Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Cara Kerja

3 BAHAN DAN METODE KERJA

3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner IPHK, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor FKH-IPB sejak November 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap, yaitu : 1 tahap persiapan dimulai dari pemeliharaan dan perbanyakan nyamuk Ae. aegypti, 2 tahap penelitian pendahuluan untuk menentukan konsentrasi temefos yang akan diuji, 3 tahap penelitian utama yaitu perlakuan pemaparan temefos pada tahap larva L 3 dilanjutkan dengan pengamatan dan pengumpulan data serta 4 analisis penyajian data.

3.2 Cara Kerja

3.2.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan tahap perbanyakan Ae. aegypti secara massal di insektarium. Pemeliharaan dan perbanyakan Ae. aegypti dilakukan selama satu bulan sampai dihasilkan koloni Ae. aegypti dewasa dan pradewasa dengan jumlah yang mencukupi untuk penelitian. Pemeliharan Ae. aegypti dilakukan pada suhu kamar 27-31 C dengan kelembaban relatif 85-90. Media Air Media untuk pemeliharaan larva yang digunakan adalah air tanah yang diendapkan. Air endapan ini merupakan air yang selalu digunakan untuk pemeliharaan dan perbanyakan Ae. aegypti di insektarium, sehingga bias akibat dari kandungan zat yang ada di dalam air dapat diabaikan. Untuk pemeliharaan larva, media air diganti setiap 2 hari sekali. Setelah larva menjadi pupa segera pupa dimasukkan ke dalam gelas plastik bervolume 200 ml yang diisi air ¾ bagian. Gelas yang telah berisi pupa tersebut dimasukkan ke dalam kandang nyamuk yang berukuran 40x40x40 cm 3 . Rusuk kandang terbuat dari kayu dengan dinding terbuat dari kain kasa Gambar 2. 12 Gambar 2. Kandang tempat pemeliharaan dan perbanyakan Ae. aegypti Pakan Nyamuk Pakan larva adalah pelet makanan ikan yang sebelumnya dihaluskan, jumlah pemberian pakan disesuaikan dengan perkembangan setiap instar larva sebagaimana tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah pakan larva nyamuk Ae. aegypti yang disesuaikan dengan perkembangang instar Christophers, 1960 Gerberg et al. 1994. Sebagai pakan nyamuk Ae. aegypti dewasa adalah air gula dengan konsentrasi 10 yang secara periodik diganti setiap dua hari sekali. Pemberian pakan darah khusus untuk nyamuk betina dilakukan setiap empat hari sekali sesuai dengan siklus gonotropik. Pakan darah yang diberikan berasal dari darah manusia yaitu darah peneliti. Waktu pemberian pakan darah dilakukan sehari dua kali yaitu pada pukul 11.00 sd 13.00 dan pukul 15.00 sd 17.00 selama 2-3 jam sampai nyamuk Ae. aegypti betina kenyang darah Gambar 3. Umur larva Jumlah pakanlarva 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari 6 hari 7 hari 8 hari sampai larva menjadi pupa 0,2 mg 0,3 mg 0,4 mg 0,6 mg 0,6 mg 0,7 mg 0,7 mg 0,7 mg 13 Gambar 3. Pemberian pakan darah Tempat peletakan telur ovitrap berupa gelas plastik bervolume 200 ml yang diisi air ¾ bagian dengan kertas saring diletakkan mengelilingi permukaan air tersebut Gambar 4. Nyamuk Ae. aegypti betina akan meletakkan telur di sepanjang bagian kertas saring. Kertas saring diambil bersama-sama dengan telur yang telah melekat diatasnya, kemudian kertas tersebut dimasukkan ke dalam nampan penetasan. Pekerjaan ini terus menerus diulangi sesuai dengan siklus gonotrofik nyamuk setiap empat hari sekali. Gambar 4. Ovitrap

3.2.2 Tahap Penelitian Pendahuluan

Temefos yang digunakan dalam penelitian ini adalah Abate ® dengan bahan aktif temefos 1 PT. BASF Gambar 5. Temefos yang digunakan sebagai 14 larutan induk mempunyai konsentrasi 10 gr dalam 100 liter air sesuai konsentrasi yang tertera pada label kemasan. Larutan induk ini selanjutnya diencerkan untuk konsentrasi uji selanjutnya. Gambar 5. Kemasan temefos Penetapan Konsentrasi Uji Penetapan konsentrasi temefos KL , KL 25 , KL 50 , KL 75 dan KL 90 diperoleh dari data kematian larva L 3 merujuk pada hasil penelitian pendahuluan. Temefos dalam bentuk granul digerus sampai halus kemudian ditimbang 0,1 gr 100 mg dan dilarutkan dalam 1 liter air 100 ppm. Larutan ini dijadikan sebagai larutan induk yang akan diencerkan sesuai dengan konsentrasi uji yang digunakan Tabel 2, Gambar 6 dan Lampiran 1. Perhitungan larutan induk berdasarkan konsentrasi anjuran : 10 gr100 liter = 0,1 grliter = 100 mgliter = 100 ppm 1 mgliter = 1 ppm Dari hasil analisis probit kematian larva L 3 diperoleh konsentrasi temefos 0,180 ppm KL ; 0,285 ppm KL 25 ; 0,330 ppm KL 50 ; 0,384 ppm KL 75 ; dan 0,433 ppm KL 90 . Konsentrasi inilah yang kemudian digunakan sebagai ppm 15 konsentrasi uji perlakuan dalam penelitian. Untuk membuat 1.500 ml larutan dengan konsentrasi yang sesuai dengan konsnetrasi temefos yang diinginkan digunakan rumus : N 1 x V 1 = N 2 x V 2 Keterangan : N 1 : konsentrasi awal 100 ppm, V 1 : volume awal volume dicari, berapa volume yang akan diambil dari konsentrasi awal, N 2 : konsentrasi uji ppm, V 2 : volume media yang dibutuhkan sesuai kebutuhan untuk media perlakuan Tabel 2. Konsentrasi temefos yang diuji 0,5 0,45 Y = 1,22 x + 0,65 0,4 0,35 0,3 0,25 0.180 0.285 mgliter 0.330 mgliter 0.384 mgliter 0.433 mgliter 0,2 0,15 0,1 0,05 mgliter SD= 1.08+ 0,22 Gambar 6. Regresi konsentrasi temefos yang diuji

3.2.3 Tahap Penelitian Utama

3.2.3.1 Pemaparan Konsentrasi Uji

Dari setiap konsentrasi larutan uji diambil 500 ml larutan kemudian dimasukkan ke dalam larutan uji tersebut sebanyak 100 ekor larva instar 3 L 3 Ae. aegypti, untuk setiap konsentrasi dilakukan tiga kali ulangan. Lamanya pemaparan dengan temefos berlangsung selama 1x24 jam. Konsentrasi temefos Konsentrasi larutan uji Volume pengenceran yang diambil dari larutan induk Total Volume Kontrol KL 0,180 ppm KL 25 0,285 ppm KL 50 0,330 ppm KL 75 0,384 ppm KL 90 0,433 ppm 2,70 ml 4,25 ml 4,95 ml 5,76 ml 6,50 ml 1.500 ml 1.500 ml 1.500 ml 1.500 ml 1.500 ml 1.500 ml 16 yang digunakan adalah KL 0,180 ppm, KL 25 0,285 ppm, KL 50 0,330 ppm, KL 75 0,384 ppm, KL 90 0,433 ppm dan kontrol.

3.2.3.1 Pengamatan daya tahan hidup

Larva yang telah terpapar temefos dengan konsentrasi uji kemudian dipindahkan ke media tanpa temefos 500 ml air tanpa temefos. Dari setiap konsentrasi perlakuan diambil 25 ekor larva untuk diamati lama stadium pradewasa sampai dewasa, selanjutnya diamati sesuai dengan parameter penelitian. 1 Abnormalitas bentuk larva dan telur Abnormalitas larva yaitu perubahan morfologi larva yang terjadi akibat pemaparan dengan temefos selama 1x24 jam. Semua larva yang mati dikumpulkan dan dipisahkan dari yang masih hidup, kemudian dikelompokkan menurut konsentrasi perlakuan. Analisis dilakukan secara deskriptif dibandingkan dengan larva normal. Abnormalitas telur yaitu perubahan morfologi telur yang dihasilkan oleh nyamuk betina dewasa yang telah terpapar temefos pada tahap larva instar 3 L 3 . Telur yang dihasilkan kemudian dikelompokkan menurut konsentrasi perlakuan. Analisis dilakukan secara deskriptif dibandingkan dengan telur normal. Pengamatan dan pengambilan gambar dilakukan di bawah mikroskop. Foto diambil dengan kamera Sony Series ecp 12,8 megapixel. 2 Aktivitas gerak larva Media penelitian berupa tabung yang terbuat dari pipa paralon dibelah memanjang, ukuran paralon 80 cm dengan diameter 8 cm. Pada salah satu ujung pipa paralon diletakkan lampu TL 5 watt yang berfungsi sebagai rangsangan cahaya sehingga larva bergerak menjauhi cahaya Gambar 7. Pengamatan aktivitas gerak larva dilakukan dengan meletakkan seekor larva pada ujung pipa kemudian diamati waktu yang diperlukan sampai larva menempuh jarak 30 cm sepanjang penggaris. Perlakuan ini diulangi tiga kali untuk setiap konsentrasi uji kemudian dibandingkan dengan kontrol. 17 Gambar 7. Pipa paralon yang dibelah memanjang 3 Jangka hidup nyamuk Ae. aegypti Jangka hidup Ae. aegypti pradewasa dibedakan antara larva dengan pupa. Jangka hidup larva merupakan perubahan dari L 3 sampai menjadi pupa, sedangkan jangka hidup pupa dimulai dari pupa sampai dewasa. Gambar 8. Kandang perlakuan. Pengamatan terhadap jangka hidup larva dan pupa dilakukan setiap jam sampai terjadi perubahan stadium. Penggantian media air dilakukan setiap dua hari sekali agar tidak terjadi kekurangan oksigen akibat penimbunan sisa makanan dan kulit sisa moulting. Jangka hidup Ae. aegypti dewasa dibedakan antara jantan dan betina. Pupa yang akan menyilih dimasukkan kedalam kandang pengamatan berukuran 20x20x20 cm 3 Gambar 8. Pengamatan dilakukan setiap dua hari sekali. 4 Berat badan Ae. aegypti Berat badan Ae. aegypti dalam penelitian ini mencakup berat basah dan berat kering dari stadium larva, pupa, dewasa jantan dan betina. Penimbangan 18 berat basah larva dilakukan terhadap 20 larva instar 3 L 3 setelah larva dipaparkan dengan temefos 1x24 jam. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan elektronik OHAUS GA200. Larva dan pupa yang akan ditimbang di letakkan di atas plastik sebagai alas ukuran 10x6 cm 2 yang di atasnya ditempel kertas saring ukuran 3x3 cm 2 untuk menyerap air, berat alas 0,6 mg yang nantinya tidak dihitung sebagai pengurang. Setelah penimbangan berat basah, larva dikeringkan dalam oven pada suhu 88 C selama 3 jam untuk penimbangan berat kering Sujatmiko, 2000. Penimbangan berat badan Ae. aegypti dewasa dibedakan antara jantan dan betina. Nyamuk Ae. aegypti dewasa yang akan ditimbang berumur maksimal 24 jam, belum diberi pakan darah maupun cairan sukrosa. Untuk mendapatkan berat basah, sebelum ditimbang Ae. aegypti dewasa dianestesi dengan menggunakan eter selama 40 detik. Berat kering diperoleh dengan menimbang nyamuk yang sama setelah penimbangan berat basah. Pengeringan dilakukan dengan oven pada suhu 88 C selama 3 jam Sujatmiko, 2000. 5 Jumlah telur dan kelompok telur Pada penelitian ini ternyata tidaklah sama jumlah nyamuk yang bertahan hidup, karena semakin tinggi konsentrasi temefos yang dipaparkan maka semakin sedikit pula nyamuk yang hidup. Untuk mengamati jumlah telur dan kelompok telur yang dihasilkan selama hidup nyamuk, diambil perbandingan antara betina dengan jantan sebesar 2 : 1. Untuk memenuhi kriteria perbandingan betina dengan jantan 2 : 1 maka diambil 20 betina : 10 jantan Kontrol, KL , KL 25 dan KL 50 , sedangkan untuk KL 75 digunakan 14 betina : 7 jantan, terakhir untuk KL 90 digunakan 4 betina : 2 jantan. Nyamuk jantan dan betina ini kemudian dimasukkan ke dalam kandang berukuran 20x20x20 cm 3 . Di dalam kandang disediakan larutan glukosa 10 yang diganti setiap dua hari sekali Pengambilan telur dilakukan setiap empat hari sekali sesuai siklus gonotrofik nyamuk. Siklus ini bersamaan waktunya dengan pemberian pakan darah. Pekerjaan ini dilakukan setiap empat hari sekali hingga nyamuk betina yang ada di dalam kandang mati semua. Jumlah telur adalah total semua telur 19 yang diperoleh selama hidup nyamuk sedangkan setiap sekali panen dihitung sebagai satu kelompok telur. 6 Daya tetas telur Telur yang akan ditetaskan dimasukkan ke dalam nampan berukuran 20x14x4 cm 3 yang berisi air 500 ml Gambar 9. Daya tetas telur dihitung berdasarkan persentase telur yang menetas diantara total telur yang dihasilkan nyamuk. Telur dianggap tidak menetas apabila melewati 15 hari. Gambar 9. Wadah tempat penetasan telur untuk pengamatan daya tetas telur dan ekdisis 7 Kemampuan ekdisis dan eklosi Kemampuan ekdisis dihitung berdasarkan persentase larva yang berhasil menjadi pupa diantara jumlah total larva, sedangkan kemampuan eklosi dihitung berdasarkan pupa yang berhasil menjadi dewasa dari total pupa. 8 Ratio kelamin jantan dan betina Jenis kelamin jantan dan betina dihitung berdasarkan pupa yang berhasil menjadi dewasa eklosi dari total pupa. Sebelumnya, pupa dimasukkan ke dalam gelas plastik bervolume 200 ml yang diisi ¾ bagian air, permukaan gelas ditutup dengan kain kasa. Dari setiap perlakuan konsentrasi diambil 25 ekor pupa sehingga pupa yang eklosi dapat diamati. Setelah eklosi, nyamuk diambil dengan aspirator. Nyamuk yang sudah diambil kemudian dibius dan diamati jenis kelaminnya. 20 Gambar 10. Wadah tempat pemeliharaan pupa eklosi dan ratio kelamin

3.3 Alur Penelitian