38
orang yang tinggal diperkotaan terlalu banyak mendapat stimulasi dari lingkungan. Oleh karenanya, dia harus selektif dalam
menerima paparan informasi yang sangat banyak agar bisa tetap menjalankan peran-perannya dengan baik. Itulah sebabnya
diperkotaan, orang-orang yang sibuk sering tidak peduli dengan kesulitan orang lain karena dia sudah overload dengan beban
tugasnya sehari-hari. e Pola asuh
Menurut Bern dalam Sarlito W. S. Eko A. M., 2014: 139 tingkah laku sosial sebagai bentuk tingkah laku yang
menguntungkan orang lain tidak terlepas dari peranan pola asuh di dalam keluarga. Pola asuh yang bersifat demokratis secara
signifikan memfasilitasi adanya kecenderungan anak untuk tumbuh menjadi seorang yang mau menolong, yaitu melalui peran orang
tua dalam menetapkan standar-standar ataupun contoh-contoh tingkah laku menolong.
3. Karakteristik Anak Kelas V Sekolah Dasar
Tingkah laku dan proses sosialisasi siswa di sekolah dasar sangat berkaitan erat dengan karakteristik siswa, karena pada dasarnya ada yang
mengatakan masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak menengah akhir. Menurut Rita Eka I dkk 2008: 104 Masa tersebut berlangsung dari
usia enam tahun hingga kira-kira sebelas atau dua belas tahun. Mulai masa
39
ini ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah dasar. Pada masa ini anak-anak akan mengalami beberapa perkembangan antara lain :
1. Perkembangan kognitif Menurut Piaget dalam Santrock 2011: 187 pada masa kanak-
kanak menengah akhir seorang anak berada dalam tahap perkembangan kognitif operasional konkret. Pada tahap ini anak dapat melakukan
tindakan konkret, dan mampu berpikir secara logis selama mereka dapat menerapkan penalaran mereka pada contoh yang konkret dan spesifik.
Pada masa kanak-kanak akhir menurut Piaget dalam Rita Eka I, dkk, 2008: 106 anak-anak mulai berkurang rasa egonya dan mulai
bersikap sosial. Terjadi peningkatan dalam hal pemeliharaan, misalnya mulai mau memelihara alat-alat permainannya. Mengelompokkan benda-
benda yang sama ke dalam dua atau lebih kelompok berbeda. Dia juga mulai banyak memperhatikan dan menerima pandangan orang lain.
Materi pembicaraan lebih ditujukan kepada lingkungan sosial, tidak hanya pada dirinya sendiri. Berkembang pengertian tentang jumlah,
panjang, luas, dan lebar. Dalam hal ini, peneliti hanya akan mengkaji tentang karakteristik
siswa kelas tinggi. Usia anak kelas tinggi berkisar antara 9-12 tahun. Adapun beberapa karakteristik khas yang dimiliki anak-anak pada usia
ini, menurut Rita Eka I 2008: 116-117 adalah sebagai berikut:
40
1 Adanya minat terhadap kehidupan sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan kecenderungan-kecenderungan untuk membandingkan
pekerjaan-pekerjaan praktis. 2 Sangat realistis ingin tahu, dan ingin belajar
3 Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, atau dengan kata lain mulai menonjolnya faktor-
faktor tertentu. 4 Pada masa ini anak memandang nilaiangka raport sebagai ukuran
yang tepat mengenai prestasi sekolah. 5 Pada masa ini pula, anak-anak gemar membentuk kelompok sebaya
biasanya untuk dapat bermain bersama. 2. Perkembangan bahasa
Pada masa kanak-kanak akhir kemampuan bahasa anak terus tumbuh. Anak lebih baik kemampuannya dalam memahami dan
menginteperasikan komunikasi lisan dan tulisan. Pada masa ini perkembangan bahasa anak terlihat pada perubahan kosa kata dan tata
bahasa. Menurut Rita Eka I 2008:108, pada perkembangan bahasan juga nampak perkembangan sebagai berikut:
a. Perkembangan bicara Pada masa ini anak belajar bagaimana berbicara dengan baik
ketika berkomunikasi dengan orang lain. Anak mulai menyadari bahwa komunikasi yang bermakna tidak dapat tercapai apabila anak
tidak mengerti apa yang dikatakan orang lain maupun orang lain tidak
41
mengerti apa yang dia katakan. Karena itu anak mulai belajar untuk memahami perkataan orang lain, dan anak ketika berbicara akan lebih
terkendali dan terseleksi kosakatanya agar orang lain mengerti apa yang dia bicarakan.
b. Minat membaca Pada usia anak 10-12 tahun, perhatian membaca berada pada
titik puncak. Dari kegiatan membaca ini anak memperkaya kosakata dan tata bahasa sebagai bekal untuk berbicara dan berkomunikasi
dengan orang lain. 3. Perkembangan moral
Perkembangan moral ditandai dengan kemampuan anak untuk memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku dilingkungan
masyarakat. Kohlebrg dalam John W Santrock, 2011: 251 menyatakan ada enam tahap perkembangan moral. Keenam tahap tersebut terjadi
pada tiga tingkatan yaitu: a. Tingkatan pra-konvensional
Pada tingkatan pra-konvensional konsep individu mengenai baik dan buruk diinterpretasikan oleh penghargaan eksternal dan
hukuman. Pada tingkatan ini terdiri dari dua tahap yaitu : 1 Moralitas Heteronom; anak-anak patuh karena orang dewasa memberitahu
mereka untuk patuh, 2 Individualisme, tujuan, dan pertukaran; Individu
mengejar kepentingan
mereka sendiri,
tetapi
42
memperbolehkan orang lain melakukan hal yang sama. Sesuatu yang benar melibatkan pertukaran yang sama.
b. Tingkatan konvensional Pada tingkatan konvensional individu menerapkan standar
tertentu, tetapi mereka adalah standar yang ditetapkan oleh orang lain. Pada tingkatan ini terdiri dari dua tahap yaitu: 1 Harapan
interpersonal yang sama, hubungan, dan kesesuaian interpersonal ; nilai kepercayaan, kepedulian, dan kesetiaan terhadap orang lain
sebagai dasar penilaian moral, 2 Moralitas sistem sosial ; penilaian moral didasarkan pada pemahaman tatanan sosial, hukum, keadilan
dan tugas. c. Pasca konvensional
Pada pasca konvensional individu mengakui ajaran moral alternatif, mengeksplorasi pilihan, dan kemudian memutuskan pada
kode moral pribadi. Pada tingkatan ini terdiri dari dua tahap yaitu: 1 Kontrak sosial atau kegunaan dan hak-hak individu ; alasan individual
bahwa nilai-nilai, hak-hak, dan prinsip mendasari atau melampaui hukum, 2 Prinsip etika universal ; orang-orang telah mengembangkan
sebuah standar moral berdasarkan hak asasi manusia universal. Ketika menghadapi sebuah dilema antara hukum dan hati nurani, hati nurani
seseorang diikuti.
43
4. Perkembangan emosi Emosi memainkan peran yang penting dalam kehidupan anak.
Apabila emosi yang dirasakan anak sering dan sangat kuat, hal ini akan berdampak pada penyesuaian sosial anak. Seorang anak dengan kondisi
keluarga yang kurang atau tidak bahagia, memungkinkan terjadinya tekanan perasaan atau emosi pada anak.
Pergaulan yang semakin luas dengan teman sekolah dan teman sebaya lainnya akan mengembangkan emosi anak. Anak akan belajar
bahwa ungkapan emosi yang kurang baik tidak akan diterima oleh teman-temannya, sehingga anak berusaha untuk mengendalikan
ungkapan-ungkapan emosi yang kurang dapat diterima seperti: amarah, menyakiti perasaan teman, menakut-nakuti, dan sebagainya.
Emosi anak tentu berbeda dengan emosi pada orang dewasa. Menurut Rita Eka I 2008:112 menyebutkan ciri-ciri emosi pada anak
yaitu: a. Berlangsung relatif singkat
b. Emosi anak kuat dan hebat c. Emosi anak mudah berubah
d. Emosi anak nampak berulang-ulang e. Respon emosi anak berbeda-beda
f. Emosi anak dapat diketahui dari gelaja dan tingkah lakunya g. Emosi pada anak mengalami perubahan pada kekuatannya.
h. Perubahan dalam ungkapan-ungkapan emosi.
44
Menurut Santrock 2011: 244 pada masa kanak-kanak menengah akhir, anak-anak menunjukkan perpective taking, kemampuan untuk
mengamsusikan perpektif orang lain serta memahami pikiran dan perasaan mereka. Anak-anak menjadi sadar bahwa setiap individu sadar
terhadap perpektif orang lain dan bahwa menempatkan seseorang di tempat orang lain dengan cara menilai, niat, tujuan dan tindakan orang
lain. Perpective
taking merupakan
bagian penting
dalam mengembangkan sikap dan perilaku prososial. Dalam istilah perilaku
prososial, mengambil perpektif orang lain meningkatkan kemungkinan anak-anak untuk memahami dan bersimpati dengan orang lain ketika
mereka sedang menderita dan membutuhkan. Menjelang berakhirnya masa kanak-kanak, seorang anak mulai
memperluas empatinya melalui hal-hal yang diketahui secara pribadi. Anak mengembangkan empati tidak hanya kepada orang yang
dikenalnya, tetapi juga kelompok orang yang belum pernah dijumpainya. Misalnya ketika melihat bencana alam. Anak tersebut menyumbangkan
uangnya agar korban bencana alam tersebut merasa lebih baik Taufik 2012: 96 pada rentang usia ini anak-anak berada pada
tahapan final dari mode perkembangan empati menurut Hoffman, terjadi pada akhir usia anak-anak yaitu pada umur 12 tahun. Pada tahapan ini
anak dapat mengalami empati dalam merespons kondisi kehidupan orang lain, tidak hanya terfokus pada diri sendiri. Reaksi-reaksi tersebut dapat
diperoleh atau dipelajari oleh anakseiring dengan makin intensifnya
45
mereka berteman atau berinteraksi dengan kawan-kawan sepermainnya yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda.
B. Penelitian yang Relevan