ENDAH RESNANDARI PUJI ASTUTI S811008016

(1)

commit to user

IMPLEMENTASI KURIKULUM KHUSUS AUTIS DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) AUTIS ALAMANDA SURAKARTA

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Teknologi Pendidikan

Oleh

Endah Resnandari Puji Astuti S 811008016

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2012


(2)

commit to user

ii

IMPLEMENTASI KURIKULUM KHUSUS AUTIS DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) AUTIS ALAMANDA SURAKARTA

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Teknologi Pendidikan

Oleh

Endah Resnandari Puji Astuti S 811008016

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2012


(3)

commit to user

ix

Endah Resnandari Puji Astuti. 2012. Implementasi Kurikulum Khusus Autis di

Sekolah Luar Biasa (SLB) Autis Alamanda Surakarta. TESIS. Pembimbing I :

Prof. Dr. Samsi Haryanto, M.Pd, II: Dr. Nunuk Suryani, M.Pd. Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

ABSTRAK

SLB Autis Alamanda merupakan salah satu sekolah luar biasa di Surakarta yang memberikan pelayanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, khususnya autisme.

Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) memperoleh gambaran pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda, (2) mengidentifikasi hasil yang dicapai dari pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda, (3) mengidentifikasi kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Strategi penelitian yang digunakan adalah tunggal terpancang. Sumber data penelitian berasal dari informan, tempat dan peristiwa, serta dokumen atau arsip. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara/interview, dan analisis dokumen. Untuk pengujian validitas data, digunakan triangulasi data dan metode. Teknik analisis yang digunakan melalui cara: (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, yaitu merupakan proses pengolahan, pemusatan perhatian dan penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang diperoleh di lapangan, (3) penyajian data, yaitu dengan menyajikan berbagai informasi yang diseleksi dalam rangka penarikan kesimpulan, dan (4) verifikasi data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa SLB Autis Alamanda menggunakan kurikulum khusus autism dari Catherine Maurice yang mana kurikulum tersebut berorientasi pada penanganan perilaku anak. Metode pembelajaran yang digunakan yaitu metode ABA (Applied Bahaviour Analysis) dan Sensori Integrasi (SI) dari okupasi terapi. Pemberian pelayanan pendidikan dilakukan secara one-on-one untuk intervensi dini pada penanganan perilaku autism. Disediakan pula kelas klasikal sebagai kelas transisi untuk mempersiapkan anak menuju sekolah regular. Kendala-kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kurikulum khusus terjadi pada perekrutan guru dengan kualifikasi yang sesuai, peningkatan pengalaman guru, penyusunan dan evaluasi program pengajaran individual (PPI), pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan metode pembelajaran serta pengadaan sarana dan media pembelajaran.

Kata kunci : SLB Autis Alamanda, autism, kurikulum khusus, Catherine Maurice , ABA (Applied Bahaviour Analysis), Sensori Integrasi (SI), one-on-one.


(4)

commit to user

x

Endah Resnandari Puji Astuti. 2012. The Implementation of An Autism Specific

Curriculum in Alamanda Surakarta Autism Special School. Thesis. Consultant I

: Prof. Dr. Samsi Haryanto, M.Pd, Consultant II : Dr. Nunuk Suryani, M.Pd. Educational Technology Program, Graduate Program, Sebelas Maret University Surakarta.

ABSTRACT

Alamanda Autism Special School is one of special school in Surakarta that provides educational services for children with special needs, especially autism.

The objectives of this research are : (1) obtaining the implementation of an autism specific curriculum in Alamanda Autism Special School, (2) identifying the result that in achived from the implementation of an autism specific curriculum in Alamanda Autism Special School, (3) identifying the obstacle in implementing an autism specific curriculum in Alamanda Autism Special School.

The method that is used in this research is descriptive qualitatitive method. The research strategy is single – rooted. The sources of the research data are from informant, place and event, and document or record. This research uses purposive sampling technique. The techniques of collecting data are observation, interview, and document analysis. For testing the data validity, the researcher uses triangulation of data and methods. The analysis techniques are : (1) data collection, (2) data reduction, those are processing, focusing the attention and simplification, and transformation of raw data obtained in the field, (3) data presentation, is presenting the selected informations is drawing the conclusion, and (4) data verivication.

The result of the research shows that Alamanda Autism Special School uses an autism special curriculum from Chaterine Maurice which is oriented on handling of the children’s behavior. The learning methods are ABA (Aplied Behavior Analysis) method and Sensory Integration (SI) of occupational therapy. The provision of educational services is done by one on one for early intervention in the autism behavioral treatment. Beside that, it is provided the classical class as a transition class for preparing the children to the regular school. The problems that are encountered in the implementation of the special curriculum occured in the recruitment of the suitably qualified teachers, improving the teachers’ experience, Individualized Educational Program (IEP) preparation and evaluation, learning implementation, teaching method implementation and procurement of the equipment and instructional media.

Key words : Alamanda Autism Special School, Autism, special curriculum, Catherine Maurice, ABA (Aplied Behavior Analysis), Sensory Integration (SI), one on one.


(5)

commit to user

xi DAFTAR ISI

Halaman COVER ………...………...…………...

HALAMAN JUDUL ……..……….……….. PENGESAHAN PEMBIMBING ………..…... PENGESAHAN PENGUJI ……….……. PERNYATAAN ORISINALITAS DAN HAK PUBLIKASI ……… PERSEMBAHAN ………..…... KATA PENGANTAR ……….……..……… ABSTRAK ………..……….………….. DAFTAR ISI……...………..….. DAFTAR TABEL………..………..….. DAFTAR GAMBAR………..…..….…………. DAFTAR LAMPIRAN ………..………...

i ii iii iv v vi vii ix xi xiv xv xvi

.BAB I. PENDAHULUAN……….

A. Latar Belakang Masalah...……….……..…………. B. Identifikasi Masalah………..……..………....…..…….. C. Pembatasan Masalah………..…………...………

D. Rumusan Masalah………

E. Tujuan Penelitian………...………….…

F. Manfaat Hasil Penelitian………..…………

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………...

A. Kajian teori……....……….

1. Teori Tentang Kurikulum…………... 2. Teori Tentang Kurikulum Khusus……….……...……… 3. Teori Tentang Anak Autis………... 4. Teori Tentang Kurikulum Khusus Autis………... B. Penelitian yang Relevan………..

C. Kerangka Pikir……….…...………

1 1 5 6 6 6 7 8 8 8 37 43 47 61 65


(6)

commit to user

xii

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN………

A. Metodologi Penelitian………

1. Lokasi Penelitian………..…….……

2. Bentuk dan Strategi Penelitian……….……… 3. Sumber Data dan Teknik Sampling………..

4. Teknik Pengumpulan Data ………

5. Keabsahan Data ………

6. Analisis Data ………

B. Prosedur dan Jadwal Penelitian ………..

1. Prosedur Penelitian ………

2. Jadwal Penelitian ………..

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………

A. Deskripsi Lokasi Penelitian………..……. 1. Sejarah Berdirinya SLB Autis Alamanda………. 2. Lokasi SLB Autis Alamanda ………... 3. Visi dan Misi SLB Autis Alamanda……….

4. Sumber Daya Manusia ……….

5. Sarana Prasarana dan Media Pembelajaran di SLB Autis

Alamanda………..……….…………..

B. Temuan Penelitian………....….

1. Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda …………... 2. Hasil Belajar Siswa SLB Autis Alamanda ……….. 3. Kendala Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda….

C. Pembahasan………

1. Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda …………... 2. Hasil Belajar Siswa SLB Autis Alamanda ……….. 3. Kendala Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN………

A. Kesimpulan………

B. Implikasi ………..………..

67 67 67 67 69 71 74 75 77 77 79 80 80 80 81 81 82 87 90 91 119 123 134 136 153 155 161 161 164


(7)

commit to user

xiii

C. Saran ……….……….

DAFTAR PUSTAKA………..

164 166


(8)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.

Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7.

Rencana Waktu Penelitian………... Daftar Pendidik SLB Autis Alamanda………... Daftar Tenaga Kependidikan SLB Autis Alamanda……… Keadaan Siswa SLB Autis Alamanda Tahun Ajaran 2010/2011… Sarana SLB Autis Alamanda……… Prasarana SLB Autis Alamanda……….. Pelatihan Guru SLB Autis Alamanda Tahun Ajaran 2010/2001...

79 83 85 87 88 89 127


(9)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.

Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4.

Arahan Pengembangan Pencapaian Tujuan Pendidikan……… Alur Layanan PLB ………....……… Kerangka Pikir Penelitian ………. Proses Analisis Interaktif ……….……. .

29 51 66 77


(10)

commit to user xvi DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16.

Catatan Lapangan 1………... Catatan Lapangan 2………. Catatan Lapangan 3 ………..……….. Catatan Lapangan 4 ………... Media Pembelajaran SLB Autis Alamanda…………...……..…... Foto-foto Kegiatan Belajar SLB Autis Alamanda ……… Jadwal Kegiatan Sabtu (Play Therapy)………... Kurikulum Autis SLB Autis Alamanda ……… Lembar Program Harian dan Pemeliharaan Siswa ……… Contoh Pengisian Lembar Program Harian dan Pemeliharaan Siswa... Lembar Assessment Siswa Baru SLB Autis Alamanda ……….. Contoh Laporan Assessment Awal Siswa... Contoh Evaluasi Siswa 3 Bulan ………….………..…. Contoh Laporan Evaluasi 6 Bulan (1 Semester)….………... Contoh Pengisian Buku Penghubung Siswa….………. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ……….

169 195 246 252 255 259 268 277 328 334 348 351 357 366 388 395


(11)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia memiliki keingintahuan terhadap setiap hal yang ada dan yang sedang terjadi di sekitarnya. Oleh sebab itu, manusia senantiasa ingin mengembangkan pengetahuan yang dimiliki serta mengembangkan potensi yang dimilikinya. Salah satu usaha manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan serta mengembangkan potensi yang dimiliki yaitu melalui jalur pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari pengertian pendidikan dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Berdasarkan pasal di atas dapat diketahui bahwa dalam kehidupannya, manusia membutuhkan pendidikan sebagai upaya untuk mengenali dirinya sendiri, mempelajari berbagai keterampilan yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya serta untuk mengenali lingkungan sekitarnya, baik dalam lingkungan terkecil yaitu lingkungan keluarga, bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara.

Melihat kenyataan bahwa pendidikan merupakan salah satu hal yang penting, maka setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan


(12)

commit to user

dan merasakan pendidikan. Seperti yang tertuang dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1 bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang diselenggarakan tidak membedakan jenis kelamin, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi. Tidak terkecuali juga para penyandang cacat. Khusus bagi para penyandang cacat disebutkan pula dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 2 bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan khusus yang dimaksud adalah pendidikan luar biasa, dimana setiap kebutuhan khusus tersebut akan memperoleh pelayanan khusus yang sesuai dengan kemampuan, karakteristik , dan kebutuhannya.

Sekolah-sekolah khusus yang telah ada dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan kondisi anak antara lain sekolah khusus tunanetra untuk anak tunanetra (SLB A), sekolah khusus tunarungu wicara untuk anak tunarungu wicara (SLB B), sekolah khusus tunagrahita untuk anak tunagrahita (SLB C), sekolah khusus tunadaksa untuk anak tunadaksa (SLB D), sekolah khusus tunalaras untuk anak tunalaras (SLB E), sekolah khusus autis untuk anak autis, dan sekolah khusus untuk berbagai jenis kebutuhan khusus yang dapat dimasuki oleh berbagai jenis kebutuhan khusus (SLB).

Sekolah-sekolah khusus tersebut memberikan pelayanan khusus pendidikan luar biasa yang diarahkan pada pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental, dan fisik sampai mencapai potensi


(13)

commit to user

mereka yang optimal. Pendidikan luar biasa bertujuan untuk membekali siswa berkebutuhan khusus agar dapat berperan aktif di dalam masyarakat.

Salah satu jenis kebutuhan anak yang memerlukan pelayanan khusus yaitu anak autis.

Autisma berarti suatu kecacatan perkembangan yang dengan mantap mempengaruhi komunikasi lisan dan non lisan dan interaksi sosial, pada usia dibawah 3 tahun, yang berdampak pada perolehan pendidikan pada anak. Karakteristik lain yang dikaitkan dengan anak autis adalah perulangan aktifitas, penolakan terhadap perubahan lingkungan atau perubahan rutinitas harian dan tanggapan yang tak lazim pada perasaan. Istilah tersebut berlaku jika perolehan pendidikan anak kurang baik karena anak mengalami gangguan emosional. (www.unj.ac.id)

Melihat kecenderungan perilaku anak autis seperti halnya tersebut diatas maka perlu dipikirkan pola pendidikan yang tepat bagi mereka. Pola pendidikan formal di sekolah umum/reguler kurang cocok bagi anak autis sebab perhatian guru terhadap perkembangan murid dirasa masih kurang. Selain itu, pola pendidikan formal di sekolah umum yang menekankan aspek akademik dan sosialisasi terhadap lingkungan dikhawatirkan akan menyulitkan anak autis untuk beradaptasi dengan pola tersebut. Dalam Theo Peeters (2004:12) disebutkan bahwa “Pendidikan Khusus” secara tradisional masih kurang khusus. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan khusus dengan pembelajaran secara tradisional pun masih dirasa kurang cocok untuk anak autis. Hal ini disebabkan karena anak autis sangat berbeda dengan penderita cacat mental lain, berbeda dengan anak-anak yang memiliki masalah kejiwaan, berbeda dengan anak-anak yang terlambat bicara, dan berbeda dengan anak-anak yang


(14)

commit to user

mengalami gangguan pendengaran. Oleh sebab itu, pendidikan khusus autis merupakan salah satu alternatif pendidikan tepat bagi anak autis.

Kebutuhan anak autis yang begitu khusus menuntut adanya suatu kurikulum dan standar pengajaran dengan pendekatan yang berbeda dengan pendekatan-pendekatan di sekolah khusus lainnya. Seperti halnya Zelan dalam Adriana Soekandar Ginanjar ( 2007 : 1) berpendapat bahwa individu autistik berbeda dengan individu lainnya sehingga perlu diberi pendekatan dengan pendekatan humanistik yang memandang mereka sebagai individu yang utuh dan unik. Oleh sebab itu, sekolah khusus autis pada umumnya memiliki kurikulum yang berbeda dengan sekolah-sekolah lain.

Penelitian tentang Pengembangan Model Modifikasi Kurikulum Sekolah Inklusif Berbasis Kebutuhan Individu Peserta Didik (Abdul Salim : 2010) merupakan salah satu penelitian yang relevan dengan penelitian ini sebab dalam penelitian tersebut memandang bahwa peserta didik berkebutuhan khusus (ABK) terdapat perbedaan karakter dan kemampuan yang tampak mencolok pada hampir semua bidang baik akademik maupun non akademik. Implikasi dari perbedaan tersebut menyebabkan bentuk layanan pendidikan harus sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Oleh sebab itu, dalam penelitian tersebut melakukan pengembangan penyesuaian (modifikasi) kurikulum (bahan ajar), peran serta guru, sarana prasarana, dana, dan managemen (pengelolaan kelas dalam kegiatan belajar mengajar). Penelitian tersebut menjelaskan bahwa selain KTSP yang dikembangkan dengan mengacu pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi dasar (KD) yang terdapat dalam standar isi (SI) dan standar kompetensi lulusan


(15)

commit to user

(SKL), juga mengembangkan program pengajaran individual yang mengacu pada kurikulum khusus.

Seperti halnya penelitian di atas, penelitian ini akan membahas tentang kurikulum khusus yang dikembangkan di SLB Autis Alamanda. Kurikulum tersebut tentu saja berbeda dengan kurikulum yang digunakan di sekolah-sekolah khusus lain maupun sekolah umum. Kurikulum ini dikembangkan dengan mengacu pada karakteristik, kebutuhan, dan kemampuan yang berbeda pada anak autis. Selain itu, SLB Autis Alamanda juga mengembangkan PPI yang mengacu pada kurikulum khusus tersebut. Pelaksanaan kurikulum khusus ini pun menggunakan berbagai pendekatan yang berbeda dengan pendekatan-pendekatan pembelajaran lainnya.

Untuk dapat mengetahui lebih dalam mengenai kurikulum khusus dan implementasi kurikulum yang digunakan di SLB Autis Alamanda, peneliti melakukan studi mengenai implementasi kurikulum khusus di SLB Autis Alamanda.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat teridentifikasi adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan dan karakteristik anak autis yang sangat khusus.

2. Kurikulum dibuat dan dikembangkan oleh masing-masing sekolah dengan berpatokan pada kebutuhan anak.


(16)

commit to user

C. Pembatasan Masalah

1. Permasalahan yang dibahas dibatasi pada implementasi kurikulum khusus autis yang dilaksanakan di SLB Autis Alamanda.

2. Implementasi kurikulum meliputi pengadaan kurikulum, pelaksanaan pembelajaran, hasil yang dicapai, serta kendala-kendala dalam pelaksanaan kurikulum khusus tersebut.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah disampaikan di atas, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda? 2. Bagaimana hasil yang dicapai?

3. Kendala apa yang ditemui dalam pelaksanaan kurikulum tersebut?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk memperoleh gambaran pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda.

2. Untuk mengidentifikasi hasil yang dicapai dari pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda.

3. Untuk mengidentifikasi kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda.


(17)

commit to user F. Manfaat Hasil Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan pengetahuan bagi pendidikan, khususnya mengenai implementasi kurikulum khusus bagi anak autis.

b. Sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang relavan.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar teoretis untuk pengembangan penelitian lebih lanjut yang sejenis.

2. Manfaat Praktis

Memberikan gambaran tentang kelebihan dan kelemahan kurikulum sehingga dapat menjadi suatu masukan positif untuk perbaikan dan pengembangan kurikulum di sekolah yang bersangkutan.


(18)

commit to user

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Teori tentang Kurikulum

a. Definisi Kurikulum

Menurut Tim Pengembang Ilmu Pendidikan (2007 : 94), ada tiga konsep tentang kurikulum, yaitu: pertama, kurikulum sebagai substansi, suatu kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Kedua, kurikulum sebagai suatu sistem kurikulum yaitu merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup sistem personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu bidang studi kurikulum. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.

Tidak jauh berbeda dari pendapat Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, Wina Sanjaya (2009: 4) menyebutkan bahwa apabila dilihat dari penelusuran konsep, pada dasarnya kurikulum memiliki tiga dimensi pengertian yaitu kurikulum sebagai mata pelajaran, kurikulum sebagai pengalaman belajar, dan kurikulum sebagai perencanaan program pembelajaran.


(19)

commit to user

Dari kedua konsep kurikulum di atas, kita dapat mendefinisikan beberapa pengertian kurikulum yaitu kurikulum sebagai mata pelajaran (bidang studi), kurikulum sebagai pengalaman belajar, kurikulum sebagai perencanaan program pembelajaran (substansi), dan kurikulum sebagai suatu system kurikulum. Kurikulum sebagai mata pelajaran ditemukan dari definisi yang dikemukakan Robert M. Hutchin dalam Wina Sanjaya (2009:4) yang menyatakan : “ The curriculum should include grammer, reading, thetoric and logic, and mathematic, and addition at the secondary level introduce the great

books of the western world” .(dalam kurikulum harus memuat mata pelajaran

tata bahasa, membaca, teori dan logika, dan matematika, dan memperkenalkan tentang dunia barat ). Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa dalam konsep kurikulum sebagai mata pelajaran (bidang studi) tujuan utama yaitu untuk memperoleh ijazah. Dalam ijazah memuat berbagai mata pelajaran dan nilai-nilai berdasarkan standar tertentu. Apabila siswa telah berhasil mencapai nilai-nilai dengan standar tertentu, siswa akan memperoleh ijazah kelulusan yang berarti bahwa siswa telah menguasai pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Jadi dapat dikatakan bahwa keberhasilan siswa bila ditinjuai dari kurikulum sebagai mata pelajaran yaitu apabila siswa telah berhasil mencapai nilai tertentu berdasarkan suatu standar yang telah ditentukan.

Definisi kurikulum sebagai pengalaman belajar dapat ditemukan dari

pendapat M. Skilbeck (1984) dalam

http://maydina.multiply.com/journal/item/551/Apa_itu_kurikulum


(20)

commit to user

far as they are expressed or anticipated in goals and objectivies, plans and designs for learning and implementation of these plans and design in school

environments” . (pengalaman-pengalaman siswa yang diekspresikan dan

diantisipasikan dalam cita-cita dan tujuan-tujuan, rencana-rencana dan desain-desain untuk belajar dan implementasi dari rencana-rencana dan desain-desain-desain-desain tersebut di lingkungan sekolah).

Pengertian kurikulum di atas mengandung arti bahwa kurikulum itu memiliki tujuan tertentu. Setelah tujuan itu jelas, barulah mendesain metode pembelajaran yang menunjang proses pembelajaran tesebut. Dalam pengertian kurikulum ini penerapan dari model desain sistem pembelajaran itu hanya terbatas pada lingkungan sekolah saja, sehingga kegiatan sekolah yang dilakukan diluar lingkungan sekolah tidak dianggap sebagai kurikulum walaupun menunjang proses pembelajaran.

Konsep kurikulum sebagai suatu program atau rencana pembelajaran dapat ditemukan dalam pendapat yang dikemukakan oleh Hilda Taba (1962) dalam Wina Sanjaya (2009:8) yang mengatakan : “ A curriculum is a plan for learning: therefore, what is known about the learning process and the

development of the individual has bearing on the shaping of a curriculum”.

(kurikulum adalah suatu rencana pembelajaran: oleh karena itu apa yang diketahui tentang proses pembelajaran dan perkembangan individu termuat dalam bentuk kurikulum). Pendapat tersebut selanjutnya diikuti oleh tokoh-tokoh lain seperti Daniel Tanner dan Lauren Tanner yang menyatakan bahwa


(21)

commit to user

kurikulum adalah perencanaan yang berisi tentang petunjuk belajar serta hasil yang diharapkan.

Dafinisi kurikulum menurut UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 19 sejalan dengan konsep kurikulum sebagai suatu rencana pembelajaran. Dalam undang-undang tersebut menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Dari beberapa definisi tentang kurikulum di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kurikulum ialah suatu patokan rencana-rencana dalam hal penyelenggaran pembelajaran yang memiliki tujuan dan cita-cita tertentu yang berlandaskan pada isi materi dan pengalaman-pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen-dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata. Kurikulum harus bersifat fleksible (dapat mengalami perbaikan) dan didesain oleh sekolah agar murid-murid itu memiliki representasi fungsi langsung di masyarakat. Dalam hal ini kegiatan pembelajaran yang dilakukan sekolah itu tidak harus dilakukan di sekolah, dan tidak terbatas pada akademis semata, Pendidikan karakter, watak, dan tingkah laku juga dapat masuk dalam kurikulum.


(22)

commit to user b. Landasan Kurikulum

Kurikulum memiliki peran yang sangat penting dan pengaruh yang besar dalam system pendidikan. Oleh sebab itu, dalam mengembangkan suatu kurikulum harus memiliki dasar-dasar tertentu yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam sehingga kurikulum tersebut dapat dipertanggungjawabkan dikemudian hari serta tidak menyebabkan kegagalan pendidikan. Dasar-dasar tertentu tersebut adalah suatu landasan kurikulum yang merupakan suatu fondasi yang harus dibangun dengan kuat.

Dalam Wina Sanjaya (2009:42) disebutkan bahwa ada tiga landasan pengembangan kurikulum yaitu landasan filosofis, psikologis, dan landasan sosiologis-teknologis ;

1) Landasan filosofis

Landasan filosofis menempatkan filsafat sebagai salah satu landasan pengembangan kurikulum. Dalam filsafat, dikenalkan beberapa aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.

Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003) dalamhttp://www.infogue.com/viewstory/2009/02/07/landasan_kurikulum_i


(23)

ndonesia/?url=http://masterdagan.blogspot.com/2009/02/landasan-commit to user

kurikulum.html, diuraikan tentang isi dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum, yaitu :

a) Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.

b) Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.

c) Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?

d) Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.


(24)

commit to user

e) Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu. Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.

Aliran filsafat perenialisme, essensialisme, eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis (konsep kurikulum mata pelajaran). Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan model kurikulum pendidikan pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan model kurikulum pendidikan.

Dalam Wina Sanjaya (2009:43) disebutkan bahwa sebagai suatu landasan fundamental, filsafat memegang peran penting dalam proses pengembangan kurikulum. Ada empat fungsi filsafat dalam proses pengembangan kurikulum. Pertama, filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan. Dengan filsafat sebagai pandangan hidup, maka dapat ditentukan tujuan dari pendidikan itu. Kedua, filsafat dapat menentukan isi atau materi pelajaran yang harus diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Ketiga, filsafat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan. Filsafat sebagai system nilai dapat dijadikan suatu pedoman dalam


(25)

commit to user

merencanakan kegiatan pembelajaran. Keempat, filsafat dapat dijadikan sebagai penentu tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran.

Dari beberapa pendapat tentang landasan filosofis di atas dapat diketahui bahwa suatu kurikulum harus memiliki landasan filosofis untuk membawa suatu kurikulum pada tujuan, proses, dan hasil yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Pendapat dari Wina Sanjaya bahwa filsafat merupakan suatu landasan fundamental merupakan pendapat yang sangat sesuai bagi penulis sebab filsafat sebagai landasan kurikulum dapat membawa kurikulum pada arah dan tujuan yang jelas sehingga akan tampak jelas kemana peserta didik akan dibawa oleh kurikulum tersebut. Selanjutnya dapat diketahui pula peserta didik seperti apa yang akan diciptakan dan diterjunkan dalam masyarakat dari pelaksanaan isi kurikulum tersebut. Dengan filsafat dapat diketahui hakikat dari pengetahuan yang harus dipelajari sehingga dapat dijadikan suatu pedoman dalam merencananan kegiatan pembelajaran. Selain itu dengan filsafat dapat dijadikan tolok ukur dalam mencapai keberhasilan proses pembelajaran dan system nilai yang harus diwariskan pada peserta didik sebagai generasi penerus.

2) Landasan Psikologis

Kurikulum hendaknya harus memperhatikan kondisi psikologi perkembangan dan psikologi belajar anak. Hal ini disebabkan karena setiap anak didik memiliki keunikan, kebutuhan, kemampuan yang berbeda-beda.


(26)

commit to user

Selain itu minat, bakat maupun potensi yang dimiliki pun berbeda-beda sesuai dengan tahapan perkembangannya.

Pemahaman tentang psikologi perkembangan dan psikologi belajar anak sangatlah penting dalam melakukan pengembangan maupun perancangan kurikulum. Pentingnya pemahaman tentang masa perkembangan anak disebabkan karena setiap anak memiliki karakteristik perkembangan tertentu. Beberapa karakteristik perkembangan anak dalam Abdul Salim (1993:6) yaitu :

a) Bahwa perkembangan anak berlangsung menurut pola tertentu, dimulai dari bayi yang masih sangat tergantung pada orang lain dan lingkungan hingga dewasa yang dapat mandiri.

b) Ada perbedaan perkembangan pada setiap individu

c) Perkembangan dini merupakan dasar perkembangan selanjutnya.

d) Perkembangan kemampuan anak dimulai dari yang sederhana menuju ke yang kompleks, dari hal-hal yang bersifar riil menuju ke hal-hal yang bersifat abstrak.

Dari pendapat Abdul Salim di atas dapat diketahui bahwa setiap individu akan mengalami suatu perkembangan yang berbeda-beda berdasarkan pola tertentu. Perkembangan setiap anak dimulai dari hal-hal yang paling sederhana menuju hal-hal yang kompleks. Oleh sebab itu, setiap pendidik perlu mengetahui karakteristik perkembangana anak agar dapat memberikan pendidikan yang tepat sesuai usia perkembangan anak terutama


(27)

commit to user

pada masa perkembangan dini yang merupakan dasar perkembangan selanjutnya bagi setiap individu.

Dalam Wina Sanjaya (2009:48) dijelaskan pula bahwa pentingnya pemahaman tentang masa perkembangan disebabkan karena beberapa alasan, antara lain :

a) Setiap anak didik memiliki tahapan atau masa perkembangan tertentu. Pada setiap tahapan itu anak memiliki tugas-tugas dan karakteristik tertentu, sehingga apabila tugas-tugas tersebut belum dapat dikuasai maka anak akan mengalami hambatan pada tahapan perkembangan selanjutnya.

b) Anak didik yang sedang pada masa perkembangan merupakan periode yang sangat menentukan untuk keberhasilan dan kesuksesan hidup mereka.

c) Pemahaman terhadap perkembangan anak akan memudahkan dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan, baik dalam pemberian batuan selama proses pembelajaram maupun mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diharapkan.

Penulis sependapat dengan Wina Sanjaya yang mengemukakan beberapa alasan tentang pentingnya pemahaman tentang masa perkembangan. Bagi seorang pendidik pemahaman ini sangatlah penting untuk membantu memberikan pendidikan yang tepat dan sesuai untuk anak didiknya. Dengan pemahaman masa perkembangan anak, pendidik dapat membantu peserta didik dalam memberikan respon secara tepat pada


(28)

commit to user

perilaku tertentu seorang anak. Dalam tahapan perkembangan terdapat urutan yang dapat diramalkan sehingga dapat membantu pendidik mengenal perkembangan yang khusus dan memprediksi fase perkembangan berikutnya yang sesuai. Hal ini sangatlah penting sebab perkembangan pada suatu tahap merupakan landasan bagi perkembangan selanjutnya.

Dari pendapat Abdul Salim mengenai karakteristik perkembangan anak dan Wina Sanjaya mengenai pentingnya pemahaman tentang masa perkembangan marupakan dua hal yang sangat diperlukan bagi seorang pendidik dalam memberikan pendidikan bagi peserta didik. Melalui pemahaman pada kedua hal tersebut pendidik dapat memperoleh gambaran yang nyata tentang anak/peserta didik, sehingga pendidik dapat mempunyai gambaran umum mengenai perkembangan anak. Selanjutnya, pemahaman ini dapat membantu pendidik untuk merespon sebagaimana mestinya pada perilaku tertentu pada seorang anak. Pemahaman ini juga akan sangat membantu dalam mengenali berbagai penyimpangan yang mungkin terjadi pada anak didik. Dengan demikian, pendidik dapat melakukan penanganan sedini mungkin terhadap penyimpangan-penyimpangan atau keterlambatan-keterlambatan yang terjadi pada peserta didik.

Selain psikologi perkembangan, pengembangan kurikulum tidak lepas pula dari psikologi belajar. Psikologi belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu belajar. Para pengembang kurikulum perlu memahami tentang psikologi belajar karena pada dasarnya kurikulum disusun untuk membelajarkan siswa.


(29)

commit to user

Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefinisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi pendidik dalam menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan.

Jadi, dengan memahami psikologi perkembangan anak pendidik dapat mengetahui secara umum kebutuhan peserta didik sesuai usia perkembangan anak. Untuk pemahaman secara lebih khusus dan individual diperlukan pemahaman secara lebih mendalam terhadap kebutuhan masing-masing individu dengan perkembangan yang unik dan berbeda-beda. Melalui pemahaman tentang psikologi belajar para perancang kurikulum dapat benar-benar menyesuaikan rancangan kurikulum sesuai dengan perkembangan kemampuan anak, karakteristik dalam setiap tahap perkembangan, serta kebutuhan anak pada setiap tahapan perkembangan tersebut.

3) Landasan Sosiologis Teknologis

Pentingnya landasan sosiologis teknologis dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa agar dapat berperan aktif dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena manusia merupakan makhluk social yang membutuhkan orang lain dalam hidupnya, oleh sebab itu pengembangan kurikulum memerlukan suatu landasan yang menekankan pada kehidupan sosial


(30)

commit to user

manusia, hubungan antar individu, antar golongan, antar lembaga sosial atau masyarakat. Di dalam kurikulum bukan hanya berisi berbagai nilai suatu masyarakat, akan tetapi bermuatan segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat karena manusia berasal dari masyarakat dan akan kembali ke masyarakat pula.

Dalam http://rizcafitria.wordpress.com/2010/07/05/landasan-sosiologis-pengembangan-kurikulum/#comment-25 disebutkan bahwa ada beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap pengembangan kurikulum dalam masyarakat, antara lain :

a) Kebutuhan masyarakat

Kebutuhan masyarakat tak terbatas dan beraneka ragam. Oleh karena itu, lembaga pendidikan berusaha menyiapkan tenaga-tenaga terdidik yang terampil yang dapat dijadikan sebagai penggali kebutuhan masyarakat. b) Perubahan dan perkembangan masyarakat

Masyarakat adalah suatu lembaga yang hidup, selalu berkembang dan berubah. Perubahan dan perkembangan nilai yang ada dalam masyarakat sering menimbulkan konflik antar generasi. Dengan diadakannya pendidikan, diharapkan konflik yang terjadi antar generasi dapat teratasi. c) Tri pusat pendidikan

Yang dimaksud dengan tri pusat pendidikan adalah bahwa pusat pendidikan dapat bertempat di rumah, sekolah , dan di masyarakat. Selain itu, media massa, lembaga pendidikan agama, serta lingkungan fisik juga dapat berperan sebagai pusat pendidikan.


(31)

commit to user

Melihat kenyataan bahwa kebutuhan hidup masyarakat sangat banyak dan tak terbatas serta kehidupan masyarakat yang selalu megalami perubahan dan perkembangan seperti pendapat dalam situs yang tersebut di atas, maka sangat tepat bila kehidupan dalam masyarakat memberikan pengaruh yang besar pada kurikulum di sekolah. Peserta didik maupun para pendidik yang berasal dari keluarga-keluarga kecil merupakan bagian dari masyarakat, sehingga kebutuhan, perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat perlu menjadi pertimbangan dalam perencanaan maupun perkembangan kurikulum.

Menurut Wina Sanjaya (2009:55) untuk menentukan asas sosiologis-teknologis dalam proses menyusun dan mengembangkan suatu kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat, perlu mengkaji berbagai hal, antara lain :

a) Kekuatan sosial yang dapat mempengaruhi kurikulum

Masyarakat selalu mengalami perubahan, baik terjadi pada system nilai, pola kehidupan, struktur sosial, kebutuhan, maupun tuntutan masyarakat. Oleh sebab itu, penyerapan informasi yang dibutuhkan masyarakat merupakan salah satu langkah penting dalam proses penyusunan kurikulum.

b) Kemajuan IPTEK sebagai bahan pertimbangan penyusunan kurikulum Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hasil kemampuan berpikir manusia. Hal ini telah membawa manusia ke dalam kehidupan yang penuh dengan berbagai teknologi. Melihat kenyataan bahwa


(32)

commit to user

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat dan cepat, maka kurikulum yang berfungsi sebagai alat pendidikan harus terus menerus diperbaharui mengukuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut baik isi maupun prosesnya. Para pengembang kurikulum, khususnya guru harus terus mengikuti dan memahami perubahan-perubahan perkembangan itu, sehingga kurikulum yang digunakan sebagai alat pendidikan dapat berfungsi secara maksimal.

Berdasarkan pendapat Wina Sanjaya mengenai beberapa hal yang perlu dikaji dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum, maka dapat diketahui bahwa kekuatan social yang berasal dari masyarakat melalui berbagai penyerapan informasi yang didapatkan dari masyarakat sangat berpengaruh terhadapt perubahan dan perkembangan kehidupan dalam suatu masyarakat. IPTEK yang merupakan suatu hasil dari pemikiran masyarakat pun memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kebutuhan, perubahan dan perkembangan masyarakat sehingga segala sesuatu yang berupa informasi yang diserap dari masyarakat perlu dipertimbangkan dalam kurikulum di sekolah. Oleh sebab itu, kurikulum hendaknya bersifat fleksibel mengingat kebutuhan, perubahan, perkembangan, dan kemajuan informasi sangat cepat melalui berbagai media baik media cetak maupun elektronik.

Jadi, dalam penyusunan dan pengembangan setiap kurikulum perlu adanya suatu landasan/dasar yang kuat baik dari segi filosofis/keilmuan, psikologis (psikologi perkembangan dan psikologi belajar), dan dari segi


(33)

commit to user

sosiologis. Hal ini dimaksudkan agar kurikulum dapat menjadi suatu patokan dalam pembelajaran, tidak terombang ambing, memiliki tujuan yang jelas, dan dapat dipertanggungjawabkan.

c. Desain Kurikulum

Desain merupakan rancangan, pola, atau model. Jadi yang dimaksud dengan mendesain kurikulum adalah merancang kurikulum agar sesuai dengan misi dan visi sekolah. Beberapa desain kurikulum yang dirumuskan para ahli seperti McNeil (1977) dalam Wina Sanjaya (2009:63) membagi desain kurikulum manjadi empat model yaitu model kurikulum humanistic, kurikulum rekontruksi social, kurikulum teknologi, dan kurikulum subjek akademik. Sedangkan Alexander dan Lewis (1981) membagi desain kurikulum majadi kurikulum subject matter disiplin, kompetensi yang bersifat spesifik atau kurikulum teknologi, kurikulum sebagai proses, kurikulum sebagai fungsi social, dan kurikulum berdasarkan minat individu. Sedangkan Evelyn.J.Sowell (1996:57) menjelaskan mengenai beberapa desain kurikulum yaitu subject

matter designs, society-cultur based-designs, dan learner based design.

Beberapa pembagian desain kurikulum yang disampaikan beberapa ahli di atas merupakan pembagian desain kurikulum yang tidak jauh berbeda anatara pakar yang satu dengan pakar yang lain.

Subject matter design pada dasarnya merupakan desain kurikulum

dimana kurikulum dipusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan. Kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah. Desain


(34)

commit to user

kurikulum saperti ini merupakan dasain kurikulum yang banyak digunakan terutama di Indonesia.

Society-cultur based-designs merupakan desain kurikulum yang

memfokuskan pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat khususnya dalam masalah social dan kebudayaan masyarakat.

Learner based design merupakan kurikulum yang berpusat pada

siswa. Kurikulum ini mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membantu peserta didik. Oleh karena itu, pendidikan tidak boleh terlepas dari kehidupan peserta didik. Kurikulum yang berorientasi pada siswa menekankan kepada siswa sebagai sumber isi kurikulum. Pendekatan yang digunakan dalam desain kurikulum ini yaitu pendekatan humanistic .

Dalam Nasution (1999:49) menyatakan bahwa para pendidik humanistic yakin bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus dipandang sentral dalam kurikulum, sehingga dalam belajar dapat memberikan hasil yang maksimal. Pendidikan yang berpusat pada siswa memfokuskan kurikulum pada kebutuhan siswa baik personal maupun social. Misalnya diajarkan bagaimana cara bergaul, saling bertukar pengalaman, berkelakuan sopan, menjaga persahabatan, dan lain sebagainya.

Dalam Nasution (1999:49) disebutkan juga mengenai asumsi-asumsi yang mendasarkan pendekatan humanistic dalam kurikulum ini yaitu :


(35)

commit to user

1) Siswa akan lebih giat belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan sepenuhnya.

2) Siswa yang diturut sertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya.

3) Hasil belajar akan meningkat dalam suasana belajar yang diliputi oleh rasa saling percaya , saling membantu, saling mempedulikan, dan bebas dari ketegangan yang berlebihan.

4) Guru yang berperan sebagai fasilitator belajar memberi tanggung jawab kepada siswa atas kegiatannya belajar dan memupuk sikap positif terhadap “apa sebab” dan “bagaimana” mereka belajar.

5) Kepedulian siswa akan pelajaran memegang peran penting dalam pengusaan bahan pelajaran itu.

6) Evaluasi diri merupakan bagian yang penting dalam proses belajar yang memupuk harga diri.

Alice Crow dalam Wina Sanjaya (2009:71) menyarankan beberapa hal dalam mendesain kurikulum yang berorientasi pada siswa yaitu :

1) Kurikulum harus disesuaikan dengan perkembangan anak

2) Isi kurikulum harus mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dianggap berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.

3) Anak hendaknya ditempatkan sebagi subjek belajar yang berusaha untuk belajar mandiri. Artinya siswa harus didorong uttuk melakukan berbagai aktivitas belajar, bukan hanya sekedar menerima informasi dari guru.


(36)

commit to user

4) Diusahakan apa yang dipelajari siswa sasuai dengan minat, bakat, dan tingkat perkembangan mereka. Maksudnya, apa yang seharusnya dipelajari bukan ditentukan dan dipandang baik dari sudut guru atau sudut orang lain akan tetapi ditentukan dari sudut anak itu sendiri.

Jadi, desain kurikulum yang berpusat pada siswa memandang manusia sebagai pribadi yang unik yang memiliki kemampuan, karakteristik, kebutuhan, bakat serta minat yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum perlu menyesuaikan dengan peserta didik.

Dari beberapa desain kurikulum yang telah dijelaskan di atas berarti setiap sekolah dapat memilih desain kurikulum yang paling sesuai dengan visi, misi, dan tujuan sekolah. Selain itu, pemilihan desain kurikulum pun harus menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik yang ada di sekolah tersebut.

d. Komponen-Komponen Kurikulum

Dalam komponen kurikulum beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu: a) tujuan yang ingin dicapai, b) materi yang perlu disiapkan untuk mencapai tujuan, c) susunan materi/pengalaman belajar, dan d) evaluasi apakah tujuan yang ditetapkan tercapai (Nana Syaodih Sukmadinata, 2010: 102)


(37)

commit to user

Komponen-komponen kurikulum antara lain: 1) Tujuan Kurikulum

Tujuan kurikulum pada hakikatnya adalah tujuan dari setiap program pendidikan yang akan diberikan pada anak didik Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Oleh sebab itu kurikulum sebagai salah satu rencana pembelajaran harus memiliki tujuan yang jelas. Dalam Undang –undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasiolal disebutkan bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan dan isi atau bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2010:103), tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan dua hal yaitu : perkembangan tuntutan kebutuhan dan kondisi masyarakat serta didasari oleh pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama falsafah Negara. Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2009:101) mengatakan mengenai beberapa alasan


(38)

commit to user

perlunya tujuan dirumuskan dalam kurikulum yaitu : a) tujuan erat kaitannya dengan arah dan sasaran yang harus dicapai oleh setiap upaya pendidikan; b) melalui tujuan yang jelas maka dapat membantu para pengembang kurikulum dalam mendesain model kurikulum yang dapat digunakan bahkan akan membantu guru dalam mendesain system pembelajaran; c) tujuan kurikulum yang jelas dapat digunakan sebagai kontrol dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran.

Dalam Nana Syaodih (2010:103) tujuan-tujuan mengajar dibedakan atas beberapa kategori sesuai dengan perilaku yang menjadi sasarannya. Gege dan Briggs mengemukakan lima kategori tujuan yaitu intellectual skill, cognitive strategies, verbal information, motor skills dan attitudes. Bloom menggolongkan tiga klasifikasi tujuan atau tugas domain yaitu domain kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan dalam Wina Sanjaya (2009:106) dijelaskan bahwa menurut hirarkisnya tujuan pendidikan terdiri atas tujuan yang sangat umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur. Tujuan pendidikan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu :

a) Tujuan Pendidikan Nasional (TPN), adalah tujuan umum yang sarat dengan muatan filosofis suatu bangsa. TPN merupakan sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan, artinya setiap lembaga dan penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk manusia yang sesuai dengan rumusan-rumusan itu.


(39)

commit to user

b) Tujuan Institusional (TI), adalah tujuan yang harus dicapai setiap lembaga pendidikan. Tujuan ini merupakan kualifikasi yang harus dimiliki siswa setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan program di suatu lembaga tertentu.

c) Tujuan Kurikuler (TK), adalah tujuan yang harus dicapai setiap bidang studi atau mata pelajaran. Tujuan kurikuler merupakan kualifikasi yang harus dimiliki setiap siswa setelah mereka menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan.

d) Tujuan Instruksional atau Tujuan Pembelajaran (TP), adalah kemampuan (kompetensi) atau keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu.

Hubungan setiap klasifikasi tujuan dari tujuan umum sampai tujuan khusus dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Arah Pengembangan dan Pencapaian Tujuan Pendidikan Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan Institusional

Tujuan Kurikuler

Tujuan Pembelajaran

Arah penjabaran tujuan Arah

pencapaian tujuan


(40)

commit to user

Pada gambar di atas menjelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional merupakan sasaran pencapaian akhir dari proses pendidikan. Tujuan Pendidikan Nasional tersebut melahirkan tujuan institusional yang merupakan tujuan dari suatu lembaga pendidikan dimana tujuan lembaga tersebut selanjutnya memiliki tujuan kurikuler untuk setiap mata pelajaran. Penjabaran dari tujuan kurikuler itu sendiri merupakan tujuan pembelajaran yang haus dicapai untuk satu kali pertemuan.

Lebih jauh lagi, dengan mengutip dari beberapa ahli, Nana Syaodih Sukmadinata (2010:105) memberikan gambaran spesifikasi dari tujuan yang ingin dicapai pada tujuan pembelajaran, yakni :

1. Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta didik, dengan : (a) menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan perilaku yang dapat diamati; (b) menunjukkan stimulus yang membangkitkan perilaku peserta didik; dan (c) memberikan pengkhususan tentang sumber-sumber yang dapat digunakan peserta didik dan orang-orang yang dapat diajak bekerja sama.

2. Menunjukkan perilaku yang diharapkan dilakukan oleh peserta didik, dalam bentuk: (a) ketepatan atau ketelitian respons; (b) kecepatan, panjangnya dan frekuensi respons.

3. Menggambarkan kondisi-kondisi atau lingkungan yang menunjang perilaku peserta didik berupa : (a) kondisi atau lingkungan fisik; dan (b) kondisi atau lingkungan psikologis.


(41)

commit to user

Jadi tujuan yang dirumuskan oleh seorang guru ketika melakukan pembelajaran baik didalam maupun diluar kelas untuk setiap kali pertemuan adalah tujuan pembelajaran. Walaupun tujuan yang dirumuskan tersebut merupakan tujuan pembelajaran, tetapi seorang guru tidak boleh lupa bahwa tujuan akhir dari proses tersebut harus tetap mengarah pada tujuan pendidikan nasional.

2) Komponen Isi/Materi

Materi atau isi kurikulum adalah segala sesuatu isi atau materi kurikulum yang harus dipahami siswa dalam upaya mencapai tujuan kurikulum. Selain itu, isi atau materi kurikulum diberikan kepada anak didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan.

Dalam http://whyfaqoth.blogspot.com/2011/04/komponen-dan-pengembangan-kurikulum.html menyebutkan kriteria yang dapat membantu pada perancangan kurikulum dalam menentukan isi kurikulum yaitu:

a) Isi kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan siswa.

b) Isi kurikulum harus mencerminkan kenyataan sosial.

c) Isi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang tahan uji d) Isi kurikulum mengandung bahan pelajaran yang jelas


(42)

commit to user

Selain itu, disebutkan pula bahwa materi kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum yang dikembangkan dan disusun dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :

a) Materi kurikulum berupa bahan pelajaran terdiri dari bahan kajian atau topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses pembelajaran

b) Mengacu pada pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran c) Diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Dalam Wina Sanjaya (2009:114) dijelaskan bahwa isi atau materi kurikulum harus bersumber pada tiga hal berikut :

a) Masyarakat sebagai sumber kurikulum

Pendidikan merupakan bekal bagi peserta didik agar dapat hidup di masyarakat. Oleh sebab itu, isi atau materi kurikulum harus memperhatikan dan menyesuaikan pula dengan kebutuhan serta karakteristik masyarakat di lingkungan sekitar. Siswa sebagai peserta didik perlu diperkenalkan dengan lingkungan sekitarnya, sebab lingkungan sekitar serta masyarakat di setiap daerah memiliki karakteristik dan keunikan yang berbeda-beda.

b) Siswa sebagai sumber isi/materi kurikulum

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perumusan isi kurikulum berkaitan dengan siswa yaitu :


(43)

commit to user

(2) Isi kurikulum sebaiknya mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dapat digunakan siswa dalam pengalamannya sekarang dan juga berguna untuk menghadapi kebutuhannya pada masa yang akan datang.

(3) Siswa hendaknya didorong untuk belajar berkat kegiatannya sendiri dan tidak sekedar menerima secara pasif apa yang diberikan guru. (4) Apa yang dipelajari siswa hendaknya sesuai dengan minat dan

keinginan siswa.

Jadi untuk merumuskan materi kurikulum tidak hanya bersumber dari masyarakat, melainkan perlu memperhatika kebutuhan, karakteristik, minat serta tahapan perkembangan dari siswa.

c) Ilmu pengetahuan sebagai sumber materi kurikulum

Ilmu merupakan pengetahuan yang terorganisir secara sistematis dan logis. Dengan demikian tidak semua pengetahuan dapat dikatakan ilmu. Ilmu hanya merujuk pada pengetahuan yang memilki objek dan metode tertentu.

3) Strategi pelaksanaan kurikulum

Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta peralatan mengajar yang digunakan dalam pengajaran. Tetapi pada hakikatnya strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Strategi dan sumber mengajar merupakan salah satu bagian yang penting dalam kurikulum agar apa yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dengan


(44)

commit to user

adanya perencanaan yang cermat mengenai strategi dan sumber belajar lebih dapat menjamin bahwa kurikulum dapat diwujudkan dan apa yang diajarkan dapat dikuasai siswa.

Strategi pelaksanaan kurikulum berhubungan dengan bagaimana kurikulum itu dilaksanakan di sekolah. Kurikulum merupakan rencana, ide, harapan, yang harus diwujudkan secara nyata di sekolah, sehingga mampu mengantarkan anak didik mencapai tujuan pendidikan. Dalam Nasution (1999:79) mengemukakan beberapa alasan tentang perlunya perencanaan strategi mengajar, yaitu:

a) Menjamin agar kurikulum yang direncanakan dapat dilaksanakan sehingga tujuan tercapai.

b) Agar pelajaran yang sama yang diberikan oleh beberapa tenaga pengajar dilakukan secara konsisten sehingga tidak merugikan kelas tertentu. c) Mengusahakan agar dalam proses belajar mengajar diterapkan berbagai

strategi mengajar yang serasi dan tidak hanya terbelenggu oleh metode ceramah.

d) Membantu guru memberi pelajaran yang efektif serta menarik dengan menyediakan sumber belajar

e) yang memadai.

Saat ini sangat banyak strategi mengajar yang telah kita kenal seperti demonstrasi, praktek latihan, analisis, problem solving, inquiri, kerja lapangan dan sebagainya. Dalam memilih strategi yang tepat untuk suatu pembelajaran tertentu seorang pengajar perlu memperhatikan tujuan yang


(45)

commit to user

ingin dicapai baik tujuan umum maupun tujuan khusus, keadaan peserta didik, fasilitas yang ada, serta alokasi waktu yang tersedia. Untuk satu pelajaran dapat digunakan lebih dari satu strategi mengajar agar tujuan dapat lebih mudah tercapai dan mencegah terjadinya kebosanan pada siswa.

Sumber mengajar pun perlu dipersiapkan dalam pengembangan kurikulum. Tenaga pengajar hendaknya dikerahkan untuk bersama-sama menyiapkan segala sumber belajar yang diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran. Untuk mengembangkan sumber mengajar, tenaga pengajar dapat dibagi dalam sejumlah kelompok menurut bidang dan keterampilannya masing-masing.

Sumber belajar dapat berupa bahan cetakan, buku pelajaran atau buku referensi, majalah, transparansi, proyektor, diagram, permainan simulasi, tape (peta rekaman) audio dan video, peta, gambar, dan segala alat serta bahan lain yang dapat menunjang proses belajar mengajar.

4) Evaluasi kurikulum

Dalam Nasution (1999:88) disebutkan beberapa tujuan dilaksanakannya evaluasi kurikulum, yaitu :

a) Mengetahui sejauh manakah siswa mencapai kemajuan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

b) Menilai efektivitas kurikulum


(46)

commit to user

Berdasarkan hasil evaluasi dapat dibuat keputusan mengenai kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan yang diperlukan.

Jenis-jenis penilaian meliputi :

a) Penilaian awal pembelajaran (Input program) b) Penilaian proses pembelajaran (Program) c) Penilaian akhir pembelajaran.(output program)

Dari berbagai uraian mengenai komponen-komponen yang harus ada dalam kurikulum, dapat disimpulkan bahwa setiap kurikulum harus memiliki : a) tujuan kurikulum, sehingga suatu kurikulum memiliki arah yang jelas dalam menuntun peserta didiknya; b) isi kurikulum, isi/materi kurikulum harus sinkron dengan tujuan yang telah ditetapkan, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa, serta dapat mempersiapkan siswa menuju kehidupan bermasyarakat; c) strategi pelaksanaan kurikulum, merupakan suatu cara yang dilakukan untuk dapat mencapai tujuan kurikulum yang telah dirumuskan. Strategi pelaksanaan kurikulum dapat mencakup metode, media maupun berbagai pendekatan yang dilakukan dalam menyampaikan isi/materi kurikulum kepada peserta didik; d) evaluasi kurikulum, merupakan penilaian mengenai pelaksanaan kurikulum baik mengenai keberhasilan maupun kegagalan, kekurangan ataupun mengenai hal-hal yang perlu dikembangkan lagi maupun efektifitas pelaksanaan kurikulum dalam pembelajaran.


(47)

commit to user

2. Teori Tentang Kurikulum Khusus

Kurikulum yang dikembangkan untuk anak-anak berkebutuhan khusus berbeda dengan struktur kurikulum umum. Peserta didik berkelainan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual dibawah rata-rata dan peserta didik berkelainan disertai dengan kemampuan intelektual dibawah rata-rata.

Dalam Martinis Yamin (2008:82) menyebutkan bahwa kurikulum pendidikan khusus terdiri dari 8 sampai 10 mata pelajaran, muatan local, program khusus, dan pengembangan diri. Muatan local merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas daerah, potensi daerah, dan prospek pengembangan daerah termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Program khusus berisi kegiatan yang bervariasi sesuai dengan jenis ketunaannya, yaitu program orientasi dan mobilitas untuk peserta didik tunanetra, bina komunikasi persepsi bunyi dan irama untuk peserta didik tunarungu, bina diri untuk peserta didik tunagrahita, bina gerak untuk peserta didik tunadaksa, serta bina pribadi dan social untuk peserta didik tunalaras. Sedangkan pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.

Dalam Martinis Yamin (2008:83) disebutkan pula bahwa peserta didik tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, dalam batas


(48)

commit to user

tertentu masih dimungkinkan untuk mengikuti kurikulum standar meskipun harus dengan penyesuaian-penyesuaian. Peserta didik berkelainan yang disertai dengan kemampuan intelektual dibawah rata-rata, diperlukan kurikulum yang sangat spesifik, sederhana dan bersifat tematik untuk mendorong kemandirian dalam hidup sehari-hari.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, struktur kurikulum satuan pendidikan khusus dikembangkan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Kurikulum untuk peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata menggunakan sabuah kurikulum SDLB A, B, E ; SMPLB A, B, D; dan SMALB A, B, D, E (A=tunanatra, B = tunarungu, D = tunadaksa, E = tunalaras).

2. Kurikulum untuk peserta didik berkelainan yang disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, menggunakan sebuah kurikulum SDLB C, C1, D1, G, dan SMALB C, C1, D1, G (C = tunagrahita ringan, C1 = tunagrahita sedang, D1 = tunadaksa sedang, G = tunaganda).

3. Kurikulum satuan pendidikan SDLB A, B, D, E relative sama dengan kurikulum SD umum. Pada satuan pendidikan SMPLB A, B, D, E, dan SMALB A, B, D, E, dirancang untuk peserta didik yang tidak memungkinkan dan/atau tidak berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan sampai pada jenjang pendidikan tinggi.

4. Proporsi muatan isi kurikulum satuan pendidikan SMPLB A, B, D, E terdiri atas 60% - 70% aspek akademik dan 40% - 30% berisi aspek keterampilan


(49)

commit to user

vokasional. Muatan isi kurikulum satuan pendidikan SMALB A, B, D , E terdiri atas 40% - 50% aspek akademik dan 60% - 50% aspek keterampilan vokasional.

5. Kurikulum satuan pendidikan SDLB, SMPLB, SMALB C, C1, D, G, dirancang sangat sederhana sesuai dengan batas-batas kemampuan peserta didik dan sifatnya lebih individual.

6. Pembelajaran untuk satuan pendidikan khusus SDLB, SMPLB, dan SMALB C, C1, D1, G menggunakan pendekatan tematik.

7. Standar kompetensi (SK) dan Kompetansi Dasar (KD) mata pelajaran umum SDLB, SMPLB, SMALB A, B, D, E mengacu pada SK dan KD sekolah umum yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik, dikembangkan oleh BSNP, sedang SK dan KD untuk mata pelajaran program khusus dan keterampilan dikembangkan oleh satuan pendidikan khusus dengan memperhatikan jenjang dan jenis satuan pendidikan.

8. Pengembangan SK dan KD untuk semua mata pelajaran pada SDLB dan SMPLB dan SMALB C, C1, D1, G diserahkan kepada satuan pendidikan khusus yang bersangkutan dengan memperhatikan tingkat dan jenis satuan pendidikan.

9. Struktur kurikulum pada satuan pendidikan khusus SDLB dan SMPLB mengacu pada struktur kurikulum SD dan SMP dengan penambahan program khusus sesuai jenis kelainan, dengan alokasi waktu 2 jam/minggu. Untuk jenjang SMALB, program khusus bersifat kasuistik sesuai dengan kondisi


(50)

commit to user

dan kebutuhan peserta didik tertentu, dan tidak dihitung sebagai beban belajar.

10. Program khusus berisi kegiatan yang bervariasi sesuai dengan jenis ketunaannya, yaitu :

a. program orientasi dan mobilitas untuk peserta didik tunanetra,

b. bina komunikasi persepsi bunyi dan irama untuk peserta didik tunarungu, c. bina diri untuk peserta didik tunagrahita ringan dan sedang,

d. bina gerak untuk peserta didik tunagrahita ringan, e. bina pribadi dan social untuk peserta didik tunalaras

f. bina diri dan bina gerak untuk peserta didik tunadaksa sedang dan tunaganda.

11. Jumlah dan alokasi waktu jam pelajaran diatur sebagai berikut :

a. Jumlah jam pembelajaran SDLB A, B, D, E kelas I, II, dan III berkisar antara 28 – 30 jam pembelajaran/minggu dan 34 jam pembelajaran/minggu untuk kelas IV, V, VI. Kelebihan 2 jam pelajaran dari SD umum karena ada tambahan mata pelajaran program khusus. b. Jumlah jam pembelajaran SMPLB A, B, D , E kelas VII, VIII, IX adalah

34 jam/minggu. Kelebihan 2 jam pembelajaran dari SMP umum karena ada penambahan mata pelajaran program khusus.

c. Jumlah jam pembelajaran SMALB A, B, D, E kelas X, XI, XII adalah 36 jam / minggu, sama dengan jumlah jam pembelajaran SMA umum. Program khusus pada jenjang SMALB bersifat fakultatif dan tidak masuk beban pelajaran.


(51)

commit to user

d. Jumlah jam pembelajaran SDLB, SMPLB, SMALB C, C1, D1, G sama dengan jumlah jam pelajaran pada SDLB, SMPLB, SMALB A, B, D, E tetapi pada penyajiannya melalui pendekatan tematik.

e. Alokasi per jam pembelajaran untuk SDLB, SMPLB, dan SMALB A, B, D, E maupun C, C1, D1, G masing-masing 30’, 35’ dan 40’. Selisih 5 menit dari sekolah regular disesuaikan dengan kondisi peserta didik berkelainan.

f. Satuan pendidikan khusus SDLB dan SMPLB dapat menambah maksimum 6 jam pembelajaran/ minggu untuk keseluruhan jam pembelajaran, dan 4 jam pembelajaran untuk tingkat SMALB sesuai kebutuhan peserta didik dan satuan pendidikan bersangkutan.

12. Muatan isi pada setiap mata pelajaran diatur sebagai berikut :

a. Muatan isi setiap mata pelajaran pada SDLB A, B, D, E pada dasarnya sama dengan SD umum, tetapi karena kelainan dan kebutuhan khususnya, maka diperlukan modifikasi dan / atau penyesuaian secara terbatas

b. Muatan isi mata pelajaran program khusus disusun tersendiri oleh satuan pendidikan

c. Muatan isi pelajaran SMPLB A, B, D, E bidang akademik mengalami modifikasi dan penyesuaian dalam SMP umum sehingga menjadi sekitar 60% - 70 %. Sisanya sekitar 40% - 30% muatan isi kurikulum ditekankan pada bidang keterampilan dan vokasional


(52)

commit to user

d. Muatan isi mata pelajaran keterampilan vokasional meliputi tingkat dasar, tingkat terampil, dan tingkat mahir. Jenis keterampilan yang akan dikembangkan, diserahkan kepada satuan pendidikan sesuai dengan minat, potensi, kemampuan dan kebutuhan peserta didik serta kondisi satuan pendidikan.

e. Muatan isi mata pelajaran untuk SMALB A, B, D , E bidang akademik mengalami modifikasi dan penyesuaiana dari SMA umum sehingga menjadi sekitar 40% - 50% bidang akademik dan sekitar 50% - 60% bidang keterampilan vokasional.

f. Muatan kurikulum SDLB, SMPLB, SMALB C, C1, D1, G lebih dilaksanakan pada kemampuan menolong diri sendiri dan keterampilan sederhana yang memungkinkan untuk menunjang kemandirian peserta didik. Oleh karena itu, proporsi muatan keterampilan vokasional lebih diutamakan.

g. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah

Berdasarkan uraian mengenai kurikulum khusus untuk anak berkebutuhan khusus sesuai perundang-undangan dan peraturan pemerintah tentang Sistem Pendidikan Nasional, dapat diketahui bahwa kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus tanpa disertai dengan kemampuan intelektual dibawah rata-rata dalam batas tertentu mengikuti kurikulum standar dengan


(53)

penyesuaian-commit to user

penyesuaian dan tambahan program khusus sesuai jenis kelainan. Sedangkan untuk anak autis belum diatur secara spesifik dalam perundang-undangan. Oleh sebab itu, sekolah-sekolah autis perlu memodifikasi dan melakukan penyesuaian-penyesuaian kurikulum dengan menyesuaiakan kebutuhan setiap peserta didik yang ada di sekolahnya.

3. Teori tentang Anak Autis

Definisi gangguan autistic dalam DSM-IV (Diagnostic Statistical Manual, edisi ke-4, dikembangkan oleh American Psychiatric Association) dalam Theo Peeters (2004:1) adalah sebagai berikut :

A. Terdapat paling sedikit enam pokok dari kelompok 1, 2 dan 3 yang meliputi paling sedikit dua pokok dari kelompok 1, paling sedikit satu kelompok dari kelompok 2 dan paling sedikit satu pokok dari kelompok 3. 1. Gangguan kualitatif dalam interaksi social yang ditunjukkan oleh paling

sedikit dua diantara berikut ini:

a. Ciri gangguan yang jelas dalam penggunaan berbagai perilaku non verbal (bukan lisan) seperti kontak mata, ekspresi wajah, gestur, dan gerak isyarat untuk melakukan intaraksi social.

b. Ketidakmampuan mengambangkan hubungan pertemanan sebaya yang sesuai dengan tingkat perkembangannya.

c. Ketidakmampuan turut merasakan kegembiraan orang lain.

d. Kekurangmampuan dalam berhubungan emosional secara timbale balik dengan orang lain.

2. Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi yang ditunjukkan oleh paling sedikit salah satu dari yang berikut ini :


(54)

commit to user

a. Keterlambatan dan kekurangan secara menyeluruh dalam berbahasa lisan (tidak disertai usaha untuk mengimbanginya dengan penggunaan gesture atu mimic muka sebagai cara alternative dalam berkomunikasi).

b. Ciri kemampuan yang jelas pada kemampuan untuk memulai atau melanjutkan pembicaraan dengan orang lain meskipun dalam percakapan sederhana.

c. Penggunaan bahasa yang repetitif (diulang-ulang) atau stereotip (meniru-niru) atau bersifat idiosinktratik (aneh).

d. Kurang beragamnya spontanitas dalam permainan pura-pura atau meniru orang lain yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. 3. Pola minat perilaku yang terbatas, repetitif, stereotip seperti yang

ditunjukkan oleh paling tidak satu dari yang berikut ini :

a. Meliputi keasyikan dengan satu atau lebih pola minat yang terbatas atau stereotip yang bersifat abnormal baik dalam intensitas maupun focus.

b. Kepatuhan yang tampaknya didorong oleh rutinitas atau ritual spesifik (kebiasaan tertentu) yang nonfungsional (tidak berhubungan dengan fungsi).

c. Perilaku gerakan stereotip dan repetitive (seperti terus menerus membuka-tutup genggaman, memutir jari atau tangan atau menggerakkan tubuh dengan cara yang kompleks.

d. Keasyikan yang terus-menerus terhadap bagian-bagian dari sebuah benda.

B. Perkembangan abnormal atau terganggu sebelum usia 3 tahun seperti yang ditunjukkan oleh keterlambatan atau fungsi yang abnormal pada paling sedikit satu dari bidang-bidang berikut ini : (1) interaksi social, bahasa yang digunakan dalam perkembangan social, (2) bahasa yang digunakan dalam komunikasi social, atau (3) permaianan sisbolik atau imajinatif. C. Sebaiknya tidak disebut dengan Gangguan Rett, gangguan integrative


(55)

commit to user

Dalam Ron Leaf&John McEachin (1999 : 7) menyebutkan bahwa

:“autism is a severe distruption of the normal developmental processes that

occurs in the first two years of life. It leads to impaired language, play, cognitive, social and adaptive functioning, causing children to fall father ang farther behind

their peers as they grow older” . ( autis adalah gangguan proses perkembangan

yang berat (kompleks) yang terjadi pada tahun kedua hidup seorang anak. Mereka mengalami gangguan dalam bahasa, bermain, kognitif, social dan penyesuaian diri yang menyebabkan anak akan tertinggal dari perkembangan anak seusianya).

Dalam Ron Leaf&John McEachin (1999:7) dijelaskan pula beberapa karakteristik yang menonjol pada anak autis yaitu:

autistic children do not learn in the same way that other children normally learn. They seem unable to understand simple verbal and non verbal communication, are confused by sensory input, and withdraw in varying degrees from people and the world around them. They become preoccupied with certain activities and objects that interfere with development of play. They show little interest in other children and tend not to learn by observing

and imitating others.(anak autis tidak dapat belajar dengan cara yang sama

dengan anak normal. Mereka terlihat tidak mampu mengerti komunikasi verbal dan non verbal sederhana, kebingungan dalam menerima rangsangan sensori, dan lambat laun akan menarik diri dari orang lain dan lingkungannya. Mereka menjadi asik dengan aktivitas tertentu dan obyek-obyek yang mengganggu dengan memainkannya. Mereka terlihat kurang tertarik dengan anak lain dan cenderung tidak belajar dari memperhatikan atau menirukan orang lain).

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa karakteristik yang menonjol pada anak autis yaitu bahwa belajar anak autis tidak dapat disamakan dengan anak normal lainnya karena mereka mengalami ketidakmampuan dalam menangkap


(56)

commit to user

dan mengerti komunikasi baik secara verbal maupun non verbal, mengalami kebingungan dalam menerima rangsangan, menarik diri dari orang di sekitarnya. Sebagian besar anak autis akan asik dengan aktivitas tertentu dan obyek-obyek yang mengganggu dengan memainkannya. Anak autis juga terlihat kurang tertarik dengan anak lain dan cenderung tidak belajar dari memperhatikan atau menirukan orang lain.

Pendapat yang sama pun diungkapkan dalam http://www.autis.info/index.php/tentang-autisme/apa-itu-autisme menyebutkan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun. Penyebab autisme adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar secara efektif. Gejala yang sangat menonjol adalah sikap anak yang cenderung tidak mempedulikan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya, seolah menolak berkomunikasi dan berinteraksi, serta seakan hidup dalam dunianya sendiri. Anak autis juga mengalami kesulitan dalam memahami bahasa dan berkomunikasi secara verbal.

Gejala-gejala autistic juga disampaikan oleh Leo Kanner dalam Rudy Sutadi, Lucky Azizah Bawazir, Nia Tanjung & Rina Adeline (2003:9) memberi istilah infantile autism yang menerangkan berbagai gejala didapati pada masa kanak-kanak dengan menggambarkan kesendirian (menikmati bermain seorang diri) pada anak autism begitu hebat, keterlambatan dalam perkembangan bahasa, menghafalkan sesuatu tanpa berpikir, melakukan aktifitas spontan terbatas,


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

160

Alamanda ada di daerah Surakarta, sehingga pengadaannya perlu dengan cara memesan ke daerah lain. Untuk mengatasi hal tersebut, selama ini SLB Autis Alamanda telah memiliki tempat pemesanan khusus untuk media pembelajaran baik di luar daerah ataupun dalam kota. Selain itu, SLB Autis Alamanda juga melakukan pengadaan sendiri beberapa media dengan cara membentuk tim kreatif khusus untuk merancang dan membuat media-media pembelajaran untuk siswa-siswa SLB Autis Alamanda.


(2)

commit to user

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan tentang implementasi kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan Kurikulum di SLB Autis Alamanda

a. Sebelum diterima menjadi siswa SLB autis Alamanda, siswa terlebih dahulu akan menjalani proses assessment yaitu penilaian awal terhadap kemampuan siswa.

b. Pemberian materi untuk setiap siswa berbeda-beda antara individu yang satu dengan yang lain yaitu dengan menerapkan pembuatan Program Pelaksanaan Individual (PPI).

c. Pelaksanaan pembelajaran di SLB Autis Alamanda berlangsung dari Hari Senin sampai Jumat yang dibagi dalam dua kelompok kelas yaitu kelas individual dan kelas klasikal. Pemberian pembelajaran di kelas individual bersifat sangat individual dengan menerapkan pembelajaran one-on-one yaitu satu siswa akan dihendle oleh satu guru. Sedangkan untuk kelas klasikal setiap kelas berisi 2-3 siswa dimana pemberian pembelajarannya dilakukan secara bersama-sama dengan memadukan kurkulum khusus autis yang mengacu pada perbaikan perilaku, komunikasi, sosialisasi dan interaksi anak dengan kurikulum SLB-C yang memperkenalkan siswa pada


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

162

pembelajaran di sekolah regular, sebab kelas klasikal merupakan kelas transisi sebagai kelas persiapan untuk anak autis menuju sekolah regular. d. Pada Hari Sabtu siswa SLB Autis Alamanda diberi kegiatan ekstrakurikuler

yang diisi dengan kegiatan menari, kegiatan olah raga, dan berbagai kegiatan permainan dan kompetisi sebagai ajang sosialisasi dan interaksi anak-anak autis di SLB Autis Alamanda.

e. Setiap 2 bulan sekali SLB Autis alamanda mengadakan kegiatan keluar yaitu outing class sebagai pembelajaran bagi orang tua siswa dalam menghandel anak di tempat-tempat umum dan sebagai generalisasi materi yang telah diberikan di sekolah pada obyak-obyak langsung di tempat umum.

f. Kegiatan home/school visit di SLB autis Alamanda dilaksanakan setiap 6 bulan sekali untuk setiap anak. Kegiatan ini bertujuan untuk melihat kondisi dan perilaku anak serta perlakuan orang tua terhadap anak di rumah.

g. Dalam pelaksanaan kurikulum khusus, SLB Autis Alamanda menggunakan

metode ABA (Applied Bahaviour Analysis) yang dipilih karena terarah, terstruktur dan terukur. Teknik ABA yang digunakan yaitu teknik DTT (Discrete Trial Training), kepatuhan dan kontak mata, one-on-one, fading, shaping, chaining, discrimination training, matching, serta mengenalkan konsep warna, bentuk, dan huruf. SLB Autis Alamanda juga menggunakan metode Sensori Integrasi (SI) dari okupasi terapi. Pembelajaran SI lebih banyak menekankan pada kemampuan motorik anak, baik dalam


(4)

meningkatkan kemampuan keseimbangan, perabaan, rasa sendi, penglihatan, penciuman dan pengecap, serta pendengaran.

2. Hasil yang dicapai :

a. SLB Autis Alamanda belum meluluskan peserta didik dari tingkat sekolah dasar luar biasa, tetapi SLB Autis Alamanda telah dapat mengantarkan peserta didik untuk dapat melanjutkan pendidikannya di sekolah regular melalui kelas transisi yang dibuka di SLB Autis Alamanda.

b. SLB Autis Alamanda mengikutkan siswa-siswanya dalam berbagai

kegiatan keluar, baik lomba maupun dalam mengisi berbagai acara sebagai ajang sosialisasi interaksi, dan generalisasi siswa autisme.

3. Kendala :

Dalam pelaksanaan kurikulum, SLB Autis Alamanda masih menemui kendala-kendala baik dari perekrutan guru dengan kualifikasi yang sesuai, peningkatan pengalaman guru, penyusunan dan evaluasi PPI terutama pada orang tua yang cenderung kurang responsive dalam memberikan masukan mengenai pendidikan yang tepat untuk anaknya, pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan metode pembelajaran serta pengadaan sarana dan media pembelajaran.


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

164

B. Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan tentang implementasi kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda Surakarta, maka implikasi yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

1. Pemberian pelayanan pendidikan untuk siswa berkebutuhan khusus autism sangat sesuai apabila menggunakan kurikulum yang berorientasi pada karakteristik serta kabutuhan anak autism yaitu menekankan pada penanganan perilaku, komunikasi, sosialisasi, interaksi, dan kemandirian diri. 2. Dalam memberikan pelayanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus

autism tenaga pengajar yang dipilih harus memiliki kualifikasi pendidikan yang sesuai agar dapat memberikan pelayanan pendidikan secara tepat dan optimal bagi peserta didik.

3. Peran orang tua dalam keberhasilan pendidikan untuk anak autis sangatlah besar, sehingga orang tua perlu memahami tentang anak autis, kebutuhan diri anak autism, kebutuhan pendidikannya, serta cara penanganan yang tepat bagi setiap perilaku yang ditunjukkan anak autism.

C. Saran

Berdasarkan hasil analisis data penelitian di lapangan maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Kepada SLB Autis Alamanda

a. SLB Autis Alamanda hendaknya perlu mengadakan lokakarya kurikulum


(6)

kurikulum dalam usaha pengembangan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda.

b. SLB Autis Alamanda hendaknya dapat mengaktifkan kembali kegiatan penjaringan yang dilakukan setiap 6 bulan sekali baik di puskesmas maupun di sekolah-sekolah lain sebagai salah satu usaha meningkatkan kesadaran orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus agar memperolah pendidikan yang tepat serta untuk lebih memperkenalkan SLB Autis Alamanda di masyarakat.

2. Kepada Guru SLB Autis Alamanda

Personal guru hendaknya dapat mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dalam penguasaan terhadap kurikulum dan metode ABA dengan sharing guru minimal 3 bulan sekali sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal pada anak.

3. Kepada Orang Tua Siswa SLB Autis Alamanda

a. Orang tua hendaknya harus lebih responsive ketika melakukan

penyusunan PPI, sehingga pemberian pendidikan untuk anak dapat benar-benar sesuai dengan kebutuhan anak.

b. Orang tua hendaknya harus lebih aktif dalam memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak terutama konsistensi pemberian materi di rumah sebagai kelanjutan pembelajaran di sekolah demi keberhasilan pendidikan