Latar Belakang Desain kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara (Studi kasus kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur)
subregional antara Indonesia dengan negara tetangga ASEAN pada khususnya dan negara Kawasan Asia Pasifik pada umumnya perlu dimanfaatkan secara optimal
sehingga memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak secara seimbang. Untuk melaksanakan berbagai kerjasama ekonomi internasional dan subregional
tersebut, Indonesia perlu menyiapkan berbagai kebijakan dan langkah serta program pembangunan yang menyeluruh dan terpadu sehingga tidak tertinggal
dengan negara-negara tetangga. Prasarana ekonomi dan sosial yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan
kerjasama bilateral dan subregional perlu disiapkan. Penyediaan prasarana dan sarana ini tentunya membutuhkan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu,
penentuan prioritas diperlukan baik lokasi maupun waktu pelaksanaannya. GBHN 1999 telah mengamanatkan bahwa wilayah perbatasan merupakan
kawasan tertinggal yang harus mendapat prioritas dalam pembangunan. Amanat GBHN ini telah dijabarkan dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang
Program Pembangunan Nasional Propenas 2000 - 2004 yang memuat program- program prioritas selama lima tahun. Komitmen pemerintah melalui kedua produk
perundang-undangan tersebut pada kenyataannya belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya karena beberapa faktor yang saling terkait, mulai dari segi
politik, hukum, kelembagaan, sumberdaya, koordinasi, dan faktor lainnya. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan
bahwa wilayah perbatasan negara sebagai Kawasan Strategis Nasional KSN. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional RTRWN menetapkan bahwa penataan ruang wilayah perbatasan negara akan diprioritaskan dan percepatan pertumbuhannya didorong melalui
pembangunan di berbagai sektor, antara lain sektor permukiman agar dapat terwujud pusat-pusat petumbuhan baru di wilayah perbatasan.
Sektor permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang mempunyai peran strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia
Indonesia. UUD 1945 pasal 28 h ayat 1 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup baik dan dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pentingnya mendapatkan tempat tinggal bagi warga negara juga diatur
dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 40. Oleh karena itu, permukiman sebagai wadah tempat tinggal perseorangan maupun dalam
entitas sosial baik dalam bentuk keluarga atau lainnya merupakan hak setiap orang.
Pengembangan permukiman di wilayah perbatasan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1992, diamanatkan sebagai pengembangan permukiman khusus.
Pengembangan permukiman khusus menjadi salah satu program prioritas pembangunan wilayah perbatasan dalam upaya pengembangan potensi ekonomi
dan sumber daya alam. Masih terbatasnya infrastruktur dan kurang berkembangnya permukiman di wilayah perbatasan baik yang berada dalam
kawasan perkotaan maupun perdesaan menyebabkan aktivitas sosio-ekonomi banyak berorientasi ke negara tetangga. Selain menyebabkan ketergantungan
negara tetangga, hal ini juga menyangkut keamanan, kehormatan, dan kesadaran masyarakat perbatasan akan identitas nasional.
Dalam rangka mewujudkan keterpaduan dalam pembangunan di wilayah perbatasan khususnya dalam sektor permukiman, perlu dipahami profil
karakteristik dan kebutuhan pengembangan permukiman. Hal ini dimaksudkan agar diketahui arah kecenderungan pengembanganya yang meliputi aspek-aspek
keselarasan antara kawasan budidaya dengan kawasan lindung, keterkaitan antara pusat-pusat pertumbuhan baru dengan pusat-pusat kegiatan kota, penguatan pola
interaksi orientasi ekonomi yang berbasis potensi sumber daya alam wilayah. Oleh karena itu, diperlukan penyiapan perangkat kebijakan pengembangan
kawasan pemukiman di tingkat kabupaten, kawasan pusat pertumbuhan maupun pada kawasan yang sangat terinci di wilayah perbatasan negara.
Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru border city di wilayah perbatasan terdapat enam kategori yaitu: 1 melindungi ruang terbuka
hijaukonservasi dan sumber daya alam, 2 dapat mengoptimalkan penggunaan lahan, 3 mengurangi dan efisiensi pembiayaan pembangunan infrastruktur, 4
mendorong sinergitas hubungan kota dan desa, 5 memastikan transisi penggunan lahan perdesaan menuju perkotaan berjalan secara alamiah dan terarah Cho
2006.
Dinamika kegiatan ekonomi perkotaan di wilayah perbatasan merupakan kondisi yang dapat meningkatkan pertumbuhan kota-kota pusat pertumbuhan
baru perbatasan negara. Namun, apabila tidak terkendali, hal ini akan dapat menjadi penghambat dalam pengembangan potensi pertumbuhan sebagai
penggerak pengembangan sosial, kependudukan, ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan di wilayahnya Canales 1999. Berdasarkan hal
tersebut kiranya perlu dibuat desain kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara.