Kasus Perancangan Arsitektur 6 Rumah Susun

analisa begitu singkat. Usaha maksimal dilakukan untuk menyelesaikan revisi ini sesuai tenggat waktu yang diberikan. Tahap selanjutnya setelah inventarisasi data adalah pemrograman. Pemrograman ini maksudnya adalah penyusunan program-program yang direncanakan dalam rancangan. Program rancangan ini diperoleh dari analisa permasalahan sehingga diketahui apa yang dibutuhkan dalam kawasan proyek agar diaplikasikan dalam rancangan. Pemrograman ini terdiri dari analisa kasus proyek, dan program ruang. Program ruang ini terdiri dari rumusan rinci fungsi- fungsi ruang yang akan diakomodir dalam bangunan dan di tapak, disertai penjelasan dan latar belakangnya serta persyaratan dan ketentuan teknis setiap fungsi. Sesuai dengan data mengenai jumlah penduduk, perancang melakukan perhitungan sehingga mempengaruhi program ruang yang direncanakan pada kawasan, termasuk jumlah unit rumah susun, tipe unit, serta jumlah fasilitas- fasilitas pendukung.

2.1. Kasus Perancangan Arsitektur 6

Dalam kasus proyek Perancangan Arsitektur 6, pembangunan rumah susun ditujukan bagi masyarakat menengah ke bawah. Hal ini dikarenakan dari segi lokasi, sasaran utama dari pembangunan rumah susun ini adalah warga yang sebelumnya merupakan penghuni tapak proyek yang kebanyakan merupakan keluarga dengan tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Keberadaan aktivitas ekonomi di sekitar dan di dalam tapak sangat mempengaruhi proyek Universitas Sumatera Utara perancangan ini. Sesuai dengan tema kelompok perancangan yang mengangkat permasalahan sosial ekonomi pada tapak. Tingkat sosial ekonomi dan aktivitas sosial ekonomi warga setempat banyak mempengaruhi hasil rancangan rumah susun karena dua hal ini menjadi pertimbangan mendasar dalam membuat konsep rancangan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Tingkat sosial ekonomi warga mempengaruhi perancang dalam menentukan bentuk fasade bangunan, material dan konsep struktur, karena hal ini akan mempengaruhi harga satuan unit rumah susun yang nantinya dimiliki warga. Aktivitas sosial ekonomi berpengaruh terhadap kebutuhan fungsi-fungsi ruang komunal, sehingga mempengaruhi organisasi ruang pada bangunan.

2.2. Rumah Susun

Berdasarkan Undang-Undang no. 16 pasal 1 tahun 1985, rumah susun merupakan bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing- masing dapat dimiliki dan dipergunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan ruang bersama, benda bersama dan tanah bersama, sedangkan “satuan Rumah Susun” adalah unit rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian. Di masa sekarang ini, keinginan untuk hidup di kota-kota besar terus meningkat. Peningkatan jumlah penduduk menimbulkan masalah baru yaitu berkurangnya lahan untuk pemukiman di perkotaan. Sedangkan peningkatan jumlah pendatang di perkotaan setiap saat bertambah seiring bertambahnya Universitas Sumatera Utara lapangan pekerjaan. Hal ini yang melatarbelakangi pembangunan rumah susun sebagai solusi kebutuhan hunian di perkotaan. Rumah susun diharapkan menjadi jawaban atas permasalahan tingginya nilai hunian di daerah perkotaan, sehingga para pendatang yang mengadu nasib di perkotaan dapat memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang sesuai dengan kemampuan mereka. Rumah susun umumnya dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pendukung kebutuhan hidup sehari-hari. Fasilitas ini umumnya sama di setiap bangunan rumah susun karena standar yang telah diatur dalam Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun. Fasilitas ini antara lain, ruang serba guna, tempat ibadah, parkir kendaraan, ruang komunal,dll. Gambar 2.1. Bentuk Fasade Rumah Susun Sumber: http:kolomrumah.com 2011 Sasaran konsumen rumah susun yang merupakan masyarakat menengah ke bawah menjadikan rancangan rumah susun yang dibangun kebanyakan tidak memperhatikan nilai estetika. Anggapan bahwa masyarakat menengah ke bawah bukanlah suatu kelompok yang mementingkan nilai estetika menjadikan rancangan rumah susun terkesan buruk, dan bukan merupakan pemandangan yang Universitas Sumatera Utara menyenangkan Gambar 2.1. Hal ini menjadikan suatu anggapan pada masyarakat bahwa nilai estetika dalam suatu bangunan adalah hal yang selalu membutuhkan biaya besar dalam penerapannya. Dalam menentukan kebutuhan unit hunian rumah susun, perancang mempertimbangkan jumlah keluarga yang akan dipindahkan ke bangunan rumah susun. Lalu jumlah unit hunian yang akan dijualdisewa mengikuti KAK yang menentukan jumlah lantai bangunan minimal 8 lantai. Penentuan tipe unit hunian berdasarkan pertimbangan kebutuhan dan kemampuan ekonomi konsumer atau penghuni baru. Pertimbangan tipe hunian penghuni lama tidak dilakukan mengingat besarnya luasan unit akan mempengaruhi penjualan unit kedepannya. Pertimbangan ini dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa tipe unit yang lebih kecil akan lebih mudah terjualdisewa dan pembagian unit bagi penghuni lama tetap bisa dilakukan sesuai dengan tipe unit hunian lama dengan menggabungkan dua unit atau lebih hunian baru.

2.3. Potensi Tapak