan gunting. Usus dibersihkan dari lapisan mesenteric yang melindunginya. Saat jaringan sudah
rileks, dipotong segmen usus bagian bawah yang mendekati caecum sepanjang 2-3 cm. Dengan menggunakan jarum kedua ujung potongan usus diikat dengan
benang pada arah yang berlawanan. Benang bagian bawah usus diikatkan pada batang penahan jaringan dan benang bagian atas usus dihubungkan ke transduser
daya Lampiran 28 halaman 100. Jaringan usus halus dimasukkan kedalam organ bath yang berisi larutan tirode, dengan suhu larutan dipertahankan 37 ºC sambil
diaerasi dengan karbogen secara terus menerus. Jaringan yang telah terisolasi diinkubasi selama 30 menit dengan pergantian larutan tirode setiap 10 menit.
Dibiarkan beberapa saat sampai kondisi ritmik yang optimal Vogel, et al., 2002.
3.9.2 Pengujian kontraksi seri konsentrasi asetilkolin terhadap otot polos
ileum
Pengujian terhadap agonis muskarinik dilakukan untuk mengukur batas maksimum yang dapat ditunjukkan terhadap kontraksi ileum marmut, guna untuk
mendapatkan konsentrasi submaksimum atau Effective Concentration EC
80
asetilkolin. Pengukuran dilakukan secara bertingkat dengan pemberian kumulatif asetilkolin sehingga diperoleh konsentrasi di dalam organ bath 10
-8
sampai
Universitas Sumatera Utara
3 x 10
-3
M Tabel 3.1. Ileum marmut yang telah diekuilibrasi selama 45 menit dengan pergantian larutan tirode tiap 15 menit diberikan larutan asetilkolin
dengan konsentrasi didalam organ bath 10
-8
sampai 3 x 10
-3
M otot polos ileum
marmut menunjukkan respons kontraksi maksimum. Tabel 3.1
Pemberian asetilkolin secara kumulatif pada organ bath volume 40 ml.
Konse ntrasi larutan baku Ase tilkolin M
Volume yang ditambahkan ke dalam
organ bath μl
Konse ntrasi Ase tilkolin dalam
organ bath M
2x10
-6
200 1x10
-8
2x10
-6
400 3x10
-8
2x10
-5
140 1x10
-7
2x10
-5
400 3x10
-7
2x10
-4
140 1x10
-6
2x10
-4
400 3x10
-6
2x10
-3
140 1x10
-5
2x10
-3
400 3x10
-5
2x10
-2
140 1x10
-4
2x10
-2
400 3x10
-4
2x10
-1
140 1x10
-3
2x10
-1
400 3x10
-3
3.9.3 Pengujian efek relaksasi ekstrak etanol daun Pugun Tanoh pada
kontraksi otot polos ileum melalui induksi asetilkolin
Ileum marmut dikondisikan dengan larutan tirode dalam organ bath yang terhubung pada tranduser isometrik. Ileum dikontraksi dengan pemberian 456 µl
larutan asetilkolin 2 x 10
-3
M sehingga akan diperoleh konsentrasi submaksimum asetilkolin 2,28 x 10
-5
M dalam organ bath. Setelah diperoleh kondisi kontraksi maksimum yang stabil kemudian dilakukan pemberian konsentrasi bertingkat
ekstrak etanol daun Pugun Tanoh Tabel 3.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.2 Pemberian konsentrasi ekstrak etanol daun Pugun Tanoh secara
kumulatif pada organ bath volume 40 ml.
Konse ntrasi larutan baku EEPT mgml
Volume yang ditambahkan ke dalam
organ bath μl
Konse ntrasi EEPT dalam
organ bath mgml
160 125
0,5 160
125 1
160 125
1,5 160
125 2
160 125
2,5 160
125 3
160 125
3,5 160
125 4
3.9.4 Pengujian efek relaksasi atropin sulfat pada kontraksi otot polos
ileum melalui induksi asetilkolin
Ileum marmut dikondisikan dengan larutan tirode dalam organ bath yang terhubung pada tranduser isometrik. Ileum dikontraksi dengan pemberian 456 µl
larutan asetilkolin 2 x 10
-3
M sehingga akan diperoleh konsentrasi submaksimum asetilkolin 2,28 x 10
-5
M dalam organ bath. Setelah diperoleh kondisi kontraksi maksimum yang stabil kemudian dilakukan pemberian konsentrasi bertingkat
atropin sulfat Tabel 3.3
Tabel 3.3
Pemberian konsentrasi atropin sulfat secara kumulatif pada organ bath volume 40 ml.
Konse ntrasi larutan baku Atropin sulfat
M Volume yang
ditambahkan ke dalam organ bath
μL Konse ntrasi Atropin
sulfat dalam organ bath
M
2x10
-6
200 1x10
-8
2x10
-6
400 3x10
-8
2x10
-5
140 1x10
-7
2x10
-5
400 3x10
-7
2x10
-4
140 1x10
-6
2x10
-4
400 3x10
-6
2x10
-3
140 1x10
-5
2x10
-3
400 3x10
-5
Universitas Sumatera Utara
3.9.5 Pengujian mekanisme aksi terhadap efek relaksasi ekstrak etanol
daun Pugun Tanoh pada otot polos ileum melalui penghambatan produksi PGE
2
oleh aspirin
Ileum marmut dikondisikan dengan larutan tirode dalam organ bath yang terhubung pada tranduser isometrik. Dilakukan inkubasi selama 20 menit dengan
pemberian aspirin 10
-4
M yang diperoleh dengan cara menambahkan 20 µl larutan aspirin 2 x 10
-1
M ke dalam organ bath. Ileum kemudian dikontraksi dengan pemberian 456 µl larutan asetilkolin 2 x 10
-3
M sehingga akan diperoleh konsentrasi submaksimum asetilkolin 2,28 x 10
-5
M dalam organ bath. Setelah diperoleh kondisi kontraksi maksimum yang stabil, dilakukan pemberian
konsentrasi bertingkat ekstrak etanol daun Pugun Tanoh.
3.10 Data dan Analisis Data
3.10.1 Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kontraksi atau relaksasi otot polos ileum pada komputer program komputer: LabChart
®
7.0.2. Gambar dapat dilihat pada Lampiran 30 halaman 103 dan 104. Data yang
diperoleh dalam persentase respons terhadap respons maksimum yang dicapai. Selanjutnya, dibuat grafik hubungan antara konsentrasi terhadap
respons.
3.10.2 Analisis data
Nilai EC
80
konsentrasi agonis yang dapat menghasilkan respon sebesar 80 dari respons maksimum agonis reseptor, dihitung berdasarkan grafik
hubungan konsentrasi terhadap respons. EC
80
dihitung berdasarkan persamaan berikut:
Universitas Sumatera Utara
�����
80
= �
80 − �
1
�
2 −
�
1
× �
2
− �
1
� + �
1
Keterangan: X
1
: Log. konsentrasi dengan respons tepat di bawah 80 X
2
: Log. konsentrasi dengan respons tepat di atas 80 Y
1
: respons tepat di bawah 80 Y
2
: respons tepat di atas 80 Selanjutnya, data disajikan dalam bentuk tabel dan nilai rata-rata ± SEM Standar
Error Mean Husori, 2011. Data relaksasi dianalisis secara statistik dengan
menggunakan uji independent-Sample T Test. Sebelum pengujian tersebut, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas Kolmogrov-Smirnov.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Bogor, Indonesia, menunjukkan
bahwa tumbuhan yang digunakan adalah Pugun Tanoh Curanga fel-terrae Lour. Merr., suku Scrophulariaceae. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat
pada Lampiran 1 halaman 60.
4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak
Pemeriksaan karakteristik daun Pugun Tanoh secara makroskopik dilakukan untuk memperoleh identitas simplisia. Hasil pemeriksaan makroskopik
daun Pugun Tanoh adalah daun berwarna hijau muda sampai hijau tua, berbentuk bulat telur, tepi daun beringgit, ukuran daun ± 2 x 4 cm, dengan tekstur
permukaan daun kasar, berkerut-kerut dan berbulu Lampiran 3 halaman 62. Pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia secara mikroskopik dilakukan
untuk memperoleh identitas simplisia. Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia secara mikroskopik pada Lampiran 4 terlihat adanya fragmen pengenal
berupa trikhoma, berkas pembuluh angkut bentuk spiral, kristal kalsium oksalat berbentuk prisma dan stomata dengan dua tipe yaitu tipe diasitik dan anomositik.
Gambar dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 63. Menurut Ditjen POM 2000, standarisasi suatu simplisia dan ekstrak
adalah pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan obat dan menjadi
Universitas Sumatera Utara
penetapan nilai untuk berbagai parameter produk. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia daun Pugun Tanoh serta ekstrak dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan hasil
perhitungan pada Lampiran 8 sampai 17.
Tabel 4.1
Hasil karakterisasi simplisia dan ekstrak daun Pugun Tanoh
Simplisia Ekstrak
1 Kadar air
5,96 3,99
2 Kadar abu total
8,56 1,81
3 Kadar abu tidak larut asam
1,01 0,32
4 Kadar sari larut air
16,36 59,06
5 Kadar sari larut etanol
13,65 70,44
No. Karakteristik
Hasil Pemeriksaan
Hasil penetapan kadar air simplisia dan ekstrak etanol daun Pugun Tanoh diperoleh 5,96 dan 3,99, hal ini sesuai dengan standarisasi kadar air simplisia
secara umum dengan syarat yaitu tidak lebih dari 10 Ditjen POM, 1995. Penetapan kadar air dilakukan untuk memberikan batasan minimal kandungan air
yang masih dapat ditolerir di dalam ekstrak karena tingginya kandungan air menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat, bakteri dan jamur cepat tumbuh dan
bahan aktif yang terkandung didalamnya dapat terurai. Karakterisasi simplisia lain seperti penetapan kadar abu total, penetapan
kadar abu yang tidak larut dalam asam, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, dan penetapan kadar sari yang larut dalam air khusus untuk simplisia daun
Pugun Tanoh belum ada literatur yang mencantumkannya sehingga tidak mempunyai standarisasi.
Penetapan kadar sari yang larut dalam air dan etanol dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dalam air dan dalam etanol dari
suatu simplisia. Senyawa yang bersifat polar dan larut dalam air akan tersari oleh
Universitas Sumatera Utara
air. Sedangkan senyawa-senyawa yang tidak larut dalam air dan larut dalam etanol akan tersari oleh etanol.
Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral internal yang terdapat didalam simplisia yang diteliti serta senyawa organik yang
tersisa selama pembakaran. Abu total terbagi dua yang pertama abu fisiologis adalah abu yang berasal
dari jaringan tumbuhan itu sendiri dan abu non fisiologis adalah sisa setelah pembakaran yang berasal dari bahan-bahan dari luar yang terdapat pada
permukaan simplisia. Kadar abu tidak larut asam untuk menentukan jumlah silika, khususnya pasir yang ada pada simplisia dengan cara melarutkan abu total dalam
asam klorida WHO, 1998. Penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam ditetapkan untuk
melihat kandungan mineral ekstrak. Zat-zat ini dapat berasal dari senyawa oksida- oksida anorganik. Kadar abu total yang tinggi menunjukkan adanya zat anorganik
logam-logam Ca, Mg, Fe, Cd dan Pb yang sebahagian mungkin berasal dari pengotoran. Kadar logam berat yang tinggi dapat membahayakan kesehatan, oleh
sebab itu perlu dilakukan penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu
melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya toksik bagi kesehatan.
4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak