Perilaku Prososial Deskripsi Teori

19 dirasakan orang lain, atau perasaan mengalami bersama dengan orang lain. Komponen afektif terdiri dari: a Emphatic Concern Emphatic Concern merupakan perasaan simpati dan peduli terhadap orang lain sebagai wujud dari ikut merasakan penderitaan yang sedang dialaminya. Sedangkan Menurut David O Sears dkk 1985: 69 emphatic concern adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khusunya untuk berbagai pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain. Emphatic Concern terkait dengan perasaan yang penuh kehangatan dan perhatian. b Personal Distress Personal distress memfokuskan pada kecemasan pribadi dan kegelisahan yang dirasakan sebagai akibat dari reaksi terhadap situasi interpersonal yang tidak menyenangkan atau penderitaan yang dialami orang lain. Menurut David O Sears dkk 1985: 69 personal distress adalah reaksi pribadi kita terhadap penderitaan orang lain-perasaan terkejut, takut, cemas, prihatin, tidak berdaya, atau perasaan apapun yang kita alami.

2. Perilaku Prososial

a. Pengertian Perilaku Prososial Menurut Baron Byrne 2005:92 perilaku prososial adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus 20 menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong. Menurut David O Sears dkk 1985:47 perilaku prososial adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif penolong. Salah satu contoh perilaku prososial adalah jika seseorang memberikan sumbangan yang besar pada malam amal yang diadakan oleh atasannya dengan harapan akan menimbulkan kesan yang menyenangkan dan mendapatkan kenaikan gaji. Menurut Tri Dayaksini dan Hudaniah 2009:156 perilaku prososial adalah segala bentuk perilaku yang memberikan konsekuensi positif bagi penerima, baik dalam bentuk materi, fisik ataupun psikologis tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pemiliknya. Menurut Rose D Parke Alison Carke Stewart 2010: 382 perilaku prososial adalah perilaku sukarela yang dimaksudkan untuk menguntungkan orang lain. Perilaku prososial termasuk berbagi sharing, kepedulian caring, menghibur comforting, bekerjasama cooperating, menolong helping, simpati symphatyzing dan melakukan perbuatan baik. Perilaku prososial juga bisa termasuk tindakan yang dirancang untuk membantu sekelompok orang, masyarakat, negara, bahkan dunia. 21 Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian perilaku prososial diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku prososial merupakan suatu tindakan sukarela yang bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi orang tanpa memperdulikan motif-motif orang yang melakukan tindakan tersebut, dan tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong. b. Aspek-aspek Perilaku Prososial Menurut Eissenberg Mussen dalam Tridayaksini Hudaniah, 2009: 155 aspek-aspek perilaku prososial terdiri dari beberapa macam antara lain: 1 Berbagi sharing Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia berbagi berarti berbagi sesuatu bersama atau memberikan sebagian untuk orang lain. Dengan demikian, berbagi adalah kesediaan untuk berbagi sesuatu yang dimiliki atau yang sedang digunakan untuk digunakan bersama atau digunakan orang lain yang membutuhkan sesuatu tersebut tersebut. Sesuatu tersebut dapat berupa benda, barang, pikiran, perasaan, maupun ide. Misalnya ketika seseorang memiliki makanan, uang, barang, dan lain-lain, kemudian dia memberikan sebagian barang itu kepada orang lain yang membutuhkan barang tersebut. Bukan hanya barang saja yang dapat diberikan kepada orang lain, melainkan juga ide maupun pikiran seseorang dalam rangka 22 untuk membantu orang yang sedang kesulitan. Misalnya ketika ada seseorang yang kesulitan mengerjakan tugas, kemudian orang yang memiliki ide tersebut membagikan ide yang dia miliki ada orang tersebut lebih mudah dalam mengerjakan tugas. Namun, berbagi bukan hanya memberikan sesuatu kepada orang lain, tetapi dapat juga menggunakan sesuatu pada saat yang sama dengan orang lain. Misalnya ketika seorang siswa menggunakan meja yang sama pada waktu yang sama dengan temannya, berarti pada saat itu dia berbagi meja dengan temannya. 2 Kerjasama coorperate Menurut Muchlas Samani Haryanto 2014: 118 kerjasama adalah kesediaan untuk bertanggung jawab dan berkontribusi dengan mengerahkan tenaga maupun pikiran secara maksimal bersama-sama dengan orang lain demi tercapainya suatu tujuan kelompok. Ketika bekerjasama tujuan kelompok yang ingin dicapai sudah disepakati oleh orang yang terlibat dalam kerjasama. Tindakan kerjasama biasanya saling menguntungkan, saling memberi, saling menolong, dan menenangkan. 3 Menyumbang donating Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia menyumbang berarti memberikan sesuatu sebagai bantuan. Ketika seseorang menyumbang berarti orang tersebut melakukan kegiatan memberikan sesuatu dalam rangka untuk menolong seseorang atau organisasi. Menurut A Tabrani 23 Rusyan 2003:84 sesuatu yang diberikan tersebut memberikan manfaat bagi yang menerima. Sesuatu yang diberikan tersebut dapat berupa pemikiran dan segala bantuan, baik moril maupun materiil. 4 Menolong helping Menurut Mohamad Mustari 2014: 14 menolong adalah kesediaan membantu orang lain. Bantuan itu diberikan dalam bentuk apa saja yang memang diperlukan orang yang ditolong, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, ide, ataupun barang. Menolong meliputi membantu orang lain atau menawarkan sesuatu baik moril maupun materil yang menunjang berlangsungnya kegiatan orang lain. 5 Kejujuran Honesty Menurut Muchlas Samani Haryanto 2014: 124 bertindak jujur yaitu kesediaan untuk mengatakan sesuatu seperti apa adanya, dapat dipercaya, dan tidak berbuat curang, mencuri dan berbohong kepada terhadap orang lain. Seseorang yang bertindak jujur tidak akan menyembunyikan sesuatu untuk kepentingannya sendiri. Orang itu akan menjunjung tinggi kebenaran, ikhlas, lurus hati, tidak suka berbohong, mencuri dan memfitnah, dan tidak menjerumuskan orang lain. 6 Kedermawanan Generosity Menurut Muchlas Samani Haryanto 2014: 123 kedermawanan adalah kemampuan seseorang untuk mengelola sumber daya yang dimiliki secara hemat dan cermat sehingga secara 24 bebas dapat memberikannya kepada seseorang yang amat membutuhkan. Orang yang dermawan memiliki sikap suka bersedakah, murah hati, memahami, dan tidak egois. Kedermawanan termasuk kesediaan untuk memberikan secara sukarela sebagian yang berharga miliknnya kepada orang lain yang membutuhkan. Bersedia untuk memberikan uang, bantuan, kebaikan, dll. Terutama pada hal yang lebih dari biasa atau diharapkan. Orang yang dermawan biasanya merasa senang ketika memberikan sesuatu yang berharga miliknya kepada orang lain yang membutuhkan. 7 Mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain, Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia hak merupakan sesuatu yang seharusnya dimiliki oleh seseorang, sedangkan kesejahteraan menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, aman dan sentosa. Ketika seseorang mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain berarti dia memikirkan baik-baik hak dan kesejahteraan orang lain sebelum dia mengambil sebuah keputusan. c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Prososial Perilaku prososial tidak begitu saja muncul pada diri seseorang. Ada berbagai faktor dan teori yang menyatakan kenapa seseorang melakukan perilaku prososial. Menurut Sarlito W Sarwono Eko A Meinarno 20:125 ada beberapa teori yang melandasi seseorang untuk melakukan perilaku prososial antara lain: 25 1 Teori Evolusi Menurut teori evolusi, inti dari kehidupan adalah kelangsungan hidup gen. Gen dalam diri manusia telah mendorong manusia untuk memaksimalkan kesempatan berlangsungnya suatu gen agar tetap lestari.` a Perlindungan kerabat kin protection Orang tua akan selalu siap untuk memberikan bantuannya kepada anak, walau harus mengorbankan kepentingan dirinya demi anak-anaknya. Menurut teori evolusi tindakan orang tua ini adalah demi kelangsungan gen-gen orang tua dalam diri anak. Orang tua yang mengutamakan kesejahteraan anak dibandingkan dengan kesejahteraan dirinya sendiri, gennya akan mempunyai peluang lebih besar untuk bertahan dan lestari dibandingkan orang tua yang mengabaikan anaknya. David G Myers, 2012: 200. Hal ini berlaku juga untuk kerabat yang lebih jauh dimana kedekatan gen-gen secara biologis membuat manusia terprogram secara alami untuk menolong orang lain. Sarlito W. S. Eko A. M., 2014:125 b Timbal balik biologik biological reciprocity Ketertarikan genetik untuk menolong seseorang juga karena adanya prinsip timbal balik. Menurut Robert Trivers dalam David G Myers, 2012:201 seseorang membantu orang lain karena orang tersebut mengharapkan timbal balik dari perilaku menolongnya. 26 Seseorang menolong karena mengantisipasi kelak orang yang di tolong akan menolongnya kembali sebagai balasan, dan bila dia tidak menolongnya maka kelak dia pun tidak akan mendapat pertolongan. 2 Teori belajar Dalam teori belajar ada dua teori yang menjelaskan tingkah laku menolong, yaitu teori belajar sosial social learning theory dan teori pertukaran sosial social exchange theory. a Teori belajar sosial social learning theory Dalam teori belajar sosial, tingkah laku manusia dijelaskan sebagai proses belajar terhadap lingkungan. Berkaitan dengan tingkah laku menolong seseorang menolong karena ada proses belajar melalui observasi terhadap model prososial. Sarlito W. S. Eko A. M., 2014: 126. Keberadaan pengamat yang menolong memberi model sosial yang kuat akan menghasilkan suatu peningkatan tingkah laku menolong diantara pengamat lainnya, sehingga model prososial mendukung terjadinya perilaku prososial Baron Byrne, 2005: 105-106. Seseorang cenderung akan melakukan perilaku prososial karena lingkungan memberi contoh- contoh yang dapat diobservasi untuk bertindak menolong David O Sears dkk, 1985: 126. Misalnya saja ketika seorang anak melihat film yang tokoh utamanya melakukan perilaku prososial, maka 27 anak tersebut akan lebih cenderung untuk melakukan perilaku prososial. b Teori pertukaran sosial social exchange theory Menurut teori pertukaran sosial, seseorang mempertimbangkan kemungkinan untung dan rugi dari suatu tindakan tertentu, termasuk menolong orang lain. Karena itu orang akan bertindak secara prososial bila yang dipersepsi berupa keuntungan ganjaran-kerugian karena memberikan pertolongan melebihi keuntungan yang diperoleh karena tidak menolong David O Sears dkk, 1985: 58. Contohnya ketika seseorang ditawarkan untuk donor darah, sebelum mendonorkan darahnya, dia akan menghitung untung dan ruginya. Bila dia ikut mendonor, maka untungnya dia bisa mendapat penghargaan dari lingkungan atau kepuasan batin karena telah berbuat baik, ruginya dia harus menahan rasa sakit karena disuntik. Sebaliknya bila dia tidak mendonor, maka dia tidak perlu menahan rasa sakit karena disuntik namun dia tidak mendapat penghargaan dari lingkungan David G Myers, 2012: 187 Menurut Myers dalam Sarlito W. S. Eko A. M., 2014: 127 sesuai dengan teori pertukaran sosial, tingkah laku menolong juga bisa semata-mata hanya untuk menutupi kepentingan pribadi seseorang. Misalnya mendonor darah untuk mendapatkan pujian, bukan niat untuk menolong orang yang membutuhkan. Dengan 28 demikian, keuntungan dari tingkah laku menolong dapat bersifat menolong untuk memperoleh imbalan dari lingkungan external self reward atau menolong untuk mendapatkan kepuasan batin internal self rewards. 3 Teori empati Empati merupakan respons yang kompleks, meliputi komponen afektif dan kognitif. Dengan komponen afektif, berarti seseorang dapat merasakan apa yang orang lain rasakan dan dengan komponen kognitif seseorang mampu memahami apa yang orang lain rasakan beserta alasannya. a Hipotesis empati-aultrisme Ketika seseorang melihat penderitaan orang lain, maka muncul perasaan empati yang mendorong dirinya untuk menolong. David Howe 2015: 262 menyatakan semakin besar kepedulian empati seseorang terhadap kesusahan orang lain, semakin besar kemungkinannya akan membantu, dan lebih cepat kemungkinnya mereka akan menolong. Menurut Batson dalam Sarlito W. S. Eko A. M., 2014:128 motivasi menolong ini sangat kuat sehingga seseorang bersedia terlibat dalam aktivitas menolong yang tidak menyenangkan, berbahaya, bahkan mengancam jiwanya. Dengan demikian, motivasi seseorang untuk menolong adalah karena ada orang lain yang membutuhkan bantuan dan rasanya menyenangkan bila dapat berbuat baik. 29 b Model mengurangi perasaan negatif negative-state-relief model Orang selalu menginginkan adanya perasaan positif pada dirinya dan berusaha untuk mengurangi perasaan negatif. Melihat orang menderita dapat membuat perasaan seseorang menjadi tidak nyaman, sehingga ia berusaha untuk mengurangi perasaan tidak nyamannya dengan cara menolong orang tersebut. Dalam teori ini dijelaskan bahwa orang menolong untuk mengurangi perasaan negatif akibat melihat penderitaan orang lain. Perasaan negatif ini tidak selalu harus merupakan akibat melihat pendertiaan orang lain. Seseorang bisa saja berada dalam suasana hati yang negatif sebelum melihat orang yang sedang kesusahan dan menolong diharapkan dia dapat mengurangi perasaan negatifnya tersebut. Sarlito W. S. Eko A. M., 2014:128 c Hipotesis kesenangan empatiemphatic joy hypothesis Dalam hipotesis ini dikatakan bahwa seseorang akan menolong bila dia memperkirakan dapat ikut merasakan kebahagiaan orang yang akan ditolong atas pertolongan yang diberikannya. Seseorang yang menolong perlu untuk mengetahui bahwa tindakannya akan memberikan pengaruh positif bagi orang yang ditolong. Sarlito W. S. Eko A. M., 2014:128 4 Teori perkembangan kognisi sosial Dalam merespon suatu situasi darurat situasi yang membutuhkan pertolongan, tentunya diperlukan sejumlah informasi 30 yang harus diproses dengan cepat sebelum seseorang memutuskan untuk memberikan pertolongan. Dengan demikian, tingkah laku menolong melibatkan proses kognitif seperti persepsi, penalaran, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. Pemahaman kognisi berfokus pada pemahaman yang mendasari suatu tingkah laku sosial. Sarlito W. S. Eko A. M., 2014: 129 5 Teori norma sosial Ketika menolong, seseorang mungkin tidak menyadari apa keuntungan bagi dirinya. Tindakannya ketika menolong dikarenakan ia merasa harus memberikan bantuannya kepada orang lain. Kegiatan menolong seperti keharusan membantu teman yang sedang sakit, membantu menunjukkan jalan kepada orang yang baru, dan mengembalikan dompet yang ditemukan dijalan, semuanya dipersepsikan sebagai suatu yang diharuskan oleh norma-norma masyarakat. Norma merupakan harapan-harapan sosial di masyarakat dan menentukan perilaku yang pantas bagi seseorang Myers, 2012 :195. Ada dua bentuk norma sosial yang memotivasi seseorang untuk melakukan tingkah laku menolong yaitu a Norma timbal balik the reciprocity norm Menurut Sarlito W. S. Eko A. M. 2014: 130 salah satu norma yang bersifat universal adalah norma timbal balik, yaitu seseorang harus menolong orang yang pernah menolongnya. Hal ini menyiratkan adanya prinsip balas budi dalam kehidupan 31 bermasyarakat. Myers 2012: 195 harapan bahwa seseorang akan menolong mereka yang telah menolongnya, bukan menyakitinya. Dengan demikian, seseorang harus menolong orang lain karena kelak di masa datang, ia akan ditolong oleh orang lain atau ia pernah ditolong orang pada masa sebelumnya. Norma ini berlaku untuk hubungan sosial yang setara. b Norma tanggung jawab sosial the social-responsibility norm Menurut Scwartz dalam Myers, 2012: 196 dalam norma tanggung jawab sosial, orang yang memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan tanpa mengharapkan timbal balik atau balasan dimasa yang akan datang. Norma ini memotivasi orang untuk memberikan bantuannya kepada orang-orang yang lebih lemah dari dirinya. Selain hal tersebut yang menjadi pertanyaan adalah kapan seseorang akan menolong. Menurut Sarlito W. Sarwono Eko A Meinarno 20:131 ada beberapa pengaruh yang akan menentukan seseorang untuk menolong atau tidak menolong antara lain: 1 Pengaruh faktor situasional a Pengamat Pengamat atau orang-orang yang berada di sekitar tempat kejadian mempunyai peran sangat besar dalam mempengaruhi seseorang saat memutuskan antara menolong atau tidak ketika dihadapkan pada keadaan darurat. Menurut Baron Byrne 2005: 32 95 dalam hal tersebut maka akan terjadi efek pengamat yaitu semakin banyak jumlah pengamat, semakin berkurang bantuan yang diberikan. Menurut Sarlito W. S. Eko A. M. 2014: 131 efek pengamat terjadi karena 1 pengaruh sosial social influence, yaitu pengaruh dari orang lain yang dijadikan sebagai patokan dalam mengintepretasi situasi dan mengambil keputusan untuk menolong, seseorang akan menolong jika orang lain juga menolong; 2 hambatan penonton audience inhibition, yaitu merasa dirinya dinilai oleh orang lain evalution apprehension dan resiko membuat malu diri sendiri karena tindakan menolong yang kurang tepat akan menghambat orang untuk menlong; 3 penyebaran tanggung jawab diffusion of responsibility membuat tanggung jawab untuk menolong menjadi terbagi karena hadirnya orang lain. b Daya tarik Sejauh mana seseorang mengevaluasi korban secara positif memiliki daya tarik akan mempengaruhi kesediaan orang untuk memberikan bantuan. Menurut Clark dalam Baron Byrne 2005:102 apapun faktor yang dapat meningkatkan ketertarikan pengamat kepada korban, akan meningkatkan kemungkinan terjadi respons untuk menolong. Menurut David O Sears dkk 1985: 70 seseorang cenderung akan menolong orang yang memiliki 33 karakteristik yang sama dan memiliki daya tarik fisik. Menurut Sarlito W. S. Eko A. M. 2014: 132 pada umumnya orang akan menolong anggota kelompoknya terlebih dahulu in group, baru kemudian menolong orang lain out group karena sebagai suatu kelompok tentunya ada beberapa kesamaan dalam diri mereka yang mengikat mereka dalam suatu kelompok. c Atribusi terhadap korban Menurut Weiner dalam Baron Byrne, 2005:103 seseorang akan termotivasi untuk memberikan bantuan pada orang lain bila ia mengamsumsikan bahwa ketidakberuntungan korban adalah diluar kendali korban. Seseorang akan lebih cenderung menolong orang yang tergeletak dengan memakai baju bersih dan rapi, tetapi memiliki luka bekas memar dikepala daripada orang yang tergeletak dengan memakai baju robek dan kotor namun ada botol anggur kosong disampingnya. Menurut Sarlito W. S. Eko A. M., 2014: 133 pertolongan tidak akan diberikan bila pengamat mengamsumsikan kejadian yang kurang menguntungkan pada korban adalah kesalahan korban sendiri atribusi internal. d Ada model Adanya model membuat tingkah laku menolong dapat mendorong seseorang untuk memberikan pertolongan pada orang lain. Keberadaan pengamat yang menolong memberi model sosial yang kuat akan menghasilkan suatu peningkatan tingkah laku 34 menolong diantara pengamat lainnya, sehingga model prososial mendukung terjadinya tingkah laku prososial Baron Byrne, 2005: 105-106. Seseorang cenderung akan melakukan perilaku prososial karena lingkungan memberi contoh-contoh yang dapat diobservasi untuk bertindak menolong David O Sears dkk, 1985: 126. e Desakan waktu Menurut David O Sears 1985: 65 orang yang tergesa-gesa mempunyai kecenderungan lebih kecil untuk menolong dibandingkan mereka yang tidak mengalami tekanan waktu. f Sifat dan kebutuhan korban Menurut Deaux dkk dalam Sarlito W. S. Eko A. M., 2014: 135 kesediaan untuk menolong dipengaruhi oleh kejelasan bahwa korban benar-benar membutuhkan pertolongan Clarity of need, korban memang layak mendapatkan bantuan yang dibutuhkan legimate of need, dan bukanlah tanggung jawab korban sehingga ia memerlukan bantuan dari orang lain atrbiusi eksternal. Dengan demikian, orang yang meminta pertolongan akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk ditolong daripada orang yang tidak meminta pertolongan walau ia seseungguhnya juga membutuhkan pertolongan karena permintaan tolong korban membuat situasi pertolongan menjadi tidak ambigu. Namun, bantuan yang diperlukan harus dinilai layak oleh penolong. 35 2 Faktor dari dalam diri a Suasana hati mood Menurut Baron Byrne, 2005: 109 suasana hati seseorang dapat mempengaruhi kecenderungan untuk menolong. Suasana hati yang positif secara umum meningkatkan tingkah laku menolong. Namun Menurut David O Sears dkk 1985: 66 ada beberapa batasan penting mengenai suasana hati yang baik itu. Suasana hati yang baik bisa menurunkan kesediaan seseorang untuk menolong bila pemberian bantuan akan mengurangi suasana hati yang baik. Begitu juga sebaliknya bila seseorang berada dalam suasana hati yang buruk dan dia tidak memfokuskan suasana hati yang buruk tersebut pada dirinya sendiri, maka orang yang berada dalam suasana hati yang buruk tersebut cenderung untuk menolong. Hal ini dilakukan karena orang tersebut berfikir bahwa menolong seseorang akan mengurangi suasana hatinya yang buruk. b Sifat Baron Byrne 2005: 116 mengemukakan faktor-faktor dalam diri yang menyusun kepribadian penolong, antara lain: 1 Empati Seseorang yang menolong orang lain ditemukan mempunyai empati lebih tinggi daripada mereka yang tidak menolong. Partisipan yang paling prososial menggambarkan diri mereka sebagai bertanggung jawab, bersosialisasi, 36 menenangkan, toleran, memiliki self-control, dan termotivasi untuk membuat impresi yang baik. 2 Mempercayai dunia yang adil Orang yang menolong mempersepsikan dunia sebagai tempat yang adil dan percaya bahwa tingkah laku yang baik diberi imbalan dan tingkah laku yang buruk diberi hukuman. Kepercayaan ini mengarah pada kesimpulan bahwa menolong orang yang membutuhkan adalah hal yang tepat untuk dilakukan dan adanya pengharapan bahwa orang yang menolong akan mendapatkan keuntungan dari melakukan sesuatu yang baik. 3 Tanggung jawab sosial Mereka yang paling menolong mengekpresikan kepercayaan bahwa setiap orang bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik untuk menolong orang yang mebutuhkan. 4 Locus of Control Internal Merupakan kepercayaan individual bahwa dia dapat memilih untuk bertingkah laku dalam cara yang memaksimalkan hasil akhir yang baik dan meminimalkan yang buruk. Mereka yang menolong mempunyai locus of control internal yang tinggi. Sebaliknya, mereka yang tidak menolong cenderung memiliki locus of control internal yang rendah dan 37 percaya bahwa apa yang mereka lakukan tidak relevan, karena apa yang terjadi diatur oleh keuntungan, takdir, orang-orang yang berkuasa, dan faktor-faktor yang tidak terkontrol lainnya. 5 Egosentrisme rendah Mereka yang menolong tidak bermaksud untuk menjadi egosentris self-absorbed dan kompetitif. c Jenis kelamin Menurut Deaux dkk dalam dalam Sarlito W. S. Eko A. M., 2014: 138 peranan gender terhadap kecenderungan seseorang untuk menolong sangat bergantung pada situasi dan bentuk pertolongan yang dibutuhkan. Laki-laki cenderung lebih mau terlibat dalam aktivitas menolong pada situasi darurat yang membahayakan, misalnya menolong seseorang dalam kebakaran. Hal ini tampaknya terkait dengan peran tradisional laki-laki, yaitu laki-laki dipandang lebih kuat dan lebih mempunyai keterampilan untuk melindungi diri. Sementara perempuan lebih tampil menolong pada situasi yang bersifat memberi dukungan emosi, merawat, dan mengasuh. d Tempat tinggal Menurut Deaux dkk dalam Sarlito W. S. Eko A. M., 2014: 138 orang yang tinggal didaerah pedesaan cenderung lebih penolong daripada orang yang tinggal di daerah perkotaan. Hal ini dapat dijelaskan melalui urban-overload hypothesis, yaitu orang- 38 orang yang tinggal diperkotaan terlalu banyak mendapat stimulasi dari lingkungan. Oleh karenanya, dia harus selektif dalam menerima paparan informasi yang sangat banyak agar bisa tetap menjalankan peran-perannya dengan baik. Itulah sebabnya diperkotaan, orang-orang yang sibuk sering tidak peduli dengan kesulitan orang lain karena dia sudah overload dengan beban tugasnya sehari-hari. e Pola asuh Menurut Bern dalam Sarlito W. S. Eko A. M., 2014: 139 tingkah laku sosial sebagai bentuk tingkah laku yang menguntungkan orang lain tidak terlepas dari peranan pola asuh di dalam keluarga. Pola asuh yang bersifat demokratis secara signifikan memfasilitasi adanya kecenderungan anak untuk tumbuh menjadi seorang yang mau menolong, yaitu melalui peran orang tua dalam menetapkan standar-standar ataupun contoh-contoh tingkah laku menolong.

3. Karakteristik Anak Kelas V Sekolah Dasar