Latar Belakang Masalah Basuki Wibowo S861008007

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Paradigma pendidikan sejarah mengalami perkembangan yang pesat setelah reformasi. Salah satu perkembangan tersebut adalah reposisi peran guru sejarah dalam pembelajaran. Guru harus memiliki serangkaian kompetensi sebagai bekal dalam pelaksanaan pendidikan. Dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru dijelaskan bahwa kompetensi profesional yang harus dimiliki guru sejarah salah satunya adalah “menguasai materi, struktur, konsep, danpola pikir keilmuanyang mendukungmata pelajaran yangdiampu.” Lebih spesifik lagi, kompetensi tersebut dijabarkan dalam beberapa aspek, yakni “1 Menguasai hakikat struktur keilmuan, ruang lingkup, dan objek Sejarah; 2 Membedakan pendekatan- pendekatan Sejarah; 3 Menguasai materi Sejarah secara luas dan mendalam; dan 4 Menunjukkan manfaat mata pelajaran Sejarah.” Kompetensi profesional bagi guru sejarah sesuai dengan Permendiknas No. 16 tahun 2007 mempunyai beberapa pemahaman. Pertama , guru sejarah harus mampu memahami hakikat keilmuan sejarah secara mendalam. Kedua , guru sejarah dituntut untuk mampu melakukan penelitian sejarah dan mengembangkan keilmuannya. Ketiga , guru sejarah harus mampu menguasai berbagai materi dan peristiwa sejarah di tingkat nasional dan lokal. Keempat , guru sejarah harus mampu mengambil makna dan nilai-nilai dalam berbagai peristiwa sejarah. Dengan demikian, guru sejarah tidak hanya mampu menguasai materi, tetapi juga commit to user mengembangkannya melalui proses penelitian dan penelusuran sejarah pada tingkat yang lebih mikro di lingkungan sekitar. Penguasaan terhadap pengembangan materi melalui penelitian sejarah dan penelusuran sumber-sumber lokal untuk memperkuat pemahaman sejarah mikro merupakan tuntutan baru bagi guru sejarah. Hal ini didukung oleh pendapat dari Husband 2011:84 bahwa agar mampu menjadi guru sejarah yang sukses harus mampu memahami informasi kesejarahan, termasuk di dalamnya sejarah-sejarah mikro di lingkungan sekitar siswa. Bhuvan Garg 2007:156-160 menjelaskan bahwa guru harus mampu memandu siswa melakukan penelitian berbasis sejarah lisan. Dengan demikian, guru sejarah juga dituntut untuk mampu memandu siswa dalam melaksanakan penelitian sejarah, termasuk sejarah lisan. Oleh karena itu, kemampuan penelusuran sumber dan pemahaman sejarah mikro melalui sejarah lisan menjadi kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sejarah. Pemahaman terhadap sejarah mikro melalui penelitian dengan pendekatan sejarah lisan merupakan hal penting yang harus dikuasai oleh guru. Kemampuan guru untuk memahami berbagai peristiwa di sekitar lingkungan belajar sangat penting agar pembelajaran menjadi lebih bermakna. Kebermaknaan dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan mengaitkan antara materi dengan konteks di sekitar siswa Burhanudin dan Wahyuni, 2007: 67. Salah satu upaya mengaitkan materi dengan konteks di sekitar siswa adalah dengan menghadirkan peristiwa sejarah di sekitar lingkungan belajar. Salah satu upaya untuk mampu menghadirkan peristiwa-peristiwa sekitar siswa adalah dengan memahami sejarah mikro. Pemahaman terhadap sejarah mikro di sekitar lingkungan belajar siswa commit to user merupakan bekal yang harus dimiliki oleh guru agar mampu melakukan pengaitan antara materi sejarah dalam buku teks dengan konteks sekitar siswa. Realitas saat ini, pemahaman guru sejarah terhadap sejarah mikro di sekitar lingkungan belajar siswa masih terkendala pada kemampuan teknis yang dimiliki oleh guru. Guru lebih memilih melaksanakan pembelajaran dengan transfer of knowledge melalui kegiatan yang tidak inovatif. Geoffrey Partington yang dikutip Widja 1989: 103 menyatakan bahwa bahwa praktik-praktik pengajaran yang berlaku selama ini sering dicap sebagai pelajaran hapalan yang didominasi oleh situasi “ too much chalk and talk and by a lack of involvement of childern in their own learning ”, yakni terlalu banyak omongan dan catatan tanpa melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajarannya. Hal ini dimungkinkan terjadi tatkala pembelajaran belum mampu mengaktifkan siswa dalam kegiatan penemuan dan pemecahan masalah kesejarahan di sekitar lingkungan belajarnya. Oleh karena itu pembekalan terhadap kemampuan guru untuk mengeksplorasi sumber-sumber sejarah di sekitar lingkungan belajar sejarah siswa harus dilakukan oleh LPTK Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Salah satu upaya yang diberikan oleh LPTK untuk membekali calon pendidik sejarah dengan kemampuan untuk mengeksplorasi sumber-sumber sejarah di sekitar lingkungan belajar siswa adalah melalui mata kuliah Sejarah Lisan. Perkuliahan ini dianggap penting karena saat ini banyak kawasan yang belum memiliki dokumen-dokumen tertulis, sehingga menyulitkan proses penelitian sejarah secara dokumentatif. Oleh karena itu, penggalian sumber- sumber alternatif di masyarakat melalui wawancara menjadi pilihan untuk commit to user mendapatkan informasi kesejarahan secara melimpah. Melalui mata kuliah ini diharapkan lulusan mampu mengaplikasikannya dalam praksis pembelajaran dan melakukan pembimbingan bagi siswa untuk mendapatkan informasi kesejarahan di sekitar lingkungan belajarnya. Kemampuan guru dalam mengeksplorasi ragam sejarah melalui sejarah lisan dibutuhkan untuk memperkuat pembelajaran sejarah. Saat ini pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP terdapat Kompetensi Dasar “Menggunakan prinsip-prinsip dasar penelitian sejarah”. Pada KD ini siswa diharapkan mampu untuk melaksanakan penelitian sejarah secara sederhana. Salah satu hal yang dapat dikembangkan adalah memberikan bekal pada siswa untuk mampu melakukan wawancara dengan narasumber sebagai dasar penulisan sejarah. Siswa diharapkan mampu menerapkan metode-metode dalam sejarah lisan untuk mendalami peristiwa sejarah di sekitar lingkungan belajarnya. Dengan demikian, guru sebagai pembimbing terlebih dahulu harus mahir dalam melaksanakan penelitian dengan pendekatan sejarah lisan. Sejarah lisan merupakan salah satu paradigma baru dalam ilmu sejarah. Ia menghadirkan pilihan alternatif tentang bagaimana sejarawan memperoleh sumber-sumber sejarah. Jika selama ini penelitian sejarah lebih cenderung memilih dokumen sebagai sumber, sejarah lisan menawarkan alternatif sumber selain dokumen, yakni subjek-subjek yang memiliki keterkaitan dengan peristiwa sejarah. Sejarah lisan menjadi penting ketika di Indonesia banyak daerah belum memiliki catatan tertulis atau dokumen-dokumen peninggalan sebagai sumber sejarah. Oleh karena itu, ketika peneliti hendak mengkaji unit analisis dalam skala commit to user mikro yang memiliki catatan dan dokumen tertulis yang terbatas, penggunaan sejarah lisan dipilih sebagai alternatif untuk menggali cerita-cerita sejarah yang belum terungkap. Mata kuliah sejarah lisan telah menjadi bagian dari kurikulum Program Studi Ilmu sejarah pada perguruan tinggi di Indonesia,namum, mata kuliah tersebut masih belum dikembangkan secara luas untuk memberikan bekal bagi calon guru sejarah dalam melakukan kajian terhadap sejarah mikro di sekitar lingkungan kerjanya. Bagi Prodi Pendidikan Sejarah UNNES, mata kuliah Sejarah Lisan baru diberikan pada kurikulum tahun 2008. Hal ini berarti Sejarah Lisan merupakan satu hal yang relatif baru dan masih mencari format yang ideal. Dengan demikian, kemungkinan munculnya permasalahan juga masih terjadi. Oleh karena itu, menarik bagaimana pelaksanaan pembelajaran sejarah lisan bagi mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah FIS UNNES untuk mewujudkan pemahaman terhadap sejarah mikro, kendala-kendala dalam pelaksanaannya, dan apresiasi mahasiswa dalam pembelajaran.

B. Rumusan Masalah