40 Banyaknya kelompok telur yang dihasilkan oleh seekor nyamuk betina Ae.
aegypti sangat tergantung dari lamanya jangka hidup nyamuk itu sendiri,
meskipun jumlah kelompok telur pada setiap kelompok tidaklah sama. Gunandini 2002 menyatakan bahwa akibat seleksi malation terjadi penurunan jumlah
kelompok telur nyamuk Ae. aegypti selama hidup seekor betina yaitu 6,83 F ;
6,49 F
5
; 4,85 F
10
; 3,57 F
15
dan 2,04 F
20
. Hasil penelitian menunjukkan jumlah kelompok telur nyamuk Ae. aegypti
yang terpapar temefos dengan konsentrasi KL , KL
25
, KL
50
tidak berbeda dengan kontrol. Usaha yang dilakukan oleh nyamuk Ae. aegypti untuk meneruskan
generasi selanjutnya dengan mempertahankan jumlah telur maupun kelompok telur merupakan fenomena adaptasi yang dikenal dengan istilah “plastisitas
fenotip”.
4.6 Daya Tetas Telur Nyamuk
Ae aegypti
Daya tetas telur dipengaruhi oleh kemampuan betina menghisap darah, volume darah yang masuk, dan periode menghisap darah. Kemampuan betina
menghisap darah dan volume darah yang masuk dipengaruhi oleh berat badan. Penurunan kesuburan atau penurunan daya tetas telur dapat terjadi akibat cekaman
insektisida. Insektisida temefos yang masukke ke dalam ovum menyebabkan efek racun terakumulasi dalam folikel ovum. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan telur
atau kesuburan
telur berkurang,
penetrasi organofosfat
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan terganggunya sintesis protein ke kuning telur
selama embriogenesis Kumar et al. 2009. Tabel 9. Rata-rata persentase daya tetas telur Ae. aegypti setelah terpapar temefos
Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan pada taraf 5.
Konsentrasi Daya tetas telur
Kontrol KL
KL
25
KL
50
KL
75
KL
90
a
80.09
ab
66.37
bc
48.60
bc
46.96
c
41.71
c
41.00
41 Rata-rata persentase daya tetas telur Ae. aegypti setelah terpapar temefos
adalah 66,37 KL ; 48,60 KL
25
; 46,96 KL
50
; 41,71 KL
75
; 41,00 KL
90
, sedangkan rata-rata daya tetas telur yang normal adalah 80,09. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara KL
, KL
25
dan KL
50
demikian juga antara KL
25
, KL
50
, KL
75
dan KL
90
P0,05. Bila dibandingkan dengan kontrol, maka terdapat perbedaan yang nyata antara kontrol dengan KL
25
, KL
50
, KL
75
dan KL
90
P0,05. Dari penjelasan ini terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi temefos yang digunakan maka semakin rendah persentase kemampuan daya tetas telur.
Perbedaan yang tidak nyata dengan kontrol hanya terdapat pada KL P0,05.
Semakin tinggi konsentrasi temefos yang digunakan maka semakin kecil daya tetas telur hal ini kemungkinan disebabkan oleh suplai protein dalam darah
tidak mencukupi sehingga menurunkan daya tetas telur. Protein yang sangat dibutuhkan oleh nyamuk dalam proses vitelogenesis adalah protein yang berasal
dari darah sehingga darah merupakan nutrisi utama dalam proses pembentukan telur. Nyamuk Ae. aegypti betina bersifat antropofilik, artinya nyamuk lebih
menyukai darah manusia dibandingkan dengan darah hewan Clements, 1963.
87,06
90,00 80,00
70,00
76,49
60,00 50,00
40,00
53,68 55,89
48,27 44,95
30,00 20,00
10,00 -
Kontrol KL
KL
25
KL
50
KL
75
KL
90
Daya Tetas Telur
Gambar 23. Rata-rata persentase daya tetas telur nyamuk Ae. aegypti setelah terpapar temefos
Periode menghisap darah dipengaruhi oleh jangka hidup nyamuk Ae. aegypti
betina, rata-rata jangka hidup betina yang normal tanpa cekaman temefos adalah 54,2 hari sedangkan yang terpapar temefos dengan konsentrasi tertinggi
42 KL
90
yaitu 27 hari KL
90
, akibat pendeknya jangka hidup maka kesempatan menghisap darahpun semakin berkurang Christophers, 1960.
Kumar et al. 2009 melakukan penelitian efek pemberian insektisida deltamethrin dan kombinasi deltamethrin terhadap nyamuk Ae. aegypti yang
dipaparkan pada stadium larva, pupa dan dewasa. Pemamparan deltametrin stadium larva menghasilkan rata-rata persentase daya tetas telur semula 82,5
F menjadi 67,8 F
20
dan 57,2 F
40
. Pemaparan deltametrin pada stadium pupa mengakibatkan jumlah persentase daya tetas telur pada awalnya 84,56
menjadi 66,50 F
20
dan 67,90 F
40
, sedangkan pemaparan deltametrin pada stadium dewasa rata-rata persentase daya tetas telur semula sebesar 77,50 F
menjadi 66,40 F
20
dan 63,60 F
40
. Perez et al. 2007 menyatakan bahwa senyawa nabati spinosad yang
merupakan insektisida nabati dari jamur kelas Actomycotina. Spinosad diberikan pada nyamuk betina Ae. aegypti dewasa yang sedang gravid. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rata-rata daya tetas telur semula adalah 86,90 pada nyamuk kontrol menjadi 58,40 5 ppm spinosad. Antonio et al. 2009
menggunakan spinosad dengan konsentrasi 0,06 ppm, dari hasil penelitian diperoleh rata-rata daya tetas telur dari semula 84,90 kontrol menjadi 72,60.
4.7 Kemampuan Ekdisis dan Eklosi Nyamuk