commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia memiliki keingintahuan terhadap setiap hal yang ada dan yang sedang terjadi di sekitarnya. Oleh sebab itu, manusia senantiasa ingin
mengembangkan pengetahuan yang dimiliki serta mengembangkan potensi yang dimilikinya. Salah satu usaha manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan serta
mengembangkan potensi yang dimiliki yaitu melalui jalur pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari pengertian pendidikan dalam Undang-undang RI Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Berdasarkan pasal di atas dapat diketahui bahwa dalam kehidupannya, manusia membutuhkan pendidikan sebagai upaya untuk mengenali dirinya
sendiri, mempelajari berbagai keterampilan yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya serta untuk mengenali lingkungan sekitarnya, baik dalam lingkungan
terkecil yaitu lingkungan keluarga, bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara. Melihat kenyataan bahwa pendidikan merupakan salah satu hal yang
penting, maka setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan
commit to user 2
dan merasakan pendidikan. Seperti yang tertuang dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1 bahwa setiap warga
negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang diselenggarakan tidak membedakan
jenis kelamin, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi. Tidak terkecuali juga para penyandang cacat. Khusus bagi para penyandang cacat
disebutkan pula dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 2 bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, danatau
sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan khusus yang dimaksud adalah pendidikan luar biasa, dimana setiap kebutuhan khusus tersebut akan
memperoleh pelayanan khusus yang sesuai dengan kemampuan, karakteristik , dan kebutuhannya.
Sekolah-sekolah khusus yang telah ada dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan kondisi anak antara lain sekolah khusus tunanetra untuk anak
tunanetra SLB A, sekolah khusus tunarungu wicara untuk anak tunarungu wicara SLB B, sekolah khusus tunagrahita untuk anak tunagrahita SLB C,
sekolah khusus tunadaksa untuk anak tunadaksa SLB D, sekolah khusus tunalaras untuk anak tunalaras SLB E, sekolah khusus autis untuk anak autis,
dan sekolah khusus untuk berbagai jenis kebutuhan khusus yang dapat dimasuki oleh berbagai jenis kebutuhan khusus SLB.
Sekolah-sekolah khusus tersebut memberikan pelayanan khusus pendidikan luar biasa yang diarahkan pada pengembangan sikap dan kemampuan
kepribadian anak, bakat, kemampuan mental, dan fisik sampai mencapai potensi
commit to user 3
mereka yang optimal. Pendidikan luar biasa bertujuan untuk membekali siswa berkebutuhan khusus agar dapat berperan aktif di dalam masyarakat.
Salah satu jenis kebutuhan anak yang memerlukan pelayanan khusus yaitu anak autis.
Autisma berarti suatu kecacatan perkembangan yang dengan mantap mempengaruhi komunikasi lisan dan non lisan dan interaksi sosial, pada
usia dibawah 3 tahun, yang berdampak pada perolehan pendidikan pada anak. Karakteristik lain yang dikaitkan dengan anak autis adalah perulangan
aktifitas, penolakan terhadap perubahan lingkungan atau perubahan rutinitas harian dan tanggapan yang tak lazim pada perasaan. Istilah tersebut berlaku
jika perolehan pendidikan anak kurang baik karena anak mengalami gangguan emosional. www.unj.ac.id
Melihat kecenderungan perilaku anak autis seperti halnya tersebut diatas maka perlu dipikirkan pola pendidikan yang tepat bagi mereka. Pola
pendidikan formal di sekolah umumreguler kurang cocok bagi anak autis sebab perhatian guru terhadap perkembangan murid dirasa masih kurang. Selain itu,
pola pendidikan formal di sekolah umum yang menekankan aspek akademik dan sosialisasi terhadap lingkungan dikhawatirkan akan menyulitkan anak autis untuk
beradaptasi dengan pola tersebut. Dalam Theo Peeters 2004:12 disebutkan bahwa “Pendidikan Khusus” secara tradisional masih kurang khusus. Dari
pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan khusus dengan pembelajaran secara tradisional pun masih dirasa kurang cocok untuk anak autis.
Hal ini disebabkan karena anak autis sangat berbeda dengan penderita cacat mental lain, berbeda dengan anak-anak yang memiliki masalah kejiwaan, berbeda
dengan anak-anak yang terlambat bicara, dan berbeda dengan anak-anak yang
commit to user 4
mengalami gangguan pendengaran. Oleh sebab itu, pendidikan khusus autis merupakan salah satu alternatif pendidikan tepat bagi anak autis.
Kebutuhan anak autis yang begitu khusus menuntut adanya suatu kurikulum dan standar pengajaran dengan pendekatan yang berbeda dengan
pendekatan-pendekatan di sekolah khusus lainnya. Seperti halnya Zelan dalam Adriana Soekandar Ginanjar 2007 : 1 berpendapat bahwa individu autistik
berbeda dengan individu lainnya sehingga perlu diberi pendekatan dengan pendekatan humanistik yang memandang mereka sebagai individu yang utuh dan
unik. Oleh sebab itu, sekolah khusus autis pada umumnya memiliki kurikulum yang berbeda dengan sekolah-sekolah lain.
Penelitian tentang Pengembangan Model Modifikasi Kurikulum Sekolah Inklusif Berbasis Kebutuhan Individu Peserta Didik Abdul Salim : 2010
merupakan salah satu penelitian yang relevan dengan penelitian ini sebab dalam penelitian tersebut memandang bahwa peserta didik berkebutuhan khusus ABK
terdapat perbedaan karakter dan kemampuan yang tampak mencolok pada hampir semua bidang baik akademik maupun non akademik. Implikasi dari perbedaan
tersebut menyebabkan bentuk layanan pendidikan harus sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Oleh sebab itu, dalam penelitian tersebut melakukan
pengembangan penyesuaian modifikasi kurikulum bahan ajar, peran serta guru, sarana prasarana, dana, dan managemen pengelolaan kelas dalam kegiatan
belajar mengajar. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa selain KTSP yang dikembangkan dengan mengacu pada Standar Kompetensi SK dan Kompetensi
dasar KD yang terdapat dalam standar isi SI dan standar kompetensi lulusan
commit to user 5
SKL, juga mengembangkan program pengajaran individual yang mengacu pada kurikulum khusus.
Seperti halnya penelitian di atas, penelitian ini akan membahas tentang kurikulum khusus yang dikembangkan di SLB Autis Alamanda. Kurikulum
tersebut tentu saja berbeda dengan kurikulum yang digunakan di sekolah-sekolah khusus lain maupun sekolah umum. Kurikulum ini dikembangkan dengan
mengacu pada karakteristik, kebutuhan, dan kemampuan yang berbeda pada anak autis. Selain itu, SLB Autis Alamanda juga mengembangkan PPI yang mengacu
pada kurikulum khusus tersebut. Pelaksanaan kurikulum khusus ini pun menggunakan berbagai pendekatan yang berbeda dengan pendekatan-pendekatan
pembelajaran lainnya. Untuk dapat mengetahui lebih dalam mengenai kurikulum khusus dan
implementasi kurikulum yang digunakan di SLB Autis Alamanda, peneliti melakukan studi mengenai implementasi kurikulum khusus di SLB Autis
Alamanda.
B. Identifikasi Masalah