bahan baku yang digunakan harus memenuhi standar yang telah ditetapkan juga, sehingga menjamin keamanan saat digunakan oleh masyarakat. Hal inilah yang
membuat setiap bahan alam yang akan dikembangkan menjadi obat selain melewati beberapa tahap uji farmakologi, harus melwati uji klinik juga.
6,7,8
4.4 Keterbatasan Penelitian 4.4.1 Waktu
Pada penelitian ini, sebenarnya masih banyak yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Tetapi karena keterbatasan waktu penelitian
maka ada beberapa hal yang tidak dilakukan seperti penghitungan susut pengeringan, kadar abu dan kadar air ekstrak.
Lalu pada proses untuk memastikan kematian larva, yang pada umumnya menggunakan trypan blue tidak dilakukan pada penelitian ini. Hal ini disebabkan
karena keterbatasan waktu dan tempat untuk mendapatkan trypan blue.
34
Selain itu, pada awalnya penelitian ini akan dibandingkan dengan obat antikanker yaitu methotrexate. Namun setelah penelitian ini berjalan, tidak
terdapat cukup waktu untuk mengerjakannya.
4.4.2 Jenis Pelarut Tunggal
Pelarut yang digunakan pada penelitian ini hanya satu yaitu metanol. Hal ini disebabkan karena metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi
biasa, bukan dengan metode maserasi bertingkat. Metanol merupakan pelarut yang polar sehingga hanya akan menarik senyawa aktif yang larut dalam pelarut
polar juga. Oleh karena itu, pada penelitian ini LC
50
yang didapatkan berbeda dengan penelitian sebelumnya.
Jika hanya dengan menggunakan satu jenis pelarut lalu menghasilkan LC
50
yang masuk dalam kategori toksik kurang dari 1000 ppm, maka hasil yang didapatkan dengan menggunakan beberapa jenis pelarut akan menghasilkan LC
50
yang lebih toksik kurang dari 30 ppm.
4.4.3 Konsentrasi ekstrak yang untuk dosis aman Pada penelitian ini yang dilakukan adalah untuk menentukan nilai LC
50
suatu ekstrak. Untuk penentuan dosis aman tidak dilakukan pada penelitian ini karena
keterbatasan waktu. Namun jika untuk mengetahui bahwa suatu ekstrak mempunyai aktivitas toksik maka bisa ditentukan dengan melihat LC
50
yang lebih dari 1000 ppm.
39
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Rendemen ekstrak dari ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa Scheff
Boerl adalah 27,27 . 2.
Ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa Scheff Boerl memiliki aktivitas sitotoksik terhadap larva Artemia salina Leach LC
50
nya adalah 81,09 ppm sehingga masuk dalam kategori toksik karena memiliki LC
50
1000 ppm.
5.2 Saran
1. Untuk mendapatkan hasil hitungan kematian larva yang tepat, sebaiknya
perhitungannya kematian larva dilakukan oleh 2 orang atau lebih. 2.
Dilakukan penelitian dengan membandingkan ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa Scheff Boerl dengan obat anti-kanker sebagai kontrol
positifnya. 3.
Dilakukan penelitian dengan pengukuran susut pengeringan, kadar air, kadar abu serta penggunaan trypan blue dalam memastikan kematian larva.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Lisdawati V, Wiryowidagdo S dan Kardono LB. Brine Shrimp Lethality Test
BSLT dari berbagai fraksi ekstrak daging buah dan kulit biji makota dewa Phaleri macrocarpa. Bul.Penelitian Kesehatan Vol. 34 No. 3; 2006: 111-118.
2. Lisdawati V. Kajian terhadap prospek pengembangan bahan bioaktif buah
mahkota dewa P. macrocarpa sebagai kandidat New Chemical Entity untuk pengobatan kanker Sitostatika. Bul.Penelitian Kesehatan Vol. 37 No. 1; 2009:
23-32.
3. Pisutthanan S, et al. Brine Shrimp lethality activity of thai medicinal plant in the
Family Maliaceae. Naresuan University Journal Vol.12 No.2; 2004: 13-18.
4. Meyer BN, et al. Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant
constituent. Planta Medica; 1982.
5. Menkes RI. Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama. Jakarta: Menkes; 2009.
6. Sukandar EY. Tren dan paradigma dunia farmasi. Industri-klinik-teknologi
kesehatan. Bandung : Institut Teknologi Bandung; 2004.
7. Menkes RI. Pedoman Fitofarmaka. Jakarta: Menkes; 1992.
8. Yuningsih R. Pengobatan tradisional di unit pelayanan kesehatan. Info singkat
kesejahteraan sosial Vol. IV No. 05IP3DIMaret2012; 2012: 9-12.
9. Widowati L. Kajian hasil penelitian mahkota dewa. Jurnal bahan alam Indonesia
Vol. 4 No. 1; 2005: 223-227.