Latar Belakang The survival of Aedes aegypti (Linn) after exposure of temephos at larval stage

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit demam berdarah dengue DBD merupakan masalah cukup besar yang menyangkut kesehatan masyarakat di negara beriklim tropis dan sub tropis. Aedes aegypti merupakan vektor utama penyakit tersebut, oleh karena itu pengendalian Ae. aegypti dengan sanitasi lingkungan yang bertujuan untuk mengurangi habitat larva merupakan kunci strategi program pengendalian vektor. Penggunaan insektisida sebagai larvasida adalah cara yang paling umum digunakan oleh masyarakat untuk mengendalikan larva Ae. aegypti. Larvasida yang digunakan di Indonesia adalah temefos yang termasuk dalam golongan organofosfat. Penggunaan temefos di Indonesia untuk mengendalikan larva Ae. aegypti sudah digunakan sejak tahun 1976, kemudian pada tahun 1980 temefos ditetapkan sebagai larvasida dalam program pengendalian masal larva Ae. aegypti Depkes, 2005. Temefos merupakan insektisida organofosfat non sistemik yang dapat digunakan dengan cara ditabur di bak mandi, tempayan atau tempat-tempat penampungan air rumah tangga. Temefos tersedia dalam bentuk emulsi, serbuk wettable powder dan bentuk granul. Senyawa murni temefos berupa kristal putih padat dengan titik lebur 30-30,5 C EPA, 2009. Penetrasi temefos dengan konsentrasi efektif ke dalam tubuh larva dapat diabsorpsi dalam waktu 1-24 jam setelah perlakuan, dengan efek residu masih efektif dalam wadah yang tidak pernah dibersihkan selama 15 minggu sampai 5 bulan Matsumura, 1975; Chen Lee, 2006; Tavara et al. 2005. Temefos tidak larut dalam heksana tetapi larut dalam aseton, asetonitril, eter, kebanyakan aromatik dan klorinasi hidrokarbon, mudah terdegradasi bila terkena sinar matahari sehingga kemampuan membunuh larva tergantung dari sinar matahari. Konsentrasi efektif temefos menurut anjuran Kementerian Kesehatan DepKes RI yaitu 10 gr100 liter air. Kerja dari temefos adalah dengan menghambat enzim kolinesterase, sehingga menimbulkan gangguan pada aktivitas syaraf akibat tertimbunnya asetilkolin pada ujung syaraf. Keracunan fosfat 2 organik pada serangga diikuti oleh kegelisahan, hipereksitasi, tremor, konvulsi dan kemudian kelumpuhan otot Matsumura, 1997. Setiap organisme memiliki kemampuan untuk mempertahankan diri dan keturunannya walaupun hidup pada lingkungan yang tidak optimal dibawah cekaman insektisida Schneider, 2011. Menurut Uvarov 1961 setiap organisme memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri melalui perubahan fisiologis dan kemampuan adaptasi dengan lingkungan yang sifatnya reversibel, keadaan demikian memberikan pengaruh yang besar terhadap dinamika populasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui daya tahan hidup nyamuk Ae. aegypti dalam mempertahankan diri dan keturunannya setelah dipaparkan temefos pada fase larva instar 3 L 3 .

1. 2. Perumusan Masalah

Temefos telah digunakan lebih dari 30 tahun sejak tahun 1976 dalam pengendalian larva Ae. aegypti, untuk itu perlu dipelajari pengaruh cekaman insektisida temefos terhadap daya tahan hidup nyamuk Ae. aegypti.

1. 3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya tahan hidup nyamuk Ae. aegypti dibawah cekaman temefos yang dipaparkan pada fase larva instar 3 L 3 . .

1. 4. Manfaat Penelitian

Mengetahui dan memberikan informasi daya tahan hidup nyamuk Ae. aegypti di bawah cekaman temefos dengan mengamati perubahan yang terjadi pada daur hidup dan keturunannya. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemampuan Hidup dan Plastisitas Fenotip Serangga