commit to user 5
SKL, juga mengembangkan program pengajaran individual yang mengacu pada kurikulum khusus.
Seperti halnya penelitian di atas, penelitian ini akan membahas tentang kurikulum khusus yang dikembangkan di SLB Autis Alamanda. Kurikulum
tersebut tentu saja berbeda dengan kurikulum yang digunakan di sekolah-sekolah khusus lain maupun sekolah umum. Kurikulum ini dikembangkan dengan
mengacu pada karakteristik, kebutuhan, dan kemampuan yang berbeda pada anak autis. Selain itu, SLB Autis Alamanda juga mengembangkan PPI yang mengacu
pada kurikulum khusus tersebut. Pelaksanaan kurikulum khusus ini pun menggunakan berbagai pendekatan yang berbeda dengan pendekatan-pendekatan
pembelajaran lainnya. Untuk dapat mengetahui lebih dalam mengenai kurikulum khusus dan
implementasi kurikulum yang digunakan di SLB Autis Alamanda, peneliti melakukan studi mengenai implementasi kurikulum khusus di SLB Autis
Alamanda.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat teridentifikasi adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan dan karakteristik anak autis yang sangat khusus.
2. Kurikulum dibuat dan dikembangkan oleh masing-masing sekolah dengan
berpatokan pada kebutuhan anak. 3.
Implementasi kurikulum khusus di tiap sekolah khusus berbeda-beda.
commit to user 6
C. Pembatasan Masalah
1. Permasalahan yang dibahas dibatasi pada implementasi kurikulum khusus
autis yang dilaksanakan di SLB Autis Alamanda. 2.
Implementasi kurikulum meliputi pengadaan kurikulum, pelaksanaan pembelajaran, hasil yang dicapai, serta kendala-kendala dalam pelaksanaan
kurikulum khusus tersebut.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah disampaikan di atas, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda?
2. Bagaimana hasil yang dicapai?
3. Kendala apa yang ditemui dalam pelaksanaan kurikulum tersebut?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah : 1.
Untuk memperoleh gambaran pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda.
2. Untuk mengidentifikasi hasil yang dicapai dari pelaksanaan kurikulum khusus
autis di SLB Autis Alamanda. 3.
Untuk mengidentifikasi kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda.
commit to user 7
F. Manfaat Hasil Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan pengetahuan bagi pendidikan, khususnya mengenai
implementasi kurikulum khusus bagi anak autis. b.
Sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang relavan. c.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar teoretis untuk pengembangan penelitian lebih lanjut yang sejenis.
2. Manfaat Praktis
Memberikan gambaran tentang kelebihan dan kelemahan kurikulum sehingga dapat menjadi suatu masukan positif untuk perbaikan dan
pengembangan kurikulum di sekolah yang bersangkutan.
commit to user
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Teori tentang Kurikulum
a. Definisi Kurikulum
Menurut Tim Pengembang Ilmu Pendidikan 2007 : 94, ada tiga konsep tentang kurikulum, yaitu: pertama, kurikulum sebagai substansi, suatu
kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Kedua,
kurikulum sebagai suatu sistem kurikulum yaitu merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem
kurikulum mencakup sistem personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun
suatu kurikulum,
melaksanakan, mengevaluasi,
dan menyempurnakannya. Ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu
bidang studi kurikulum. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.
Tidak jauh berbeda dari pendapat Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, Wina Sanjaya 2009: 4 menyebutkan bahwa apabila dilihat dari penelusuran
konsep, pada dasarnya kurikulum memiliki tiga dimensi pengertian yaitu kurikulum sebagai mata pelajaran, kurikulum sebagai pengalaman belajar, dan
kurikulum sebagai perencanaan program pembelajaran.
commit to user 9
Dari kedua konsep kurikulum di atas, kita dapat mendefinisikan beberapa pengertian kurikulum yaitu kurikulum sebagai mata pelajaran bidang
studi, kurikulum sebagai pengalaman belajar, kurikulum sebagai perencanaan program pembelajaran substansi, dan kurikulum sebagai suatu system
kurikulum. Kurikulum sebagai mata pelajaran ditemukan dari definisi yang dikemukakan Robert M. Hutchin dalam Wina Sanjaya 2009:4 yang
menyatakan : “
The curriculum should include grammer, reading, thetoric and logic, and mathematic, and addition at the secondary level introduce the great
books of the western world” .
dalam kurikulum harus memuat mata pelajaran tata bahasa, membaca, teori dan logika, dan matematika, dan memperkenalkan
tentang dunia barat . Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa dalam konsep kurikulum sebagai mata pelajaran bidang studi tujuan utama yaitu untuk
memperoleh ijazah. Dalam ijazah memuat berbagai mata pelajaran dan nilai- nilai berdasarkan standar tertentu. Apabila siswa telah berhasil mencapai nilai
dengan standar tertentu, siswa akan memperoleh ijazah kelulusan yang berarti bahwa siswa telah menguasai pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
Jadi dapat dikatakan bahwa keberhasilan siswa bila ditinjuai dari kurikulum sebagai mata pelajaran yaitu apabila siswa telah berhasil mencapai nilai
tertentu berdasarkan suatu standar yang telah ditentukan. Definisi kurikulum sebagai pengalaman belajar dapat ditemukan dari
pendapat M.
Skilbeck 1984
dalam
http:maydina.multiply.comjournalitem551Apa_itu_kurikulum mendefinisikan kurikulum sebagai “
The learning experiences of students, in so
commit to user 10
far as they are expressed or anticipated in goals and objectivies, plans and designs for learning and implementation of these plans and design in school
environments” .
pengalaman-pengalaman siswa yang diekspresikan dan diantisipasikan dalam cita-cita dan tujuan-tujuan, rencana-rencana dan desain-
desain untuk belajar dan implementasi dari rencana-rencana dan desain-desain tersebut di lingkungan sekolah.
Pengertian kurikulum di atas mengandung arti bahwa kurikulum itu memiliki tujuan tertentu. Setelah tujuan itu jelas, barulah mendesain metode
pembelajaran yang menunjang proses pembelajaran tesebut. Dalam pengertian kurikulum ini penerapan dari model desain sistem pembelajaran itu hanya
terbatas pada lingkungan sekolah saja, sehingga kegiatan sekolah yang dilakukan diluar lingkungan sekolah tidak dianggap sebagai kurikulum
walaupun menunjang proses pembelajaran. Konsep kurikulum sebagai suatu program atau rencana pembelajaran
dapat ditemukan dalam pendapat yang dikemukakan oleh Hilda Taba 1962 dalam Wina Sanjaya 2009:8 yang mengatakan
: “ A curriculum is a plan for learning: therefore, what is known about the learning process and the
development of the individual has bearing on the shaping of a curriculum”
. kurikulum adalah suatu rencana pembelajaran: oleh karena itu apa yang
diketahui tentang proses pembelajaran dan perkembangan individu termuat dalam bentuk kurikulum. Pendapat tersebut selanjutnya diikuti oleh tokoh-
tokoh lain seperti Daniel Tanner dan Lauren Tanner yang menyatakan bahwa
commit to user 11
kurikulum adalah perencanaan yang berisi tentang petunjuk belajar serta hasil yang diharapkan.
Dafinisi kurikulum menurut UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 19 sejalan dengan konsep kurikulum sebagai
suatu rencana pembelajaran. Dalam undang-undang tersebut menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Dari beberapa definisi tentang kurikulum di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa kurikulum ialah suatu patokan rencana-rencana dalam hal penyelenggaran pembelajaran yang memiliki tujuan dan cita-cita tertentu yang
berlandaskan pada isi materi dan pengalaman-pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang
dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen-dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata.
Kurikulum harus bersifat fleksible dapat mengalami perbaikan dan didesain oleh sekolah agar murid-murid itu memiliki representasi fungsi langsung di
masyarakat. Dalam hal ini kegiatan pembelajaran yang dilakukan sekolah itu tidak harus dilakukan di sekolah, dan tidak terbatas pada akademis semata,
Pendidikan karakter, watak, dan tingkah laku juga dapat masuk dalam kurikulum.
commit to user 12
b. Landasan Kurikulum
Kurikulum memiliki peran yang sangat penting dan pengaruh yang besar dalam system pendidikan. Oleh sebab itu, dalam mengembangkan suatu
kurikulum harus memiliki dasar-dasar tertentu yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam sehingga kurikulum
tersebut dapat dipertanggungjawabkan dikemudian hari serta tidak menyebabkan kegagalan pendidikan. Dasar-dasar tertentu tersebut adalah
suatu landasan kurikulum yang merupakan suatu fondasi yang harus dibangun dengan kuat.
Dalam Wina Sanjaya 2009:42 disebutkan bahwa ada tiga landasan pengembangan kurikulum yaitu landasan filosofis, psikologis, dan landasan
sosiologis-teknologis ; 1
Landasan filosofis Landasan filosofis menempatkan filsafat sebagai salah satu
landasan pengembangan kurikulum. Dalam filsafat, dikenalkan beberapa aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme,
progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan
mewarnai terhadap
konsep dan
implementasi kurikulum
yang dikembangkan.
Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati 2003 dalamhttp:www.infogue.comviewstory20090207landasan_kurikulum_i
ndonesia?url=http:masterdagan.blogspot.com200902landasan-
commit to user 13
kurikulum.html, diuraikan tentang isi dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum, yaitu :
a Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran
dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan
sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat
dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu. b
Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi
anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga
untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
c Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan
tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya
hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ? d
Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan
proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
commit to user 14
e Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme.
Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual
seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini
akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu. Penganut aliran ini menekankan pada hasil
belajar dari pada proses. Aliran filsafat perenialisme, essensialisme, eksistensialisme
merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis konsep kurikulum mata pelajaran.
Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan model kurikulum pendidikan pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme
banyak diterapkan dalam pengembangan model kurikulum pendidikan. Dalam Wina Sanjaya 2009:43 disebutkan bahwa sebagai suatu
landasan fundamental, filsafat memegang peran penting dalam proses pengembangan kurikulum. Ada empat fungsi filsafat dalam proses
pengembangan kurikulum. Pertama, filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan. Dengan filsafat sebagai pandangan hidup, maka dapat
ditentukan tujuan dari pendidikan itu. Kedua, filsafat dapat menentukan isi atau materi pelajaran yang harus diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai. Ketiga, filsafat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan. Filsafat sebagai system nilai dapat dijadikan suatu pedoman dalam
commit to user 15
merencanakan kegiatan pembelajaran. Keempat, filsafat dapat dijadikan sebagai penentu tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran.
Dari beberapa pendapat tentang landasan filosofis di atas dapat diketahui bahwa suatu kurikulum harus memiliki landasan filosofis untuk
membawa suatu kurikulum pada tujuan, proses, dan hasil yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Pendapat dari Wina Sanjaya bahwa filsafat
merupakan suatu landasan fundamental merupakan pendapat yang sangat sesuai bagi penulis sebab filsafat sebagai landasan kurikulum dapat
membawa kurikulum pada arah dan tujuan yang jelas sehingga akan tampak jelas kemana peserta didik akan dibawa oleh kurikulum tersebut.
Selanjutnya dapat diketahui pula peserta didik seperti apa yang akan diciptakan dan diterjunkan dalam masyarakat dari pelaksanaan isi kurikulum
tersebut. Dengan filsafat dapat diketahui hakikat dari pengetahuan yang harus dipelajari sehingga dapat dijadikan suatu pedoman dalam
merencananan kegiatan pembelajaran. Selain itu dengan filsafat dapat dijadikan tolok ukur dalam mencapai keberhasilan proses pembelajaran dan
system nilai yang harus diwariskan pada peserta didik sebagai generasi penerus.
2 Landasan Psikologis
Kurikulum hendaknya harus memperhatikan kondisi psikologi perkembangan dan psikologi belajar anak. Hal ini disebabkan karena setiap
anak didik memiliki keunikan, kebutuhan, kemampuan yang berbeda-beda.
commit to user 16
Selain itu minat, bakat maupun potensi yang dimiliki pun berbeda-beda sesuai dengan tahapan perkembangannya.
Pemahaman tentang psikologi perkembangan dan psikologi belajar anak sangatlah penting dalam melakukan pengembangan maupun
perancangan kurikulum.
Pentingnya pemahaman
tentang masa
perkembangan anak disebabkan karena setiap anak memiliki karakteristik perkembangan tertentu. Beberapa karakteristik perkembangan anak dalam
Abdul Salim 1993:6 yaitu : a
Bahwa perkembangan anak berlangsung menurut pola tertentu, dimulai dari bayi yang masih sangat tergantung pada orang lain dan lingkungan
hingga dewasa yang dapat mandiri. b
Ada perbedaan perkembangan pada setiap individu c
Perkembangan dini merupakan dasar perkembangan selanjutnya. d
Perkembangan kemampuan anak dimulai dari yang sederhana menuju ke yang kompleks, dari hal-hal yang bersifar riil menuju ke hal-hal yang
bersifat abstrak. Dari pendapat Abdul Salim di atas dapat diketahui bahwa setiap
individu akan mengalami suatu perkembangan yang berbeda-beda berdasarkan pola tertentu. Perkembangan setiap anak dimulai dari hal-hal
yang paling sederhana menuju hal-hal yang kompleks. Oleh sebab itu, setiap pendidik perlu mengetahui karakteristik perkembangana anak agar dapat
memberikan pendidikan yang tepat sesuai usia perkembangan anak terutama
commit to user 17
pada masa perkembangan dini yang merupakan dasar perkembangan selanjutnya bagi setiap individu.
Dalam Wina Sanjaya 2009:48 dijelaskan pula bahwa pentingnya pemahaman tentang masa perkembangan disebabkan karena beberapa
alasan, antara lain : a
Setiap anak didik memiliki tahapan atau masa perkembangan tertentu. Pada setiap tahapan itu anak memiliki tugas-tugas dan karakteristik
tertentu, sehingga apabila tugas-tugas tersebut belum dapat dikuasai maka anak akan mengalami hambatan pada tahapan perkembangan
selanjutnya. b
Anak didik yang sedang pada masa perkembangan merupakan periode yang sangat menentukan untuk keberhasilan dan kesuksesan hidup
mereka. c
Pemahaman terhadap perkembangan anak akan memudahkan dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan, baik dalam pemberian batuan
selama proses pembelajaram maupun mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diharapkan.
Penulis sependapat dengan Wina Sanjaya yang mengemukakan beberapa
alasan tentang
pentingnya pemahaman
tentang masa
perkembangan. Bagi seorang pendidik pemahaman ini sangatlah penting untuk membantu memberikan pendidikan yang tepat dan sesuai untuk anak
didiknya. Dengan pemahaman masa perkembangan anak, pendidik dapat membantu peserta didik dalam memberikan respon secara tepat pada
commit to user 18
perilaku tertentu seorang anak. Dalam tahapan perkembangan terdapat urutan yang dapat diramalkan sehingga dapat membantu pendidik mengenal
perkembangan yang khusus dan memprediksi fase perkembangan berikutnya yang sesuai. Hal ini sangatlah penting sebab perkembangan pada
suatu tahap merupakan landasan bagi perkembangan selanjutnya. Dari pendapat Abdul Salim mengenai karakteristik perkembangan
anak dan Wina Sanjaya mengenai pentingnya pemahaman tentang masa perkembangan marupakan dua hal yang sangat diperlukan bagi seorang
pendidik dalam memberikan pendidikan bagi peserta didik. Melalui pemahaman pada kedua hal tersebut pendidik dapat memperoleh gambaran
yang nyata tentang anakpeserta didik, sehingga pendidik dapat mempunyai gambaran umum mengenai perkembangan anak. Selanjutnya, pemahaman
ini dapat membantu pendidik untuk merespon sebagaimana mestinya pada perilaku tertentu pada seorang anak. Pemahaman ini juga akan sangat
membantu dalam mengenali berbagai penyimpangan yang mungkin terjadi pada anak didik. Dengan demikian, pendidik dapat melakukan penanganan
sedini mungkin terhadap penyimpangan-penyimpangan atau keterlambatan- keterlambatan yang terjadi pada peserta didik.
Selain psikologi perkembangan, pengembangan kurikulum tidak lepas pula dari psikologi belajar. Psikologi belajar merupakan suatu studi
tentang bagaimana individu belajar. Para pengembang kurikulum perlu memahami tentang psikologi belajar karena pada dasarnya kurikulum
disusun untuk membelajarkan siswa.
commit to user 19
Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat
didefinisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya
teori belajar akan memberikan kemudahan bagi pendidik dalam menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Jadi, dengan memahami psikologi perkembangan anak pendidik dapat mengetahui secara umum kebutuhan peserta didik sesuai usia
perkembangan anak. Untuk pemahaman secara lebih khusus dan individual diperlukan pemahaman secara lebih mendalam terhadap kebutuhan masing-
masing individu dengan perkembangan yang unik dan berbeda-beda. Melalui pemahaman tentang psikologi belajar para perancang kurikulum
dapat benar-benar menyesuaikan rancangan kurikulum sesuai dengan perkembangan kemampuan anak, karakteristik dalam setiap tahap
perkembangan, serta kebutuhan anak pada setiap tahapan perkembangan tersebut.
3 Landasan Sosiologis Teknologis
Pentingnya landasan sosiologis teknologis dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa agar dapat berperan aktif dalam masyarakat. Hal ini
disebabkan karena manusia merupakan makhluk social yang membutuhkan orang lain dalam hidupnya, oleh sebab itu pengembangan kurikulum
memerlukan suatu landasan yang menekankan pada kehidupan sosial
commit to user 20
manusia, hubungan antar individu, antar golongan, antar lembaga sosial atau masyarakat. Di dalam kurikulum bukan hanya berisi berbagai nilai suatu
masyarakat, akan tetapi bermuatan segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat karena manusia berasal dari masyarakat dan akan
kembali ke masyarakat pula. Dalam
http:rizcafitria.wordpress.com20100705landasan- sosiologis-pengembangan-kurikulumcomment-25 disebutkan bahwa ada
beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap pengembangan kurikulum dalam masyarakat, antara lain :
a Kebutuhan masyarakat
Kebutuhan masyarakat tak terbatas dan beraneka ragam. Oleh karena itu, lembaga pendidikan berusaha menyiapkan tenaga-tenaga terdidik yang
terampil yang dapat dijadikan sebagai penggali kebutuhan masyarakat. b
Perubahan dan perkembangan masyarakat Masyarakat adalah suatu lembaga yang hidup, selalu berkembang dan
berubah. Perubahan dan perkembangan nilai yang ada dalam masyarakat sering menimbulkan konflik antar generasi. Dengan diadakannya
pendidikan, diharapkan konflik yang terjadi antar generasi dapat teratasi. c
Tri pusat pendidikan Yang dimaksud dengan tri pusat pendidikan adalah bahwa pusat
pendidikan dapat bertempat di rumah, sekolah , dan di masyarakat. Selain itu, media massa, lembaga pendidikan agama, serta lingkungan fisik juga
dapat berperan sebagai pusat pendidikan.
commit to user 21
Melihat kenyataan bahwa kebutuhan hidup masyarakat sangat banyak dan tak terbatas serta kehidupan masyarakat yang selalu megalami
perubahan dan perkembangan seperti pendapat dalam situs yang tersebut di atas, maka sangat tepat bila kehidupan dalam masyarakat memberikan
pengaruh yang besar pada kurikulum di sekolah. Peserta didik maupun para pendidik yang berasal dari keluarga-keluarga kecil merupakan bagian dari
masyarakat, sehingga kebutuhan, perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat perlu menjadi pertimbangan dalam perencanaan maupun
perkembangan kurikulum. Menurut Wina Sanjaya 2009:55 untuk menentukan asas
sosiologis-teknologis dalam proses menyusun dan mengembangkan suatu kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat, perlu
mengkaji berbagai hal, antara lain : a
Kekuatan sosial yang dapat mempengaruhi kurikulum Masyarakat selalu mengalami perubahan, baik terjadi pada system nilai,
pola kehidupan, struktur sosial, kebutuhan, maupun tuntutan masyarakat. Oleh sebab itu, penyerapan informasi yang dibutuhkan masyarakat
merupakan salah satu langkah penting dalam proses penyusunan kurikulum.
b Kemajuan IPTEK sebagai bahan pertimbangan penyusunan kurikulum
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hasil kemampuan berpikir manusia. Hal ini telah membawa manusia ke dalam kehidupan
yang penuh dengan berbagai teknologi. Melihat kenyataan bahwa
commit to user 22
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat dan cepat, maka kurikulum yang berfungsi sebagai alat pendidikan harus
terus menerus diperbaharui mengukuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut baik isi maupun prosesnya. Para pengembang
kurikulum, khususnya guru harus terus mengikuti dan memahami perubahan-perubahan perkembangan itu, sehingga kurikulum yang
digunakan sebagai alat pendidikan dapat berfungsi secara maksimal. Berdasarkan pendapat Wina Sanjaya mengenai beberapa hal yang
perlu dikaji dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum, maka dapat diketahui bahwa kekuatan social yang berasal dari masyarakat melalui
berbagai penyerapan informasi yang didapatkan dari masyarakat sangat berpengaruh terhadapt perubahan dan perkembangan kehidupan dalam suatu
masyarakat. IPTEK yang merupakan suatu hasil dari pemikiran masyarakat pun memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kebutuhan,
perubahan dan perkembangan masyarakat sehingga segala sesuatu yang berupa informasi yang diserap dari masyarakat perlu dipertimbangkan
dalam kurikulum di sekolah. Oleh sebab itu, kurikulum hendaknya bersifat fleksibel mengingat kebutuhan, perubahan, perkembangan, dan kemajuan
informasi sangat cepat melalui berbagai media baik media cetak maupun elektronik.
Jadi, dalam penyusunan dan pengembangan setiap kurikulum perlu adanya suatu landasandasar yang kuat baik dari segi filosofiskeilmuan,
psikologis psikologi perkembangan dan psikologi belajar, dan dari segi
commit to user 23
sosiologis. Hal ini dimaksudkan agar kurikulum dapat menjadi suatu patokan dalam pembelajaran, tidak terombang ambing, memiliki tujuan
yang jelas, dan dapat dipertanggungjawabkan.
c. Desain Kurikulum
Desain merupakan rancangan, pola, atau model. Jadi yang dimaksud dengan mendesain kurikulum adalah merancang kurikulum agar sesuai dengan
misi dan visi sekolah. Beberapa desain kurikulum yang dirumuskan para ahli seperti McNeil 1977 dalam Wina Sanjaya 2009:63 membagi desain
kurikulum manjadi empat model yaitu model kurikulum humanistic, kurikulum rekontruksi social, kurikulum teknologi, dan kurikulum subjek akademik.
Sedangkan Alexander dan Lewis 1981 membagi desain kurikulum majadi kurikulum subject matter disiplin, kompetensi yang bersifat spesifik atau
kurikulum teknologi, kurikulum sebagai proses, kurikulum sebagai fungsi social, dan kurikulum berdasarkan minat individu. Sedangkan Evelyn.J.Sowell
1996:57 menjelaskan mengenai beberapa desain kurikulum yaitu
subject matter designs, society-cultur based-designs,
dan
learner based design
. Beberapa pembagian desain kurikulum yang disampaikan beberapa ahli di atas
merupakan pembagian desain kurikulum yang tidak jauh berbeda anatara pakar yang satu dengan pakar yang lain.
Subject matter design
pada dasarnya merupakan desain kurikulum dimana kurikulum dipusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan.
Kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah. Desain
commit to user 24
kurikulum saperti ini merupakan dasain kurikulum yang banyak digunakan terutama di Indonesia.
Society-cultur based-designs
merupakan desain kurikulum yang memfokuskan pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat
khususnya dalam masalah social dan kebudayaan masyarakat.
Learner based design
merupakan kurikulum yang berpusat pada siswa. Kurikulum ini mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai
prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membantu
peserta didik. Oleh karena itu, pendidikan tidak boleh terlepas dari kehidupan peserta didik. Kurikulum yang berorientasi pada siswa menekankan kepada
siswa sebagai sumber isi kurikulum. Pendekatan yang digunakan dalam desain kurikulum ini yaitu pendekatan humanistic .
Dalam Nasution 1999:49 menyatakan bahwa para pendidik humanistic yakin bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus
dipandang sentral dalam kurikulum, sehingga dalam belajar dapat memberikan hasil yang maksimal. Pendidikan yang berpusat pada siswa memfokuskan
kurikulum pada kebutuhan siswa baik personal maupun social. Misalnya diajarkan bagaimana cara bergaul, saling bertukar pengalaman, berkelakuan
sopan, menjaga persahabatan, dan lain sebagainya. Dalam Nasution 1999:49 disebutkan juga mengenai asumsi-asumsi
yang mendasarkan pendekatan humanistic dalam kurikulum ini yaitu :
commit to user 25
1 Siswa akan lebih giat belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan
sepenuhnya. 2
Siswa yang diturut sertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya.
3 Hasil belajar akan meningkat dalam suasana belajar yang diliputi oleh rasa
saling percaya , saling membantu, saling mempedulikan, dan bebas dari ketegangan yang berlebihan.
4 Guru yang berperan sebagai fasilitator belajar memberi tanggung jawab
kepada siswa atas kegiatannya belajar dan memupuk sikap positif terhadap “apa sebab” dan “bagaimana” mereka belajar.
5 Kepedulian siswa akan pelajaran memegang peran penting dalam pengusaan
bahan pelajaran itu. 6
Evaluasi diri merupakan bagian yang penting dalam proses belajar yang memupuk harga diri.
Alice Crow dalam Wina Sanjaya 2009:71 menyarankan beberapa hal dalam mendesain kurikulum yang berorientasi pada siswa yaitu :
1 Kurikulum harus disesuaikan dengan perkembangan anak
2 Isi kurikulum harus mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang
dianggap berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. 3
Anak hendaknya ditempatkan sebagi subjek belajar yang berusaha untuk belajar mandiri. Artinya siswa harus didorong uttuk melakukan berbagai
aktivitas belajar, bukan hanya sekedar menerima informasi dari guru.
commit to user 26
4 Diusahakan apa yang dipelajari siswa sasuai dengan minat, bakat, dan
tingkat perkembangan mereka. Maksudnya, apa yang seharusnya dipelajari bukan ditentukan dan dipandang baik dari sudut guru atau sudut orang lain
akan tetapi ditentukan dari sudut anak itu sendiri. Jadi, desain kurikulum yang berpusat pada siswa memandang manusia
sebagai pribadi yang unik yang memiliki kemampuan, karakteristik, kebutuhan, bakat serta minat yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum perlu menyesuaikan dengan peserta didik.
Dari beberapa desain kurikulum yang telah dijelaskan di atas berarti setiap sekolah dapat memilih desain kurikulum yang paling sesuai dengan visi,
misi, dan tujuan sekolah. Selain itu, pemilihan desain kurikulum pun harus menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik yang ada di sekolah
tersebut.
d. Komponen-Komponen Kurikulum
Dalam komponen kurikulum beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu: a tujuan yang ingin dicapai, b materi yang perlu
disiapkan untuk mencapai tujuan, c susunan materipengalaman belajar, dan d evaluasi apakah tujuan yang ditetapkan tercapai Nana Syaodih
Sukmadinata, 2010: 102
commit to user 27
Komponen-komponen kurikulum antara lain: 1
Tujuan Kurikulum Tujuan kurikulum pada hakikatnya adalah tujuan dari setiap
program pendidikan yang akan diberikan pada anak didik Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa,
bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Oleh sebab itu kurikulum sebagai salah satu rencana pembelajaran harus memiliki tujuan yang jelas. Dalam Undang –undang No 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasiolal disebutkan bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan dan isi
atau bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata 2010:103, tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan dua hal yaitu : perkembangan tuntutan kebutuhan
dan kondisi masyarakat serta didasari oleh pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama falsafah Negara. Sedangkan
menurut Wina Sanjaya 2009:101 mengatakan mengenai beberapa alasan
commit to user 28
perlunya tujuan dirumuskan dalam kurikulum yaitu : a tujuan erat kaitannya dengan arah dan sasaran yang harus dicapai oleh setiap upaya
pendidikan; b melalui tujuan yang jelas maka dapat membantu para pengembang kurikulum dalam mendesain model kurikulum yang dapat
digunakan bahkan akan membantu guru dalam mendesain system pembelajaran; c tujuan kurikulum yang jelas dapat digunakan sebagai
kontrol dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran. Dalam Nana Syaodih 2010:103 tujuan-tujuan mengajar dibedakan
atas beberapa kategori sesuai dengan perilaku yang menjadi sasarannya. Gege dan Briggs mengemukakan lima kategori tujuan yaitu intellectual
skill, cognitive strategies, verbal information, motor skills dan attitudes. Bloom menggolongkan tiga klasifikasi tujuan atau tugas domain yaitu
domain kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan dalam Wina Sanjaya 2009:106 dijelaskan bahwa menurut hirarkisnya tujuan pendidikan terdiri
atas tujuan yang sangat umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur. Tujuan pendidikan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi
empat, yaitu : a
Tujuan Pendidikan Nasional TPN, adalah tujuan umum yang sarat dengan muatan filosofis suatu bangsa. TPN merupakan sasaran akhir
yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan, artinya setiap lembaga dan penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk
manusia yang sesuai dengan rumusan-rumusan itu.
commit to user 29
b Tujuan Institusional TI, adalah tujuan yang harus dicapai setiap
lembaga pendidikan. Tujuan ini merupakan kualifikasi yang harus dimiliki siswa setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan
program di suatu lembaga tertentu. c
Tujuan Kurikuler TK, adalah tujuan yang harus dicapai setiap bidang studi atau mata pelajaran. Tujuan kurikuler merupakan kualifikasi yang
harus dimiliki setiap siswa setelah mereka menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan.
d Tujuan Instruksional atau Tujuan Pembelajaran TP, adalah kemampuan
kompetensi atau keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu.
Hubungan setiap klasifikasi tujuan dari tujuan umum sampai tujuan khusus dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Arah Pengembangan dan Pencapaian Tujuan Pendidikan Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Institusional
Tujuan Kurikuler
Tujuan Pembelajaran Arah
penjabaran tujuan
Arah pencapaian
tujuan
commit to user 30
Pada gambar di atas menjelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional merupakan sasaran pencapaian akhir dari proses pendidikan. Tujuan
Pendidikan Nasional tersebut melahirkan tujuan institusional yang merupakan tujuan dari suatu lembaga pendidikan dimana tujuan lembaga
tersebut selanjutnya memiliki tujuan kurikuler untuk setiap mata pelajaran. Penjabaran dari tujuan kurikuler itu sendiri merupakan tujuan pembelajaran
yang haus dicapai untuk satu kali pertemuan. Lebih jauh lagi, dengan mengutip dari beberapa ahli, Nana Syaodih
Sukmadinata 2010:105 memberikan gambaran spesifikasi dari tujuan yang ingin dicapai pada tujuan pembelajaran, yakni :
1. Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta didik,
dengan : a menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan perilaku yang dapat diamati; b menunjukkan stimulus yang membangkitkan
perilaku peserta didik; dan c memberikan pengkhususan tentang sumber-sumber yang dapat digunakan peserta didik dan orang-orang
yang dapat diajak bekerja sama. 2.
Menunjukkan perilaku yang diharapkan dilakukan oleh peserta didik, dalam bentuk: a ketepatan atau ketelitian respons; b kecepatan,
panjangnya dan frekuensi respons. 3.
Menggambarkan kondisi-kondisi atau lingkungan yang menunjang perilaku peserta didik berupa : a kondisi atau lingkungan fisik; dan b
kondisi atau lingkungan psikologis.
commit to user 31
Jadi tujuan yang dirumuskan oleh seorang guru ketika melakukan pembelajaran baik didalam maupun diluar kelas untuk setiap kali pertemuan
adalah tujuan pembelajaran. Walaupun tujuan yang dirumuskan tersebut merupakan tujuan pembelajaran, tetapi seorang guru tidak boleh lupa bahwa
tujuan akhir dari proses tersebut harus tetap mengarah pada tujuan pendidikan nasional.
2 Komponen IsiMateri
Materi atau isi kurikulum adalah segala sesuatu isi atau materi kurikulum yang harus dipahami siswa dalam upaya mencapai tujuan
kurikulum. Selain itu, isi atau materi kurikulum diberikan kepada anak didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan.
Dalam http:whyfaqoth.blogspot.com201104komponen-dan-
pengembangan-kurikulum.html menyebutkan kriteria yang dapat membantu pada perancangan kurikulum dalam menentukan isi kurikulum yaitu:
a Isi kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan
siswa. b
Isi kurikulum harus mencerminkan kenyataan sosial. c
Isi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang tahan uji d
Isi kurikulum mengandung bahan pelajaran yang jelas e
Isi kurikulum dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
commit to user 32
Selain itu, disebutkan pula bahwa materi kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum yang dikembangkan dan disusun dengan
prinsip-prinsip sebagai berikut : a
Materi kurikulum berupa bahan pelajaran terdiri dari bahan kajian atau topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses
pembelajaran b
Mengacu pada pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran c
Diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam Wina Sanjaya 2009:114 dijelaskan bahwa isi atau materi
kurikulum harus bersumber pada tiga hal berikut : a
Masyarakat sebagai sumber kurikulum Pendidikan merupakan bekal bagi peserta didik agar dapat hidup
di masyarakat. Oleh sebab itu, isi atau materi kurikulum harus memperhatikan dan menyesuaikan pula dengan kebutuhan serta
karakteristik masyarakat di lingkungan sekitar. Siswa sebagai peserta didik perlu diperkenalkan dengan lingkungan sekitarnya, sebab
lingkungan sekitar serta masyarakat di setiap daerah memiliki karakteristik dan keunikan yang berbeda-beda.
b Siswa sebagai sumber isimateri kurikulum
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perumusan isi kurikulum berkaitan dengan siswa yaitu :
1 Kurikulum sebaiknya disesuaikan dengan perkembangan anak.
commit to user 33
2 Isi kurikulum sebaiknya mencakup keterampilan, pengetahuan, dan
sikap yang dapat digunakan siswa dalam pengalamannya sekarang dan juga berguna untuk menghadapi kebutuhannya pada masa yang
akan datang. 3
Siswa hendaknya didorong untuk belajar berkat kegiatannya sendiri dan tidak sekedar menerima secara pasif apa yang diberikan guru.
4 Apa yang dipelajari siswa hendaknya sesuai dengan minat dan
keinginan siswa. Jadi untuk merumuskan materi kurikulum tidak hanya
bersumber dari masyarakat, melainkan perlu memperhatika kebutuhan, karakteristik, minat serta tahapan perkembangan dari siswa.
c Ilmu pengetahuan sebagai sumber materi kurikulum
Ilmu merupakan pengetahuan yang terorganisir secara sistematis dan logis. Dengan demikian tidak semua pengetahuan dapat dikatakan
ilmu. Ilmu hanya merujuk pada pengetahuan yang memilki objek dan metode tertentu.
3 Strategi pelaksanaan kurikulum
Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta peralatan mengajar yang digunakan dalam pengajaran. Tetapi pada hakikatnya strategi
pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Strategi dan sumber mengajar merupakan salah satu bagian yang penting dalam kurikulum agar
apa yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dengan
commit to user 34
adanya perencanaan yang cermat mengenai strategi dan sumber belajar lebih dapat menjamin bahwa kurikulum dapat diwujudkan dan apa yang diajarkan
dapat dikuasai siswa. Strategi pelaksanaan kurikulum berhubungan dengan bagaimana
kurikulum itu dilaksanakan di sekolah. Kurikulum merupakan rencana, ide, harapan, yang harus diwujudkan secara nyata di sekolah, sehingga mampu
mengantarkan anak didik mencapai tujuan pendidikan. Dalam Nasution 1999:79 mengemukakan beberapa alasan tentang perlunya perencanaan
strategi mengajar, yaitu: a
Menjamin agar kurikulum yang direncanakan dapat dilaksanakan sehingga tujuan tercapai.
b Agar pelajaran yang sama yang diberikan oleh beberapa tenaga pengajar
dilakukan secara konsisten sehingga tidak merugikan kelas tertentu. c
Mengusahakan agar dalam proses belajar mengajar diterapkan berbagai strategi mengajar yang serasi dan tidak hanya terbelenggu oleh metode
ceramah. d
Membantu guru memberi pelajaran yang efektif serta menarik dengan menyediakan sumber belajar
e yang memadai.
Saat ini sangat banyak strategi mengajar yang telah kita kenal seperti demonstrasi, praktek latihan, analisis, problem solving, inquiri, kerja
lapangan dan sebagainya. Dalam memilih strategi yang tepat untuk suatu pembelajaran tertentu seorang pengajar perlu memperhatikan tujuan yang
commit to user 35
ingin dicapai baik tujuan umum maupun tujuan khusus, keadaan peserta didik, fasilitas yang ada, serta alokasi waktu yang tersedia. Untuk satu
pelajaran dapat digunakan lebih dari satu strategi mengajar agar tujuan dapat lebih mudah tercapai dan mencegah terjadinya kebosanan pada siswa.
Sumber mengajar pun perlu dipersiapkan dalam pengembangan kurikulum. Tenaga pengajar hendaknya dikerahkan untuk bersama-sama
menyiapkan segala sumber belajar yang diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran. Untuk mengembangkan sumber mengajar,
tenaga pengajar dapat dibagi dalam sejumlah kelompok menurut bidang dan keterampilannya masing-masing.
Sumber belajar dapat berupa bahan cetakan, buku pelajaran atau buku referensi, majalah, transparansi, proyektor, diagram, permainan
simulasi, tape peta rekaman audio dan video, peta, gambar, dan segala alat serta bahan lain yang dapat menunjang proses belajar mengajar.
4 Evaluasi kurikulum
Dalam Nasution
1999:88 disebutkan
beberapa tujuan
dilaksanakannya evaluasi kurikulum, yaitu : a
Mengetahui sejauh manakah siswa mencapai kemajuan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
b Menilai efektivitas kurikulum
c Menentukan faktor biaya, waktu, dan tingkat keberhasilan kurikulum
commit to user 36
Berdasarkan hasil evaluasi dapat dibuat keputusan mengenai kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan yang
diperlukan. Jenis-jenis penilaian meliputi :
a Penilaian awal pembelajaran Input program
b Penilaian proses pembelajaran Program
c Penilaian akhir pembelajaran.output program
Dari berbagai uraian mengenai komponen-komponen yang harus ada dalam kurikulum, dapat disimpulkan bahwa setiap kurikulum harus
memiliki : a tujuan kurikulum, sehingga suatu kurikulum memiliki arah yang jelas dalam menuntun peserta didiknya; b isi kurikulum, isimateri
kurikulum harus sinkron dengan tujuan yang telah ditetapkan, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa, serta dapat mempersiapkan siswa menuju
kehidupan bermasyarakat; c strategi pelaksanaan kurikulum, merupakan suatu cara yang dilakukan untuk dapat mencapai tujuan kurikulum yang
telah dirumuskan. Strategi pelaksanaan kurikulum dapat mencakup metode, media maupun berbagai pendekatan yang dilakukan dalam menyampaikan
isimateri kurikulum kepada peserta didik; d evaluasi kurikulum, merupakan penilaian mengenai pelaksanaan kurikulum baik mengenai
keberhasilan maupun kegagalan, kekurangan ataupun mengenai hal-hal yang perlu dikembangkan lagi maupun efektifitas pelaksanaan kurikulum
dalam pembelajaran.
commit to user 37
2. Teori Tentang Kurikulum Khusus
Kurikulum yang dikembangkan untuk anak-anak berkebutuhan khusus berbeda dengan struktur kurikulum umum. Peserta didik berkelainan dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual dibawah rata-rata dan peserta didik berkelainan
disertai dengan kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Dalam Martinis Yamin 2008:82 menyebutkan bahwa kurikulum
pendidikan khusus terdiri dari 8 sampai 10 mata pelajaran, muatan local, program khusus, dan pengembangan diri. Muatan local merupakan kegiatan kurikuler
untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas daerah, potensi daerah, dan prospek pengembangan daerah termasuk keunggulan daerah,
yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Program khusus berisi kegiatan yang bervariasi sesuai dengan jenis ketunaannya,
yaitu program orientasi dan mobilitas untuk peserta didik tunanetra, bina komunikasi persepsi bunyi dan irama untuk peserta didik tunarungu, bina diri
untuk peserta didik tunagrahita, bina gerak untuk peserta didik tunadaksa, serta bina pribadi dan social untuk peserta didik tunalaras. Sedangkan pengembangan
diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri
bertujuan memberikan
kesempatan kepada
peserta didik
untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan
minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Dalam Martinis Yamin 2008:83 disebutkan pula bahwa peserta didik
tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, dalam batas
commit to user 38
tertentu masih dimungkinkan untuk mengikuti kurikulum standar meskipun harus dengan penyesuaian-penyesuaian. Peserta didik berkelainan yang disertai dengan
kemampuan intelektual dibawah rata-rata, diperlukan kurikulum yang sangat spesifik, sederhana dan bersifat tematik untuk mendorong kemandirian dalam
hidup sehari-hari. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, struktur kurikulum
satuan pendidikan khusus dikembangkan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Kurikulum untuk peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan
intelektual di bawah rata-rata menggunakan sabuah kurikulum SDLB A, B, E ; SMPLB A, B, D; dan SMALB A, B, D, E A=tunanatra, B = tunarungu, D =
tunadaksa, E = tunalaras. 2.
Kurikulum untuk peserta didik berkelainan yang disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, menggunakan sebuah kurikulum SDLB C, C1,
D1, G, dan SMALB C, C1, D1, G C = tunagrahita ringan, C1 = tunagrahita sedang, D1 = tunadaksa sedang, G = tunaganda.
3. Kurikulum satuan pendidikan SDLB A, B, D, E relative sama dengan
kurikulum SD umum. Pada satuan pendidikan SMPLB A, B, D, E, dan SMALB A, B, D, E, dirancang untuk peserta didik yang tidak memungkinkan
danatau tidak berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan sampai pada jenjang pendidikan tinggi.
4. Proporsi muatan isi kurikulum satuan pendidikan SMPLB A, B, D, E terdiri
atas 60 - 70 aspek akademik dan 40 - 30 berisi aspek keterampilan
commit to user 39
vokasional. Muatan isi kurikulum satuan pendidikan SMALB A, B, D , E terdiri atas 40 - 50 aspek akademik dan 60 - 50 aspek keterampilan
vokasional. 5.
Kurikulum satuan pendidikan SDLB, SMPLB, SMALB C, C1, D, G, dirancang sangat sederhana sesuai dengan batas-batas kemampuan peserta
didik dan sifatnya lebih individual. 6.
Pembelajaran untuk satuan pendidikan khusus SDLB, SMPLB, dan SMALB C, C1, D1, G menggunakan pendekatan tematik.
7. Standar kompetensi SK dan Kompetansi Dasar KD mata pelajaran umum
SDLB, SMPLB, SMALB A, B, D, E mengacu pada SK dan KD sekolah umum yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta
didik, dikembangkan oleh BSNP, sedang SK dan KD untuk mata pelajaran program khusus dan keterampilan dikembangkan oleh satuan pendidikan
khusus dengan memperhatikan jenjang dan jenis satuan pendidikan. 8.
Pengembangan SK dan KD untuk semua mata pelajaran pada SDLB dan SMPLB dan SMALB C, C1, D1, G diserahkan kepada satuan pendidikan
khusus yang bersangkutan dengan memperhatikan tingkat dan jenis satuan pendidikan.
9. Struktur kurikulum pada satuan pendidikan khusus SDLB dan SMPLB
mengacu pada struktur kurikulum SD dan SMP dengan penambahan program khusus sesuai jenis kelainan, dengan alokasi waktu 2 jamminggu. Untuk
jenjang SMALB, program khusus bersifat kasuistik sesuai dengan kondisi
commit to user 40
dan kebutuhan peserta didik tertentu, dan tidak dihitung sebagai beban belajar.
10. Program khusus berisi kegiatan yang bervariasi sesuai dengan jenis
ketunaannya, yaitu : a.
program orientasi dan mobilitas untuk peserta didik tunanetra, b.
bina komunikasi persepsi bunyi dan irama untuk peserta didik tunarungu, c.
bina diri untuk peserta didik tunagrahita ringan dan sedang, d.
bina gerak untuk peserta didik tunagrahita ringan, e.
bina pribadi dan social untuk peserta didik tunalaras f.
bina diri dan bina gerak untuk peserta didik tunadaksa sedang dan tunaganda.
11. Jumlah dan alokasi waktu jam pelajaran diatur sebagai berikut :
a. Jumlah jam pembelajaran SDLB A, B, D, E kelas I, II, dan III berkisar
antara 28
– 30
jam pembelajaranminggu
dan 34
jam pembelajaranminggu untuk kelas IV, V, VI. Kelebihan 2 jam pelajaran
dari SD umum karena ada tambahan mata pelajaran program khusus. b.
Jumlah jam pembelajaran SMPLB A, B, D , E kelas VII, VIII, IX adalah 34 jamminggu. Kelebihan 2 jam pembelajaran dari SMP umum karena
ada penambahan mata pelajaran program khusus. c.
Jumlah jam pembelajaran SMALB A, B, D, E kelas X, XI, XII adalah 36 jam minggu, sama dengan jumlah jam pembelajaran SMA umum.
Program khusus pada jenjang SMALB bersifat fakultatif dan tidak masuk beban pelajaran.
commit to user 41
d. Jumlah jam pembelajaran SDLB, SMPLB, SMALB C, C1, D1, G sama
dengan jumlah jam pelajaran pada SDLB, SMPLB, SMALB A, B, D, E tetapi pada penyajiannya melalui pendekatan tematik.
e. Alokasi per jam pembelajaran untuk SDLB, SMPLB, dan SMALB A, B,
D, E maupun C, C1, D1, G masing-masing 30’, 35’ dan 40’. Selisih 5 menit dari sekolah regular disesuaikan dengan kondisi peserta didik
berkelainan. f.
Satuan pendidikan khusus SDLB dan SMPLB dapat menambah maksimum 6 jam pembelajaran minggu untuk keseluruhan jam
pembelajaran, dan 4 jam pembelajaran untuk tingkat SMALB sesuai kebutuhan peserta didik dan satuan pendidikan bersangkutan.
12. Muatan isi pada setiap mata pelajaran diatur sebagai berikut :
a. Muatan isi setiap mata pelajaran pada SDLB A, B, D, E pada dasarnya
sama dengan SD umum, tetapi karena kelainan dan kebutuhan khususnya, maka diperlukan modifikasi dan atau penyesuaian secara
terbatas b.
Muatan isi mata pelajaran program khusus disusun tersendiri oleh satuan pendidikan
c. Muatan isi pelajaran SMPLB A, B, D, E bidang akademik mengalami
modifikasi dan penyesuaian dalam SMP umum sehingga menjadi sekitar 60 - 70 . Sisanya sekitar 40 - 30 muatan isi kurikulum ditekankan
pada bidang keterampilan dan vokasional
commit to user 42
d. Muatan isi mata pelajaran keterampilan vokasional meliputi tingkat
dasar, tingkat terampil, dan tingkat mahir. Jenis keterampilan yang akan dikembangkan, diserahkan kepada satuan pendidikan sesuai dengan
minat, potensi, kemampuan dan kebutuhan peserta didik serta kondisi satuan pendidikan.
e. Muatan isi mata pelajaran untuk SMALB A, B, D , E bidang akademik
mengalami modifikasi dan penyesuaiana dari SMA umum sehingga menjadi sekitar 40 - 50 bidang akademik dan sekitar 50 - 60
bidang keterampilan vokasional. f.
Muatan kurikulum SDLB, SMPLB, SMALB C, C1, D1, G lebih dilaksanakan pada kemampuan menolong diri sendiri dan keterampilan
sederhana yang memungkinkan untuk menunjang kemandirian peserta didik. Oleh karena itu, proporsi muatan keterampilan vokasional lebih
diutamakan. g.
Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah
Berdasarkan uraian
mengenai kurikulum
khusus untuk
anak berkebutuhan khusus sesuai perundang-undangan dan peraturan pemerintah
tentang Sistem Pendidikan Nasional, dapat diketahui bahwa kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus tanpa disertai dengan kemampuan intelektual dibawah rata-
rata dalam batas tertentu mengikuti kurikulum standar dengan penyesuaian-
commit to user 43
penyesuaian dan tambahan program khusus sesuai jenis kelainan. Sedangkan untuk anak autis belum diatur secara spesifik dalam perundang-undangan. Oleh
sebab itu, sekolah-sekolah autis perlu memodifikasi dan melakukan penyesuaian- penyesuaian kurikulum dengan menyesuaiakan kebutuhan setiap peserta didik
yang ada di sekolahnya.
3. Teori tentang Anak Autis
Definisi gangguan autistic dalam DSM-IV Diagnostic Statistical Manual, edisi ke-4, dikembangkan oleh American Psychiatric Association dalam
Theo Peeters 2004:1 adalah sebagai berikut : A.
Terdapat paling sedikit enam pokok dari kelompok 1, 2 dan 3 yang meliputi paling sedikit dua pokok dari kelompok 1, paling sedikit satu
kelompok dari kelompok 2 dan paling sedikit satu pokok dari kelompok 3. 1.
Gangguan kualitatif dalam interaksi social yang ditunjukkan oleh paling sedikit dua diantara berikut ini:
a. Ciri gangguan yang jelas dalam penggunaan berbagai perilaku non
verbal bukan lisan seperti kontak mata, ekspresi wajah, gestur, dan gerak isyarat untuk melakukan intaraksi social.
b. Ketidakmampuan mengambangkan hubungan pertemanan sebaya
yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. c.
Ketidakmampuan turut merasakan kegembiraan orang lain. d.
Kekurangmampuan dalam berhubungan emosional secara timbale balik dengan orang lain.
2. Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi yang ditunjukkan oleh paling
sedikit salah satu dari yang berikut ini :
commit to user 44
a. Keterlambatan dan kekurangan secara menyeluruh dalam
berbahasa lisan tidak disertai usaha untuk mengimbanginya dengan penggunaan gesture atu mimic muka sebagai cara
alternative dalam berkomunikasi. b.
Ciri kemampuan yang jelas pada kemampuan untuk memulai atau melanjutkan pembicaraan dengan orang lain meskipun dalam
percakapan sederhana. c.
Penggunaan bahasa yang repetitif diulang-ulang atau stereotip meniru-niru atau bersifat idiosinktratik aneh.
d. Kurang beragamnya spontanitas dalam permainan pura-pura atau
meniru orang lain yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. 3.
Pola minat perilaku yang terbatas, repetitif, stereotip seperti yang ditunjukkan oleh paling tidak satu dari yang berikut ini :
a. Meliputi keasyikan dengan satu atau lebih pola minat yang terbatas
atau stereotip yang bersifat abnormal baik dalam intensitas maupun focus.
b. Kepatuhan yang tampaknya didorong oleh rutinitas atau ritual
spesifik kebiasaan
tertentu yang
nonfungsional tidak
berhubungan dengan fungsi. c.
Perilaku gerakan stereotip dan repetitive seperti terus menerus membuka-tutup genggaman, memutir jari atau tangan atau
menggerakkan tubuh dengan cara yang kompleks. d.
Keasyikan yang terus-menerus terhadap bagian-bagian dari sebuah benda.
B. Perkembangan abnormal atau terganggu sebelum usia 3 tahun seperti yang
ditunjukkan oleh keterlambatan atau fungsi yang abnormal pada paling sedikit satu dari bidang-bidang berikut ini : 1 interaksi social, bahasa
yang digunakan dalam perkembangan social, 2 bahasa yang digunakan dalam komunikasi social, atau 3 permaianan sisbolik atau imajinatif.
C. Sebaiknya tidak disebut dengan Gangguan Rett, gangguan integrative
Kanak-kanak, atau Sindrom Asperger.
commit to user 45
Dalam Ron LeafJohn McEachin 1999 : 7 menyebutkan bahwa :“
autism is a severe distruption of the normal developmental processes that occurs in the first two years of life. It leads to impaired language, play, cognitive,
social and adaptive functioning, causing children to fall father ang farther behind their peers as they grow older” .
autis adalah gangguan proses perkembangan yang berat kompleks yang terjadi pada tahun kedua hidup seorang anak. Mereka
mengalami gangguan dalam bahasa, bermain, kognitif, social dan penyesuaian diri yang menyebabkan anak akan tertinggal dari perkembangan anak seusianya.
Dalam Ron LeafJohn McEachin 1999:7 dijelaskan pula beberapa karakteristik yang menonjol pada anak autis yaitu:
autistic children do not learn in the same way that other children normally learn. They seem unable to understand simple verbal and non verbal
communication, are confused by sensory input, and withdraw in varying degrees from people and the world around them. They become preoccupied
with certain activities and objects that interfere with development of play. They show little interest in other children and tend not to learn by observing
and imitating others
.anak autis tidak dapat belajar dengan cara yang sama dengan anak normal. Mereka terlihat tidak mampu mengerti komunikasi
verbal dan non verbal sederhana, kebingungan dalam menerima rangsangan sensori, dan lambat laun akan menarik diri dari orang lain dan
lingkungannya. Mereka menjadi asik dengan aktivitas tertentu dan obyek- obyek yang mengganggu dengan memainkannya. Mereka terlihat kurang
tertarik dengan anak lain dan cenderung tidak belajar dari memperhatikan atau menirukan orang lain.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa karakteristik yang menonjol pada anak autis yaitu bahwa belajar anak autis tidak dapat disamakan dengan anak
normal lainnya karena mereka mengalami ketidakmampuan dalam menangkap
commit to user 46
dan mengerti komunikasi baik secara verbal maupun non verbal, mengalami kebingungan dalam menerima rangsangan, menarik diri dari orang di sekitarnya.
Sebagian besar anak autis akan asik dengan aktivitas tertentu dan obyek-obyek yang mengganggu dengan memainkannya. Anak autis juga terlihat kurang tertarik
dengan anak lain dan cenderung tidak belajar dari memperhatikan atau menirukan orang lain.
Pendapat yang
sama pun
diungkapkan dalam
http:www.autis.
info
index.phptentang-autismeapa-itu-autisme menyebutkan
bahwa autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun. Penyebab
autisme adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi
dengan dunia luar secara efektif. Gejala yang sangat menonjol adalah sikap anak yang cenderung tidak mempedulikan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya,
seolah menolak berkomunikasi dan berinteraksi, serta seakan hidup dalam dunianya sendiri. Anak autis juga mengalami kesulitan dalam memahami bahasa
dan berkomunikasi secara verbal. Gejala-gejala autistic juga disampaikan oleh Leo Kanner dalam Rudy
Sutadi, Lucky Azizah Bawazir, Nia Tanjung Rina Adeline 2003:9 memberi istilah
infantile autism
yang menerangkan berbagai gejala didapati pada masa kanak-kanak dengan menggambarkan kesendirian menikmati bermain seorang
diri pada anak autism begitu hebat, keterlambatan dalam perkembangan bahasa, menghafalkan sesuatu tanpa berpikir, melakukan aktifitas spontan terbatas,
commit to user 47
stereotip, obsesi terhadap cemas dan takut akan perubahan, kontak mata dan hubungan dengan orang lain sangat buruk, serta lebih menyukai gambar atau
benda-benda mati. Dijelaskan
pula dalam
http:www.yousaytoo.comdefinisi-dan- karakteristik-perilaku-autisme175190
bahwa autisme adalah
gangguan
perkembangan yang kompleks yang gejala-gejalanya meliputi perbedaan dan
ketidakmampuan dalam berbagai bidang seperti kemampuan komunikasi sosial, kemampuan motorik kasar dan motorik halus, dan kadang kemampuan intelektual.
Tanda-tanda ini semuanya dimulai sebelum anak berusia tiga tahun. Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan
bahwa autis adalah gangguan perkembangan pervasive yang kompleks pada anak yang ditunjukkan dengan adanya gangguan perilaku interaksi sosial, gangguan
komunikasi, dan pola minat perilaku terbatas yang stereotip diulang-ulang serta ketidakmampuan dalam motorik kasar maupun motorik halus. Gejala-gejala atau
gangguan ini muncul sebelum anak berusia tiga tahun. Oleh sebab itu, diagnosis dini serta pemberian penangangan sedini mungkin sangat diperlukan untuk
mengurangi bahkan menghilangkan gejala-gejala autistic yang muncul pada anak.
4. Teori tentang Kurikulum Khusus Autis
Saat ini belum ada kurikulum yang baku untuk pendidikan bagi anak autis. Hal tersebut disebabkan karena penyusunan kurikulum autis perlu
mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan siswa yang berbeda-beda. Kurikulum anak autis berbeda dengan anak normal di SD umumregular maupun kurikulum
commit to user 48
khusus lainnya. Kurikulum anak normal bisa didasarkan pada tingkat perkembangan dan usia anak sehingga dari anak tingkat sekolah dasar kelas
rendah sampai kelas tinggi bisa diprediksikan hampir sama atau dengan kata lain bersifat homogen. Untuk kurikulum khusus A, B, D, dan E dapat mengikuti
kurikulum standar dengan dilakukan penyesuaian-penyesuaian tertentu sesuai dengan kondisi peserta didik. Untuk kurikulum C, C1, D1, dan G dirancang
sangat sederhana sesuai dengan batas-batas kemampuan peserta didik dan sifatnya lebih individual.
Berbeda dengan anak autistic, mereka mengalami hambatan dalam komunikasi, interaksi social, perilaku, kemampuan motorik kasar dan halus yang
terganggu dan bahkan tidak jarang pula mengalami gangguan dalam kemampuan intelektual. Gangguan yang terjadi pada setiap anak pun bervariasi dan berbeda-
beda sehingga mereka membutuhkan pelayanan pendidikan yang bersifat sangat individual.
Kurikulum yang digunakan untuk anak autis adalah kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan anak, komunikasi anak, sosialisasi
dan kemudian baru mengarah pada akademik anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Ron LeafJohn McEachin 1999:9, yang menyatakan bahwa isi
kurikulum untuk anak autis harus mencakup semua keterampilan anak sehingga dapat
difungsikan dan
digunakan untuk
menikmati hidup
secara penuh. Kurikulum harus mencakup pengajaran keterampilan yang mungkin tidak
diperlukan oleh anak biasa secara formal seperti bermain dan imitasi. Sebuah penekanan yang kuat juga harus diberikan untuk belajar bicara, pengembangan
commit to user 49
keterampilan konseptual dan akademis, bermain dan keterampilan sosial. Namun, apabila anak semakin besar, penekanan harus bergeser ke pengetahuan praktis dan
keterampilan adaptif. Kurikulum harus diurutkan sesuai dengan tahapan perkembangan mulai dari konsep dan keterampilan yang mudah sampai pada
keterampilan kompleks. Namun urutan materi pembelajaran yang diberikan kepada anak tidak boleh bersifat kaku. Dalam hal ini harus benar-benar
menyesuaikan dengan kondisi atau keadaan anak. Sebagai contoh, meskipun polanya tidak biasa, beberapa anak belajar membaca sebelum mereka bisa bicara.
Dalam menjalankan kurikulum khusus bagi anak autis, pemberian pelayanan pendidikannya harus bersifat individual karena kebutuhan dan
gangguan autistic setiap siswa berbeda-beda. Oleh sebab itu diperlukan suatu program pengajaran individual PPI bagi setiap siswa autistic.
Program pengajaran individual PPI diturunkan dari istilah aslinya yang berbahasa Inggris yaitu
Individualized Educational Program
IEP. Dalam Sunardi 2005: 60 dijelaskan bahwa PPI disusun untuk setiap anak luar biasa.
Oleh karena sifat PPI sangat individual, karakteristik anak yang dimaksud harus dideskripsikan secara lengkap baik mengenai tingkat kemampuan maupun tingkat
kelemahan dalam semua aspek yang berkaitan dengan pendidikan, termasuk prestasi belajar, tingkat kecerdasan, kondisi emosi, kemampuan sosialisasi, fisik,
kesehatan dan sebagainya. Menurut Gordon S. Gibb Tina Taylor Dyches 2000:1 tujuan
penyusunan IEP adalah :
a. Writing the IEP brings you together with the other people who are most
concerned with the educations of students with disabilities. The people in
commit to user 50
this group, called the multidisciplinary team or the IEP team, discuss each student’s needs and jointly decide on appropriate directions for
each student’s learning. The contributions of each member or IEP team are important for student success.
b. Writing the IEP creates a document which describes the team’s plans for
meeting a student’s educational needs. The IEP provides a formal reverence for accounting for the student’s progress, and also represents
a commitment by the school or district to provide the resources required to meet the student’s needs.
a menyusun IEP mengajarkan kamu untuk bersama-sama dengan orang lain yang lebih focus dengan pendidikan
anak berkebutuhan khusus. Orang-orang dalam satu kelompok, disebut tim IEP, mendiskusikan kebutuhan setiap anak dan bersama-sama
memutuskan penanganan yang tepat untuk pembelajaran setiap anak. Peran setiap anggota tim sangatlah penting untuk keberhasilan anak. b
menulis IEP menciptakan sebuah dokumen yang menggambarkan rencana tertentu untuk memenuhi kebutuhan pendidikan siswa.
IEP merupakan laporan formal mengenai kemajuan siswa serta merupakan komitmen sekolah dan daerah untuk menyediakan sumber
daya yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan siswa. Dari pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa tujuan dari penyusunan
IEPPPI adalah bersama-sama membentuk suatu tim untuk mendiskusikan tentang pendidikan anak luar biasa. Dalam tim EIP mendiskusikan mengenai
kebutuhan setiap anak dan bersama-sama memutuskan penanganan yang tepat untuk pembelajaran setiap anak. Selain itu, IEP merupakan laporan formal
mengenai kemajuan siswa serta merupakan komitmen sekolah dan daerah untuk menyediakan sumber daya yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan siswa.
Penyusunan dan pelaksanaan PPI merupakan suatu proses yang sistematik. Menurut Marsh, Price dan Smith dalam Sunardi 2005: 67 proses
commit to user 51
pengembangan dan pelaksanaan PPI meliputi tahap awal penjaringan dan rujukan, lanjutan evaluasi dan assessment, dan penulisan PPI. Proses tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2. Alur Layanan PLB Sunardi 2005:67 Dari gambar 2 mengenai alur layanan PLB dapat dijelaskan bahwa proses
dimulai dari penjaringan dan identifikasi ABK. Setiap sekolah perlu memiliki Penjaringan dan Identifikasi
Rujukan ke Tim
Pertemuan Tim
Assessment
Pertemuan Tim
Program Pengajaran Negatif
e Positif
Negatif Positif
Pelaksanaan
Evaluasi Kelas Biasa
commit to user 52
program penjaringan untuk mengidentifikasi anak bermasalah yang mungkin terganggu dalam mengikuti proses belajar dan hasil belajarnya. Proses
penjaringan dapat dilakukan dengan cara melakukan tes hasil belajar, tes kelompok, dan angket yang disebarkan kepada guru untuk mengidentifikasi
murid-murid yang bermasalah. Selain dengan melakukan tes, penjaringan dan identifikasi dapat dilakukan dengan mengadakan kampanye kepedulian kepada
masyarakat, survey yang disebarkan kepada tokoh-tokoh masyarakat, dan berkomunikasi dengan guru umum di sekolah regular.
Dalam melakukan penjaringan dan identifikasi kemungkinan akan ditemukan murid-murid yang mengalami masalah di kelas. Setiap anak yang
menunjukkan tanda-tanda bermasalah akan dirujuk kepada tim PLB. Berdasarkan hasil rujukan tersebut maka tim PLB akan melakukan pertemuan guna
memperoleh informasi lengkap mengenai anak yang bermasalah. Setelah melakukan pertemuan, dilakukan pula assessment formal untuk
mengetahui tingkat kemampuan anak di berbagai aspek dan untuk menentukan jenis dan tingkat penyimpangannya. Setelah semua data assessment terkumpul,
dilakukanlah pertemuan tim assessment untuk mengetahui permasalahan yang ada pada anak, menentukan jenis kelainan bila ada, dan menetapkan lingkungan
pendidikan yang paling tepat untuk anak. Apabila melalui pertemuan tim assessment ini tidak ditemui karakteristik luar biasa pada anak, maka anak tidak
memerlukan layanan khusus, namun sebaliknya jika anak menunjukkan adanya karakteristik sebagai anak luar biasa maka diperlukan layanan khusus, sehingga
diperlukan program pengajaran individual PPI. PPI disusun berdasarkan hasil
commit to user 53
assessment yang telah dilakukan oleh tim assessment. PPI yang telah disusun akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan anak. Evaluasi program dilakukan untuk
mengetahui perkembangan anak serta tambahan program yang mungkin dibutuhkan anak.
PPI disusun oleh sebuah tim yang disebut tim PPI. Menurut Gordon S. Gibb Tina Taylor Dyches 2000:1-2 tim PPI terdiri dari
“ parents of the student, a reguler education teacher, a special education teacher, a local
education agency representative, a person to interpret evalualuation results, other knowledgeable that the persons or school may invite, and the student, if
appropriate”
orang tua siswa, guru umum, guru khusus, perwakilan pendidikan daerah, seseorang untuk menafsirkan hasil evaluasi
,
orang memiliki pengetahuan lain yang dibutuhkan atau sekolah dapat mengundang, dan siswa jika
memungkinkan. Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa tim PPI terdiri dari : a
orang tua siswa, orang tua siswa sangat mengetahui tentang kondisi siswa oleh sebab itu mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk ikut serta merencanakan
program pendidikan untuk putra-putrinya. Mereka juga diminta untuk memberikan masukan setiap saat bila ada perkembanganperubahan dalam PPI; b
guru umum, guru umum diperlukan apabila anak berkebutuhan khusus masuk dalam kelas umum sehingga diperlukan kerja sama dan masukan dari guru umum;
c guru PLBguru khusus, merupakan guru yang akan memberikan pelayanan langsung kepada anak berkebutuhan khusus. Guru khusus memiliki hasil
assessment terkini yang digunakan untuk memberikan penjelasan mengenai
commit to user 54
pelayananpendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak; d perwakilan pendidikan daerah, perwakilan ini biasanya digantikan oleh kepala sekolah atau
seseorang yang ditunjuk oleh kepala sekolah yang dengan hak untuk bertindak dan menyetujui PPI tersebut; e seseorang untuk menafsirkan hasil evaluasi,
merupakan seseorang seperti psikolog sekolah yang memiliki keahlian khusus dalam mengelola hasil evaluasi, orang tersebut harus mampu menjelaskan hasil
evaluasi kepada anggota yang lain dalam tim PPI tersebut; f orang lain yang memiliki pengetahuan yang dibutuhkan dalam penyususnan PPI seperti psikolog,
tutor pribadi, terapis okupasi, fisio terapis dan lain-lain; g siswa yang bersangkutan, jika memungkinkan dan siswa tersebut mampu mengerti tentang
kebutuhannya. Gordon S. Gibb Tina Taylor Dyches 2000:1 juga menyebutkan
langkah-langkah dalam penyususnan IEP yaitu :
a. Describe the student
b. Describe the student’s present levels of educational performance
c. Write the student’s annual goals, with benchmarks or short-term objectives
d. Describe the special education and related service needed to achieve the
goals e.
Describe the extent to which the student will not participate in the general curriculum
f. Explain the student’s participation in statewide and district assessments
g. Describe ways that the student’s parents will be regularly informed of
progress toward goals.
Dari pendapat di atas dijelaskan bahwa langkah-langkah dalam menyusun IEP yaitu : a mendeskripsikan anak; b mendeskripsikan tingkat
kemampuan anak saat ini; c menuliskan tujuan tahunan anak, baik jangka
commit to user 55
panjang maupun jangka pendek; d mendeskripsikan pendidikan khusus dan hubungan kebutuhan pelayanan untuk keberhasilan tujuan; e mendeskripsikan
perluasan yang tidak dapat diikuti siswa dalam kurikulum umum; f menjelaskan partisipasi anak dalam assessment; g mendeskripsikan kebiasaan apa yang orang
tua inginkan untuk diinformasikan dari kemajuan tujuan. Pendapat yang sama juga di kemukakan oleh Sunardi 2005: 62 bahwa
secara garis besar PPI harus meliputi : a.
Deskripsi tingkat kemampuan awal anak sekarang b.
Tujuan umum jangka panjang dan tujuan khusus jangka pendek c.
Rincian layanan pendidikan khusus dan layanan lain yang terkait, termasuk seberapa besar anak dapat berpartisipasi dalam pendidikan di kelas biasa
d. Tanggal dimulainya setiap program, termasuk perkiraan selesai dan
evaluasinya e.
Criteria untuk menentukan ketercapaian setiap tujuan. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa penyusunan PPI merupakan suatu
hal yang sangat penting untuk anak berkebutuhan khusus. Dalam penyusunannya, perlu memperhatikan beberapa hal yaitu : deskripsi tingkat kemampuan awal anak
sekarang yaitu mendeskripsikan mengenai kemampuan dan prestasi anak, kelebihan dan kelemahan anak serta kondisi-kondisi khusus pada anak. Untuk
mengetahui deskripsi anak dan tingkat kemampuan anak dapat dilakukan dengan melakukan tes formal, tes informal, observasi atau membuat alat ukur lainnya.
Tujuan jangka panjang merupakan pernyataan mengenai hal-hal yang akan dicapai pada akhir tahun. Sedangkan tujuan jangka pendek merupakan pernyataan
commit to user 56
yang lebih spesifiklebih khusus mengenai keterampilan yang akan dikembangkan untuk mencapai tujuan tahunan tertentu. Setelah mempelajari deskripsi tingkat
kemampuan anak dan merumuskan tujuan untuk pendidikan anak, maka langkah selanjutnya yaitu membuat daftar layanan khusus yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan khusus anak, baik dalam aspek pendidikan maupun aspek lain yang terkait. Dalam hal ini perlu dijelaskan pula seberapa besar partisipasi
anak dapat diikutkan dalam kelas biasa untuk diberikan kesempatan berinteraksi dengan teman-teman normal. Dalam PPI harus memuat rencana tanggal
dimulainya kegiatan untuk setiap tujuan khusus, jangka waktu kegiatan, dan tangggal evaluasi untuk mengetahui tingkat ketercapaian tujuan tersebut. Oleh
sebab itu, diperlukan adanya suatu criteria ketercapaian tujuan yang dapat diamati dan dinilai berupa kemampuan yang dapat ditunjukkan anak.
Dalam http:id.wikipedia.orgwikiAutisme disebutkan pula bahwa pembelajaran yang diberikan kepada anak autis haruslah bersifat menyeluruh
sesuai dengan kebutuhan anak. Pembelajaran yang diberikan kepada anak autis antara lain :
a.
Educational Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada:
Applied Behavior Analysis
ABA yang prinsip-prinsipnya digunakan dalam penelitian Lovaas sehingga sering disamakan dengan
Discrete Trial Training
atau Intervensi Perilaku Intensif.
b.
Pendekatan developmental yang dikaitkan dengan pendidikan yang dikenal sebagai
Floortime
.
commit to user 57
c.
TEACCH
Treatment and
Education of
Autistic and
Related Communication – Handicapped Children
.
d.
Biological Treatment, meliputi terapi tidak terbatas pada: diet, pemberian vitamin dan pemberian obat-obatan untuk mengurangi perilaku-perilaku
tertentu agresivitas, hiperaktif, melukai diri sendiri, dsb..
e.
Speech – Language Therapy
Terapi Wicara, meliputi tetapi tidak terbatas pada
usaha penanganan
gangguan asosiasi
dan gangguan
proses auditorypendengaran.
f.
Komunikasi, peningkatan kemampuan komunikasi, seperti PECS
Picture Exchange Communication System,
bahasa isyarat, strategi visual menggunakan gambar dalam berkomunikasi dan pendukung-pendukung
komunikasi lainnya.
g.
Pelayanan Autisme Intensif, meliputi kerja team dari berbagai disiplin ilmu yang memberikan intervensi baik di rumah, sekolah maupun lingkungan
sosial lainnya.
h.
Terapi yang bersifat Sensoris, meliputi tetapi tidak terbatas pada
Occupational Therapy
OT,
Sensory Integration Therapy
SI dan
Auditory Integration Training
AIT. Dengan adanya berbagai jenis perlakuan dan pembelajaran yang
diberikan kepada anak maka diharapkan dapat meningkatkan fungsionalitas anak dan mengurangi gangguan serta hambatan autisme. Yang perlu diingat adalah
bahwa memberikan perlakuan dan pembelajaran kepada anak autis harus disesuaikan dengan kebutuhan anak, berdasarkan pada potensinya, kekurangannya
commit to user 58
dan tentu saja sesuai dengan minat anak sendiri. Terapi harus dilakukan secara multidisiplin ilmu, misalnya menggunakan; okupasi terapi, terapi wicara dan
terapi perilaku sebagai basisnya. Tenaga ahli yang menangani anak harus mampu mengarahkan pilihan-pilihan terhadap berbagai jenis terapi yang ada saat ini.
Melihat kebutuhan pendidikan anak autis seperti yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dikatakan bahwa sekolah autis membutuhkan tenaga pengajar
atau pendidik dari berbagai bidang ilmu sesuai dengan kebutuhan pendidikannya. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan pasal 29 ayat 5a menyebutkan bahwa pendidik pada SDLBSMPLBSMALB, atau bentuk lain yang sederajat harus mamiliki
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat D-IV atau sarjana S1 latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan khusus atau
sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Sedangkan untuk tenaga kependidikan pada pasal 35 ayat 1e menyebutkan bahwa tenaga
kependidikan SDLB, SMPLB, SMALB atau bentuk lain yang sederajat sekurang- kurangnya terdiri atas kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan,
tenaga laboratorium, tenaga kebersihan sekolah, teknisi sumber belajar, psikolog, pekerja social, dan terapis.
Jadi, sesuai dengan pasal tersebut maka pendidik di SLB harus merupakan lulusan dari sarjana program pendidikan khusus atau sarjana yang
sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Sedangkan untuk tenaga kepandidikan dapat terdiri dari kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga
perpustakaan, tenaga laboratorium, tenaga kebersihan sekolah, teknisi sumber
commit to user 59
belajar, psikolog, pekerja social, dan terapis. Untuk tenaga terapis dapat memilih terapis sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang ada di setiap SLB.
Selain mengenai pendidik dan tenaga kependidikan, sebuah SLB juga membutuhkan sarana dan prasarana untuk menunjang kelancaran proses belajar
mengajar yang ada di sekolah tersebut. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 42
ayat 1 mengenai standar sarana dan prasarana menyebutkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan,
media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan. Ayat 2 menyebutkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi , lahan, ruang kelas, ruang pimpinan
satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi
daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berekreasi dan ruangtempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Lebih spesifik dijelaskan pada Lampiran Peraturan Mentri Pendidikan
Nasional No. 33 Tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SDLB, SMPLB, dan SMALB poin D mengenai kelengkapan saranan dan prasarana
menyebutkan bahwa setiap SDLB, SMPLB, dan SMALB sekurang-kurangnya memiliki ruang pembelajaran umum, ruang pembelajaran khusus, dan ruang
commit to user 60
penunjang sesuai dengan jenjang pendidikan dan jenis ketunaan peserta didik yang dilayani.
Jadi dari peraturan mentri tersebut dapat diketahui bahwa selain ruang pembelajaran umum, SDLB, SMPLB, maupun SMALB perlu memiliki ruang
pembelajaran khusus dan ruang penunjang pendidikan sesuai dengan jenis ketunaan peserta didik, misalnya untuk tunanetra memerlukan ruang Orientasi
Mobilitas OM, untuk tunarungu memerlukan Ruang Bina Persepsi Bunyi dan Irama BPBI dan ruang terapi wicara, begitu pula dengan jenis kebutuhan khusus
lainnya, tak terkecuali dengan sekolah autis. Untuk peserta didik autis di sekolah autis, juga memerlukan ruang pembelajaran khusus yaitu ruang terapi baik untuk
okupasi terapi, fisio terapi, terapi wicara, maupun untuk terapi perilaku. Untuk media pembelajaran bagi anak autis disebutkan oleh Wawan RM
2012:13 bahwa strategi visual bagi anak berkebutuhan khusus adalah salah satu pilihan yang efektif untuk pembelajaran. Linda Hadgdon dalam makalah yang
disampaikan Wawan RM 2012:13 juga menjelaskan mengenai alasan pemilihan strategi visual bagi anak berkebutuhan khusus antara lain, karena banyak anak
dengan gangguan komunikasi dan perilaku adalah pembelajar visual, kebanyakan masalah perilaku dan keterampilan social pada ABK berhubungan dengan
kurangnya pemahaman, ABK banyak memperhatikan kekuatan dalam memahami informasi secara visual dibanding apa yang didengar, visual sangat membantu
dalam pemrosesan bahasa, pengorganisasian pikiran, daya ingat akan informasi dan keterampilan yang penting dalam komunikasi serta karena informasi visual
akan bertahan lama, tidak bersifat sementara, dan tidak cepat hilang.
commit to user 61
Dari berbagai macam kebutuhan yang diperlukan oleh anak autis seperti yang telah dijelaskan di atas, maka sebuah sekolah autis dapat menyusun
kurikulum khusus yang dimodifikasi menyesuaikan dengan kondisi, kebutuhan, karakteristik, dan minat anak autis serta mempersiapkan berbagai sarana prasarana
dan media pembelajaran yang dibutuhkan. Kurikulum tersebut harus bersifat fleksibel dan mempertimbangkan kemampuan individual tiap peserta didik.
B. Penelitian yang Relevan
Dalam I.G.A. Alit Suryawati 2004 disebutkan bahwa penelitian yang berjudul “Model Komunikasi Penanganan Anak Autis Melalui Terapi Bicara
Metode Lovass
”
ini bertujuan untuk membantu orang tua yang memiliki anak autis untuk menunjukkan bagaimana bentuk komunikasi aktif dua arah
sehingga komunikasi yang
dilakukan dapat
efektif dan
efisien, untuk mengajar anak autis bagaimana untuk bersosialisasi tidak hanya di depan umum
tetapi juga dalam keluarga. Selain berkomunikasi, juga diajarkan generalisasi langsung dengan subjek, orang lain, guru dan objek dalam lingkungan yang
heterogen, untuk mengajar
materi akademik setelah
komunikasi dan kemampuan sosialisasi terbentuk, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
mengobati anak autis, apakah anak autis dapat disembuhkan atau tidak, apa penyebab autisme.
Gangguan-gangguan dalam berkomunikasi menjadi penyebab terjadinya hambatan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Sehingga terapi komunikasi
menjadi hal penting bagi penyembuhan anak yang mengalami gejala atau
commit to user 62
menderita autis. Komunikasi yang dapat membangun konsentrasi pada anak autis akan menjadi terapi yang signifikan dengan tingkat penyembuhan. Untuk itu
Metode LOVAAS yang merupakan metode yang menekankan pada analisis perilaku diharapkan akan menunjang penyembuhan penderita autisme.
Terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini. Pertama, berat ringannya derajat kelainan. Semakin berat derajat kelainan dan
jenis kelainan perilakunya, semakin sulit untuk kembali normal. Namun perlu diingat khususnya bagi anak autisma, sekalipun derajat autisma anak sangat
ringan, diapun harus diterapi. Sebab apabila tidak, maka anak autism ringan dapat berubah menjadi berat pada usia lebih tua. Di samping autisma tanpa terapi
perilaku, tidak mungkin menjadi normal dengan perlakuan yang tradisional saja. Kedua, usia anak pertama kali ditangani secara benar dan teratur. Usia
ideal adalah 2-3 tahun, karena pada usia ini perkembangan otak paling cepat. Namun bukan berarti bahwa pada usia lebih dari 3 tahun harus dibiarkan. Karena
tidak ada alternatif lain, maka sekalipun usia anak melampaui 5 tahun, terapi tetap dilakukan sekalipun tidak secepat usia ideal. Minimal kalau masih bisa, anak
diajarkan dengan keterampilan atau okupasi yang dapat memandirikan kehidupannya kelak.
Ketiga, pada intensitas penanganannya, metode LOVAAS menetapkan 40 jamminggu. Persyaratan ini sangat sulit dipenuhi oleh para orang tua. Karena
apabila akan dilakukan di sekolah, mereka membenturkan pada masalah biaya yang besar. Bila akan dilakukan di rumah mereka sendiri tidak mempunyai waktu
commit to user 63
yang cukup, karena masih ada anak-anak yang lain atau karena mereka harus bekerja mencari nafkah.
Keempat, dalam hal IQ anak, makin cerdas seorang anak, makin cepat dia menangkap materi yang diberikan. Namun perlu diperhatikan, bahwa selain
kecerdasan intelegensia, kecerdasan emosional juga dilatih, karena banyak anak, terutama
autisma, yang memiliki kesulitan mengendalikan emosinya.
Diperkirakan sekitar 0-40 anak autisma memiliki IQ di atas normal. Kelima, keutuhan pusat bahasa di otak anak. Pusat berbahasa berada di
lobus parietalis kiri. Apabila mengalami kelainan atau kerusakan, maka anak akan kesulitan berkata-kata. Latihan PECS Picture Exchange Communication System
dan Compic Computerized Pictograph atau bahasa gambar dapat dimanfaatkan untuk anak ini.
Sedangkan dalam Adriana Soekandar Ginanjar 2007 menjelaskan bahwa adanya berbagai kelemahan dari pendekatan yang memandang autisme
sebagai abnormalitas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang autisme melalui pendekatan fenomenologis, yaitu sebuah pendekatan yang
berupaya untuk menangkap realitas seperti apa adanya, tanpa diarahkan oleh predisposisi atau latar belakang teori tertentu. Strategi penelitian yang digunakan
adalah studi kasus, sementara proses pengumpulan dan analisis data mengambil mengambil model grounded theory. Penyajian hasil analisis didasarkan pada
model penjelasan tentang manusia dari Anton Bakker 2000. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk : 1 Memperoleh pemahaman
yang utuh dan mendalam mengenai autism; 2 Memperoleh gambaran tentang
commit to user 64
aspek sensorik, psikologis, dan agama pada individu SA; 3 Menemukan cara-cara tepat untuk membantu individu SA menyesuaikan diri dan mengembangkan
potensi-potensi secara optimal. Kompleksitas spektrum autistik yang terungkap melalui penelitian ini
menunjukkan bahwa untuk dapat memahami individu SA dibutuhkan kerangka berpikir holistik, yaitu yang memandang setiap individu sebagai kesatuan dari
taraf-taraf neurologis, biologis, psikologis, dan agama atau spiritualitas. Walaupun secara umum terdapat kesamaan-kesamaan diantara individu SA, namun bila
diperhatikan secara lebih mendalam, keunikan masing-masing sesungguhnya lebih menonjol. Prinsip-prinsip perkembangan manusia juga perlu diterapkan
karena setiap individu SA terus berubah sepanjang kehidupan. Hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan berdasarkan empat taraf
yang tersusun dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Keempat taraf yang saling berkaitan tersebut adalah taraf sensorik, taraf kognitif, taraf emosi dan
interaksi interpersonal, dan taraf agama dan spiritualitas. Anak autis merupakkan anak yang unik dan mengalami gangguan yang
sangat beragam. Keragaman juga terdapat pada simtom-simtom yang tampak. Secara umum, ciri-ciri anak SA usia balita memang memiliki banyak kesamaan
dan sesuai dengan criteria diagnostik pada DSM-IV. Namun dengan bertambahnya usia, keunikan masing-masing individu SA semakin menonjol baik
pada aspek kognitif, emosi, interaksi sosial, maupun agama. Sebagai pedoman yang digunakan secara luas, DSM-IV sangat bermanfaat untuk menentukan
diagnosis spektrum autistik untuk selanjutnya menentukan penanganan dini yang
commit to user 65
tepat. Namun demikian untuk memahami perkembangan individu SA secara utuh, dibutuhkan pengamatan dan evaluasi yang terus menerus sepanjang kehidupan
mereka. Peneliti berpendapat bahwa DSM-IV memiliki beberapa keterbatasan dalam menggambarkan kompleksitas autisme, yaitu autisme hanya digambarkan
melalui simtom-simtom yang tampak pada masa kanak-kanak; tidak mengikutsertakan karakteristik positif dan keunggulan yang dimiliki oleh anak-
anak SA; dan tidak menggunakan prinsip-prinsip perkembangan manusia tetapi memandang autisme sebagai kondisi yang cenderung statis.
Berkaitan dengan hal tersebut maka para profesional yang berkecimpung dibidang autism harus melakukan pemantauan secara kontinyu terhadap
perkembangan setiap anak SA agar penanganan yang diberikan sesuai dengan kondisi anak.
C. Kerangka Pikir