Penataan Ruang Wilayah Desain kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara (Studi kasus kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur)

terkait yang yang dibatasi oleh koordinat tertentu untuk maksud dan tujuan tertentu. Menurut Rustiadi 2004, pengertian ini akan selalu terkait aspek kepentingan sosial, ekonomi, budaya, politik, keamanan, maupun pertahanan. Beberapa literatur pada umumnya juga memberikan batasan pengertian wilayah yang terkait dengan aspek lingkungan, ekonomi, kondisi fisik sumber daya alam, karakteristik sosial budaya, dan wilayah batas administrasi yang rigid. Secara umum, beberapa pengertian wilayah ini dapat dikelompokan sebagai berikut. 1 Ruang wilayah ekologis adalah deliniasi fungsi kesatuan ekosistem berbagai kehidupan alam dan buatan yang membentuk pola ruang ekotipe dan struktur hubungan yang hierarkis antara ekotipe, misalnya daerah aliran sungai DAS dengan sub-DAS-nya, wilayah hutan tropis dengan struktur bagian hutan tropisnya. 2 Ruang wilayah ekonomi adalah deliniasi wilayah yang berorientasi menggambarkan maksud fungsi manfaat-manfaat ekonomi, seperti wilayah produksi, konsumsi, perdagangan, serta aliran barang dan jasa. Biasanya hal ini juga terkait dengan satuan fungsi tingkat pertumbuhan ekonomi, wilayah pasar, pendapatan daerah, dan struktur pusat pelayanan ekonomi serta transportasi. Ruang wilayah sosial budaya adalah deliniasi wilayah yang terkait dengan budaya adat dan berbagai perilaku masyarakatnya. Dalam konteks pemanfaatan ruang untuk berbagai sektor pembangunan, pemahaman terhadap konsep ruang wilayah yang disusun berdasarkan klaster ini menjadi penting. Hal ini ditujukan agar dapat secara rinci dan mudah menetapkan variabel dan komponen dominan yang memengaruhi proses pengembangan permukiman di wilayah perbatasan negara sebagai pusat pertumbuhan baru. Memahami kecenderungan pertumbuhan kota pusat pertumbuhan baru sangat terkait dengan empat faktor, yaitu kebijakan, stakeholders, perilaku masyarakat, dan proses serta pola pertumbuhan. 1 Kebijakan merupakan faktor paling penting untuk mengontrol pertumbuhan suatu kota pada skala makro. 2 Pola merupakan tingkat paling rendah di mana pola dapat dilihat secara langsung hasilnya. 3 Proses dapat mengindikasikan dinamika pertumbuhan kota. 4 Perilaku mengindikasikan kegiatan dari pelaku yang terlibat. Hasilnya berupa model seperti sebuah tingkatan, dari pola secara bertahap meningkat ke kebijakan. Dalam aturan teori hierarki, memahami tiap tingkat harus mempertimbangkan tingkat yang paling atas dan paling bawah sebagai perbandingan hubungan yang paling dekat. Untuk memahami proses, konsekuensinya adalah harus melihat pola dan perilaku yang terkandung di dalamnya. Pola merupakan gambaran sementara dari proses dan perilaku yang merupakan sumber dari proses pengambilan keputusan Cheng 1999.

2.3 Pengembangan Permukiman

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Permukiman disebutkan pengertian dasar istilah permukiman. Perumahan adalah suatu kelompok rumah yang memiliki fungsi lingkungan tempat hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan serta penghidupan. Kebijakan perumahan dan permukiman Indonesia tahun 2000—2020 antara lain pengembangan lokasi perumahan dengan memperhatikan jumlah penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan, serta tersedianya fasilitas sosial, serta keserasian dengan lingkungan Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat 1999. Kuswara 2004 dalam kajiannya mengungkapkan bahwa permukiman merupakan tempat aktivitas yang memanfaatkan ruang terbesar dari kawasan budidaya. Pengelolaan pembangunan perumahan harus memperhatikan ketersediaan sumber daya pendukung serta keterpaduannya dengan aktivitas lain. Dalam kenyataannya, hal tersebut sering terabaikan sehingga tidak berfungsi secara optimal dalam mendukung suksesnya perkembangan suatu kawasankota. Oleh karena itu, diperlukan upaya pengembangan perencanaan dan perancangan, serta pembangunan permukiman yang kontributif terhadap rencana tata ruang. Berdasarkan pengertian dasar tersebut, tampak bahwa batasan aspek permukiman sangat terkait dengan konsep lingkungan hidup dan penataan ruang. Lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan ruang dan prasarana serta sarana lingkungan yang terstruktur. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Permasalahan perumahan saat ini menurut Kirmanto 2005 adalah terjadinya : i alokasi tanah dan tata ruang yang kurang tepat; ii ketimpangan pelayanan infrastruktur, pelayanan perkotaan, dan perumahan; iii konflik kepentingan dalam penentuan lokasi perumahan; iv masalah lingkungan dan eksploitasi sumber daya alam; dan v komunitas lokal tersisih, di mana orientasi pembangunan terfokus pada kelompok masyarakat mampu serta menguntungkan. Tantangan pengembangan kawasan permukiman yang akan datang antara lain i urbanisasi yang tumbuh cepat merupakan tantangan bagi pemerintah untuk berupaya agar pertumbuhan lebih merata; ii perkembangan tak terkendali di daerah yang memiliki potensi untuk tumbuh; iii marjinalisasi sektor lokal oleh sektor nasional dan global; serta iv kegagalan implementasi dan kebijakan penentuan lokasi perumahan Kirmanto 2005. Lokasi kawasan permukiman ditentukan berdasarkan pilihan yang optimal, selanjutnya perlu dibuat rencana tapak site planning agar dalam jangka panjang perumahan tersebut tidak menimbulkan dampak negatif dalam arti luas. Rencana tapak ini penting karena akan menentukan bentuk suatu kawasankota. Selain itu, rencana tapak dapat menciptakan kemudahan atau kesukaran bagi para penghuni, serta dapat mempengaruhi tingkah laku penghuni di mana pun kawasan permukiman tersebut berada, termasuk di wilayah perbatasan negara. Kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara mempunyai dampak langsung terhadap kualitas lingkungan. Sebagai contoh, fakta adanya kawasan permukiman liar dan tidak tertata yang keberadaannya juga dapat mengganggu ekosistem air tanah. Di lain pihak, masyarakat dan pekerja di wilayah perbatasan banyak kekurangan rumah sehingga untuk memenuhi kebutuhan rumahnya, para pekerja menyewa dengan tarif setengah dari gajinya. Apabila para pekerja dapat dipenuhi kebutuhan perumahannya oleh para stakeholders terkait, pembelanjaan gaji untuk kebutuhan kesejahteraan akan lebih besar sehingga etos kerja para pekerja akan semakin meningkat Gilbreath 2002.