Metode Pembelajaran Sastra Kelas XI Sekolah Inklusi MAN

Terdapat dua indikator pada KD 3.9 dan KD 4.9 yaitu mengidentifikasi cerpen dengan memerhatikan unsur-unsur pembangun cerpen dan menyusun kembali cerpen dengan memerhatikan unsur-unsur pembangun cerpen. Bahan apresiasi langsung yang digunakan adalah teks cerpen berjudul “Perihal Orang Miskin yang Bahagia” yang ada di buku paket. Penguasaan materi yang baik guru pada KD ini dapat dilihat dari cara menjelaskan materi kepada siswa dan pemberian contoh oleh guru. Selain mengaitkan isi cerpen dengan kehidupan siswa, guru juga secara implisit selalu menyisipkan pesan dan nasihat ketika menjelaskan materi sastra. Penyampaian materi sastra selama pembelajaran berlangsung sebagian besar menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Namun berdasarkan pengamatan, guru beberapa kali menggunakan bahasa daerah ketika menjelaskan materi sastra. Guru tidak memaksakan harus menggunakan bahasa Indonesia sepenuhnya. Hal ini bertujuan untuk menekankan penjelasan tentang materi yang disampaikan sehingga membuat siswa dapat lebih mudah dalam memahaminya.

2. Metode Pembelajaran Sastra Kelas XI Sekolah Inklusi MAN

Maguwoharjo Metode yang diterapkan oleh guru selama pembelajaran sastra di kelas XI MAN Maguwoharjo adalah ceramah, tanya-jawab, penugasan, diskusi dan asuh sebaya. Metode-metode ini dipilih berdasarkan situasi dan karakteristik siswa di masing-masing kelas. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pada kelas yang terdapat siswa berkebutuhan khusus tunanetra, guru juga menerapkan metode asuh sebaya. Guru mengungkapkan dalam wawancara bahwa alasan penggunaan metode pembelajaran sastra disesuaikan pada ketepatan metode-metode tersebut dengan situasi kelas. Selain situasi kelas, penyesuaian juga dilakukan dengan mengacu pada karakteristik siswa tiap kelasnya. Guru mengemukakan bahwa selama menjadi guru di MAN Maguwoharjo dia selalu memperhatikan karakteristik siswa-siswa di kelas. Setiap kelas memiliki karakteristik yang berbeda, tergantung dari jurusannya. Oleh karena itu, metode pembelajaran yang digunakan juga berbeda. Berikut kutipan wawancara dengan guru. Siswa di kelas agama, IPA, dan IPS memiliki karakteristik yang berbeda. Kelas IPA memiliki siswa dengan karakter yang serius. Kelas IPS memiliki siswa dengan karakter yang cenderung santai. Kelas Agama memiliki siswa dengan karakter yang tekun. Berdasarkan hal tersebut guru memilih metode yang digunakan. Kelas IPA biasanya menggunakan metode yang merangsang siswa untuk lebih banyak berpikir. Kelas IPS menggunakan metode yang lebih banyak permainannya. Kelas agama menggunakan metode yang mendorong siswanya untuk banyak menghafal. Tabel 7: Penggunaan Metode dalam Kegiatan Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Metode yang Digunakan Guru menjelaskan materi Ceramah Tanya-jawab Guru menugaskan siswa mengerjakan soal LKS dan membuat cerpen Penugasan Tanya-jawab Asuh sebaya Siswa mengerjakan tugas secara berkelompok Diskusi Tanya-jawab Asuh sebaya Hasil pengamatan selama pembelajaran sastra menunjukkan bahwa guru tidak hanya menggunakan satu metode saja ketika mengajar. Beberapa metode pembelajaran digunakan sekaligus selama pembelajaran sastra berlangsung. Metode-metode pembelajaran digunakan secara bergantian meskipun terdapat metode yang tidak tercantum dalam RPP. Hal tersebut juga diungkapkan dalam wawancara guru. Guru mengemukakan bahwa pembelajaran sastra yang berlangsung menggunakan banyak metode. Alasan guru memakai berbagai metode dalam pembelajaran adalah supaya siswa dapat belajar dengan menyenangkan. Ketika siswa merasa senang dengan pembelajaran yang dilakukan, maka siswa akan lebih mudah dan cepat dalam memahami materi pembelajaran oleh guru. Metode ceramah masih merupakan metode yang sering digunakan guru ketika mengajar. Metode ini digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi pembelajaran sastra kepada siswa. Berdasarkan hasil pengamatan, penggunaan metode ini tidak terlalu dominan selama pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran sastra yang dilakukan pembelajaran lebih banyak diarahkan pada praktik. Guru mengungkapkan bahwa pembelajaran sastra yang dilakukannya tidak terlalu banyak memberikan materi namun berbasis tugas sehingga penggunaan metode ceramah bukan prioritas dalam pembelajaran. Siswa dalam wawancara juga mengungkapkan bahwa guru hanya menjelaskan sedikit materi kemudian langsung memberi tugas. Siswa mengemukakan bahwa meskipun guru menjelaskan materi dengan runtut namun karena porsinya sedikit mereka merasa kesulitan ketika mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Siswa merasa bahwa metode ceramah yang sedikit tidak efektif bagi pembelajaran karena mereka menjadi kurang paham dengan materi sastra yang diberikan sehingga ketika diberikan tugas oleh guru mereka asal mengerjakan saja. Namun demikian, metode ceramah ini justru disukai oleh siswa berkebutuhan khusus tunanetra. Keterbatasan penglihatan yang dimiliki oleh siswa tunanetra membuat mereka memiliki pendengaran yang lebih kuat. Metode ini sangat efektif bagi siswa tunanetra yang mengandalkan pendengarannya selama pembelajaran sastra berlangsung. Siswa tunanetra lebih mudah memahami materi yang diberikan oleh guru jika disampaikan dengan metode ceramah. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, metode ini merupakan metode yang paling cocok untuk diaplikasikan kepada siswa tunanetra. Ketidakpahaman yang dialami siswa karena sedikitnya porsi metode ceramah diatasi guru dengan menggunakan metode tanya-jawab. Guru memberi kesempatan siswa bertanya tentang materi yang telah disampaikan. Tujuan metode tanya-jawab adalah untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan. Siswa yang belum memahami materi pembelajaran sastra akan bertanya kepada guru. Guru juga mengaplikasikan metode ini ketika metode penugasan dan diskusi sedang dilakukan. Ketika guru berkeliling memantau siswa yang sedang mengerjakan tugas, guru juga melakukan tanya-jawab pada siswa. Berdasarkan pengamatan, siswa sering kali menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti dari tugas yang sedang dikerjakan kepada guru. Berdasarkan hasil pengamatan, siswa tunanetra cenderung pasif ketika guru mengaplikasikan metode tanya-jawab selama pembelajaran sastra berlangsung. Ketika guru memberikan kesempatan siswa untuk bertanya, siswa tunanetra terlihat tidak bertanya langsung, begitu juga ketika sedang mengerjakan tugas. Siswa tunanetra justru bertanya lewat teman sebangkunya. Guru harus menghampiri dan bertanya kepada siswa tunanetra untuk memastikan bahwa siswa tunanetra tersebut sudah memahami materi sastra yang diberikan. Metode penugasan selalu digunakan oleh setiap pembelajaran sastra berlangsung. Hal ini dikarenakan guru lebih mengarahkan pembelajaran sastra yang dilakukannya ke arah praktik. Guru mengungkapkan dalam wawancara bahwa pembelajaran sastra di kelas XI lebih banyak praktik dengan disisipi teori-teori namun hanya dalam porsi sedikit. Siswa juga mengungkapkan bahwa guru hampir setiap pertemuan memberikan tugas seperti tugas membuat cerpen. Metode penugasan sendiri digunakan oleh guru untuk mengukur dan memantapkan pemahaman siswa terhadap materi sastra yang telah diberikan. Guru juga melatih siswa untuk terbiasa membaca karya sastra dengan metode ini. Hal ini dikarenakan hampir semua tugas yang diberikan pada siswa terdapat kegiatan membaca karya sastra. Guru berharap minat baca siswa kelas XI di MAN Maguwoharjo terhadap karya sastra dapat meningkat. Jika minat baca siswa terhadap karya sastra tinggi, maka kemampuan apresiasi sastra mereka pun akan ikut meningkat. Pada metode penugasan ini siswa tunanetra selalu bekerja sama dengan teman sebangkunya untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Hal ini juga diungkapkan pada hasil wawancara yang dilakukan terhadap keduanya. Mereka mengemukakan bahwa selalu saling menolong dalam aktivitas pembelajaran di kelas. Teman sebangku siswa tunanetra bertugas untuk membacakan soal-soal dan menulis jawaban. Lembar jawab dan LKS tidak berada di hadapan siswa tunanetra melainkan di hadapan teman sebangkunya. Siswa tunanetra mendengarkan dengan seksama Berdasarkan pengamatan, siswa tunanetra mendengarkan dengan seksama ketika teman sebangkunya membacakan soal. Siswa tunanetra menyampaikan pendapat yang dimilikinya setelah soal selesai dibacakan. Keduanya kemudian mendiskusikan dan memilih jawaban yang dirasa benar. Metode diskusi digunakan ketika guru memberikan tugas kelompok. Guru menggunakan metode ini untuk melatih siswa memecahkan masalah, bekerja sama, dan berkomunikasi. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, guru menugaskan untuk membuat kelompok diskusi yang terdiri dari 4 hingga 5 siswa. Pembagian kelompok dilakukan secara acak oleh guru. Hal ini dilakukan guru dengan tujuan supaya siswa lebih dapat berbaur satu sama lain. G uru kemudian menugaskan mereka membaca cerpen “Perihal Orang Miskin yang Bahagia” karya Agus Noor yang terdapat pada buku paket. Para siswa saling berdiskusi mengenai isi yang terkandung dalam cerpen tersebut. Selama pelaksanaan metode diskusi, para siswa diperbolehkan memanfaatkan telepon genggam dan laptop yang mereka miliki untuk mencari bahan dari internet. Berdasarkan pengamatan, sebagian besar siswa terlihat aktif ketika berdiskusi. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa siswa dalam tiap kelompok yang pasif atau tidak serius. Guru menegur siswa-siswa tersebut karena mengganggu teman-teman yang sedang berdiskusi. Setelah mendapat teguran dari guru, pelaksanaan metode diskusi berlangsung dengan tertib kembali. Metode tanya-jawab diaplikasikan selama pelaksanaan metode diskusi. Beberapa kali siswa bertanya pada guru jika ada hal yang kurang dimengerti. Setiap dibentuk kelompok diskusi, siswa tunanetra menjadi anggota seperti siswa-siswa yang lainnya. Siswa tunanetra turut memberikan pendapat- pendapatnya ketika berdiskusi. Keterbatasan penglihatan yang dimiliki siswa tunanetra membuatnya melakukan aktivitas diskusi secara verbal saja. Siswa tunanetra mendengarkan persoalan yang didiskusikan dalam kelompok. Jika terdapat teks yang perlu dibaca, anggota kelompok lainnya membacakannya dan siswa tunanetra menyimak. Siswa tunanetra kemudian menyampaikan pendapat sesuai dengan pemahaman yang didapatkannya. Sekretaris kelompok kemudian mencatat pendapat siswa tunanetra dan anggota kelompok lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan, metode asuh sebaya diaplikasikan dalam pembelajaran di kelas yang terdapat siswa tunanetra. Metode ini dilakukan selama berlangsungnya metode penugasan dan diskusi. Siswa berkebutuhan khusus memerlukan pendamping agar mendapatkan pantauan dan bimbingan khusus. Guru mengungkapkan dalam wawancara bahwa tugas pembelajaran sastra selalu terdapat kegiatan membaca sehingga siswa berkebutuhan khusus terlebih siswa tunanetra memerlukan bantuan. Ketika guru menugaskan siswa membaca cerpen berjudul “Perihal Orang Miskin yang Bahagia”, teman sebangku siswa tunanetra akan membacakannya. Hal tersebut merupakan cerminan dari metode asuh sebaya yang terjadi selama pembelajaran sastra berlangsung. Peran sebagai pelaksana metode asuh sebaya diberikan kepada teman sebangkunya. Teman sebangku siswa tunanetra membantu aktivitas belajarnya selama di kelas. Siswa tunanetra dalam wawancara mengatakan bahwa dia kesulitan ketika pembelajaran menggunakan media gambar. Di sinilah teman sebangkunya berperan sebagai asuh untuk mendampingi. Teman sebangkunya akan memberikan penjelasan mengenai soal- soal yang sedang dikerjakan.

3. Evaluasi Pembelajaran Sastra Kelas XI Sekolah Inklusi MAN