Peningkatan kerjasama bilateral, subregional, maupun regional dalam berbagai bidang

Mengelola perbatasan tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan internasional maupun regional. Dalam era globalisasi saat ini, setiap negara di dunia saling tergantung satu sama lain serta saling membutuhkan. Adanya saling ketergantungan dalam masyarakat internasional berpengaruh dalam bidang-bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan. Oleh karena itu, peningkatan kerjasama dengan negara tetangga baik secara bilateral, subregional, maupun regional diharapkan akan dapat menciptakan keterbukaan dan saling pengertian sehingga dapat dihindarkan terjadinya konflik perbatasan. Hal ini didukung oleh semakin meningkatnya hubungan masyarakat perbatasan baik dari segi sosial budaya maupun ekonomi. Selain itu, kerjasama antarnegara sangat diperlukan untuk meningkatkan investasi dan optimalisasi pemanfaatan SDA di wilayah perbatasan, serta untuk menanggulangi berbagai permasalahan hukum yang terjadi di wilayah perbatasan. Adanya berbagai skenario pengembangan dan berbagai konsekuensinya, kondisi lapangan, perkembangan di dalam maupun lingkungan regional serta setelah dikonsultasikan kepada berbagai kalangan, disepakati visi pengembangan wilayah perbatasan antarnegara yaitu ”Menjadikan wilayah perbatasan antarnegara sebagai kawasan yang aman, tertib, menjadi pintu gerbang negara dan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan menjamin terpeliharanya Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Visi tersebut mengandung berberapa pengertian sebagai berikut : 1. Aman, berarti terciptanya kondisi keamanan yang dapat dikendalikan dan kondusif bagi kegiatan usaha serta bebas dari kegiatan ilegal; 2. Tertib, berarti seluruh aktivitas ekonomi, sosial, dan budaya di perbatasan dan daerah sekitarnya sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku; 3. Pintu gerbang negara, berarti wilayah perbatasan sebagai halaman depan negara yang harus tertata, bersih, tertib, aman, dan nyaman; 4. Pusat pertumbuhan, berarti wilayah perbatasan dapat dikembangkan sebagai kawasan ekonomi dan perdagangan berkerjasama dengan pihak investor dalam maupun luar negeri secara legal; 5. Berkelanjutan, berarti bahwa seluruh proses pembangunan di wilayah perbatasan harus memperhatikan aspek pengelolaan sumber daya alam, seperti hutan lindung dan laut secara seimbang dan memperhatikan daya dukung alam; 6. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, berarti dengan berkembangnya wilayah perbatasan, masyarakat lokal di perbatasan dan di daerah sekitarnya dapat memperoleh kesempatan melaksanakan kegiatan usaha ekonomi sehingga pendapatan dan kesejahteraan meningkat; 7. Terpeliharanya NKRI, berarti seluruh kegiatan pengembangan wilayah perbatasan, baik darat maupun laut tetap mengacu kepada peraturan dan perundangan serta menjaga terpeliharanya negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka mencapai visi yang dicita-citakan di atas, beberapa misi yang perlu dilaksanakan oleh pihak yang terkait yaitu: 1. Mempercepat penyelesaian garis batas antarnegara dengan negara tetangga sehingga tercipta garis batas yang jelas dan diakui kedua belah pihak; 2. Mempercepat pengembangan beberapa wilayah perbatasan sebagai pusat pertumbuhan yang dapat menangkap peluang kerjasama antarnegara, regional dan internasional, secara selektif dan prioritas; 3. Menata dan membuka keterisolasian serta ketertinggalan wilayah perbatasan dengan meningkatkan kegiatan pengembangan kawasan permukiman, prasarana, dan sarana perbatasan yang memadai; 4. Mengelola sumber daya alam darat dan laut secara seimbang serta berkelanjutan, bagi kesejahteraan masyarakat, pendapatan daerah, dan pendapatan negara; 5. Mengembangkan sistem kerjasama pembangunan antarnegara, antarpemerintahan, maupun antarpelaku usaha di wilayah perbatasan.

2.5 Konsep Kebijakan

Konsep kebijakan dan strategi dalam pengembangan kawasan permukiman atau sering disebut perencanaan kebijakan dan strategi dalam penataan kawasan strategic settlement planning lebih banyak menunjukkan sebuah alat untuk dapat mengoperasionalkan rencana tata ruang wilayah kabupatenkota untuk bidang permukiman. Model dan perencanaan kebijakan dan strategi pengembangan permukiman ini telah mulai dikembangkan di beberapa negara termasuk Indonesia khususnya untuk menjawab kebutuhan mendesak permintaan pembangunan permukiman. Healey 2004 menjelaskan tentang new strategic spatial planning in Europe, suatu bahasan pengelolaan ruang dan lokasi permukiman yang optimal dalam jurnal internasional Urban and Regional Research Healey 2004. Ada beberapa alasan perlunya langkah operasionalisasi rencana pengembangan permukiman, tetapi kenyataannya masih sulit untuk dilaksanakan dan bahkan menjadi perdebatan para planners Eropa. Alasannya masih diperlukan adanya arahan kebijakan dan strategi dalam pelaksanaan pembangunan permukiman antara lain karena masih adanya permasalahan koordinasi kebijakan khususnya dengan pemerintahan lokal dalam mencari cara bagaimana membuat wilayah kabupatenkota lebih ekonomis dan kompetitif dalam mengembangkan kawasan permukimannya. Pengembangan kawasan permukiman dengan memanfaatkan asset base-nya, perlu menetapkan bentuk kebutuhan ruang sumber daya alam dan lahan yang optimal. Hal ini untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan, serta bagaimana mengatasi ketidakseimbangan akses distribusi penduduk lokal untuk berinteraksi dengan wilayah pusat pertumbuhan perkotaan. Untuk itu Healey 2004 menetapkan kriteria dalam kebijakan dan strategisnya, yaitu 1 skala pengelolaan, 2 skala posisi kota dan wilayahnya, 3 regionalisasi, 4 kelayakan material dan identitas, 5 konsep pengembangannya, dan 6 bentuk-bentuk representasi hubungan integrasi fungsional. Semua kriteria ini selanjutnya dijabarkan dalam langkah kebijakan dan strategi untuk mengoperasionalkan perspektif pengembangan ruang kawasan permukiman. Kebijakan atau policy pada hakikatnya merupakan suatu tindakan yang diambil oleh suatu pihak menanggapi persoalan tertentu. Tindakan tersebut dapat berupa melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu Partowidagdo 2004. Adapun yang menjadi pendekatan dalam proses pengambilan kebijakan berdasarkan perkembangan keilmuan, kebijakan tersebut sangat bermacam-macam. Akan