Tujuan Batasan Operasional Kerangka Berpikir

8

E. Tujuan

1. Mengetahui dosis optimal ekstrak daun majapahit Crescentia cujete yang berpengaruh terhadap mortalitas larva Spodoptera litura , pemendekan siklus larva instar III menjadi pupa, tingkat kerusakan dan berat basah sawi 2. Mengetahui kematian hama Spodoptera litura setelah pemberian ekstrak daun majapahit Crescentia cujete 3. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun majapahit Crescentia cujete terhadap pemendekan fase hama Spodoptera litura larva instar III menjadi pupa 4. Mengetahui adanya pengaruh pemberian ekstrak daun majapahit Crescentia cujete terhadap tingkat kerusakan tanaman sawi Brassica juncea 5. Mengetahui adanya pengaruh pemberian ekstrak daun majapahit Crescentia cujete terhadap berat basah tanaman sawi Brassica juncea 9

F. Manfaat

1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian eksperimen ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian mengenai manfaat ekstrak daun Majapahit Crescentia cujete sebagai pestisida nabati dan pengendali hama Spodoptera litura.

2. Bagi Masyarakat

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi masyarakat mengenai manfaat ekstrak daun majapahit Crescentia cujete sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan serangan hama Spodoptera litura. b. Mengurangi dampak pencemaran lingkungan dengan mengganti pemakaian pestisida kimiawi menjadi pestisida nabati yang lebih ramah lingkungan 10

G. Batasan Operasional

a. Benih sawi Brasicca juncea yang digunakan adalah benih sawi caisim yang lulus hasil uji KEPMENTAN No: 254KptsTP.24052000. b. Tanaman sawi Brasicca juncea yang akan diinfeksikan adalah tanaman sawi yang berumur 21 hari. c. Hama yang digunakan adalah larva instar III Spodoptera litura. Larva instar III Spodoptera litura mempunyai ciri-ciri: memiliki panjang tubuh 8,0 – 15,0 mm dengan lebar kepala 0,5 – 0,6 mm, yang diinfeksikan pada masing-masing tanaman sawi caisim Brasicca juncea yang ditanam di polybag berjumlah 5 larva. d. Pestisida Nabati 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengelolaan Hama Terpadu

1. Pengertian

Pengelolaan Hama Terpadu PHT merupakan suatu cara pendekatan berdasarkan pertimbangan ekonomi, ekologi dan sosial dalam rangka pengelolaan agro ekosistem secara keseluruhan. Dalam berbudidaya kita tidak pernah terlepas dari masalah Organisme Pengganggu Tanaman OPT yaitu Hama. Permasalahan tersebut menjadi sebuah dilema bagi petani sampai akhirnya kebanyakan petani memilih pestisida kimia untuk memberantas OPT tersebut tanpa memperhatikan akibat yang akan di alaminya seperti Resistensi kekebalan hama, Resurjensi ledakan hama, matinya musuh alami seperti burung, belalang dan ular Untung, 1993.

2. Sejarah dan Perkembangan PHT

Upaya peningkatan produksi padi secara nasional sudah dimulai sejak 1969 melalui Program Bimas Gotong Royong, dengan menerapkan teknologi panca usaha secara parsial berupa varietas unggul IR5 dan IR8, pemupukan, dan penyemprotan hama dari udara. Inovasi ini berhasil meningkatkan produksi beras menjadi 12,25 juta 12 ton pada tahun 1969 dari 11,67 juta ton pada tahun 1968. Pada tahun 1970 diterapkan panca usaha lengkap dengan menambah komponen teknologi pengairan sehingga produksi padi terus meningkat dengan makin meluasnya areal pertanaman padi ajaib IR5 dan IR8 Satari, 1983. Penerapan konsep PHT secara seksama dimulai pada tahun 1976 dan sejak tahun 1989 dikembangkan program PHT. Program tersebut telah membawa Indonesia diakui oleh dunia internasional berhasil mengembangkan PHT. Dukungan politik bagi pengembangan PHT secara luas dapat dilihat dari Instruksi Presiden No.3 tahun 1986 yang melarang 57 formulasi pestisida pada tanaman padi Untung, 2000. Keberhasilan Indonesia dalam mengembangkan PHT tentu tidak terlepas dari peran aktif berbagai pihak, termasuk petani sendiri. Dalam periode 1989-1999 melalui program Sekolah Lapang PHT SLPHT Departemen Pertanian berhasil melatih lebih dari satu juta petani, khususnya untuk tanaman padi dan tanaman pangan lainnya. Hal ini tentu penting artinya dalam meningkatkan kesejahteraan petani melalui PHT dalam praktek pertanian yang baik.

B. Pestisida Nabati

1. Pengertian

Indonesia secara geografis terleak di garis equator, sehingga memiliki iklim tropis dengan OPT organisme pengganggu tanaman menjadi masalah utama dalam kegiatan bertani. 13 Penggunaan agro kimia, khususnya pestisida sintetis di Indonesia sangat intensif, bahkan sudah berlebih dan tidak sesuai rekomendasi. Pestisida masih merupakan jaminan keberhasilan bertani bagi sebagian besar petani di Indonesia. Petani sudah sangat tergantung kepada pestisida, namun disisi lain residu pestisida pada komoditas pertanian dan lingkungan cukup tinggi, sehingga membahayakan konsumen dan mencemari lingkungan. Salah satu teknik pengendalian OPT yang ramah lingkungan adalah dengan penggunaan pestisida yang berasal dari tumbuhan yang lazim disebut pestisida nabati. Pestisida nabati adalah pestisida yang berasal dari tumbuhan, sedangkan arti pestisida itu sendiri adalah bahan yang dapat digunakan untuk mengendalikan populasi OPT. Pestisida nabati bersifat mudah terdegradasi di alam bio-degredable, sehingga residunya pada tanaman dan lingkungan tidak signifikan. Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati mega-biodiversity terbesar ke dua di dunia setelah Brazil, termasuk memiliki sejumlah tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pestisida, baik yang dapat langsung digunakan atau dengan ekstraksi sederhana dengan air, ekstraksi dengan pelarut organik lainnya ataupun dengan cara penyulingan, tergantung kepada tujuan dari formula yang akan dibuat Hendayana, 2010 14

2. Kelebihan Pestisida Nabati

1. Teknologi pembuatannya lebih mudah dan murah, sehingga memungkinkan untuk dibuat sendiri dalam skala rumah tangga. 2. Pestisida nabati tidak menimbulkan efek negatif bagi lingkungan maupun terhadap makhluk hidup, sehingga relatif aman untuk digunakan. 3. Tidak beresiko menimbulkan keracunan pada tanaman, sehingga, tanaman yang diaplikasikan pestisida nabati jauh lebih sehat dan aman dari pencemaran zat kimia berbahaya. 4. Tidak menimbulkan resistensi kekebalan pada hama, dalam artian pestisida nabati aman bagi keseimbangan ekosistem. 5. Hasil pertanian yang dihasilkan lebih sehat serta terbebas dari residu pestisida kimiawi.

3. Kekurangan Pestisida Nabati

1. Daya kerja pestisida nabati lebih lambat, tidak bisa terlihat dalam jangka waktu yang cepat. 2. Pada umumnya tidak membunuh langsung hama sasaran, akan tetapi hanya bersifat mengusir dan menyebabkan hama menjadi tidak mendekati tanaman budidaya. 3. Mudah rusak dan tidak tahan terhadap sinar matahari. 4. Daya simpan relatif pendek, artinya pestisida nabati harus segera digunakan setelah proses produksi. Hal ini menjadi 15 hambatan tersendiri bagi petani untuk mendapatkan pestisida nabati instan ataupun untuk memproduksi pestisida nabati untuk tujuan komersil. 5. Perlu dilakukan penyemprotan yang berulang-ulang. Hendayana, 2010

4. Prinsip Kerja Pestisida Nabati

Prinsip kerja pestisida nabati Hendayana, 2010 : a. Merusak perkembangan telur, larva dan pupa. b. Menghambat pergantian kulit. c. Mengganggu komunikasi serangga. d. Menyebabkan serangga menolak makan. e. Menghambat reproduksi serangga betina. f. Mengurangi nafsu makan. g. Mengusir serangga. h. Menghambat perkembangan patogen penyakit.

5. Beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai Pestida Nabati

1. Mimba Azadirachta indica Daun dan biji mimba mengandung senyawa aktif azadirachtin sebagai senyawa utama meliantriol, salanin dan nimbin. Senyawa ini tidak untuk membunuh secara cepat, tetapi berpengaruh terhadap daya makan, pertumbuhan, daya reproduksi, 16 prosesganti kulit, menghambat perkawinan dan komunikasi seksual, penurunan daya tetas telur, dan menghambat pembentukan kitin. Selain itu, daun dan biji mimba juga berperan sebagai pemandul. Biji mimba mengandung beberapa komponen aktif antara lain azadirachtin, salannin, azadiradion, salannol, gedunin, nimbinen dan deacetyl nimbinen. Dari beberapa komponen aktif tersebut ada empat senyawa yang diketahui berfungsi sebagai pestisida yaitu azadirachtin, salannin, nimbinen dan meliantriol. Efektif untuk mengendalikan serangga bertubuh lunak 200 spesies antara lain belalang, thrips, ulat, kupu-kupu putih, dll. Ekstrak mimba sebaiknya disemprotkan pada tahap awal dari perkembangan serangga, disemprotkan pada daun, disiramkan pada akar agar bisa diserap tanaman dan untuk mengendalikan serangga di dalam tanah. Di samping itu dapat juga untuk mengendalikan jamur fungisida pada tahap preventif, menyebabkan spora jamur gagal berkecambah. Jamur yang dikendalikan antara lain penyebab: embun tepung, penyakit busuk, cacar daunkudis, karat daun, bercak daun dan mencegah bakteri pada embun tepung Marianah, 2013. 2. Tembakau Nicotiana tabacum Kandungan aktif : nikotin dengan kadar tertentu. Spesies Nicotianatabacum dan N. rustica memiliki kandungan nikotin 17 antara 6-18,dan kandungan tertinggi terdapat didaun. Pemanfaatan : sebagai insektisida nabati, digunakan sebagai racun perut dan pernapasan. Hama yang dikendalikannya terutama serangga berukuran kecil dan bertubuh lunak, seperti ulat perusak daun, aphids, triphs, dan pengendali jamur fungisida Ngasih, 2014. 3. Babadotan Ageratum conyzoides Kandungan kimia yang terkandung adalah saponin, flavonoid, polivenol, kumarine, eugenol 5, HCN dan minyak atsiri. Ekstrak daun babadotan berfungsi sebagai penolak repellent dan penghambat perkembangan serangga hama Setiawati, Murtiningsih, Gunaeni dan Rubiati, 2008 4. Cengkeh Syzygium aromaticum Kandungan aktif : minyak asiri dan komponennya, seperti eugenol dan eugenol asetat. Selain dalam bentuk ekstrak, tepung cengkih juga menghambat pertumbuhan patogen tanaman. Bagian tanaman yang bisa dimanfaatkan adalah daun, bunga, dan tangkai bunga. Pemanfaatan : Sebagai fungisida nabati, mengendalikan jamur patogen Phytophtora capsici, P. palmivora, Selerotium sp., serta Rigidoporus lignosus. Konsentrasi minimal tepung daun atau tangkai bunga untuk menghambat ketiga jamur tersebut adalah 18 0,4, sedangkan tepung bunga 0,2. Populasi P.capsici dalam tanah menurun dan populasi jamur tanah meningkat dengan pemberian minimal 1 tepung bunga. Pemakaian minyak dan eugenol untuk maksud yang sama adalah 200 ppm dan 300 ppm. Minyak cengkeh juga menekan pertumbuhan Pseudomonas solanacearum pada keluarga terung-terungan. Pemberian tepung daun cengkeh sebanyak 5 ke dalam tanah menekan 69 serangan Fusarium oxysporum jamur penyebab penyakit busuk batang pada vanili Ngasih, 2014. 5. Daun Pepaya Carica papaya Kandungan bahan aktif : daun pepaya mengandung zat aktif enzim papain, alkaloid, dan glikosid. Papain adalah enzim hidrolase sistein protease yang ada pada getah tanaman papaya, baik di daun, batang maupun buahnya. Getah pepaya mengandung sedikitnya tiga jenis enzim yaitu papain 10, khimopapain 45, dan lisozim 20.Ekstrak daun papaya efektif untuk mengendalikan hama ulat, hama penghisap, aphid, rayap, hama kecil, dan ulat bulu Marianah, 2013. 6. Mindi Melia Azedarach L. 19 Kandungan bahan aktif mindi mirip seperti mimba, yaitu: azadirachtin, triol, dan salanin. Tanaman mindi banyak dimanfaatkan untuk pestisida nabati. Bagian tanaman mindi yang dapat digunakan untuk pengendalian hama adalah daunnya, bijibuahnya, dan kulitnya. Mindi dapat digunakan untuk pestisida nabati, untuk mengusir atau penolak hama, menghambat hama untuk bertelur, insektisida, dan menghambat perkembangan cendawan Mindi juga mengandung racun kontak dan racun perut bagi serangga sasaran. Hama sasaran yang bisa dikendalikan yaitu Aphis citri , ulat grayak Spodoptera sp., Spodoptera eridania, ulat jarak Spodoptera littoralis, belalang Locusta migratoria, Ulat kuncung tembakau Helicoverpa virescens, Wereng punggung putih Sogatella furcifera dan hama gudang Ephestia cautella, Rhizopertha domonica . Mindi tidak mempunyai efek racun pada laba-laba, sedikit meracuni kepik predator wereng coklat Cyrtorhinus lividipennis, tetapi mampu meracuni manusia dan binatang menyusui lainnya Marianah, 2013.

6. Jarak Ricinus communis

Kandungan kimia biji jarak mengandung 40-50 minyak jarak oleum ricini, kastrooli yang mengandung bermacam-macam trigiliserida, asam palmitat, asam risinoleat, asam isorisinoleat, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat, asam stearate, alkaloida 20 risinin, risin, dan lipase. Daun jarak mengandung saponin, senyawa-senyawa flavonoida, astragalin, reiniutrin, risinin dan vitamin C. Akar jarak memiliki kandungan kimia metiltrans-2- dekena-4,6, 8-trinoat dan 1- tridekena-3,5,7,9,11-pentin-beta- sitosterol. Pemanfaatan : ekstrak biji jarak dapat mengendalikan hama secara umum Setiawati dkk, 2008.

7. Daun Sirsak Annona muricata

Daun sirsak mengandung senyawa acetogenin antara lain asimisin, bulatacin dan squamosin dan beberapa kandungan kimia yaitu alkaloida, flavonoida, saponin, tanin, glikosida, gikosida atrakuinon, dan steroid triterpenoid. Pemanfaatan dapat digunakan untuk mengendalikan hama belalang karena memiliki senyawa- senyawa yang bersifat racun perut bagi hama belalang Khoiriyah, Handayani, Ayun, Sulistiyowati dan Hasanah, 2012. 21

C. Daun Majapahit

1. Klasifikasi

Crescentia cujete adalah suatu jenis temu-temuan dengan taksonomi sebagai berikut: Steenis, 1974 Kingdom : Plantae Divisio : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Ordo : Scrophulariales Familia : Bignoniaceae Genus : Crescentia Spesies : Crescentia cujete

2. Morfologi Tanaman

a. Batang Maja merupakan tanaman perdu, dengan kulit buah berwarna hijau. Pohon maja dapat tumbuh 20 meter dengan tajuk yang tumbuh menjulang ke atas dan kayunya sangat keras. Batang berkayu lignosus, berbentuk silindris, batang tua kadang melintir satu sama lain, berwarna coklat kotor, permukaan kasar Rismayani, 2013. 22 Gambar 1. Pohon majapahit b. Daun dan bunga Daunnya mejemuk, menyirip, lonjong, tepi rata, ujung membulat, pangkal meruncing, panjang 10-15 cm, lebar 5-7 cm, bertangkai pendek bewarna hijau dan pertulangan daunnya menyirip. Bunga simetris tunggal di cabang dan ranting, kelopak mula-mula menutup kelopak air kemudian terbelah bentuk upih. Mahkota bentuk bibir, tabung mahkota membengkok bentuk lonceng. Panjang putik 2 cm, kepala putik berbentuk corong, bewarna putih sedangkan benang sari ada 4 buah. Perbungaannya berbentuk tandan keluar dari ketiak daun, bergerombol dan kelopak bunga berbentuk segi tiga, berwarna kehijau hijauan hingga putih Sunarto, 1992. c. Buah dan Biji Buah buni, bulat seperti bola voli, berdiameter 13-30 cm, hijau kekuningan, kulit buah licin, mengayu tebal dan sering digunakan sebagai wadah tempat air. Biji banyak, pipih, tertanam dalam daging buah yang lembek. 23

3. Ekologi dan Penyebaran

Tanaman Crescentia cujete tumbuh di daerah Asia yang beriklim tropis dari India sampai Indonesia. Tanaman majapahit dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1300 m di atas permukaan laut Raharjoet al., 2004.

4. Kandungan Kimia

Penelitian tentang uji fitokimia kandungan buah majapahit oleh Ejelonu, et al., 2011 dan Ogbuagu, 2008, memperoleh hasil bahwa buah majapahit mengandung senyawa flavonoid, tanin. Berdasarkan hasil uji fitokimia yang telah dilakukan, ekstrak daun majapahit mengandung senyawa, flavonoid, saponin, tanin, terpenoid, dan alkaloid. Menurut panelitian Linda, 2013 tentang uji toksisitas ulat grayak dari hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa di daun majapahit Crescentia cujete mengandung senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid, flavonoid, terpenoid, tannin, dan saponin. Senyawa terpenoid tersebut bisa bersifat sebagai antifeedant atau penolak makan yang mempunyai bau menyengat sehingga larva menurun nafsu makannya dan kekurangan nutrisi sehingga menyebabkan mortalitas pada larva. Kandungan lain dari daun majapahit adalah saponin, cara kerja saponin adalah memasuki tubuh larva melalui kulit dengan proses adhesi dan menimbulkan efek sistemik. Penetrasi senyawa tersebut ke dalam tubuh serangga melalui epikutikula serangga, senyawa tersebut 24 masuk ke dalam jaringan di bawah integumen menuju daerah sasaran. Masuknya saponin mengakibatkan rusaknya lilin pada lapisan kutikula sehingga menyebabkan kematian karena larva mengalami banyak kehilangan air. Selain masuk melalui kutikula, saponin masuk melalui makanan yang dapat memberikan pengaruh terhadap proses biologi tubuh dan metabolisme zat nutrisi dengan cara menghambat produktivitas kerja enzim kimotripsin yang mengakibatkan terganggunya sistem pencernaannya, terhambat perkembangannya dan akhirnya mati jika tingkat penghambatan pencernaan relatif tinggi. Saponin juga dapat menurunkan aktivitas enzim protease dalam saluran pencernaan serta mengganggu penyerapan makanan. Cara kerja alkaloid adalah mendegradasi membran sel untuk masuk ke dalam dan merusak sel dan juga dapat mengganggu sistem kerja syaraf larva dengan menghambat kerja enzim asetilkolinesterase. Terjadinya perubahan warna pada tubuh larva menjadi lebih transparan dan gerakan tubuh larva yang melambat bila dirangsang sentuhan serta selalu membengkokkan badan disebabkan oleh senyawa alkaloid. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang dapat menyebabkan cacat bakar dan amat beracun. Larva yang mati karena insektisida, tubuhnya cenderung rusak, menyusut. Tannin mempunyai bau khas yang sepet dan pahit sehingga berfungsi sebgai penolak makan antifeedant Linda, 2013. 25

5. Penggunaan

Daun majapahit dapat digunakan sebagai obat tradisional antara lain: penurun gula darah, kudis, borok, diare, luka, pestisida pada hama Linda,2013.

D. Tanaman Sawi

1. Klasiikasi

Sawi Brassica juncea L. masih satu famili dengan kubis-krop, kubis bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili Cruciferae brassicaceae oleh karena itu sifat morfologi tanamannya hampir sama, terutama pada sistem perakaran, struktur batang, bunga, buah polong maupun bijinya. Sawi termasuk ke dalam kelompok tanaman sayuran daun yang mengandung zat-zat gizi lengkap yang memenuhi syarat untuk kebutuhan gizi masyarakat. Klasifikasi tanaman sawi menurut Cahyono, 2003: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Class : Angiospermae Ordo : Papavorales Famili : Brassicaceae Genus : Brassica Spesies : Brassica juncea L. 26

2. Morfologi Tanaman

Sistem perakaran sawi memiliki akar tunggang radix primaria dan cabang-cabang akar yang bentuknya bulat panjang silindris menyebar kesemua arah dengan kedalaman antara 30-50 cm. Akar-akar ini berfungsi antara lain mengisap air dan zat makanan daridalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang tanaman Heru dan Yovita, 2003. Sawi berdaun lonjong, halus, tidak berbulu dan tidak berkrop. Pada umumnya pola pertumbuhan daunnya berserat roset hingga sukar membentuk krop Sunarjono, 2004. Sawi umumnya mudah berbunga dan berbiji secara alami baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Struktur bunga sawi tersusun dalam tangkai bunga inflorescentia yang tumbuh memanjang tinggi dan bercabang banyak. Tiap kuntum bunga sawi terdiri atas empat helai daun kelopak, empat helai daun mahkota bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari dan satu buah putik yang berongga dua Rukmana, 2002. 27

3. Syarat Tumbuh Tanaman Sawi

Sawi pada umumnya banyak ditanam didataran rendah. Tanaman ini selaintahan terhadap suhu panas tinggi juga mudah berbunga dan menghasilkan biji secara alami pada kondisi iklim tropis Indonesia Haryanto dan Tina, 2002. 1. Keadaan iklim Keadaan iklim yang perlu mendapat perhatian didalam menentukan lokasi usaha tani sawi adalah suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, dan penyinaran cahaya matahari. a. Suhu udara Menurut Cahyono 2003, pertumbuhan sawi yang baik membutuhkan suhu udara yang berkisar antara 19ºC - 21ºC. Keadaan suhu suatu daerah atau wilayah berkaitan erat dengan ketinggian tempat dari permukaan laut dpl. Daerah yang memiliki suhu berkisar antara 19ºC - 21ºC adalah daerah yang ketingiannya 1000- 1200 m di atas permukaan laut, semakin tinggi letak suatu daerah dari permukaan laut, suhu udaranya semakin rendah, sementara itu pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh suhu udara. Misalnya proses perkecambahan, pertunasan, pertumbuhan dan lain sebagainya. Suhu yang melebihi 21ºC dapat menyebabkan tanaman sawi tidak dapat tumbuh dengan baik. Hal ini dikarenakan suhu udara yang sangat 28 mempengaruhi pertumbuhan sawi. Jika suhu tidak sesuai maka pertumbuhannya tidak akan berjalan dengan baik, karena terhambatnya proses fotosintesis yang dapat mengakibatkan terhentinya produksi pati karbohidrat dan respirasi meningkat . Keadaan iklim yang perlu mendapat perhatian didalam menentukan lokasi usaha tani sawi adalah suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, dan penyinaran cahaya matahari lebih besar. Jika suhu sesuai dengan daerah yang dikehendaki, maka tanaman sawi dapat melakukan fotosintesis dengan baik untuk pembentukan karbohidrat dalam jumlah yang besar, sehingga sumber energi lebih tersedia untuk proses pernapasan respirasi, pertumbuhan tanaman pembesaran dan pembentukan sel-sel baru, pembentukan daun, dan produksi kualitas daun baik. b. Kelembaban udara Kelembaban yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman sawi yang optimal menurut Cahyono 2003, berkisar antara 80 sampai dengan 90. Kelembaban yang tinggi dan lebih dari 90 berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman. Tanaman tumbuh tidak sempurna, tanaman tidak subur, kualitas daun tidak bagus, dan bila penanaman bertujuan untuk pembenihan maka kualitas biji yang dihasilkan jelek. Kelembaban udara juga 29 berpengaruh terhadap proses penyerapan unsur hara oleh tanaman yang diikuti dengan meningkatnya pertumbuhan tanaman. c. Curah hujan Tanaman sawi dapat ditanam sepanjang tahun sepanjang musim. Curah hujan yang cukup sepanjang tahun dapat mendukung kelangsungan hidup tanaman karena ketersediaan air tanah mencukupi. Curah hujan yang sesuai untuk pembudidayaan tanaman sawi adalah 1000-1500 mmtahun. Daerah yang memiliki curah hujan sekitar 1000-1500 mmtahun yakni daerah dengan ketinggian 1000-1500 m dpl. Cahyono, 2003. Lebih lanjut dinyatakan bahwa sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah penyiraman secara teratur. d. Penyinaran cahaya matahari Tanaman dapat melakukan fotosintesis serta memerlukan energi yang cukup. Cahaya matahari merupakan energi yang diperlukan untuk tanaman dalam melakukan fotosintesis. Energi kinetik matahari yang optimal yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan dan produksi berkisar antara 350 cal cm 2 - 400 cal cm 2 setiap hari Cahyono, 2003. Lebih lanjut dinyatakan bahwa tanaman sawi untuk mendapatkan intensitas cahaya matahari yang 30 cukup memerlukan panjang penyinaran matahari fotoperiodisitas 12-16 jam setiap hari. 2. Keadaan tanah Sawi pada umumnya banyak ditanam di dataran rendah. Tanaman ini selaintahan terhadap suhu panas tinggi juga mudah berbunga dan menghasilkan biji secara alami pada kondisi iklim tropis Indonesia Haryanto dan Tina, 2002. Dengan kata lain tanaman ini cukup adaptif dengan keadaan iklim di Indonesia. Lebih lanjut dinyatakan bahwa karena Indonesia mempunyai kecocokan terhadap iklim, cuaca dan tanahnya sehingga tanaman ini baik dikembangkan di Indonesia ini. Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai dengan 200 meter di atas permukaan laut. Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 meter sampai 500 meter dpl. Tanaman sawi dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah maupun dataran tinggi. Meskipun demikian pada kenyataannya hasil yang diperoleh lebih baik di dataran tinggi. 31

4. Aspek produksi

M enurut Haryanto dan Tina 2002, kegiatan budidaya sawi meliputi tahapan sebagai berikut : 1. Pengolahan tanah Kegiatan membersihkan lahan dari segala vegetasi atau tanaman yang tidak diinginkan seperti sisa-sisa perakaran, tunggul, dan batu-batu apabila untuk pembukaan lahan baru. Menyiapkan lahan yang bersih permukaannya dan layak sebagai tempat tumbuhnya tanaman sawi sehingga memudahkan penyiapan dan pengolahan tanah selanjutnya. Kegiatan pengolahan tanah secara umum sebelum menanam sayuran adalah pengemburan tanah serta pembuatan bedengan. Pada tahap pengemburan tanah, untuk jenis semua tanaman akan mempunyai perlakuan yang relatif hampir sama, tetapi dalam hal pembuatan bedengan mempunyai perlakuan yang berbeda – beda. Pengemburan tanah dapat menciptakan kondisi yang dibutuhkan oleh tanaman agar mampu tumbuh dengan baik. Tahap-tahap pengemburan meliputi pencangkulan untuk memperbaiki stuktur tanah serta sirkulasi udaranya dan pemberian pupuk organik atau pupuk kimia sebagai pupuk dasar untuk memperbaiki stuktur fisik serta kimia tanah yang akan menambah kesuburan lahan. Tanah yang hendak digemburkan harus dibersihkan dari bebatuan, rerumputan, semak atau bahkan pepohonan yang 32 tumbuh. Lahan harus bersih dantidak boleh terus ternaungi. Lokasi yang teduh dan ternaungi tidak baik untuk pertumbuhan sawi karena jenis sayuran ini merupakan jenis tanaman sayur yang menyukai cahaya, untuk lahan yang akan ditanami sawi pengemburan biasanya dilakukan dengan cara mencangkul tanah sedalam 20-40 cm. Pengolahan tanah ini dilakukan secara sempurna hingga tidak ada lagi gumpalan-gumpalan tanah yang akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan akar tanaman. Tanah yang digunakan sebagai tempat atau lahan untuk penanaman sawi harus gembur karena tanah yang bergumpal atau keras akan menghambat pertumbuhan sehingga masa panen dapat lebih lama atau tanaman tumbuh kerdil tidak seperti yang diinginkan. Pada saat melakukan pengemburan tanah sebaiknya dilakukan juga pemberian pupuk organik sebagai pupuk dasar. Tanaman sawi membutuhkan pupuk kandang sebanyak 10 tonha Haryanto dan Tina, 2002. Pemberian pupuk kandang pada saat pengemburan bertujuan agar pupuk kandang dapat lebih cepat bercampur merata denga tanah sehingga unsur hara dan stuktur tanah dapat dengan mudah tergantikan, untuk daerah yang mempunyai derajat keasaman yang terlalu rendah tanah bersifat terlalu asam sebaiknya dilakukan pengapuran. Pengampuran bertujuan untuk menaikkan derajat keasaman tanah sehingga tanah tidak terlalu asam, semakin bersifat asam, maka tanah itu memerlukan kapur yang lebih banyak. Setelah lahan digemburkan, 33 kemudian tanah diratakan dan membuat bedengan. Bedengan ini berfungsi untuk memberikan perlakuan pada tanaman agar tumbuh lebih teratur dan baik. Bedengan sebaiknya dibuat memanjang dari arah timur ke barat agar tanaman dapat menerima cahaya matahari yang perlu untuk pertumbuhan tanaman. 2. Pembibitan Pembibitan dapat dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah untuk penanaman, hal ini bertujuan untuk mengefisiensikan waktu yang digunakan. Ukuran bedegan yang akan digunakan untuk pembibitan tidak perlu terlalu lebar dan luas, karena pembibitan tidak memerlukan jarak tanam yang jauh dan besar. Dua minggu sebelum penaburan benih dilakukan bedengan pembibitan terlebih dahulu ditaburi dengan 2 kg pupuk kandang, 20 g urea, 10 g TSP dan 7,5 g KCL. Cara melakukan pembibitan di awali dengan benih ditaburkan pada permukaan bedengan pembibtan, selanjutnya benih ditutupi dengan tanah yang halus setebal 1-2 cm. Melakukan perawatan dengan penyiraman menggunakan sprayer atau gembor. Benih yang baik akan tumbuh 3-5 hari setelah penaburan benih. Setelah berdaun 3-5 helai kira-kira berumur 3-4 minggu setelah benih ditaburkan bibit dapat dipindahkan ke bedengan penanaman . 34 3. Penanaman Bedengan penanaman sawi dibuat dengan ukuran 120 cm dan panjang sesuai dengan ukuran petak tanah. Tinggi bedengan penanaman ini dibuat sekiar 20-30 cm dengan jarak antar bedengan 30 cm. Jarak antar bedengan ini bertujuan sebagai parit drainase dan tempat lalu lalang pekerja. Satu minggu sebelum penanaman sawi dilakukan, bedengan penanaman ditaburi serta diaduk dengan pupuk kandang, TSP, dan KCL yang dosisnya berturut-turut 10 ton, 100 kg, dan75 kg per ha lahan. Jarak tanam antar tanaman adalah 20 x 20 cm sampai dengan 30 x 30 cm. Memilih bibit yang pertumbuhannya baik, ciri-ciri bibit yang baik adalah batang tubuh tegak, daun hijau segar mengkilap dan tidak terserang hama atau penyakit. Memindahkan bibit dengan hati- hati dari bedengan pembibitan. Pemindahan bibit dapat menggunakan alat bantu seperti cetok atau sendok tanaman untuk memindahkan tanaman agar sebagian tanah yang membalut perakaran bibit dapat terikut pada saat pencabutan. Langkah selanjutnya adalah penggalian lubang tanam di bedengan penanaman. Penggalian dilakukan dengan tangan atau tugal pada titik yang sesuai dengan jarak tanam. Ukuran lubang tidak perlu terlalu besar, cukup 4-8 x 6-10cm, namun yang terpenting bibit dapat tumbuh dengan baik dan tidak gampang tercabut. Bibit dimasukkan ke lubang tanam 35 dengan hati-hati. Selanjutnya lubang dirapikan dan tanahnya sedikit dipadatkan pada pangkal batang. 4. Pemeliharaan Pemeliharaan adalah tahapan kerja yang terpenting dalam pembudidayaan tanaman. Hasil yang optimal hanya akan dicapai apabila pemeliharaan tanaman dilakukan secara baik. Tindakan pemeliharaan ini meliputi penyiraman, panjarangan, penyulaman, penyiangan dan pengemburan, pemupukan tambahan, serta pengendalian hama dan penyakit. a. Penyiraman Air adalah faktor pembatas tumbuh tanaman, tanpa air yang cukup sawi tumbuh kerdil layu dan bahkan dapat mati. Sejak tanaman disemai hingga tumbuh besar air selalu dibutuhkan oleh tanaman sawi. Pada musim hujan, air hujan yang turun biasanya mampu mencukupi kebutuhan air yang diperlukan sawi. Bahkan saat hujan turun deras, air dapat berlimpah sehingga harus disalurkan dari areal pertanaman karena dapat mengganggu pernapasan akar dan pertumbuhan tanaman. Parit yang juga merupakan jarak antar bedengan harus dijaga agar tidak mampat sehingga mampu menyalurkan kelebihan air tersebut. Di musim kemarau atau saat hujun turun tidak menentu, siraman tanaman menjadi sangat penting. 36 Penyiraman dapat dilakukan dengan menggunakan gembor, pipa penyemprot, sprinkler, atau dengan sistem leb. Sistem leb ialah memasukkan air ke areal melalui parit drainase selama beberapa waktu 2-8 jam, tergantung kebutuhan dan situasi kekeringan. Namun, penyiraman dengan gembor hingga air cukup membasahi tanah pada pagi dan sore hari umunya sudah memadai. b. Penjarangan Penanaman sawi yang tanpa melalui tahap pembibitan pada umumnya tumbuh tidak teratur. Jika hal ini dibiarkan dan tidak dilakukan penjarangan makaakan menyebabkan adanya persaingan dalam mengambil unsur hara dalam tanah. Penjarangan ini bertujuan untuk mendapatkan kualitas dan hasil sawi yang baik. Penjarangan dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh berdekatan atau terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur, untuk penanaman bibit dengan jarak tanam yang sudah ditentukan misalnya 20 x 20 cm atau 40 x 40cm. c. Penyulaman Penyulaman merupakan kegiatan penggantian tanaman yang mati. Tanaman sulaman biasanya diambil dari bibit tanaman yang masih tersisa di bedengan pembibitan, hal ini bertujuan agar umur 37 dan tingkat pertumbuhan tanaman yang sudah tumbuh dengan baik di bedengan penanaman dengan tanaman sulaman tidak berbeda jauh. Cara penyulaman cukup sederhana dan muda, tanaman yang mati dibuang dengan cara dicabut kemudian lubang penanaman dibuat pada bekas tempat penanaman sebelumnya, selanjutnya tanaman sulaman ditanam sebagai penggantinya. d. Penyiangan, penggemburan dan pengguludan Penyiangan biasanya dilakukan 2-4 kali selama masa pertanaman sawi, disesuaikan dengan kondisi keberadaan gulma pada bedengan penanaman. Setelah tanaman berumur 2 minggu di bedengan penanaman biasanya gulma sudah mulai banyak. Penyiangan ini dilakukan agar pengambilan unsur hara dari dalam tanah dapat berlangsung sempurna tanpa diganggu oleh tumbuhan- tumbuhan liar yang lainnya. Perlu diperhatikan bahwa penyiangan harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada tanaman intinya. Penggemburan dan pengguludan dilakukan apabila tekstur tanah berubah menjadi keras dan padat. Penggemburan dan pengguludan biasanya dilakukan bersamaan dengan penyiangan. Penggemburan harus dilakukan dengan hati-hati karena seringkali dapat merusak tanaman. Pengguludan di bedengan untuk tanaman sawi tidak terlalu dibutuhkan karena pengguludan yang dilakukan pada bedengan bertujuan untuk tetap memfungsikan 38 parit drainase sebagai sarana pelancar kelebihan air. Pengguludan dilakukan dengan cara menaikan tanah yang jatuh kebagian parit pengairan kebedengan semula. e. Pemupukan tambahan Pupuk tambahan diberikan pada saat 3 minggu setelah tanam yaitu urea dengan dosis 50 kg per ha. Pupuk TSP dan KCl tidak terlalu dibutuhkan untuk pemupukan tambahan ini hal ini dikarenakan sawi merupakan sayuran daun yang lebih membutuhkan pupuk untuk membantu pertumbuhan daun, sehingga pupuk urea yang lebih penting dan lebih dibutuhkan sebagai pupuk tambahan. Pemberian urea sebagai pupuk tambahan dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali atau dapat juga dengan melarutkan pupuk urea tersebut dengan air, lalu disiramkan pada bedengan penanaman dengan perbandingan 25 g pupuk urea dilarutkan dalam 25 liter air untuk 5 meter bedengan.

5. Pengendalian OPT Organisme Pengganggu Tumbuhan

Menurut Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran Biofarmaka 2008, pengendalian OPT dilakukan agar tidak terjadi kerusakan pada bagian tananaman, sehingga masih menguntungkan secara ekonomis dan untuk menghindari kerugian ekonomi berupa kehilangan hasil kuantitas dan penurunan mutu kualitas produk 39 serta menjaga kesehatan tanaman dan kelestarian lingkungan hidup danaman konsumsi. Pelaksanaan kegiatan pengendalian OPT, harus diawali dengan pengenalan jenis hama dan penyakit yang ada pada tanaman sawi, sehingga pada saat pelaksanaan pengendalian OPT dapat dilakukan dengan tepat.

E. Hama Ulat Grayak Spodoptera litura

1. Klasifikasi ulat grayak

Klasifikasi hama ulat grayak menurut Kalshoven 1981 adalah sebagai berikut : Kingdom :Animalia Class :Insecta Ordo :Lepidoptera Famili : Noctuidae Genus : Spodoptera Spesies :Spodoptera litura

2. Siklus Hidup dan Ciri-ciri Ulat Grayak Spodoptera

litura Telur berbentuk bulat dengan bagian datar melekat pada daun kadang tersusun 2 lapis, warna coklat kekuning kuningan, berkelompok masing – masing berisi 25 – 500 butir tertutup bulu seperti beludru 40 Tenrirawe dan Talanca, 2008. Stadia telur berlangsung selama 3 hari Rahayu dkk, 2009. Gambar 2. Telur Spodoptera litura Sumber Cardona et al., 2007 Telur menetas menjadi larva selama 3 hari. Lama stadia larva 17 - 26 hari, yang terdiri dari larva instar 1 antara 5 - 6 hari, instar 2 antara 3 - 5 hari, instar 3 antara 3 - 6 hari, instar 4 antara 2 - 4 hari, dan instar 5 antara 3 - 5 hari Cardona et al. , 2007 Lama stadia larva 17 - 26 hari, yang terdiri dari larva instar 1 antara 5 - 6 hari, instar 2 antara 3 - 5 hari, instar 3 antara 3 - 6 hari, instar 4 antara 2 - 4 hari, dan instar 5 antara 3 - 5 hari Cardona et al.,2007. Instar pertama tubuh larva berwarna hijau kuning, panjang 2,00 sampai 2,74 mm dan tubuh berbulu - bulu halus, kepala berwarna hitam dengan lebar 0,2 - 0,3 mm. Instar kedua, tubuh berwarna hijau dengan panjang 3,75 - 10,00 mm, bulu - bulunya tidak terlihat lagi dan pada ruas abdomen pertama terdapat garis hitam meningkat pada bagian dorsal 41 terdapat garis putih memanjang dari toraks hingga ujung abdomen, pada toraks terdapat empat buah titik yang berbaris dua - dua. Larva instar ketiga memiliki panjang tubuh 8,0 – 15,0 mm dengan lebar kepala 0,5 – 0,6 mm. Pada bagian kiri dan kanan abdomen terdapat garis zig - zag berwarna putih dan bulatan hitam sepanjang tubuh. Instar keempat, kelima dan keenam agak sulit dibedakan. Panjang tubuh instar ke empat 13 - 20 mm, instar kelima 25 - 35 mm dan instar ke enam 35 - 50 mm. Mulai instar keempat warna bervariasi yaitu hitam, hijau, keputihan, hijau kekuningan atau hijau keunguan Pracaya, 2005. Ulat yang keluar dari telur berkelompok di permukaan daun. Setelah beberapa hari, ulat mulai hidup berpencar. Panjang tubuh ulat yang telah tumbuh penuh 50 mm Balitbang, 2006. 42 Gambar 3. Larva Spodoptera litura Sumber Dokumentasi pribadi Setelah cukup dewasa, yaitu kurang lebih berumur 2 minggu, ulat mulai berkepompong. Masa pupa berlangsung di dalam tanah dan dibungkus dengan tanah Kalsoven, 1981. Pupa berada di dalam tanah atau pasir, pupa berbentuk oval memanjang dan berwarna cokelat mengkilat. Tubuh pupa memiliki panjang dan lebar antara 22,29 + 0,7 mm dan 7,51 + 0,36 mm. Lama stadia pupa 9-14 hari Cardona et al., 2007 . Setelah 9 - 10 hari kepompong akan berubah menjadi ngengat dewasa Balitbang, 2006. Gambar 4. Pupa Spodoptera litura Sumber Dokumentasi Pribadi 43

3. Gejala Serangan

Ulat grayak aktif makan pada malam hari, meninggalkan epidermis atas dan tulang daun sehingga daun yang terserang dari jauh terlihat berwarna putih Balitbang, 2006. Larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak berkelompok. Dengan meninggalkan sisa – sisa bagian atas epidermis daun, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun, umumnya terjadi pada musim kemarau Tenrirawe dan Talanca, 2008. Selain pada daun, ulat dewasa makan polong muda dan tulang daun muda, sedangkan pada daun yang tua, tulang- tulangnya akan tersisa. Selain menyerang sawi, ulat grayak juga menyerang jagung, kentang, tembakau, kacang hijau, bayam dan kubis Balitbang, 2006. 44

F. Kerangka Berpikir

Penggunaan pestisida merupakan salah satu cara pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman OPT yang sering dikenal dengan sebutan hama. Petani masih sering menggunakan pestisida sintetik untuk mengendalikan hama pada tanaman, hal ini bertentangan dengan program Pemerintah yaitu dengan mengedepankan pertanian organik. Penggunaan pestisida sintetik menunjukkan hasil yang sangat efektif dan efisien, tetapi penggunaan pestisida kimia atau sintetik ini dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan permasalahan baik dalam aspek lingkungan seperti mengakibatkan resistensi hama, meninggalkan residu di dalam tanah, air, udara serta berdampak pada kesehatan manusia yang mengkonsumsi bahan makanan yang terkena pestisida tersebut. Masalah – masalah tersebut dibutuhkan cara pengendalian hama yang dapat menandingi keampuhan dari pestisida kimia dan berwawasan lingkungan, sehingga tidak menimbulkan permasalahn di lingkungan dan membahayakan manusia. Ekstrak daun Majapahit Crescentia cujete dengan kandungan senyawa saponin, alkaloid, terpenoid, tannin dan flavonoid memiliki cara sebagai pestisida nabati, anti makan antifeedant dan penolak repellent 45 G. Pestisida Sintetis: - Hama menjadi resisten - Meningkatkan residu berbahaya pada lingkungan air, tanah, udara - Membahayakan kesehatan manusia Diperlukan pengendalian hama yang tidak mengakibatkan hama resisten, tidak meninggalkan residu berbahaya bagi lingkungan dan aman dikonsumsi bagi manusia Pengendalian Hama Terpadu PHT mengurangi penggunaan pestisida sintetis dan mengintroduksi penggunaan pestisida nabati Pestisida nabati dengan menggunakan ekstrak daun majapahit Crescentia cujete mengandung senyawa saponin, alkaloid, tannin, terpenoid dan flavonoid. Linda,2013 Terpenoid Tanin Saponin Alkaloid Flavonoid Sawi Brassica juncea Ulat grayak Spodoptera litura - Perubahan morfologi tanaman dan tingkat kerusakan - Berat basah tanaman - Mortalitas hama - Pemendekan fase larva instar III menjadi pupa 46

H. Hipotesis Penelitian