commit to user
dengan bidang ilmukeguruan, sehingga pembelajaran sejarah lisan tidak dianggap penting.
C. Pembahasan
Untuk menganalisis lebih lanjut pelaksanaan pembelajaran sejarah lisan, penelitian ini akan memilah deskripsi tentang pembelajaran sejarah menjadi dua,
yakni 1 pada saat perencanaan pembelajaran, 2 dan pada saat pelaksanaan. Perencanaan pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 20 meliputi silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. Dalam hal ini,
dosen telah
menyusun perencanaan
pembelajaran dalam
bentuk penyusunansilabus, rencana pelaksanaan pembelajaran Satuan Acara
Perkuliahan yang di dalamnya meliputi tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
Garis-garis Besar Program Pembelajaran GBPP: adalah panduan pelaksanaan pembelajaran, yang menjelaskan apa judul materi pelajaran yang
akan diberikan, apa nama pendidikannya, berapa jumlah sesinya, gambaran singkat tujuan pembelajaran, serta sub pokok bahasan dan alat atau metode yang
digunakan.
commit to user
GBPP berisi rumusan tujuan dan pokok-pokok isi mata kuliahpelajaran. GBPP memberikan petunjuk secara keseluruhan mengenai tujuan dan ruang
lingkup materi yang harus diajarkan. Secara umum tujuan pembuatan Garis-garis Besar Program Pembelajaran adalah: sebagai pedoman dosen pengajar dalam
melakukan proses belajar-mengajar untuk mata kuliah yang akan diajarkan. Dan untuk mengetahui referensi yang dipakai dalam proses belajar-mengajar
Silabus adalah suatu rencana yang mengatur kegiatan pembelajaran dan pengelolaan kelas, serta penilaian hasil belajar dari suatu mata kuliah. Silabus ini
merupakan bagian dari kurikulum sebagai penjabaran Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ke dalam materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan
indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian hasil belajar. Dengan demikian pengembangan silabus ini minimal harus mampu menjawab pertanyaan sebagai
berikut: kompetensi apakah yang harus dimiliki oleh peserta didik, bagaimana cara membentuk kompetensi tersebut, dan bagaimana cara mengetahui bahwa
peserta didik telah memiliki kompetensi itu LPP UNS Berdasarkan Panduan Penyusunan Silabus dan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran 2007.
Pada prinsipnya semakin rinci silabus akan semakin memudahkan pengajar dalam menjabarkannya ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
RPP Satuan Acara Perkuliahaan SAP. Adapun komponen silabus suatu mata kulian, meliputi; 1 Identitas Mata Kuliah, meliputi: nama mata kuliah atau blok
mata kuliah, kode mata kuliah, bobot mata kuliah, semester , dan mata kuliah prasyarat jika ada. 2. Standar Kompetensi SK, Standar Kompetensi adalah
seperangkat kompetensi yang dibakukan sebagai hasil belajar materi pokok
commit to user
tertentu dalam satuan Pendidikan, merupakan kompetensi bidang pengembangan dan materi pokok per satuan pendidikan per satu kelas yang harus dicapai peserta
didik selama satu semester. 3 Kompetensi Dasar KD, Kompetensi Dasar adalah rincian kompetensi dalam setiap aspek materi pokok yang harus dilatihkan
kepada peserta didik sehingga kompetensi dapat diukur dan diamati. Kompetensi Dasar sebaiknya selalu dilakukan perbaikan dan pengayaan guna memenuhi
keinginan pasar. 4 Indikator, Indikator merupakan wujud dari KD yang lebih spesifik, yang merupakan cerminan dari kemampuan peserta didik dalam suatu
tahapan pencapaian pengalaman belajar yang telah dilalui. Bila serangkaian indikator dalam suatu kompetensi dasar sudah dapat dicapai peserta didik, berarti
target KD tersebut sudah terpenuhi. 5 Pengalaman belajar, Pengalaman belajar merupakan kegiatan fisik maupun mental yang dilakukan oleh peserta didik dalam
berinteraksi dengan bahan ajar. Pengalaman belajar dikembangkan untuk mencapai KD melalui strategi pembelajaran. Dengan melakukan pengalaman
belajar yang tepat mahasiswa diharapkan dapat mencapai dan mempunyai kemampuan
kognitif, psikomorik,
dan afektif
yang sekaligus
telah mengintegrasikan kecakapan hidup life skill. Oleh karenanya yang membedakan
antara perguruan tinggi satu dengan yang lain tercermin pada perbedaan pengalaman belajar yang diperoleh mahasiswa. 6 Materi pokok Bagian struktur
keilmuan suatu bahan kajian yang dapat berupa pengertian, konsep, gugus isi atau konteks, proses, bidang ajar, dan keterampilan. 7 Waktu Merupakan lama waktu
dalam menit yang dibutuhkan peserta didik mampu menguasi KD yang telah ditetapkan. 8 Sumber pustaka, Sumber pustaka adalah kumpulan dari referensi
commit to user
yang dirujuk atau yang dianjurkan, sebagai sumber informasi yang harus dikuasai oleh peserta didik. 9 Penilaian Penilaian ini berarti serangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan informasi; dan kemudian menggunakan informasi tersebut untuk pengambilan keputusan.
Silabus yang dibuat oleh dosen pengampu mata kuliah sejarah lisan sudah memenuhi komponen silabus suatu mata kuliah, seperti Identitas Mata Kuliah,
Standar kompetensi,Kompetensi dasar, Indikator, pengalaman belajar, materi pokok, waktu, sumber pustaka, penilaian. Silabus di buat oleh dosen tanpa
melibatkan mahasiswa. Silabus perlu dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk sekenario rinci
yang dikenal dengan rencana pelaksanaan pembelajaran RPPSAP. SAP berisi pembagian materi suatu matakuliah tiap kali kuliah setiap pertemuan. SAP berisi
rincian materi kuliah setiap pertemuan kuliah dan berikut tujuan belajarnya serta buku-buku acuan untuk belajar. Yang dimaksud tujuan belajar ialah apa yang
minimal dikuasai mahasiswa setelah mendapat materi perkuliahan.
Secara umum tujuan pembuatan Satuan Acara Perkuliahan adalah sebagai pedoman dosen pengajar dalam memprogram acara perkuliahannya pada setiap
tatap muka dengan mahasiswa. SAP juga bertujuan untuk menyiapkan bahan ajar sesuai dengan referensi dana perkuliahannya setiap kali melakukan tatap muka
dengan mahasiswa. Setiap mata kuliah memiliki SAP yang merupakan penjabaran secara rinci
rencana perkuliahan. SAP tersebut harus memuat unsur-unsur sebagai berikut; 1 Kode, nomor, dan nama mata kuliah, 2 Kedudukan mata kuliah Mata Kuliah
commit to user
Umum MKU, Mata Kuliah Dasar Keahlian MKDK dan Mata Kuliah Keahlian MKK, 3 Semester dan tahun mata kuliah tersebut diajarkan, 4 Bobot kredit,
5 Tujuan mata kuliah, 6Mata Kuliah prasyarat bilamana perlu, 7 Nama pengajar, 8 Waktu dan tempat kuliah, 9 Rincian acara perkuliahan dan bahan
bacaan wajib dan anjuran, 10 Cara mengevaluasi proses belajar-mengajar Panduan akademik UNNES 2009: 10.
SAP dibuat oleh dosen dan akan disosialisasikan kepada mahasiawa pada awal perkuliahan. Hal ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui apa-apa yang
akan dipelajari selama menempuh mata kuliah sejarah lisan. Dengan adanya hal ini mahasiswa juga akan mengetahui buku apa saja yang dapat dijadikan referensi
untuk menunjang mata kuliah tersebut. RPPSAP yang disusun oleh dosen menggunakan model penyusunan
rencana pelakasnaan tiap satu kompetensi dasar. Artinya adalah perencanaan disusun untuk satu kompetensi dasar dan di dalamnya diuraikan beberapa
pertemuan, sesuai dengan indikator yang disusun. Akan tetapi dalam penyusunan RPPSAP masih terdapat kelemahan, yakni kalimat yang digunakan masih belum
bersifat operasional dan menggunakan kalimat yang bersifat umum. Idealnya pembuatan RPPSAP adalah dengan menggunakan kalimat yang operasional, di
mana pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Adanya hal ini menyebabkan kecederungan bahwa pelaksanaan pembelajaran
hanya memiliki satu garis besar perencanaan untuk tiap pertemuan, bukan perencanaan untuk tiap-tiap tahapan pada satu pertemuan. Namun demikian,
commit to user
walaupun dosen masih memiliki kelemahan dalam bidang perencanaan, pelaksanaan pembelajaran telah sesuai dengan apa yang direncanakan.
Ditinjau dari aspek pelaksanaan pembelajaran terkait dengan tujuan, pada dasarnya tujuan yang disusun oleh dosen belum sepenuhnya sesuai dengansejarah
lisanyang memberi pemahaman mahasiswa terhadap sejarah mikro. Tujuan ideal dari pembelajaran yang bermuara pada bagaimana meningkatkan pemahaman
peserta didik secara komprehensif terhadap bagaimana mencari sumber data secara lisan masih belum trakomodasi dan diapresiasi secara optimal. Kemudian,
karena ada beberapa materi yang tidak disampaiakan secara maksimal, sehingga tujuan-tujuan yang disusun belum terlaksana secara optimal.
Aspek berikutnya dalam pembelajaran adalah aspek subjek belajar. Dalam hal ini aspek dosen dan mahasiswa. Dosen adalah pendidik profesional dan
ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat tri darma perguruan tinggi. Subjek belajar sangat berpengaruh dalam pelaksanaan pembelajaran sejarah lisan.
Pemahama dosententunya menjadi satu hal yang sangat berperan dalam menentukan suksesnya pelaksanaan pembelajarah sejarahlisan di prodi sejarah.
Pemahaman dosen yang baik terhadap mata kuliah berdampak pada bagaimana dosen berkomunikasi dikelas.
Kesuksesan pelaksanaan pembelajaran dikelas tidak hanya tergantung pemahaman dan cara dosen mengajar. Dosen harus mampu memotifasi
mahasiswa untuk belajar. Apalagi melihat adanya kecenderungan kurang
commit to user
antusiasnya mahasiswa pendidikan sejarah terhadap mata kuliah sejarah lisan. Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Motivasi
adalah kekuatan mental yang berupa keinginan, perhatian, kemauan, dan cita-cita yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan tujuan
yang diinginkan. Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-
cita. Sedangkan faktor ektrinsiknya adalah adanya penghargaan lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.
Dosen tidak terbatas sebagai pengajar dalam arti penyampai pengetahuan, akan tetapi lebih meningkat sebagai perancang pengajaran, manajer pengajaran,
dan pengevaluasi hasil belajar. Maka tidak heran bila perilaku dosen juga menjadi cerminan bagi mahsiswanya. Dalam mewujudkan perilaku mengajar secara tepat,
karakteristik pengajar yang diharapkan adalah: 1 Memiliki minat yang besar terhadap pelajaran dan mata pelaajaran yang diajarkannya. 2 Memiliki
kecakapan untuk memperkirakan kepribadian ddan suasana hati secara tepat serta membuat kontak dengan kelompok secara tepat. 3 Memiliki kesabaran,
keakraban, dan sensivitas yang diperlukan untuk menumbuhkan semangat belajar. 4 Memiliki pemikiran yang imajinatif konseptual dan praktis dalam usaha
memberikan penjelasan kepada pesrta didik. 5 Memiliki kualifikasi yang memadai dalam bidangnya, baik isi maupun metode. 6 Memiliki sikap terbuka,
luwes, dan eksperimental dam metode dan teknik. Keprofasionalan dosen, karakter jenis kelamin juga mempengaruhi
tanggapan, keinginan dan motivasi mahasiswa. Hal ini juga sangat berperan dalam
commit to user
menentukan suksesnya pelaksanaan pembelajarah sejarah lisan di prodi sejarah. Keprofesionalan dosen bisa dilihat dari kompetensi yang dimilikinya. Kompetensi
Dalam UU No. 142005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas profesinya. Kompetensi tersebut meliputi; 1 Kompetensi pedagogik; 2 Kompetensi
profesional; 3 Kompetensi sosial; 4 Kompetensi kepribadian;
Kompetensi pendagogik pada dasarnya adalah kemampuan yang harus dimiliki guru dalam mengajarkan materi tertentu kepada siswanya, meliputi : 1
Memahami karakteristik peserta didik dari berbagai aspek, sosial, moral, kultural, emosional, dan intelektual; 2 Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar
peserta didik; 3 Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik; 4 Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaran yang mendidik; 5
Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran; 6 Merancang pembelajaran yang mendidik; 7 Melaksanakan
pembelajaran yang mendidik; 8 Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik dan kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan
budaya; 9 Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. Kompetensi
profesional yaitu
kemampuan penguasaan
materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing
peserta didik memenuhi standar kompetensi. Diharapkan guru menguasai substansi bidang studi dan metodologi keilmuannya, menguasai struktur dan
materi kurikulum bidang studi, mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi,
commit to user
menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran, meningkatkan kualitas pembelajaran melalui evaluasi dan
penelitian. Kemampuan guru dalam komunikasi secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tuawali, dan masyarakat. Diharapkan guru dapat berkomunikasi secara simpatik dan empatik dengan
peserta didik, orang tua peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, dan masyarakat, serta memiliki kontribusi terhadap perkembangan siswa, sekolah
dan masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi ICT untuk berkomunikasi dan pengembangan diri.
Memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, serta berakhlak mulia;
sehingga menjadi teladan bagi siswa dan masyarakat; serta mampu mengevaluasi kinerja sendiri tindakan reflektif dan mampu mengembangkan diri secara
berkelanjutan. Keprofesionalan dosen dapat dilihat dalam berbagai aspek. Sagala
2005:210 mengemukakan gurudosen yang professional harus memiliki sepuluh kompetensi dasar, yaitu menguasai landasan-landasan pendidikan, menguasai
bahan pelajaran, kemampuan mengelola program belajar mengajar, kemampuan mengelola kelas, kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar, menilai hasil
belajar siswa, kemampuan mengenal dan menerjemahkan kurikulum, mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan, memahami prinsip-prinsip dan
hasil pengajaran, dan mengenal dan menyelenggarakan administrasi pendidikan.
commit to user
Dalam pengajarannya ketiga dosen memiliki peran dan karakter yang berbeda-beda. Hal ini juga berdampak pada cara mengajar yang berbeda dan
tanggapan mahasiswa terhadap dosen. Faktor gender juga berpengaruh, ketika menangani kelas dalam pembelajaran, secara alamiah dosen wanita berbeda
dengan dosen pria dalam melakukan pembelajaran dikelas. Karakter-karakter lembut yang menjadi ciri dasar wanita mempunyai pengaruh yang berbeda baik
terhadap proses pembelajaran mahasiswa maupun terhadap pencapaian akademik. Kestabilan karakter yang dimiliki wanita juga berpengaruh terhadap kenyamanan
mahasiswa. Selain lemah lembut karakter dasar wanita yang menunjang sisi positif
dalam pembelajaran adalah sifat keibuannya. Hal ini berbeda dengan sikap dosen pria yang cenderung akan berpikir realistis dalam menghadapi mahasiswa.
Robetson 1999 dalam pengamatannya terhadap guru-guru sekolah mengemukakan bahwa memang terdapat perbedaan secara alamiah antara guru
pria dengan wanita karena secara alamiah wanita mempunyai insting menyayangi dan keibuan, sedangkan dosen pria secara alami lebih mempunyai insting
melindungi, yang lebih tahan terhadap keributan, kekerasan, dan gangguan. Karakter dosen yang mendukung penampilan yang efektif dalam kelas
dipengaruhi oleh karakter bawaan. Ruseffendi 1988:39 mengemukaan beberapa karakter atau sifat seorang guru atau dosen yang efektif, yaitu terampil, disiplin,
pendorong, memiliki daya tarik, kurang emosional, acuh, patuh, penolong, minatnya besar, dan bersifat kepemimpinan, sedangkan karakter guru atau dosen
yang kurang efektif, antara lain sering memarahi dan mencela, mengeritik, kurang
commit to user
memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berinisiatif dan berkomentar, kurang perhatian kepada mahasiswa yang bekerja sendiri.
Dalam setiap proses pembelajaran selalu terjadi komunikasi dua arah antara dosen dengan mahasiswa. Keadaan ini merupakan keadaan ideal yang
mendukung pembelajaran yang efektif bagi mahasiswa, ada beberapa aktivitas dalam pembelajarannya, yaitu: ceramah, ekspositori, tanya jawab, demonstrasi,
diskusi, kegiatan lapangan, laboratorium, permainan, karya wisata, penemuan, inkuiri, pemecahan masalah, pemberian tugas dan metode proyek. Metode dan
pendekatan pengajaran yang mendorong mahasiswa aktif dalam pembelajarannya akan menimbulkan aktivitas belajar, sepertibertanya, memberikan respon, baik
positif maupun negatif, berkomentar atau menanggapi, bekerja dalam kelompok maupun individual, dan membuat tugas atau proyek.
Namun, peran dosen, termasuk dosen wanita, yang sekait dengan hal kejiwaan mahasiswa tidak dapat tergantikan oleh hal lain. Wasliman 2006:63
mengemukakan “Memang harus diakui maraknya arus informasi dewasa ini, guru bukan lagi satu-satunya sumber informasi, tetapi merupakan salah satu sumber
informasi. Meskipun demikian, perannya dalam proses pendidikan masih tetap diperlukan, khususnya yang berkenaan dengan sentuhan-sentuhan psikologi dan
edukatif terhadap anak didik.” Hasil penelitian ini sejalan dengan studi yang dilakukan Musen, et.al.
1980:, 333-347 dapat disimpulkan bahwa karakter dosen wanita memiliki sebelas karakter, yaitu sabar, perhatian, teliti, baik hati, toleran, cerewet, rapi,
ramah, pemarah, pendendam, dan mudah tersinggung. Terdapat tujuh karakter
commit to user
yang positif, yaitu perhatian, baik hati, sabar, toleran, teliti, ramah, dan rapi. Selain itu, terdapat pula empat karakter dosen wanita yang negatif yaitu , cerewet,
pendendam, dan mudah tersinggung. Karakter dosen wanita yang perhatian mendorong mahasiswa menjadi
aktif dan suasana kelas menjadi kondusif sehingga tercipta pembelajaran yang efektif. Dari hasil penelitian ini, bagi para dosen, baik wanita maupun pria
disarankan karakter yang positif dan negatif terhadap pembelajaran dapat dijadikan acuan ketika merancang aktivitas pembelajaran di kelas.
Ditinjau dari aspek mahasiswa,rata-rata kemampuan mahasiswa dalam menerima pelajaran adalah baik. Hal ini disebabkan pada dasarnya mahasiswa
memang telah memiliki bekal yang cukup untuk diajak dosen dalam berdiskusi dan berinterkasi dalam pembelajaran sejarahlisan. Kemampuan mahasiswa yang
baik akan menjadi bekal yang sangat bermanfaat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian, peran dosen menjadi tidak sebagai satu-satunya
informasi dan hanya membangun komunikasi satu arah, tetapi dosen menjadi berperan sebagai sarana yang mengantarkan mahasiswa untuk mencapai
kompetensi secara mandiri. Adanya kemampuan mahasiswa yang baik, maka komunikasi dua arah antara dosen dan mahasiswa dimungkinkan untuk terjadi
secara efektif. Dengan demikian, pada pembelajaran sejarahlisan, faktor mahasiswa menjadi hal yang mendorong dan mempermudah terwujdunya tujuan
pembelajaran. Akan tetapi dalam beberapa kasus ditemukan adanya pandangan dari kalangan mahasiswa yang kurang antusias terhadap pembelajaran, bahkan
cenderung mengacuhkan pelajaran sejarahlisan.
commit to user
Mahasiswa dalam pembelajaran merupakan subjek dan sekaligus obyek. Karena itu inti proses pembelajaran tidak lain adalah kegiatan belajar mahasiswa
dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran merupakan suatu proses mengatur, mengorganisasi, lingkungan yang ada disekitar mahasiswa sehingga
menumbuhkan dan mendorongnya melakukan proses pembelajaran Syaiful bahri Djamarah dan Aswan Zain 2006: 39.
Ditinjau dari aspek materi,pembelajaran sejarah lisan di program studi pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang sudah baik. Ini bisa dilihat dari
materi yang diajarkan dalam satu semester yang meliputi; 1 Konsep sejarah lisan, 2 Ruang lingkup sejarah lisan 3 Konsep tradisi lisan 4 Ruang lingkup
tradisi lisan 5 Manfaat sejarah lisan dalam penulisan sejarah 6 Kritik sumber 7 Uji silang 8 Perujukan 9 Karya-karya sejarah yang menggunakan sumber
sejarah lisan seperti; Sejarah politik, Sejarah sosial, Sejarah intelektualpemikiran, Sejarah ekonomi, Sejarah lokal, dan biografi 10 Langkah-langkah penelitian
sejarah lisan dan tradisi lisan meliputi; Perumusan masalah, Pedoman wawancara, Penentuan informan, Strategi wawancara, dan perekaman 11 Melakukan praktek
sejarah lisan 12 Mengadakan deseminasi hasil praktik sejarah lisan. Pemilihan materi yang diajarkandalam pembelajaran sejarah tidak lepas
dari prinsip-prinsip yang telah ada. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi peembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi dan kecukupan. Yang
dimaksud dengan Prinsip relevansi adalah materi pembelajaran hendaknya ada hubungan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Prinsip
konsitensi artinya adanya keajegan, dalam hal ini jika KD yang harus dikuasai
commit to user
oleh mahasiswa dalam pembelajaran sebanyak 2 macam, maka dalam bahan ajar juga harus mencantumkan 2 macam. Prinsip kecukupan artinya materi yang
diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu mahasiswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan.
Metode pembelajaran yang digunakan dalam mengajarkan materi bervariasi. Adanya kecenderungan dosen untuk menerapkan perpaduan metode,
hal ini dikarenakan beberapa hal. Ada kesamaan tahapan yang dilakukan dalam pengajaran, yakni pada pertemuan awal dosen bercerita tentang latar belakang.
Setelah itu terdapat ulasan tentang aspek kronologis. Kemudian mahasiswa juga disarankan untuk belajar secara mandiri untuk memperdalam kajian.
Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata
dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Nana Sudjana 2005: 76 metode pembelajaran adalah, “Metode pembelajaran ialah cara yang
dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran”. Sedangkan M. Sobri Sutikno 2009: 88
menyatakan, “Metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa
dalam upaya untuk mencapai tujuan”. Sebagai seorang pengajar harus mampu memilih metode pembelajaran
yang tepat bagi mahasiswa. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, dosen harus memperhatikan keadaan atau kondisi mahasiswa, bahan pelajaran serta
sumber-sumber belajar yang ada. Hal ini dilakukan agar penggunaan metode
commit to user
pembelajara dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar mahasiswa.
Ketepatan dosen dalam memilih metode yang digunakan akan berdampak pada dosen dengan mudah mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di
sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang dosen mampu menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran,
menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: 1 ceramah; 2 demonstrasi; 3 diskusi; 4 simulasi; 5 laboratorium; 6 pengalaman lapangan;
7 brainstorming; 8 debat, 9 simposium, dan sebagainya. Ditinjau dari proses pelaksanaan pembelajarannya yaitu berupa
pembelajaran dialogis dan kontekstual, dosen-dosen telah mengimplementasikan dengan baik. Proses dialogis dalam mengulas permasalahan tercermin dari
kegiatan pembelajaran yang tidak hanya berpusat pada dosen. Dalam hal ini mahasiswa diberikan keleluasaan untuk memecahkan masalah dengan menggali
informasi secara mandiri. Dalam pembelajaran ada upaya untuk mengakomodasi gagasan mahasiswa melalui diskusi, walaupun intensitasnya belum terlalu sering.
Pada aspek kontekstual, pembelajaran sejarah lisan telah dilakukan yakni dengan mengaitkan antara materi dengan kondisi kekinian. Hal ini dapat dilihat ketika
dosen membicarakan hal tentang wawancara dosen mencontohkan dengan wawancara yang cenderung ke sejarah kontemporer. Akan tetapi dosenkadang
commit to user
kesulitan dalam menerapkan aspek pembelajaran kontekstual terkait dengan peristiwa sejarah yang berkaitan dengan mencari sumber lisan.
Ditinjau dari aspek sumber belajar, sumber-sumber yang dimanfaatkan dosen dalam pembelajaran sejarah lisan pada dasarnya sudah cukup beragam,
karena dosen tidak hanya menggunakan buku teks, tetapi juga menggunakan beberapa referensi sebagai pelengkap. Akan tetapi ada beberapa kelemahan dalam
aspek pemanfaatan sumber. Hai ini dilihat dari banyaknya buku-buku sejarah lisan yang lebih banyak yang memaparkan suatu peristiwa saja dan hanya ada
beberapa teori saja yang dituliskan dalam buku tersebut. Selain menggunakan buku teks, dosen juga memanfaatkan modul.
Pemakaina modul bertujuan untuk memudahkan mahasiswa dalam memahami suatu materi, karena di dalam modul tersebut terdapat rangkuman materi. Setelah
ditinjau dari perspektif pendekatan kritis, modul yang telah dibuat oleh pengampu mata kuliah sejarah lisan sudah cukup layak untuk dijadikan buku untuk
mahasiswa. Sumber lain yang dimanfaatkan dosen dalam pembelajaran sejarah adalah
sumber dari internet. Internet sebagai sumber belajar memiliki keunggulan adanya data-data yang cukup banyak dan memilii nilai keterbaruan yang tinggi. Hal ini
karena dengan pemafaatan internet sebagai sumber belajar, berbagai infromasi dari belahan dunia dapat diakses secara mudah dan cepat. Akan tetapi sebagai
sumber belajar, interet juga memiliki kelemahan. Walaupun memiliki nilai keterbaruan yang tinggi, internet memiliki nilai keakuratan
accuracy
dan kepercayaan
validity
yang rendah. Tingat keakuratan dan kepercayaan data di
commit to user
internet lemah. Hal ini karena tidak semua tulisan yang ada di internet dapat dimanfaatkan sebagai sumber. Hal ini disebabkan sifat dari internet yang terbuaka
bagi siapa saja untuk memanfaatkannya. Oleh karena banyak orang yang dapat mengakses, maka kadar kepercayaan data adalah lemah. Hal ini karena bisa saja
orang menulis sejarah semaunya, padahal yang dituliskannya belum tentu benar. Oleh karena itu, untuk memanfaatkan internet sebagai sebagai sumber belajar
perlu diterapkan beberapa upaya untuk menyeleksi sumber yang akan dimanfaatkan. Bekaitan dengan pemanfaatan internet terlebih dahulu patut
dipertanyakan tentang sumber dari tulisan, apakah berasal dari sumber yang terpercaya. Apakah tulisan tersebut memang didasarkan pada referensi-referensi
tertentu. Selain itu dosen harus memahami bahwa sumber di internet bukan sebagai satu-satunya sumber dan sumber yang paling utama.
Terkait dengan aspek pemanfaatan situasi kekinian sebagai sumber belajar, dosen berpandangan bahwa mereka mengaitkan pembelajaran antara materi yang
diajarkan dengan kondisi kekinian, terutama dalam hal politik. Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa tidak bosen dan mahasiswa menjadi tertarik.
Penggunaan materi yang bersifat kekinian memudahkan mahasiswa untuk melakukan diskusi, apalagi jika dikaitkan dengan hal-hal yang kontofesional.
Sehubungan dengan aspek pemanfaatan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. Lingkungan masih belum dimanfaatkan dengan optimal. Hal ini
dikarenakan lingkungan masyarakat belum sepenuhnya menunjang untuk pembelajaran sejarah lisan. Kalaupun ada hanya sedikit, itupun lebih pada peran
masyarakat dalam menggali sumber sejarah lisan.Perlu disadari bahwa untuk
commit to user
memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar tidak mudah karena harus disesuaikan dengan SK dan KD yang berlaku. Dengan demikian,
lingkungan sekitar tidak dapat dimanfaatkan secara penuh. Pada pelaksanaan pembelajaran sejarahlisan, dosen memanfaatkan
beberapa media pembelajaran. Penggunaan media dalam pembelajaran sangat penting, hal ini dikarekan proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan
berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa
media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berjalan secara optimal.
Media pada hakekatnya merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran. Sebagai komponen, media hendaknya merupakan bagian integral
dan harus sesuai dengan proses pembelajaran secara menyeluruh.. Jika media yang kita butuhkan ternyata belum tersedia, mau tak mau kita harus membuat
sendiri program media sesuai keperluan tersebut.Jadi, pemilihan media itu perlu kita lakukan agar kita dapat menentukan media yang terbaik, tepat dan sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi sasaran didik. Untuk itu, pemilihan jenis media harus dilakukan dengan prosedur yang benar, karena begitu banyak jenis media
dengan berbagai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Media dalam pembelajaran sejarah memegang peranan dan posisi yang
penting. Hal ini karena media membantu dalam menggambarkan dan memberikan informasi tentang peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Peranan media yang
lain adalah sebagai pengembang konsep generalisasi serta membantu dalam
commit to user
memberikan pengalaman dari bahan yang abstrak seperti buku teks menjadi bahan yang jelas dan nyata. Dengan demikian untuk mewujudkan efektivitas
pembelajaran sejarah harus dilakukan optimalisasi penggunaan media pembelajaran.
Secara rinci, fungsi media dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut 1 Menyaksikan benda yang ada atau peristiwa yang terjadi pada masa
lampau, 2 Mengamati bendaperistiwa yang sukar dikunjungi, baik karena jarak jauh, berbahaya, atau terlarang, 3 Memperoleh gambaran yang jelas tentang
bendahal-hal yang sukar diamati secara langsung karena ukuran yang tidak memungkinkan, baik karena terlalu besar ataupun terlalu kecil, 4 Mendengar
suara yang sukar ditangkap dengan telinga secara langsung, 5 Mengamati dengan teliti binatang-binatang yang sukar diamati secara langsung karena sukar
ditangkap, 6 Mengamati peristiwa peristiwa yang jarang terjadi atau berbahaya untuk di dekati, 7Mengamati dengan jelas bernda-benda yang mudah rusak
sukar diawetkan, 8 Dengan mudah membandingkan sesuatu, 9 Dapat melihat secara cepat suatu proses yang berlangsung secara lambat, 10 Dapat melihat
secara lambat gerakan-gerakan yang berlangsung secara cepat, 11 Mengamati gerakan-gerakan mesin alat yang sukar diamati secara langsung, 12 Melihat
bagian-bagian yang tersembunyi dari suatu alat, 13 Melihat ringkasan dari suatu pengamatan yang panjang dan lama Daryanto, 2010: 11.
Di dalam pembelajaran sejarah, media berperan dalam mewujudkan tiga hal, yakni 1 visualisasi, 2 interpretasi, dan 3 generalisasi. Media
pembelajaran membantu menyampaikan pesan dari dosen kepada mahasiswa agar
commit to user
dalam diri mahasiswa terbangun pemahaman yang menyeluruh tentang peristiwa sejarah yang nantinya dapat diarahkan pada usaha masasiswa mencari sumber
lisan. Melalui media mahasiswa mampu mengonkretkan konsep-konsep atau peristiwa yang masih berisfat abstrak. Inilah fungsi media dalam aspek visualisasi.
Selain itu media pembelajaran membantu mahasiswa melakukan penafsiran terhadap peristiwa-peristiwa sejarah. Dengan adanya kemampuan mahasiswa
untuk mengetahui dan menghayati peristiwa sejarah, maka inilah fungsi media dalam mengembangkan kemampuan mahasiswa melakukan interpretasi. Media
pembelajaran selain itu juga mampu memberikan kemudahan bagi mahasiswa dalam menarik simpulan dan menemukan konseo-konsep umum serta benang
merah dari suatu peristiwa. Secara tertulis fungsi media dalam pembelajaran
sejarah lisan dapat dilihat dari gambar dibawah ini.
Gambar 3.Fungsi Media Pembelajaran dalam Pembelajaran Sejarah lisan
Fungsi media pembelajaran sej lisan
Mewujudkan visualisasi
Mengembangkan konsep generalisasi
Tujuan pembelajaran Sejarah lisan
Membantu interpretasi fakta
commit to user
sumber: diolah dari hasil penelitian Dalam memilih media perlu juga diperhatikan pembelajaran aspek-aspek
berikut ; 1 tujuan pembelajaran, 2 metode pembelajaran, 3 jumlah mahasiswa, 4 karakteristik mahasiswa 5 waktu yang tersedia untuk
pembelajaran, 6 biaya yang digunakan untuk media pembelajaran, 7 kemampuan dosen menggunakan media pembelajaran, 8 tempat berlangsungnya
pembelajaran. Berbagai media yang dimanfaatkan dosen dalam pembelajaran sejarah lisan
antara lain 1 media pandang yang yang tidak diproyeksikan seperti gambar diam, gambar kronologi, peta dan 2 media pandang yang diproyeksikan, seperti
media
slide
dengan aplikasi
microsoft power point
. Pada pelaksanaan pembelajaran, pemanfaatan media oleh dosen terdapat
beberapa kelemahan dalam hal; 1 persiapan, 2 ketersediaan, 3 keterjangkauan, dan juga 4 pemanfaatan. Ditinjau dari aspek persiapan,
pemanfaatan media yang komplet membutuhkan waktu yang lama. Pemanfaatan media berupa film masih belum dapat digunakan karena tidak dimilikinya film-
film terkait dengan pembelajaran sejarah lisan. Dari aspek keterjangkauan, ada beberapa media yang belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena tidak
tersedia dan keterbatasan dalam hal pemanfaatan.
Untuk menutupi belum adanya media yang menunjang dalam pembelajaran sejarah lisan, maka diperlukan media lain sebagai solusi. Dalammemilih media
hendaknya tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan didasarkan atas kriteria tertentu. Ada empat prinsip yang harus diperhatikan sebelum
commit to user
menggunakan media, terdiri dari: 1 Menentukan jenis media yang tepat, artinya seorang dosen memilih terlebih dahulu media manakah yang sesuai dengan tujuan
dan bahan pelajaran yang akan diajarkan. 2 Menetapkan atau memperhitungkan subjek dengan tepat, artinya perlu dipertimbangkan apakah penggunaan media itu
sesuai dengan tingkat kematangankemampuan mahasiswa. 3 Menyajikan media dengan tepat, artinya teknik dan metode penggunaan media dalam pengajaran
haruslah disesuaikan dengan tujuan, bahan, metode, waktu dan sarana yang ada. 4 Menempatkan atau memperhatikan media pada waktu, situasi dan tempat yang
tepat, artinya kapan dan dalam situasi mana pada waktu belajar dan mengajar media harus digunakan. Tentu tidak setiap saat atau selama proses belajar
mengajar terus menerus memperlihatkan atau menjelaskan sesuatu dengan
menggunakan media.
Penggunaan video sebagai media pembelajaran bisa menjadi salah satu solusi. Hal ini dikarenakan video merupakan media yang sangat efektif dalam
pembelajaran, baik untuk pembelajaran massal, individual, maupun kelompok. Video merupakan bahan ajar non cetak jadi akan lebih ekonomis dan praktis
mengingat teknologi
sekarang yang
sudah maju.
Video mampu
memvisualisasikan suatu materi karena materi bersifat gambar bergerak.
Kemajuan teknologi video juga memungkinkan format sajian video dapat
bermacam-macam, mulai dari kaset CD Compact disk dan CD digital Versatile Disc. Hal ini dapat mempermudah kita nenontonnya video player yang di
sambungkan ke televisi ataupun LCd atau juga dilihat oleh mahasiswa melalui laptop. Oleh karena itulah suatu materi yang telah direkam melalui bentuk video
commit to user
bisa digunakan baik untuk proses pembelajaran tatap muka maupun jarak jauh tanpa kehadiran pengajar.
Keuntungan menggunakan vidoe selain ekonomis juga praktis. Namun
penggunaan video bukan berarti tanpa kelemahan. Kelemahan media video antara lain tidak bisa menampilkan obyek sesuai ukuran sebenarnya. Selain itu
pengambilan gambar yang kurang tepat juga dapat menyebabkan timbulnya keraguan dalam menafsirkan gambar yang dilihat. Biaya yang sangat mahal dalam
pembuatan video juga menjadi pertimbangan dari penggunaan media ini. Untuk mengatasi biaya pembuatan video yang mahal, kita bisamelibatkan
mahasiswa dalam pembuatan video dengan difasilitasi pihak jurusan dalam hal ini laboratorium sejarah. Video hasil rekaman mahasiswa yang melakukan Kuliah
Kerja lapangan atau tugas mahasiswa sejarah lisan semester yang lalubisa dijadikan sebagai Video dalam membuat media pembelajaran sejarah.
Faktor-faktor yang memungkinkan digunakannya media video sebagai sumber belajar; 1 Di UNNES sudah ada program satu mahasiswa satu laptop,
jadi mahasiswa dapat membukanya setiap saat. 2 Dijurusan sejarah memiliki laboratorium yang mempunya alat lengkap, sehingga untuk membuat pembuat
video tidaka ada kendala, 4 Ada kelompok mahasiswa musyafir mahasiswa sejarah suka fotografi dan plesir, dengan adanya musfafir maka kegiatan
pembuatan video baik oleh mahasiswa maupun jurusa tidak ada kendala, karena mereka sudah terlatih dalam ha l fotografi dan syuting untuuukkk film
dokumenter.
commit to user
Komponen penunjang dalam pembelajaran antara lain fasilitas-fasilitas yang berfungsi untuk melancarkan dan mempermudah proses pembelajaran. Komponen
penunjang dalam pembelajaran sejarah di program studi pendidikan sejarah UNNES cukup baik. Hal ini bisa dilihat dari adanya akses internet, tersedianya
fasilitas didalam kelas seperti LCD, peta dan alat peraga lainnya. Namun demikian, ada kelemahan dalam hal sarana penunjang ini yakni belum adanya
fasilitas yang mendukung pembelajaran sejarah lisan baik dilaboratorium maupun di taman baca. Di UNNES masih belum ada ruang atau laboratorium yang dapat
menunjang pembelajaran seperti ruang simulasi untuk wawancara, alat perekam dan dokumen-dokumen lainnya.
Taman baca perpustakaan yang ada di prodi sejarah sangat membantu mahasiswa dalam menempuh mata kuliah sejarah lisan. Hal ini dikarenakan selain
memiliki fungsi edukasi yaitu sebagai sumber belajar para sivitas akademika, taman baca juga memiliki fungsi riset dan fungsi informasi. Fungsi riset
perpustakaan adalah mempersembahkan bahan-bahan primer dan sekunder yang paling mutakhir sebagai bahan untuk melakukan penelitian dan pengkajian ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni. Fungsi informasi,perpustakaan merupakan sumber informasi yang mudah diakses oleh pencari dan pengguna informasi. Hal
ini bisa dilihat dari adanya koleksi perpustakaan yang menyangkut sejarah transportasi dan sejarah wilayah pantura.
Melihat fungsi taman baca seperti diatas, maka hal ini sesuai dengan tujuan perpustakaan diperguruan tinngi.Tujuan perpustakaan adalah mendukung kinerja
dari perguruan tinggi dalam menyelenggarakan pendidikan dengan menyediakan
commit to user
sumber-sumber informasi ilmiah di perpustakaan tersebut dan selalu melayani pengguna mahasiswa selama menjalankan pendidikan di perguruan tinggi yang
bersangkutan. Berdasarkan buku Pedoman Akademik Unnes 2010 maka tujuan
perpustakaan adalah:1 Menyediakan informasi untuk mendukung pengajaran dan pembelajaran; 2 Mendorong pengguna untuk memanfaatkan bahan pustaka;
3 Menyediakan tenaga profesional untuk melayani pengguna; 4 Memberikan pelatihan di bidang kepustakawanan; 5 Bekerja sama dengan unit-unit kerja lain;
6 Menyediakan sarana temu kembali informasi. Pada aspek evaluasi, dosen telah menerapkan variasi model penilaian yang
digunakan untuk mengetahui tingkat pencapaian belajar mahasiswa dan kemajuan mereka dalam pembelajaran. Ada banyak pendapat mengenai penilaian, penilaian
juga dikenal dengan evaluasi evaluation. Sebagian orang menghubungkan penilaian dengan pengujian formal terhadap peserta didik. Ada juga orang yang
mengasosiasikan dengan penetapan
terhadap kecerdasan
intellegence, kemampuan ability, dan bakat aptutide seseorang.
Margono 2006:42 menjelaskan penilaian merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes baik dalam
bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek danatau produk, penggunaan portofolio, dan
penilaian diri.
commit to user
Penilaian selalu berkaitan dengan manusia. Evaluasi juga dikaitkan dengan program dan mata pelajaran. Kesuanya berhubungan dengan pengukuran satu
dengan yang laian. Walaupun demikian, akhir dari produknya berbeda. Evaluasi bersifat
post mortem,
artinya sebagai aktivitas akhir sekali. Sedangkan penilaian, dalam arti
assessment
tidak bersifat terminal; ia berkelanjutan. Ia berhubungan dengan manusia uintuk belajar tuntas Hartono, 2005:74.
Tujuan penilaian adalah membantu pendidik dan peserta didik dalam monitor kemajuan siswa, identivikasi kelemahan dan kelebihan, identifikasi
kemampuan khusus, dan keberhasilan mencapai ketuntasan belajar. Penilaian juga berfungsi bagi tujuan suplementari. Ia dapat dijadikan bahan imformasi yang
dapat digunakan untuk memperkirakan
performance
masa depan siswa hartono, 2005:75.Dalam pendidikan, orang mengadakan evaluasi penilaian untuk
memenuhi dua tujuan, yaitu : a Untuk mengetahui kemajuan anak, atau orang yang didik setelah si terdidik tadi menyadari pendidikan selama jangka waktu
tertentu. b Untuk mengetahui tingkat efesiensi metode-metode pendidikan yang dipergunakan pendidikan selama jangka waktu tertentu Buchari, 1983 : 7.Dalam
menilai tujuan yang hendak dicapai perlu diperhatikan aspek-aspek sebagai berikut; 1 Hasil belajar yang merupakan pengetahuan dan pengertian, 2 Hasil
belajar dalam bentuk sikap dan kelakuan, 3 Hasil belajar dalam bentuk kemampuan untuk diamalkan, 4 Hasil belajar dalam bentuk keterampilan serta
yang dilaksanakan dalam kegiatan sehari-hari Rusyan, 1989 : 2010 – 2011. Hasil belajar peserta didik dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah domain,
yaitu: 1 domain kognitif pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa
commit to user
dan kecerdasan logika – matematika, 2 domain afektif sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi, dengan kata
lain kecerdasan emosional, dan 3 domain psikomotor keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan
musikal. Selanjutnya Margono 2006:42-43 menjelaskan penilaian yang baik
merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu dalam penilaian perlu diperhatikan
beberapa hal seperti: 1 penilaian ditujukan untuk mengukur pencapaian kompetensi, 2 penilaian menggunakan acuan kriteria yakni berdasarkan apa
yang dapat dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran dan bukan untuk menentukan posisi peserta didik terhadap kelompoknya, 3 sistem
penilaian yang direncanakan dilakukan secara berkelanjutan, artinya semua indikator dinilai, kemudian hasilnya dianalisis guna menentukan kompetensi dasar
yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik, 4 hasil penilaian untuk menentukan tindak lanjut; tindakan lanjutan
berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedial bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program
pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan, dan 5 sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh
dalam proses pembelajaran. Jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas
commit to user
observasi lapangan maka penilaian harus diberikan baik pada proses keterampilan proses seperti teknik wawancara, maupun produkhasil melakukan
observasi lapangan berupa informasi yang dibutuhkan. Ada beberapa model penilaian yang dilakukan dosen dalam pembelajaran
lisan. Penilaian yang digunakan dosen dalam pembelajaran ini adalah 1 penilaian unjuk kerja, 2 penilaian tertulis, 3 penilaian sikap, 4 penilaian
proyek. Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan
mengamati kegiatan mahasiswa dalam melakukan sesuatu, dalam hal ini adalah penilaian terhadap presentasi yang dilakukan oleh mahasiswa pada saat kegiatan
diskusi. Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Tes tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada mahasiswa dalam
bentuk tulisan. Penilaian sikap digunakan sebagai upaya untuk menilai perilaku
mahasiswa pada saat pembelajaran berlangsung.
Tes tertulis yang digunakan oleh dosen pada dasarnya sudah baik karena dalam penilaian sudah menggunakan acuan kriteria yakni berdasarkan pada apa
yang sudah di dapat mahasiswa setelah mengikuti proses pembelajaran.Soal dibuat sebanyak 5 butir, sesuai dengan materi yang di jelaskan dari pertemuan ke
1 sampai ke pertemuan ke 7. Rincian soal pertama tentang sejarah lisan, soal kedua tentang tradisi lisan, soal ketiga tentang manfaat sejarah lisan dalam
penulisan sejarah, soal keempat langkah-langkah penelitian sejarah lisan dan soal yang kelima tentang penyusunan wawancara.
commit to user
Penilaian tertulis dilakukan dengan tes tertulis, contohnya adalah mid semester atau ujian tengah semester. Ujian tengah semestermid semester
dilakukan pada pertemuan ke 9.Karena soal dibuat 5 buah dengan nilai tertinggi 100 maka bobot masing-masing soal adalah 20 wawancara dengan NinaWitasari
25 Juni 2012. Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang
harus diselesaikan dalam periodewaktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian,
pengolahan dan penyajian produk. Bentuk penilaian ini adalah penugasan dalam pembuatan makalah untuk tugas akhir.
Tema utama tugas mahasiswa dalam penilaian mata kuliah sejarah lisan adalah pengaruh perkembangan jalur transportasi darat pantura terhadap
kehidupan sosial-ekonomi-budaya masyarakat antara tahun 1945-1998. Ada beberapa contoh tema-tema tugas yang diambil mahasiswa antara lain; kondisi
sosial dan ekonomi masyarakat pantura wilayah batang timur pada tahun 1980- an,pengaruh perkembangan transportasi darat di kota tegal tahun 1970-1980an
terhadap konstruksi jalan pantura, peranan jalan raya pantura dalam memajukan hasil produksi rokok di kudus tahun 1930-1967, perkembangan kondisi
perekonomian masyarakat sekitar jalan pantura kabupaten rembang antara tahun 1945-1998.
Penulisan tugas mahasiswa relatif sudah baik. Hal ini bisa dilihat dari tugas yang mereka kumpulkan diakhir semester. Dalam menulis tugas mahasiswa
sudah menggunakan kaidah penulisan yang benar.
commit to user
Mahasiswa telah melakukan tugas penelitian lapangan dengan baik karena sebelum melakukan wawancara mereka telah melakukan pemilihan sumber data
berdasarkan kriteria wawancara. dan kriteria nara sumber.Hal ini bisa dilihat dari narasi yang dibuat dalam tugas mereka. Sebelum melakukan wawancara mereka
menghubungi dan melakukan pendekatan terhadap nara sumber.Hal ini sesuai denga teori yang diberikan pada saat pembahasan teknik wawancara. Sebelum
melakukan wawancara maka harus memperhatikan hal berikut; 1 Menghubungi orang yang akan diwawancara, baik langsung maupun tidak langsung dan
pastikan kesediaannya untuk diwawancarai. 2 Persiapkan daftar pertanyaan yang sesuai dengan pokok-pokok masalah yang akan ditanyakan dalam wawancara.
Persiapkan daftar pertanyaan secara baik dengan memperhatikan 6 unsur berita, yaitu 5W + 1H. Pada saat kegiatan wawancara berlangsung usahakan tidak terlalu
bergantung pada pertanyaan yang telah disusun. 3 Berikan kesan yang baik, misalnya datang tepat waktu sesuai perjanjian. 4 Perhatikan cara berpakaian,
gaya bicara, dan sikap agar menimbulkan kesan yang simpatik.Kriteria Narasumber; 1 Orang yang terlibat langsung, 2 Orang yang tidak terlibat tapi
melihat langsung, 3 Tidak melihat,tidak terlibat, tetapi ikut merasakan dampak, 4 Tidak melihat,tidak terlibat, tetapi dia mempunyai jalur geneologi dengan
pelaku. 5Memori kolektif.
Standar penilaian penelitian lapangan mata kuliah sejarah lisan adalah 1 apabila mahasiswa dapat mewawancarai dengan baik, 2 Menemukan fakta
sejarah yang baru, 3 berhasil menemukan sumber-sumber baik itu manusia
commit to user
maupun bendayang tidak tercover umum, 4 kemampuan untuk menarasikan data, 5 dapat menyusun sebuah program kerjaproposal.
Tugas akhir mahasiswa adalah membuat proposal penelitian, melakukan penelitian lapangan berupa wawancara ke narasumber, dan menarasikannya.
Mahasiswa akan mendapat nilai A baik sekali apabila dalam penelitianya mahasiswa mampu menemukan fakta baru, mampu mengungkapkan pertanyaan-
pertanyaan dari 5W 1H, dan mahasiswa mampu menarasikan dengan baik tentang penelitian lapangannya. Apabila mahasiswa dalam melakukan penelitian dia telah
mampu melakukan wawancara dan mampu menar apabila dalam penelitianya mahasiswa mampu menemukan fakta baru, mampu mengungkapkan pertanyaan-
pertanyaan dari 5W 1H, dan mahasiswa mampu menarasikan dengan baik tentang penelitian lapangannya. Apabila mahasiswa dalam melakukan penelitian dia telah
mampu melakukan wawancara walaupun tidak mencakup semua unsur 5W 1 H dan mampu menarasikan dengan baik maka mahasiswa tersebut mendapat nilai B
baik. Nilai C diberikan kepada mahasiswa yang telah melakukan penelitian lapanagan tapi data-data yang didapatkan tidak lengkap. Nilai E diberikan kepada
mahasiswa apabila tidak mengikuti kuliah danatau praktik sekurang-kurangnya 75 dari seluruh jam tatap muka yang terjadwal pada suatu semester.
Tugas dari mahasiswa pada mata kuliah sejarah lisan masih ada beberapa kelemahannya. Hal ini bisa dilihat dari ada beberapa mahasiswa yang masih
belum melampirkan biodata narasumber secara lengkap. Biodata yang ditulis dalam tugas mahasiswa kurang lengkap, bahkan ada tugas dari mahasiswa yang
menjelaskan biodata narasumbernya hanya sebatas pada nama, usia, dan tempat
commit to user
tinggalnya. Peran narasumber dalam sebuah peristiwapun banyak yang tidak ditulis.
Proses penilaian dalam lembaga-lembaga pendidikan formal pada dasarnya ditujukan untuk mendapatkan informasi mengenai jarak antara situasi
yang ada dengan kondisi yang diharapkan untuk memperoleh data yang akan memberikan gambaran tentang harapan-harapan yang tertuang dalam tujuan
pembelajaran seperti yang ditetapkan sebelumnya. Tanpa ada kegiatan penilaian tidak akan mungkin seorang dosen dapat mengembangkan atau memperbaiki
proses pembelajaran yang dilaksanakan karena tidak tersedianya informasi yang akurat tentang kelebihankeuntungan maupun kekurangankelemahan dari
berbagai praktik-praktik yang telah dilakukannya di dalam proses pembelajaran itu sendiri. Demikian pula bahwa dengan kegiatan penilaian akan diperoleh data
tentang sejauhmana penguasaan peserta didik terhadap bahan yang telah tersaji dalam interaksi belajar mengajar dan sekaligus juga dapat diketahui efektifitas dan
efesiensi program pengajaran yang telah dilakukan. Bahasan tentang Implementasi pembelajaran sejarah lisan untuk
mewujudkan pemahaman mahasiswa terhadap sejarah mikro mengarah pada kendala-kendala
pelaksanaan pembelajaran.
sebelum mengulas
tentang permasalahan kendala secara teknis ada permasalahan yang muncul dalam
konteks pembelajaran sejarah. Permasalahan itu adalah permasalahan tentang subjektivitas dalam historiografi ditambah dengan adanya faktor eksternal berupa
campur tangan dari pihak lain telah menyebabkan penulisan sejarah memiliki perbedaan sudut pandang, bahkan tidak jarang bertentangan. Namun selama
commit to user
ketidak samaan visi dan pendekatan yang memunculkan perbedaan dan pertentangan sebuah tulisan sejarah didukung oleh fakta-fakta pada dasarnya dari
sudut pandang keilmuan hal tersebut masih wajar. Namun demikian yang menjadi permasalahan adalah ketika ternyata pertentangan itu masuk dalam ranah
pendidikan. Penulisan sejarah dalam ranah pendidikan tidak lagi semata-mata ditujukan untuk ilmu pengetahuan, tetapi juga digunakan sebagai sarana untuk
memberikan pemahaman-pemahaman tehadap sebuah fenomena. Oleh karena itulah sejarah lisan sangat diperlukan untuk memperkuat data.
Munculnya kendala pembelajaran hampir disemua aspek, baik itu aspek perencanaan, aspek pembelajaaran, maupun aspek evaluasi. Pada aspek
perencanaan, apabila kendala-kendala tersebut dianalisis, ternyata kendala- kendala itu masih memiliki keterkaitan satu sama lain.
Kemunculan kendala-kendala tersebut pada akhirnya akan menyebabkan lemahnya kemampuan dosen dalam perenacanaan pembelajaran. Lemahnya aspek
perencanaan mengakibatkan pembelajaran yang dilakukan tidak terstruktur, sehingga pencapaian tujuan pembelajaran tidak dapat terwujud secara efektif.
Pada aspek pembelajaran kendala-kendala hampir ditemui pada setiap aspek dalam pembelajaran meliputi 1 tujuan, 2 subjek belajar, 3 materi, 4
metode pembelajaran, 5 media pembelajaran, 6 evaluasi, serta 7 aspek-aspek penunjang.
Kendala-kendala yang ditemui dalam aspek pembelajaran masih berpusat pada keterbatasan keterampilan dosen dalam penerapan variasi pembelajaran,
minimnya antusias mahasiswa, materi yang memunculkan serangkaian kesulitan
commit to user
dalam pemahamannya, masalah dalam media pembelajaran, penerapan sistem evaluasi, serta keterbatasan fasilitas dan sumber. Kendala-kendala ini
menyebabkan kegiatan pembelajaran tidak berjalan dengan optimal dan
berlangsung secara tidak efektif.
Kendala-kendala pembelajaran sejarah akhirnya bermuara pada belum optimalnya pencapaian tujuan pendidikan sejarah. Hal ini menjadi sesuatu yang
harus segera diantisipasi karena pembelajaran sejarah lisan memiliki posisi yang penting bagi calon guru yang nantinya dituntut untuk memanfaatkan sumber lokal
untuk pembelajaran sejarah. Ditinjau dari perspektif tujuan pembelajaran maka permasalahan utamanya
adalah Banyaknya materi, hal ini menyebabkan kekhawatiran tidak tercapainya tujuandari pembelajaran itu sendiri. Selain disebabkan banyaknya materi,
keterbatasan alokasi waktu juga menjadikan pembelajaran tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Untuk menunjang pencapaian tujuan pembelajaran, diperlukan analisis terhadap kebutuhan yang digunakan dalam pembelajaran sejarah lisan. Analisis
kebutuhan tersebut
mencakup persiapan-persiapan
dalam pelaksanaan
pembelajaran, meliputi 1 analisis ketersediaan dan kebutuhan media, 2 analisis kemampuan dosen, 3 analisis kemampuan peserta didik, 4 analisis lingkungan.
Ditinjau dari perspektif mahasiswa, pembelajaran sejarah lisan mampu memunculkan rasa keingintahuan mahasiswa terutama dalam hal observasi
lapangan. Dengan demikian pada dasarnya adapotensi yang dimiliki oleh
commit to user
pembelajaran sejarah lisan untuk memunculkan kreativitasmahasiswa, terutama
dalam memecahkan masalah.
Dari hasil penelitian ditemukan hasil bahwa mahasiswa cenderung tertarik dan ingin tahu tentang bagaiamana cara mencari sumber lisan. Pembelajaran
sejarah lisan dapat menarik mahasiswa karena ada kecenderungan secara psikologis mahasiswa telah mampu secara psikologis untuk memahami aspek-
aspek yang ada dalam pembelajaran. Selain itu, pembelajaran sejarah lisan memiliki peluang yang besar dalam meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam
pembelajaran yang nantinya akan mengarah pada pencarian sumber lisan dalam menulis sejarah mikro.
Pembelajaran sejarah lisan memberin peluang banyak kepada mahasiswa untuk melakukan eksplorasi diri. Hal ini bisa dilihat dari penugasan yang
diberikan kepada mahasiswa, dimana mahasiswa diberi kebebasan untuk melakukan penelitian disekitar pantura. Dosen hanya memberi tema besarnya saja,
yaitu tema penugasannya tentang transportasi dipantura jawa. Subyek belajar dalam hal ini adalah mahasiswa. Terkait dengan apresiasi
mahasiswa, pembelajaran sejarah lisan memang memiliki potensi untuk membantu
mahasiswa mengembangkan
beberapa kemampuan,
seperti kemampuan dalam berpikir kritis, kemampuan analisis dalam hal ini terhadap
sumber sejarah yang berupa sumber lisan. Selain itu dengan penerapan pembelajaran sejarah melalui implementasi pembelajaran sejarah lisan untuk
mewujudkan pemahaman mahasiswa terhadap sejarah mikro dapat membantu mahasiswa belajar untuk dapat melakukan upaya pencarian data baru melalui
commit to user
pendekatan sejarah lisan dalam hal ini untuk menunjang sumber belajar bagi siswanya kelak. Secara lebih spesifik, kemampuan yang dapat dikembangkan
melalui pemanfaatan pembelajaran sejarah lisan adalah kemampuan dalam mengolah informasi, bepikir kreatif, serta kemampuan dalam melakukan evaluasi.
Ditinjau dari perspektif dosen, adanya pengetahuan dosen tentang sejarah lisan terbatas, hal ini dikarenakan pelatihan untuk dosen sejarah sangat jarang.
Pelatihanseminar tentang sejarah lisan memang jarang diadakan, hal ini berdampak pada pengetahuan dosen jalan ditempat. Akibat dari tidak
berkembangnya pengetahuan dosen maka transformasi kemahasiswa pun tidak berkembang dan hanya itu-itu saja.
Pada aspek materi, untuk mengatasi kendala aspek alokasi waktu dan upaya pemahaman secara menyeluruh, dosen hendaknya memperhatikan aspek
kesinambungan materi. Hal ini disebabkan kelemahan dalam dosen masih terletak pada belum mampunya mengaitkan satu materi dengan materi lainnya. Padahal
satu materi dengan materi lainnya memiliki keterkaitan. Seperti ketika mengajarkan materi tentang manfaat sejarah lisan, materi tersebut memiliki
keterkaitan dengan materi sebelum dan sesudahnya. dosen harus mampu mengaitkan materi yang tengah diajarkannya, dengan materi yang sebelumnya.
Penguatan dalam aspek metode pembelajaran juga menjadi hal yang bermanfaat dalam pembelajaran sejarahlisan. Pada pelaksanaan pembelajaran
sejarahlisan, konstruktivisme dapat dijadikan salah satu landasan dalam pelaksanaan pembelajaran. Agar pembelajaran menjadi bermakna, maka
pembelajaran harus berpusat pada mahasiswa artinya adalah dosen memberikan
commit to user
peluang dari mahasiswa untuk berapresiasi, bisa dalam bentuk kegiatan diskusi, debat, tugas mandiri, dan sebagainya. Kemudian, penggunaan variasi model dan
media juga menjadi hal yang diperhatikan dalam pembelajaran agar mahasiswa mudah dalam melakukan visualisasi, interpretasi, dan generalisasi.
Pada aspek strategi pembelajaran, konsep belajar konstruktivisme dapat diterapkan. Konsep belajar konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong Baharudin dan Esa Nur
Wahyuni, 2007:116. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Mahasiswa harus mengonstruksikan
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dalam hal ini
mahasiswa tidak hanya mempelajari teori saja tetapi harus observasi ke lapangan.
Dengan menggunakan pendekatan konstuktivistik, pembelajaran dilakukan bersama-sama oleh dosen dengan mahasiswa dengan produk kegiatan adalah
membangun persepsi dan cara pandang mahasiswa mengenai materi yang dipelajari, mengembangkan masalah baru, dan membangun konsep-konsep baru
dengan menggunakan evaluasi yang dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Dalam pembelajaran akan terjadi suatu proses dialog antara dosen
dengan mahasiswa dengan mengembangkan pengalaman yang telah dimiliki oleh mahasiswa dalam pembelajaran Boyi Anggara, 2007:4.
Untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran, diperlukan adanya upaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran melalui
evaluasi. Alat evaluasi yang diusun ini bertujuan untuk mengendalikan,
commit to user
menjamin, dan menetapkan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk
pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Dalam pelaksanaannya, evaluasi tidak hanya diberikan pada akhir pembelajaran, tetapi juga pada saat
pembelajaran evaluasi proses, berupa menilai keaktifan mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran seperti keaktifan dalam bertanya, menanggapi
pertanyaan, menanggapi pernyataan, mengerjakan tugas, keaktifan dalam diskusi, dan sebagainya.
Penyusunan alat evaluasi tidak hanya sebatas soal ujian, tetapi juga bisa berupa penugasan-penugasan yang bertujuan untuk mengembangkan kreasi dari
peserta didik melalui pendekatan inquiry, seperti mahasiswa ditugaskan untuk mencari data berupa wawancara kemudian mahasiswa ditugaskan untuk mengulas
isi dan memberikan pendapatnya tentang berita tersebut. Artinya mahasiswa diberikan peluang untuk melakukan suatu proses penemuan terhadap berbagai
data dan fakta. Dalam rangka mendukung terwujudnya pembelajaran yang optimal dan
pencapaian tujuan pembelajaran secara efektif diperlukan adanya upaya lain selain dari dosen. Hal ini disebabkan upaya untuk menyelesaikan permasalahan dalam
pendidikan sejarah tidak hanya oleh satu faktor saja, tetapi juga oleh berbagai faktor. Dalam rangka mewujudkan pembelajaran yang optimal perlu peran serta
secara aktif dari komponen-komponen penopang dalam pembelajaran sejarah lisan, yakni 1 Jurusan sejarah sebagai penentu kebijakan kurikulim, 2
Organisasi profesi, dalam hal ini Masyarakat Sejarahwan Indonesia MSI 3
commit to user
praktisi pendidikan dalam hal ini dosen dan guru, dosen sebagai pelaksana proses pendidikan, guru sebagai penerima hasil pembelajaran sejarah lisan, 4 media
massa sebagai media informasi, sekaligus memiliki fungsi kritik, serta 5 masyarakat, yang memiliki fungsi sebagai objek penelitian, pengembangan dan
transformasi sejarah. Atas dasar itu, untuk mewujudkan pendidikan sejarah lisan agar sesuai
dengan tujuan harus ada peran optimal dari segenap komponen yang ada. Upaya yang dilakukan oleh kelima komponen di atas harus berjalan secara serempak dan
sinambung, di mana terjadi upaya sadar dari semua komponen, baik oleh jurusan
sejarah selaku pemegang kebijakanmaupun oleh pihak-pihak terkait lainnya.
Pihak organisasi profesi juga memiliki peran sebagai pengembang profesi, sarana pertukaran informasi dan gagasan. Taufik Abdullah 1997 meyatakan
bahwa ada beberapa peran MSI atau organisasi keilmuan lainnya yakni 1 organisasi keilmuan dan profesi mengembangkan kepada kita suasana alternatif
yang relatif terbebas dari ikatan struktural dan ikatan formal masing-masing 2 forum kesejawatan dan forum teman sejawat. Dalam forum dialog inilah anggota-
anggota yang ada di dalamnya berkesempatan mengajukan hasil penelitian baru dan memberikan ide-ide tentang ilmu dan pengetahuan kita, 3 organisasi
keilmuan meurpakan saluran komunikasi tentang berbagai peristiwa keilmuan, baik yang terjadi di dalam maupun di luar bidang kelmuan itu sendir, 4 menjadi
forum sebagai penjaga the standard excelence dari penerjaan keilmuan, 5 menjaga intelectual integrity, 6 ‘mempersiapkan sejarawan memberikan
sumbangannya kepada masyarakat” Tafik Abdullah, 1997. Melalui organisasi
commit to user
profesi dapat dilakukan pengembangan desain pembelajaran sejarah, memberikan masukan kepada pemerintah, serta menyebarluaskan informasi kepada masyarakat
melalui media massa.
Komponen nonpemerintah lain yang memiliki peran dalam mewujudkan transformasi pendidikan sejarah adalah media masa. Media massa merupakan satu
sarana yang digunakan oleh semua komponen untuk menyebarluaskan informasi agar diterima khalayak. Media massa menjadi jembatan dari semua komponen,
baik berupa aspirasi dari masyarakat kepada pemerintah, sarana komunikasi antarmasyarakat atau antarkomponen, serta sosialisasi kebijakan dari pemerintah
kepada masyarakat. Selain berfungsi sebagai jembatan informasi, media masa juga bisa
berfungsi sebagi penyedia sumber belajar. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya media massa baik media cetak maupun elektronik yang mengangkat masalah
sejarah dalam pemberitaannya. Adanya media massa elektronik, dalam hal ini televisi yang menayangkan
cerita sejarah dalam bentuk film dokumenter dalam acaranya dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Ada beberapa stasiun televisi yang secara rutin
menayangkan acara sejarah diantaranya adalah TV One, Metro TV, Trans TV dan TV 7.
Film dokumenter yang ditayangkan oleh stasiun televisi sebenarnya bisa dijadikan sumber pembelajaran sejarah lisan. Hal ini dikarenakan dalam
penayangannya, film dokumenter sering ada wawancara dengan Orang yang terlibat langsung dalam peristiwa sejarah, Orang yang tidak terlibat tapi melihat
commit to user
secara langsung bagaimana peristiwa sejarah itu, maupun wawancara denga sejarahwan.
Diharapkan pemegang kebijakan, dalam hal ini jurusan sejarah mampu melakukan kerjasama dengan stasiun televisi untuk mendapatkan video film
dokumenter tersebut. Video film dokumenter setidaknya bisa dijadikan sebagai sumber belajar sejarah lisan.Kalaupun hal tersebut tidak bisa, maka dosen sebagai
pengampu mata kuliah sejarah menyarankan kepada mahasiswa untuk menonton tayangan acara televisi yang memutar film dokumenter sebagi tugas mandiri.
Komponen lain dari kelima komponen yang memiliki peran penting adalah masyarakat. Masyarakat merupakan objek dalam melakukan penelitian, hal ini
disebabkan sumber-sumber dalam penulisan sejarah lisan adalah wawancara masyarakat.
Komponen yang terakhir praktisi pendidikan dalam hal ini adalah dosen. Praktisi pendidikan merupakan ujung tombak dalam pelakasnaan proses
pembelajaran sejarah lisan. Hal ini disebabkan praktisi pendidikan atau dosen adalah pihak yang berhubungan langsung dengan mahasiswapeserta didik.
Dikaitkan dengan upaya pengajaran sejarah dalam kelas sejarah, peran dosen menjadi sangat penting. Hal ini disebabkan dosenlah yang memberikan informasi
kepada peserta didik tentang sejarah lisan, baik itu berupa teori maupun praktek lapangan. Peran dosen menjadi sangat penting dalam proses pembelajaran sejarah
lisan, hal inidisebabkan merekalah yang memiliki wewenang yang luas untuk mengembangkan materi ajarnya. Oleh karena itu, hal yang dilakukan adalah
dengan melakukan perbaikan desain pembelajaran, mulai dari merumuskan tujuan
commit to user
pembelajaran, menyusun alat evaluasi, menentukan kegiatan belajar mengajar, mengembangkan program kegiatan belajar mengajar, dan melaksanakan program
belajar mengajar. Sejarah lisan di prodi pendidikan sejarah diarahkan pada sejarah mikro, hal
ini bisa dilihat dari penugasan yang diberikan kepada mahasiswa tahun ini kearah sejarah transportasi.Adanya kekurang pahaman mahasiswa sebagai calon pengajar
terhadap sejarah mikro adalah alasan utama mengapa penugasan mahasiswa untuk tahun ini diarahkan ke sejarah mikro, dalam hal ini adalah penelitian tentang
sejarah transportasi di jalur Pantai Utara Jawa Tengah. Sejarah mikro microhistory merupakan bagian dari sejarah sosial yang
mengamati fenomena-fenomena secara mikroskopis. Secara sederhana sejarah mikro diartikan sebagai kajian sejarah yang memberi perhatian pada unit analisis
yang sempit, seperti peristiwa tertentu, komunitas di pedesaan, serta keluarga dan individu.
Pada sejarah mikro, Muir 2006: 619-621 menyebutkan dua karakteristik sejarah mikro. Pertama, pereduksian terhadap cakupan penelitian sejarah yang
bertujuan untuk melakukan pembatasan dalam menganalisis konsep berpikir masyarakat. Kedua, sejrah mikro merupakan kajian atas perilaku masyarakat
tertentu yang mendukung terwujudnya fakta-fakta sejarah. Munculnya sejarah mikro merupakan reaksi terhadap perkembangan
kajian sejarah yang lebih menitikberatkan pada kelompok sosial luas yang menggunakan metode kuantitatif Muir, 2006: 619. Oleh karena itu, sejarah
commit to user
mikro bertujuan untuk mencari jawaban atas pertanyaan besar di lingkungan yang kecil.
Sejarah mikro memberikan manfaat dalam historiografi modern. Ditinjau dari pengertiannya paling tidak ada lima manfaat memahami sejarah mikro.
Pertama, melalui sejarah mikro diketahui aspek-aspek mendetail dari masyarakat pada lingkup yang kecil. Selama ini aspek mendetail ini jarang diketaui dan
terekam dalam dokumen. Kedua, memperkaya alternatif dan perspektif terhadap satu permasalahan dari sudut pandang lain secara mendalam. Ketiga, mampu
mengeksplorasi kehidupan masyarakat secara lebih hidup dan beragam. Keempat, memberikan kajian terhadap suatu permasalahan dengan lebih manusiawi,
sehingga tidak ada lagi istilah history without people. Kelima, memberikan kesempatan terhadap kajian masyarakat yang terpinggirkan, sehigga tidak ada lagi
istilah people without history. Kekurang pahaman mahasiswa terhadap sejarah mikro akan berdampak
pada pembelajan sejarah ketika mereka ketika mereka menjadi guru. Pemahaman terhadap sejarah mikro melalui penelitian dengan pendekatan sejarah lisan
merupakan hal penting yang harus dikuasai oleh guru. Kemampuan guru untuk memahami berbagai peristiwa di sekitar lingkungan belajar sangat penting agar
pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Pentingnya pemahaman sejarah mikro bagi mahasiswa selaku calon guru sejarah adalah dengan memahami sejarah mikro maka kita dapat menghadirkan
peristiwa-peristiwa sekitar siswa. Melihat hal tersebut, pemahaman terhadap sejarah mikro di sekitar lingkungan belajar siswa merupakan bekal yang harus
commit to user
dimiliki oleh guru agar mampu melakukan pengaitan antara materi sejarah dalam buku teks dengan konteks sekitar siswa.
Mengingatpentingnya sejarah mikro dalam pembelajaran sejarah disekolah-sekolah, maka diharapkan LPTK Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan memberi pembekalan terhadap guru untuk memiliki kemampuan mengeksplorasi sumber-sumber sejarah di sekitar lingkungan belajar sejarah
siswa. LPTK harus membekali calon pendidik sejarah dengan kemampuan untuk mengeksplorasi sumber-sumber sejarah di sekitar lingkungan belajar siswa adalah
melalui mata kuliah Sejarah Lisan. Perkuliahan ini dianggap penting karena saat ini banyak kawasan yang belum memiliki dokumen-dokumen tertulis, sehingga
menyulitkan proses penelitian sejarah secara dokumentatif. Oleh karena itu, penggalian sumber-sumber alternatif di masyarakat melalui wawancara menjadi
pilihan untuk mendapatkan informasi kesejarahan secara melimpah. Melalui mata kuliah sejarah lisan maka diharapkan lulusan mampu
mengaplikasikannya dalam praksis pembelajaran dan melakukan pembimbingan bagi siswa untuk mendapatkan informasi kesejarahan di sekitar lingkungan
belajarnya. Hal ini sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP pada Kompetensi Dasar “Menggunakan prinsip-prinsip dasar penelitian sejarah”.
Pada KD ini siswa diharapkan mampu untuk melaksanakan penelitian sejarah secara sederhana. Salah satu hal yang dapat dikembangkan adalah memberikan
bekal pada siswa untuk mampu melakukan wawancara dengan narasumber sebagai dasar penulisan sejarah. Siswa diharapkan mampu menerapkan metode-
commit to user
metode dalam sejarah lisan untuk mendalami peristiwa sejarah di sekitar lingkungan belajarnya.
commit to user
126
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN
A. Simpulan