1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa Indonesia merupakan salah satu identitas bangsa. Komunikasi masyarakat Indonesia dalam kesehariannya juga menggunakan bahasa Indonesia.
Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa bahasa Indonesia dijadikan mata pelajaran wajib di sekolah mulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan
tinggi. Pembelajaran bahasa Indonesia sendiri terdiri dari empat keterampilan berbahasa, yaitu berbicara, membaca, menulis, dan menyimak. Kempat
keterampilan ini mencakup keilmuan bahasa linguistik dan sastra. Pembelajaran sastra adalah hal yang penting dalam proses pendidikan siswa.
Siswa dapat memperkaya pengalaman hidup dan membentuk karakter mereka ketika mempelajari sastra. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran sastra siswa
tidak hanya mempelajari kata-kata indah yang disajikan dalam karya-karya sastra. Siswa juga mempelajari makna beserta pesan yang terkandung di dalam karya
sastra tersebut. Hal ini sesuai dengan teori pragmatik sastra yang dikemukakan oleh Abrams melalui Wiyatmi, 18: 2009 yaitu karya sastra dipandang sebagai
sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu, misalnya nilai-nilai atau ajaran terhadap pembaca. Karya sastra dapat digunakan sebagai sarana instropeksi diri
siswa karena sastra merupakan cerminan kehidupan manusia yang dituliskan oleh pengarangnya.
Liliani 2012 mengemukakan dua tujuan pembelajaran bahasa di sekolah menurut Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP yang menyinggung soal
sastra yaitu para peserta didik diharapkan mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa dan menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual
manuasia Indonesia. Tujuan ini ditujukan untuk seluruh siswa tanpa terkecuali, termasuk pada siswa berkebutuhan khusus.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003Ppasal 5 tentang hak dan kewajiban warga negara
menyatakan “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu
”. Siswa berkebutuhan khusus berhak mendapatkan porsi pembelajaran sastra yang sama dengan siswa umum normal. T
ujuan pembelajaran dapat tercapai apabila pelaksanaan pembelajaran sastra di sekolah selaras dengan
komponen-komponen pembelajaran yang meliputi siswa, guru, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, strategi pembelajaran,
media pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
Siswa berkebutuhan khusus memiliki hambatan-hambatan dalam mengikuti pembelajaran. Mereka membutuhkan pelayanan bersifat khusus agar dapat
memahami pembelajaran yang dilaksanakan. Kebutuhan akan pelayanan khusus ini bukan berarti siswa berkebutuhan khusus harus selalu dipisahkan dengan siswa
normal. Masyarakat sudah banyak yang memiliki pemikiran bahwa pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sebaiknya disatukan dengan pendidikan bagi anak pada
umumnya anak yang normal. Hal ini bertujuan agar siswa berkebutuhan khusus dapat berinteraksi dan belajar secara normal. Pemikiran seperti ini yang kemudian
memunculkan adanya sekolah inklusi. Sekolah inklusi adalah sekolah yang menerima
siswa yang memiliki kondisi yang berbeda dan mendudukkan mereka dalam kelas yang sama untuk mengikuti pembelajaran yang serupa.
Keadaan siswa yang beragam di sekolah inklusi membuat pembelajaran sastra yang dilaksanakan memiliki hal yang khas. Siswa umum duduk
mendampingi siswa berkebutuhan khusus secara bergantian mengingat jumlah mereka yang lebih banyak dalam satu kelas. Mereka akan saling berinteraksi satu
sama lain. Interaksi inilah yang membantu jalannya pembelajaran. Siswa umum akan membantu siswa berkebutuhan khusus ketika pembelajaran sastra dilakukan.
Siswa umum akan membantu membacakan teks-teks sastra kepada siswa berkebutuhan khusus. Mereka juga akan menyesuaikan peran ketika mendapat
tugas kelompok seperti diskusi dan presentasi. Siswa umum berperan sebagai mentor sebaya namun hanya dalam kapasitas membantu aktivitas siswa
berkebutuhan khusus dalam mengikuti pembelajaran sastra di dalam kelas jika diperlukan.
Pelaksanaan pembelajaran sastra di sekolah inklusi akan ditemui banyak hambatan. Hambatan ini muncul baik dari pihak siswa, guru, maupun sekolah.
Hambatan dari pihak siswa terletak pada dibutuhkannya perhatian lebih dalam mengikuti pembelajaran sastra pada siswa berkebutuhan khusus. Perhatian dan
perlakuan pada siswa berkebutuhan khusus akan menentukan hasil akhir pembelajaran sastra yang didapatkan oleh siswa. Hambatan dari pihak guru
terletak pada tuntutan untuk bekerja lebih keras dan berinovasi dengan berbagai metode pembelajaran sastra yang sesuai untuk seluruh murid. Hambatan dari
pihak sekolah Liliani, 2012 yaitu minimnya jumlah jam pembelajaran
kesastraan, minimnya keterampilan mengajar mata pembelajaran kesastraan, penetrasi media, dan atmosfer pembelajaran sastra yang masih rendah. Selain itu,
kurangnya fasilitas pembelajaran sastra bagi siswa berkebutuhan khusus. Berdasarkan
uraian yang
telah dipaparkan,
penelitian untuk
mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran sastra di sekolah meliputi persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran perlu dilakukan. Penelitian dilakukan di
sekolah inklusi MAN 1 Maguwoharjo. Selain untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran sastra di sekolah tersebut, sekolah ini dipilih untuk mengetahui
permasalahan pembelajaran sastra yang dihadapi di sekolah inklusi. MAN 1 Maguwoharjo juga memiliki kegiatan-kegiatan pendukung pembelajaran sastra
seperti majalah dinding, jurnalistik, dan majalah sekolah. Hasil penelitian diharapkan mampu menjadi gambaran pelaksanaan
pembelajaran sastra di sekolah inklusi. Selain itu, penelitian diharapkan mampu menunjukkan permasalahan-permasalahan pembelajaran sastra yang terdapat di
sekolah inklusi sehingga dapat menjadi bahan untuk perbaikan bagi para pelaksana pendidikan.
B. Identifikasi Masalah