Sedangkan telur Artemia salina Leach yang digunakan pada percobaan yaitu larva yang berusia 36-48 jam. Hal ini disebabkan karena setelah berumur 24 larva
akan memasuki fase instar I dimana pada tahap ini larva belum bisa makan karena mulut dan saluran pencernaannya belum terbentuk secara sempurna.
Lalu setelah 12-24 jam setelah menetas instar I akan bermetamorfosis menjadi instar II, dimana instar II sudah memiliki mulut dan sistem
pencernaannya telah sempurna.
24,25
Sehingga ekstrak yang ada di lingkungan larva masuk ke dalam tubuh larva dan menyebabkan kematian larva. Lalu pada saat
larva menjadi instar III atau lebih dari 48 jam, tubuhnya akan bermetamorfosis lebih lanjut dan meningkatkan ketahanan tubuh larva. Oleh karena itu, pada
penelitian ini digunakan larva yang berumur 36 –48 jam.
Pada buah mahkota dewa mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, terpenoid, polifenol, saponin, tanin, resin dan flavonoid.
Senyawa –senyawa inilah yang menyebabkan kematian pada larva.
Mekanisme kematian pada larva disebabkan oleh adanya alkaloid, terpenoid dan glikosid yang berperan sebagai stomach poisoning racun perut. Proses ini
menyebabkan larva mengalami gangguan pada saluran cernanya. Selain itu, senyawa ini juga menghambat reseptor rasa yang berada di permukaan mulut
larva sehingga larva tidak bisa mendeteksi makanan dan akhirnya mati karena kelaparan.
31,32
Berdasarkan kriteria standar larva dikatakan mati apabila larva tidak bergerak selama 10 detik observasi.
33
Observasi kematian larva dilakukan setelah 24 jam pemberian ekstrak. Namun untuk memastikan bahwa larva benar-benar telah mati
maka dilakukan pewarnaan larva menggunakan trypan blue. Dimana larva yang mati akan menyerap warna biru sehingga larva akan terlihat berwarna biru ketika
dilihat dengan menggunakan mikroskop.
34
4.3 Penetapan LC
50
Tabel 4.3 Perhitungan LC
50
dengan menggunakan Metode probit.
m = ∑ X ∑ Y – n ∑XY
= 2,3786 ∑ X
2
- n ∑ X
2
b = ∑ X ∑ XY - ∑ X
2
∑ Y = 0,5542
∑ X
2
- n ∑ X
2
Nilai di atas dimasukkan ke dalam persamaan garis lurus y = mX + b, dimana nilai y merupakan nilai probit 50 dari persentase kematian lalu X merupakan
log konsentrasi serta antilog X merupakan LC
50
.
Konsentrasi Log
Persentase Probit Y
X
2
Y
2
XY Konsentrasi
X Kematian
12.5 1.09
10 3.72
1.19 13.83
4,05 25
1.39 20
4.17 1,39
17.39 5,79
50 1.69
36 4.64
2.87 21.53
7,84 125
2.09 60
5.25 4.37
27.56 10,97
500 2.69
90 6.28
7.24 39.44
16,89 Jumlah
8,95 24.06
17,06 119,75
45,54
Gambar 4.2 Grafik Analisis Regresi Linier Konsentrasi Ekstrak Metanol Buah Phaleria macrocarpa Scheff Boerl
Analisis Probit Y = mX + b
Y = 1,596x + 1,953 5 = 1,596x + 1,953
1,596x = 3,047 X = 3,047 1,596 = 1,909
LC
50
= antilog X = 81,09 ppm
Hasil uji toksisitas ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa Scheff Boerl yang ditunjukkan oleh grafik di atas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi suatu ekstrak maka akan semakin tinggi tingkat kematian larva. Perhitungan LC50 dengan menggunakan Microsoft Office Excel didapatkan
persamaan garis lurus Y = 1,596x + 1,953, lalu dimasukkan angka 5 pada nilai Y sehingga didapatkan LC
50
81,09 ppm. Perhitungan melalui kedua metode ini menghasilkan LC
50
yang sama –sama termasuk ke dalam kategori toksik. LC
50
yang dikatakan toksik adalah dengan nilai kurang dari 1000 ppm. Sedangkan dari penelitian Vivi L, dkk pada tahun 2006 disebutkan bahwa
LC
50
dari ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa Scheff Boerl adalah 2,46
ppm. Hal penelitian tersebut sangat berbeda jauh dengan hasil yang didapatkan pada penelitian ini. Hal ini dikarenakan metode ekstrak yang dilakukan pada
penelitian tersebut merupakan ekstraksi bertingkat. Sehingga ekstrak yang didapatkan merupakan ekstrak yang lebih banyak mengandung zat aktif dari buah
Phaleria macrocarpa Scheff Boerl baik jumlah maupun senyawa-senyawanya.
1
Sehingga dari analisis data dan perhitungan nilai LC
50
menunjukkan bahwa ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa Scheff Boerl memiliki potensi
toksik dan dapat digunakan sebagai anti-kanker. Potensi antikanker tersebut diduga karena buah mahkota dewa memiliki
berbagai macam kandungan senyawa- senyawa metabolit sekunder yang bersifat toksik. Salah satu senyawa yang terkandung di dalam buah mahkota dewa adalah
flavonoid. Berdasarkan beberapa teori, flavonoid memiliki beberapa efek pada sel kanker yaitu :
35,36,37,38
1. Sebagai antioksidan, flavonoid dapat menimbulkan terjadinya fragmentasi
DNA yang disebabkan oleh adanya oksigen reaktif seperti radikal hidroksil sehingga mengaktifkan jalur apoptosis sel.
2. Flavonoid juga menghambat transduksi sinyal ke inti melalui inhibisi protein
kinase sehingga menghambat proliferasi sel kanker. 3.
Menghambat pertumbuhan suatu keganasan dengan menginhibisi reseptor tirosin kinase. Reseptor ini merupakan reseptor yang berperan dalam
meningkatkan pertumbuhan keganasan. 4.
Meningkatkan sensitivitas agen kemoterapi dan menurunkan angka resistensi agen kemoterapi.
Selain karena adanya kandungan flavonoid yang diduga sebagai senyawa toksik yang dikandung oleh buah mahkota dewa, senyawa
–senyawa lain juga berperan potensinya sebagai antikanker. Oleh karena itu, dengan LC
50
1000 ppm buah mahkota dewa dikatakan sebagai obat yang memiliki potensi sebagai
antikanker.
21,1
Namun sebelum dijadikan sebagai obat antikanker, terlebih dahulu tanaman ini harus melewati beberapa tahap uji farmakologi yang telah ditentukan untuk
membuktikan kualitas, keamanan dan efek samping yang ditimbulkan. Selain itu,
bahan baku yang digunakan harus memenuhi standar yang telah ditetapkan juga, sehingga menjamin keamanan saat digunakan oleh masyarakat. Hal inilah yang
membuat setiap bahan alam yang akan dikembangkan menjadi obat selain melewati beberapa tahap uji farmakologi, harus melwati uji klinik juga.
6,7,8
4.4 Keterbatasan Penelitian 4.4.1 Waktu
Pada penelitian ini, sebenarnya masih banyak yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Tetapi karena keterbatasan waktu penelitian
maka ada beberapa hal yang tidak dilakukan seperti penghitungan susut pengeringan, kadar abu dan kadar air ekstrak.
Lalu pada proses untuk memastikan kematian larva, yang pada umumnya menggunakan trypan blue tidak dilakukan pada penelitian ini. Hal ini disebabkan
karena keterbatasan waktu dan tempat untuk mendapatkan trypan blue.
34
Selain itu, pada awalnya penelitian ini akan dibandingkan dengan obat antikanker yaitu methotrexate. Namun setelah penelitian ini berjalan, tidak
terdapat cukup waktu untuk mengerjakannya.
4.4.2 Jenis Pelarut Tunggal
Pelarut yang digunakan pada penelitian ini hanya satu yaitu metanol. Hal ini disebabkan karena metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi
biasa, bukan dengan metode maserasi bertingkat. Metanol merupakan pelarut yang polar sehingga hanya akan menarik senyawa aktif yang larut dalam pelarut
polar juga. Oleh karena itu, pada penelitian ini LC
50
yang didapatkan berbeda dengan penelitian sebelumnya.
Jika hanya dengan menggunakan satu jenis pelarut lalu menghasilkan LC
50
yang masuk dalam kategori toksik kurang dari 1000 ppm, maka hasil yang didapatkan dengan menggunakan beberapa jenis pelarut akan menghasilkan LC
50
yang lebih toksik kurang dari 30 ppm.