5
2.2.1 Cara kerja temefos
Temefos bekerja dengan cara menghambat enzim kolinesterase, sehingga menimbulkan gangguan pada aktivitas syaraf akibat tertimbunnya
asetilkolin pada ujung syaraf. Keracunan fosfat organik pada serangga diikuti oleh gelisah,
hipereksitasi, tremor dan konvulsi, kemudian kelumpuhan otot paralise. Penetrasi temefos ke dalam tubuh larva Ae. aegypti berlangsung cepat karena
dapat mengabsorpsi lebih dari 99 temefos dalam waktu 24 jam. Setelah diabsorpsi, temefos diubah menjadi produk-produk metabolik, sebagian dari
produk metabolik tersebut diekskresikan melalui air Matsumura, 1997. Menurut Thavara et al. 2005, saat ini konsentrasi efektif temefos yang
dianjurkan di Thailand 1 gr200 liter air untuk wadah yang gelap dan 2-5 gr200 liter air untuk wadah yang terang, hal ini berkaitan dengan efek temefos yang
rendah bila terdegradasi dengan sinar matahari. Di Indonesia sendiri konsentrasi temefos yang dianjurkan untuk membunuh larva Ae. aegypti dalam air minum
adalah 10 gr100 liter air dalam wadah yang terlindungi oleh sinar matahari DepKes RI, 2005.
Temefos relatif aman dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia, meskipun demikian konsentrasi tinggi temefos dapat menimbulkan
overstimulasi sistem syaraf. Pada pajanan yang sangat tinggi temefos dapat menyebabkan paralise nafas dan kematian Matsumura, 1978. Reyes-Villanueva
et al. 1990 1992 menyatakan bahwa konsentrasi temefos sebesar 0,009
mgliter; 0,013 mgliter; 0,015 mgliter; 0,016 mgliter; 0,020 mgliter dan 0,025 mgliter
dapat mengakibatkan
penurunan kesuburan
fecundity dan
memperlambat jangka hidup longevity Ae. aegypti. Taviv 2005 menyatakan bahwa temefos masih sangat efektif untuk pengendalian larva Ae. aegypti dengan
KL
50
: 0,28 mg100 liter dan KL
90
: 0,79 mg100 liter.
2.3 Pengaruh Cekaman Insektisida Terhadap Daya Tahan
Hidup Serangga
Dalam teori kehidupan, jumlah energi yang tersedia sangat terbatas sehingga untuk kelangsungan hidup organisme dalam lingkungan yang tidak
normal alokasi energi dialihkan. Energi yang seharusnya dimanfaatkan untuk
6 kehidupan secara normal dialihkan penggunaannya untuk beradaptasi di bawah
cekaman insektisida Sibly Calow, 1988 dalam Gunandini, 2002. Setiap
organisme memiliki
kemampuan untuk
tetap hidup
dan mempertahankan kesuksesan keturunannya walaupun hidup pada lingkungan
yang tidak optimal di bawah cekaman insektisida Schneider et al. 2011. Kehidupan bukanlah hal yang kaku sehingga suatu kelenturan plastisitas dapat
terjadi akibat interaksi individu dengan lingkungannya. Termasuk di dalam kerangka plastisitas fenotip adalah kelenturan dalam skala waktu Begon et al.
1996. Fenomena
yang ditunjukkan
oleh nyamuk
Ae. aegypti
dalam mempertahankan diri dan keturunan akibat cekaman insektisida organofosfat
telah dilaporkan oleh Reyes-Villanueva et al. 1990 1992 dan Gunandini 2002. Cekaman insektisida pada nyamuk ini mengakibatkan antara lain
penurunan kesuburan fecundity dan menyebabkan jangka hidup longevity stadium pradewasa semakin panjang serta stadium dewasa semakin pendek.
2.3.1 Jangka Hidup Nyamuk Ae. aegypti
Pengaruh insektisida terhadap jangka hidup pradewasa nyamuk Ae. aegypti
yang dipaparkan dengan temefos pada stadium larva instar 3 L
3
mengakibatkan rata-rata jangka hidup larva menjadi lebih panjang, dari semula 32,1 hari kontrol menjadi 36,6 hari 0,016 ppm; 37,0 hari 0,020 ppm dan 34,3
hari 0,025 ppm Reyes-Villanueva et al. 1992. Penelitian Gunandini 2002 juga membuktikan bahwa masa pertumbuhan larva Ae. aegypti menjadi lebih
lambat setelah diseleksi malation. Rata-rata jangka hidup larva 5,46 hari F menjadi 5,63 hari F
5
; 6,06 hari F
10
; 6,58 hari F
15
dan 6,64 hari F
20
. Fenomena yang sama juga dilaporkan oleh Sudjatmiko 2002, pemaparan
insektisida BPMC golongan karbamat pada larva Anopheles aconitus menunjukkan jangka hidup larva menjadi lebih panjang dari 3,147 hari KL
menjadi 4,113 hari KL
30
. Di bawah cekaman insektisida nyamuk Ae. aegypti melakukan adaptasi
dengan memperpanjang periode pupanya. Reyes-Villanueva et al. 1992 melaporkan rata-rata jangka hidup pupa yang dipaparkan temefos pada tahap L
3
7 yang semula 25,9 hari 0 ppm menjadi 28,7 hari 0,016 ppm; 32,4 hari 0,020
ppm dan 30,93 hari 0,025 ppm. Larva Ae. aegypti yang telah diseleksi dengan malation juga menunjukkan jangka hidup pupa yang lebih lambat dari normal.
Jangka hidup pupa yang semula 2,10 hari F menjadi 2,26 hari F
5
; 2,33 hari F
10
; 2,34 hari F
15
dan 2,39 F
20
Gunandini, 2002. Malation mempengaruhi jangka hidup nyamuk Ae. aegypti jantan. Di
bawah cekaman insektisida ini nyamuk Ae. aegypti jantan akan memperpendek jangka hidupnya. Gunandini 2002 melaporkan bahwa jangka hidup nyamuk
jantan dari awalnya 18,88 hari F menjadi 17,53 hari F
5
; 13,93 hari F
10
; 13,67 hari F
15
dan 9,83 hari F
20
. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Antonio et al.
2009, insektisida spinosad 0,06 mgl yang dicampur dengan dengan
sukrosa 10 diberikan secara ad-libitum selama 1x24 jam mengakibatkan perubahan jangka hidup jantan yang lebih singkat yaitu semula 40,2 hari menjadi
38,1 hari. Pengaruh insektisida terhadap jangka hidup nyamuk Ae. aegypti betina
juga dilaporkan oleh Gunandini 2002. Seleksi malation menyebabkan jangka hidup nyamuk Ae. aegypti betina semakin lambat, jangka hidup Ae. aegypti betina
berubah dari 34,53 hari F menjadi 30,42 hari F
5
; 21,85 hari F
10
; 19,20 hari F
15
dan 14,35 hari F
20
. 2.3.2
Berat Badan Nyamuk Ae. aegypti
Ae. aegypti yang terpapar dengan temefos akan memperkecil ukuran
tubuhnya sehingga energi untuk kelangsungan hidupnya akan lebih kecil, hal ini merupakan salah satu bentuk adaptasi yang diakibatkan oleh seleksi insektisida
Yan et al. 1998. Reyes-Villanueva et al. 1992 melaporkan bahwa pemaparan temefos konsentrasi 0,016 ppm; 0,020 ppm dan 0,025 ppm mampu menurunkan
berat badan larva Ae. aegypti sampai 10 dan berat pupa sampai 31-33 bila dibandingkan dengan kontrol. Rata-rata berat larva Ae. aegypti adalah 2,82 mg
kontrol menjadi 2,30 mg 0,016 ppm; 2,52 mg 0,020 ppm dan 2,55 mg 0,025 ppm, sedangkan berat pupa berubah dari 1,57 mg kontrol menjadi 1,53 mg
0,016 ppm; 1,40 mg 0,020 ppm dan 1,09 mg 0,025 ppm. Kondisi lingkungan yang tidak stabil dapat mengakibatkan ukuran tubuh menjadi lebih kecil pada
8 organisme sebagai kompensasi dari mempertahankan hidup dan keturunannnya
Schneider et al. 2011. Peningkatan berat badan pada serangga ternyata bisa juga terjadi akibat
penggunaan insektisida. Sujatmiko 2002 melaporkan bahwa penggunaan insektisida BPMC konsentrasi 0,071 ppm KL
10
; 0,0963 ppm KL
20
dan 0,113 ppm KL
30
pada larva instar 2 L
2
mengakibatkan peningkatan berat badan nyamuk Anopheles aconitus. Berat basahnya semula 0,443 mg 0 ppm menjadi
0,497 mg KL
10
; 0,557 mg KL
20
dan 0,490 mg KL
30
, sedangkan berat kering semula 0,417 mg kontrol menjadi 0,460 mg KL
10
; 0,503 mg KL
20
dan 0,477 mg KL
30
. Pada nyamuk betina, berat basah semula 0,117 mg kontrol menjadi 0,130 mg KL
10
; 0,143 mg KL
20
dan 0,140 mg KL
30
, sedangkan berat kering betina dari 0,130 mg 0 ppm menjadi 0,153 mg KL
10
; 0,163 mg KL
20
; 0,147 mg KL
30
. 2.3.3
Jumlah Telur dan Kelompok Telur Nyamuk Ae. aegypti
Setiap organisme berusaha untuk tetap hidup dan mempertahankan diri dengan meneruskan keturunannya, walaupun hidup pada lingkungan yang tidak
optimal di bawah cekaman insektisida Schneider et al. 2011. Nyamuk Ae. aegypti betina yang dipaparkan malation menjadi lebih
singkat hidupnya sehingga jumlah telur dan kelompok telur yang dihasilkan selama hidup betina menjadi lebih sedikit. Peningkatan jumlah telur terjadi pada
tahap awal, kemudian pada tahap selanjutnya jumlah telur cenderung menurun. Nyamuk Ae. aegypti yang diseleksi oleh insektisida malation menghasilkan telur
rata-rata 117,65 butir F menjadi 139,05 butir F
5
; 133,02 butir F
10
; 89,88 butir F
15
dan 78,33 butir F
20
. Rata-rata jumlah kelompok telur 6,83 batch F ;
6,49 batch F
5
; 4,85 batch F
10
; 3,57 batch F
15
dan 2,04 batch F
20
Gunandini, 2002. Nyamuk Ae. aegypti dalam menghadapi cekaman insektisida berusaha
untuk meningkatkan jumlah telur sampai batas maksimal yang mampu dicapai. Adanan et al. 2005 membuktikan bahwa insektisida d-allethrin konsentrasi 36
mgmat d-allethrin menyebabkan penurunan jumlah telur Ae. aegypti semula 117,35 butir kontrol menjadi 102,47 butir 36 mgmat d-allethrin. Perez et al.
9 2007 menggunakan insektisida nabati spinosad pada Ae. aegypti gravid. Rata-
rata jumlah telur yang dihasilkan adalah 274,4 butir kontrol menjadi 245,6 butir 5 ppm dan 241,8 butir 20 ppm. Kumar et al. 2009 menyatakan bahwa Ae.
aegypti menunjukkan penurunan jumlah telur, semula 99 butir kontrol menjadi
91 butir F
20
dan 64 butir F
40
. 2.3.4
Penurunan Daya Tetas Telur Nyamuk Ae. aegypti
Efek pemberian insektisida deltamethrin terhadap nyamuk Ae. aegypti yang dipaparkan pada stadium larva dengan kosentrasi 0,004585 ppm F
20
dan 0,082965 ppm F
40
mengakibatkan penurunan daya tetas telur, rata-rata persentase daya tetas telur semula adalah 82,5 F
menjadi 67,8 F
20
dan 57,2 F
40
. Penurunan daya tetas telur pada nyamuk Ae. aegypti juga terjadi akibat pemaparan insektisida nabati spinosad, rata-rata daya tetas telur semula
86,90 kontrol menjadi 58,20 5 ppm dan 62,40 20 ppm Perez et al. 2007. Antonio
et al. 2009 juga melaporkan bahwa konsentrasi 0,06 ppm
spinosad menyebabkan perubahan daya tetas telur nyamuk Ae. aegypti dari 84,90 kontrol menjadi 72,60.
Pemaparan insektisida BPMC golongan karbamat pada nyamuk Anopheles aconitus
pada tahap larva mengakibatkan perubahan daya tetas telur, semula 59,69 kontrol menjadi 63,58 KL
10
; 56,87 KL
20
dan 58,37 KL
30
. Hal ini menunjukkan bahwa sampai konsentrasi tertentu cekaman insektisida dapat meningkatkan daya tetas telur sebelum selanjutnya kembali
menurun Sujadmiko, 2000.
2.3.5 Kemampuan Ekdisis dan Eklosi Nyamuk
Ae. aegypti
Kemampuan ekdisis dan eklosi cenderung menurun akibat pemaparan insektisida. Gunandini 2002 melaporkan bahwa nyamuk Ae. aegypti yang
diseleksi malation menurunkan kemampuan ekdisis yang awalnya 91 F menjadi 82 F
5
, 89 F
10
, 89 F
15
dan 84 F
20
. Adanan et al. 2005 menyatakan bahwa D-allethrin 36 mgmat dan Prallethrin 15 mgmat
menurunkan kemampuan ekdisis nyamuk Ae. aegypti dari 73,43 kontrol menjadi 68,06 D-allethrin dan 71,64 Prallethrin.
10 Efek malation juga menurunkan kemampuan ekdisis Ischiodon scutellaris
Fabr Diptera : Syrphidae semula 73,95 kontrol menjadi 55,38 25 µgml; 66,86 100 µgml; 47,77 150 µgml., 54,98 200 µgml dan 33,46
250 µgml Hoe et al. 1983. Perez et al. 2007 menyatakan bahwa penggunaan temefos 0,1 gr pada Ae. aegypti yang sedang gravid menyebabkan penurunan
kemampuan eklosi dari 41,20 kontrol menjadi 38,70. Gunandini 2002 juga menyatakan bahwa larva Ae. aegypti
yang diseleksi dengan malation
menghasilkan penurunan kemampuan eklosi, semula 93 F
menjadi 82 F
5
, 81 F
10
, 86 F
15
dan 91 F
20
. Adanan et al. 2005 menyatakan D-allethrin 36 mgmat dan Prallethrin
15 mgmat mampu menurunkan kemampuan eklosi nyamuk Ae. aegypti dari 99,91 kontrol menjadi 99,05 Prallethrin dan 97,29 D-allethrin. Braga
et al. 2005 melaporkan bahwa pemakaian insektisida IGR metophren
mempengaruhi kemampuan eklosi nyamuk Ae. aegypti. Kemampuan eklosi menurun dari 96,20 kontrol menjadi 79,80 5µ mgl dan 78,10 10 mgl.
2.3.6 Ratio Kelamin Jantan dan Betina Nyamuk
Ae. aegypti
Perubahan pupa menjadi dewasa secara normal pada awalnya didominasi oleh jenis kelamin jantan Christophers, 1960. Gunandini 2002 melaporkan
bahwa nyamuk Ae. aegypti yang diseleksi dengan malation meningkatkan jenis nyamuk berkelamin jantan, persentase ratio kelamin jantan dan betina semula 46 :
54 F menjadi 49 : 51 F
5
; 49 : 51 F
10
, 50 : 50 F
15
dan 54 : 46 F
20
. Sudjatmiko 2000 menyatakan bahwa jenis nyamuk berkelamin jantan Anopheles
aconitus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi insektisida BMPC
golongan karbamat. Ratio kelamin jantan dibandingkan dengan betina, semula 1,127 : 1 K
; menjadi 1,129 : 1 KL
10
; 1,327 : 1 KL
20
dan 1,385 : 1 KL
30
.
3 BAHAN DAN METODE KERJA
3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian