Alur Penelitian Analisis Data Abnormalitas Bentuk Telur dan Larva

20 Gambar 10. Wadah tempat pemeliharaan pupa eklosi dan ratio kelamin

3.3 Alur Penelitian

Larva L 3 F Konsentrasi temefos : Kontrol, KL 0, KL 25,, KL 50, KL 75 dan KL 90 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 1 Abnormalitas Larva dan Telur Secara Makroskopis, 2 Aktivitas Gerak Larva, 3 Jangka Hidup , 4 Berat Badan , 5 Jumlah Telur dan Jumlah Kelompok Telur, 6 Daya tetas telur, 7 Kemampuan Ekdisis dan Eklosi, 8 Ratio Kelamin Jantan dan Betina. Gambar 11. Bagan alur penelitian 21

3.4 Analisis Data

Data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam analysis of variance. Jika hasil analisis berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji rerata Tuckey Walpole, 1995, selain itu data juga disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Untuk parameter abnormalitas telur dan larva dianalisis secara deskriptif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Abnormalitas Bentuk Telur dan Larva

Ae. aegypti

4.1.1 Abnormalitas bentuk telur

Ae. aegypti Pada kondisi normal telur Ae. aegypti berukuran kecil 50ยต, sepintas lalu tampak bulat panjang dan berbentuk lonjong oval. Pada dinding luar exochorio n telur nyamuk ini tampak adanya garis-garis dan terdapat bahan lengket glikoprotein yang mengeras bila kering Christophers, 1960. Kontrol KL 25 Normal, bentuk oval telur rapuh, mudah pecah KL KL 50 piph KL 75 KL 90 Telur terpotong Gambar 12. Abnormalitas morfologi telur Ae. aegypti setelah terpapar temefos dibandingkan dengan kontrol 23 Temefos merupakan racun kontak yang dapat masuk ke dalam tubuh larva melalui spirakel, segmen tubuh pada abdomen, dan mulut. Akumulasi temefos terbesar di dalam otot. Pemaparan temefos pada larva instar 3 L 3 terakumulasi paling besar dalam otot dan beredar keseluruh tubuh melalui hemolim. Penetrasi insektisida dipengaruhi oleh daya larutnya dalam lemak, semakin larut suatu insektisida dalam lemak maka semakin mudah insektisida tersebut masuk kedalam tubuh serangga Matsumura, 1978. Temefos terpenetrasi ke dalam ovum pada proses embriogenesis yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan terganggunya sintesis protein ke kuning telur. Terakumulasinya temefos didalam folikel ovum menyebabkan pertumbuhan telur atau kesuburan telur menurun dan kerapuhan pada dinding telur Inwang, 1968 dalam Kumar et al. 2009. Pemaparan temefos konsentrasi KL , KL 25 dan KL 50 menyebabkan kerapuhan dinding telur sehingga telur mudah pecah, bentuk telur pipih KL 50 , salah satu ujung yang tidak sempurna KL 75 dan telur yang membelah secara melintang KL 90 Gambar 12.

4.1.2 Abnormalitas bentuk larva

Ae. aegypti Secara normal larva nyamuk Ae. aegypti memiliki comb scale pada ruas abdomen kedelapan sebanyak 8-21 yang berjajar 1-3 baris. Bentuk individu dari comb scale seperti duri dengan lekukan yang jelas yang merupakan ciri dari larva Ae. aegypti . Larva normal juga dan memiliki corong udara atau sifon. Pada sifon terdapat pekten serta sepasang rambut yang berjumbai. Selain itu, larva juga memiliki rambut-rambut berbentuk kipas palmate hairs di sepanjang sisi tubuh Christophers, 1960; Dekpes, 2008. Temefos merupakan insektisida organofosfat yang merupakan racun syaraf pada serangga dengan akumulasi terbesar adalah di dalam otot Matsumura, 1978. Larva Ae. aegypti setelah terpapar temefos mengalami perubahan morfologi. Beberapa kerusakan larva Ae. aegypti setelah terpapar temefos antara lain rambut seta palmate hairs yang terdapat di sepanjang sisi tubuh menjadi rontok, abdomen mengkerut, kepala, torak, sifon dan ruas abdomen bagian belakang menghitam Gambar 13. 24 Kontrol Larva normal Kepala, torak dan sifon, ruas abdomen rambut seta rontok KL belakang yang menghitam KL 25 Abdomen yang mengkerut dan KL 50 Abdomen yang memanjang memendek KL 75 KL 90 Gambar 13. Abnormalitas morfologi larva Ae. aegypti setelah terpapar temefos dibandingkan dengan kontrol Secara umum, pengaruh temefos terhadap larva diawali oleh kejadian kejang-kejang atau tremor. Tremor atau kejang-kejang menyebabkan larva memerlukan energi yang lebih besar akibatnya larva kehabisan energi sehingga menyebabkan larva paralisis lumpuh atau bahkan kematian. Proses paralisis pada larva terjadi akibat penimbunan asetilkolin pada syaraf, asetilkolin merupakan neurotransmiter pada sistim syaraf larva serangga. Penimbunan asetilkolin pada syaraf disebabkan oleh kerja temefos yang menghambat enzim 25 asetilkolinterase sehingga enzim ini tidak dapat menghidrolisis asetilkolin. Hal ini yang menyebabkan paralisis atau kelumpuhan dan kematian larva. Pemaparan temefos KL menyebabkan kerontokan seta. Pemaparan temefos KL 25 menyebabkan tubuh larva yang semakin memanjang. Proses pemanjangan dan pemendekan tubuh larva Ae. aegypti setelah terpapar temefos diduga akibat perbedaan kandungan air dalam tubuh larva dengan lingkungan. Pengaturan keseimbangan air merupakan kesetimbangan kimia larutan Murray et al. 1995. Penentuan kandungan air tubuh larva dihitung menggunakan rumus di bawah ini Sudjatmiko, 2000 : Kadar air = x 100 Kandungan air rata-rata dalam tubuh larva setelah terpapar temefos pada konsentrasi normal kontrol, KL dan KL 25 adalah adalah 35 Kontrol dalam keadaan larva hidup, 37 KL , 36 KL 25 , 61 KL 50 , 55 KL 75 dan 72 KL 90 dalam keadaan larva sudah mati. Semakin tinggi kandungan temefos pada media air menyebabkan kadar air pada tubuh larva semakin tinggi akibatnya terjadi perbedaan tekanan osmotik. Tekanan osmotik merupakan tekanan koligatif larutan yang dapat menghentikan perpindahan molekul-molekul pelarut ke dalam larutan melalui membran sel semi-permeabel. Perpindahan molekul larutan dan melalui membran semi-permeabel lebih dikenal dengan istilah osmosis. Kesetimbangan larutan kimia osmosis dapat terjadi dengan cara difusi. Larutan yang berpindah secara osmosis adalah larutan yang mengandung kepadatan molekul lebih tinggi ke larutan yang kepadatan molekul lebih rendah. Difusi merupakan proses perpindahan kandungan air dari larutan yang memiliki kandungan air tinggi ke rendah. Pada larva yang mati terjadi perpindahan air dari kandungan molekul air yang tinggi pada lingkungan ke dalam tubuh larva Ae. aegypti yang mempunyai tekanan osmotik lebih rendah, hal ini terlihat pada kondisi larva yang terpapar dengan temefos pada perlakuan KL 25 , sehingga tubuh larva menjadi lebih panjang. 26 Pemaparan temefos dengan konsentrasi KL 50 memperlihatkan perubahan warna pada sifon dan ruas abdomen belakang menjadi kehitaman. sifon dan ruas abdomen belakang menghitam kemungkinan disebabkan oleh proses oksidasi biologis yang terhambat di dalam tubuh larva Ae. aegypti. Kelangsungan hidup larva dipengaruhi oleh pH atau tingkat keasaman. Perbedaan sifat kimia air berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan larva. Larva Ae. aegypti dapat hidup pada lingkungan dengan pH antara 5,8-8,6 Chan et al. 1971, penelitian Hidayat et al. 1997 menemukan bahwa larva nyamuk Ae. aegypti dapat hidup pada pH 5-9. pH lambung atau usus larva adalah 5,5-5,8 Christophers, 1960. Keasamaan atau pH ekstraseluler lingkungan yang normal makhluk hidup adalah 7,35-7,45 Murray, 1995. Hasil pengukuran pH larutan normal adalah 7,5 kontrol dan larutan temefos KL , KL 25 , KL 50 , KL 75 dan KL 90 secara berurutan adalah 6,8; 7,1; 7,4; 8,3 dan 9,5. Perbedaan pH tubuh larva dengan pH lingkungan berpengaruh terhadap transportasi oksigen dalam tubuh larva. Akumulasi temefos menghambat masuknya oksigen sehingga proses oksidasi biologis pembakaran di dalam otot ikut terhambat Tarumingkeng, 1992. Terhambatnya transportasi oksigen menyebabkan terganggunya pembentukan enzim sitokromoksidase, enzim sitokromoksidase merupakan enzim respirasi dalam proses oksidasi biologi atau metabolisme Murray et al. 1995. Perubahan warna ini diduga akibat akumulasi temefos yang masuk melalui sifon sehingga aliran oksigen terhambat. Pemaparan temefos KL 75 dan KL 90 menyebabkan tubuh larva Ae. aegypti memendek diduga akibat kandungan air dari tubuh larva keluar melalui ruas-ruas abdomen ke dalam lingkungan. Perpindahan air dari tubuh larva ke lingkungan adalah akibat kandungan temefos yang tinggi 0,433 ppm atau KL 90 di dalam larutan, hal ini menyebabkan tekanan osmotik lingkungan lebih tinggi. Akibat air keluar dari tubuh larva maka tubuh larva mengkerut dan memendek.

4.2 Aktivitas Gerak Larva Nyamuk