PENGARUH PERILAKU PROSOSIAL DAN KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP PENERIMAAN TEMAN SEBAYA SISWA KELAS V SD NEGERI SE KECAMATAN PAJANGAN.

(1)

i

PENGARUH PERILAKU PROSOSIAL DAN KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP PENERIMAAN TEMAN SEBAYA SISWA KELAS V

SEKOLAH DASAR NEGERI SEKECAMATAN PAJANGAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Priliana Handayani NIM 12108241020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal

kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang

beriman.” (Q. S Ali Imran: 139)

“Rasulullah SAW bersabda: Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya,

tidak boleh menganiaya dan tidak boleh menyerahkan (kepada musuhnya), siapa yang membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan (membalas) membantu keperluannya dan barang siapa yang membebaskan kesusahan seorang muslim, maka

lantaran itu Allah akan membebaskannya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari kiamat dan barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah

akan menutupi aibnya kelak di hari kiamat.”


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah swt, penulis persembahkan karya ini kepada:

1. Bapak dan Ibu tercinta beserta keluarga. 2. Almamater.


(7)

vii

PENGARUH PERILAKU PROSOSIAL DAN KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP PENERIMAAN TEMAN SEBAYA SISWA KELAS V SD NEGERI

SE KECAMATAN PAJANGAN Oleh

Priliana Handayani NIM 12108241020

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perilaku prososial dan kepercayaan diri terhadap penerimaan teman sebaya siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pajangan Tahun Ajaran 2015/2016.

Penelitian ini merupakan penelitian ex post facto. Teknik pengambilan data menggunakan skala psikologi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V sekolah dasar negeri se-Kecamatan Pajangan, dengan jumlah populasi sebanyak 338 siswa. Sampel peneliltian yang digunakan sebanyak 172 siswa. Uji validitas yang digunakan menggunakan uji validitas konstruk, instrument dikonsultasikan terlebih dahulu dengan ahli (expert judgment) kemudian diujicobakan pada responden dan dianalisis menggunakan rumus korelasi produk moment. Uji reliabilitas menggunakan rumus

alpha. Uji prasyarat analisis data menggunakan uji normalitas, linearitas, dan multikoleniaritas. Pengujian hipotesis dengan menggunakan regresi linier sederhana dan regesi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh signifikan pada perilaku prososial dan kepercayaan diri terhadap penerimaan teman sebaya siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pajangan Tahun Ajaran 2015/2016. Pengaruh perilaku prososial terhadap penerimaan teman sebaya menunjukkan hasil R square sebesar 0,468 dan p 0,000 sehingga sumbangan efektifnya sebesar 46,8%. Pengaruh kepercayaan diri terhadap penerimaan teman sebaya menunjukkan hasil R square sebesar 0,310 dan p 0,000 sehingga sumbangan efektifnya sebesar 31%. Pengaruh perilaku prososial dan kepercayaan diri terhadap penerimaan teman sebaya menunjukkan hasil R square

sebesar 0,703 dan p 0,000 sehingga sumbangan efektifnya sebesar 70,3%.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis, sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Penelitian skripsi ini dituis sebagai realisasi untuk memenuhi tugas mata kuliah Tugas Akhir Skripsi. Selain itu, skripsi penelitian ini diajukan kepada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah

memberikan ijin penelitian.

2. Wakil Dekan 1 Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar yang telah memberikan izin penelitian. 4. Bapak Agung Hastomo, M Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

memberikan waktunya untuk bimbingan sejak awal hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh dosen dan karyawan jurusan Pendidikan Sekolah Dasar Universitas Negeri Yogyakarta yang telah banyak membantu selama kuliah dan penyusunan skripsi. 6. Seluruh kepala sekolah beserta wali kelas V SD di Kecamatan Pajangan yang telah

memberikan izin penelitian.

7. Kedua orang tua yang selalu memberikan dorongan baik riil maupun spiritual. 8. Saudara-saudara yang selalu memberikan motivasi dan dorongan dalam

penyusunan skripsi ini.

9. Teman-teman yang selalu memberikan motivasi dan saran. 10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini.


(9)

ix

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak senantiasa diharapkan oleh penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca baik mahasiswa, dosen maupun masyarakat.

Yogyakarta, 27 Mei 2016 Penulis


(10)

x DAFTAR ISI

hal

JUDUL ……… i

PERSETUJUAN ………. ii

SURAT PERNYATAAN ……… iii

PENGESAHAN ……… iv

MOTTO……… v

PERSEMBAHAN ……… vi

ABSTRAK ……… vii

KATA PENGANTAR ……… viii

DAFTAR ISI ……… x

DAFTAR TABEL ……….. xii

DAFTAR GAMBAR ……….. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Identifikasi Masalah ……… 5

C. Batasan Masalah ……… 6

D. Rumusan Masalah ………. 6

E. Tujuan Penelitian ……….. 6

F. Manfaat Penelitian ………. 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Sosial ……… 8

2. Pengertian Perilaku Prososial ……… 8

3. Aspek Perilaku Prososial ……….. 9

4. Faktor yang mempengaruhi Perilaku Prososial ………... 10

B. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri ……….. 12

2. Aspek-aspek Kepercayaan Diri ………... 13

3. Karakteristik Individu yang Memiliki Kepercayaan Diri ……… 15

C. Penerimaan Teman Sebaya 1. Pengertian Penerimaan Teman Sebaya ……… 17


(11)

xi

3. Ciri-ciri Anak yang Diterima dan Ditolak ……… 20

4. Aspek Penerimaan Teman Sebaya ……… 23

5. Pentingnya Penerimaan Teman Sebaya ………..………. 25

D. Kerangka Berpikir ………. 29

E. Hipotesis Penelitian ……….. 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ……….. 32

B. Variabel Penelitian ……… 32

C. Desain Penelitian ……….. 33

D. Definisi Operasional Variabel ……… 34

E. Waktu dan Tempat Penelitian ……… 34

F. Populasi dan Sampel ………. 35

G. Teknik Pengumpulan Data ……… 37

H. Pengembangan Instrumen Penelitian ……… 38

I. Uji Coba Insrumen ………. 41

J. Teknik Analisis Data ………. 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ……….. 53

B. Uji Prasyarat ………. 65

C. Uji Hipotesis ………. 67

D. Pembahasan ……… 69

E. Keterbatasan Penelitian ………. 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……… 75

B. Saran ……….. 76

Daftar Pustaka ……… 78


(12)

xii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Daftar Nama SD Negeri Kecamatan Pajangan ………... 35

Tabel 2. Data Jumlah Sampel SD Negeri Kecamatan Pajangan ……….. 37

Tabel 3. Distribusi Skor Skala Psikologi ……….. 38

Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Variabel Perilaku Prososial ……… 39

Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Variabel Kepercayaan Diri ……… 39

Tabel 6. Kisi-kisi Instrumen Penerimaan Teman Sebaya ……… 40

Tabel 7. Hasil Uji Validitas Instrumen Perilaku Prososial ……….. 43

Tabel 8. Hasil Uji Validitas Instrumen Kepercayaan Diri ……….. 43

Tabel 9. Hasil Uji Validitas Instrumen Penerimaan Teman Sebaya ………. 44

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Skor Variabel Perilaku Prososial ……… 54

Tabel 11. Tingkat Skor Variabel Perilaku Prososial ……… 55

Tabel 12. Tingkat Persentase Aspek Variabel Perilaku Prososial ………... 56

Tabel 13. Distribusi Frekuensi Skor Variabel Kepercayaan Diri ……… 57

Tabel 14. Tingkat Skor Variabel Kepercayaan Diri ……… 59

Tabel 15. Tingkat Persentase Aspek Variabel Kepercayaan Diri ……… 60

Tabel 16. Distribusi Frekuensi Skor Variabel Penerimaan Teman Sebaya …….. 61

Tabel 17. Tingkat Skor Variabel Penerimaan Teman Sebaya ………. 62


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Kerangka Berfikir ………. 30

Gambar 2. Sebaran Distribusi Frekuensi Skor Variabel Perilaku Prososial … 54 Gambar 3. Sebaran Frekuensi Skor Variabel Perilaku Prososial ……… 56 Gambar 4. Sebaran Persentase Skor Aspek Variabel Perilaku Prososial …... 57 Gambar 5. Sebaran Distribusi Frekuensi Skor Variabel Kepercayaan Diri … 58 Gambar 6. Sebaran Frekuensi Skor Variabel Kepercayaan Diri ……… 59 Gambar 7. Sebaran Persentase Skor Aspek Variabel Kepercayaan Diri …… 60 Gambar 8. Sebaran Distribusi Frekuensi Skor Variabel Penerimaan

Teman Sebaya ………. 61

Gambar 9. Sebaran Frekuensi Skor Variabel Penerimaan Teman Sebaya ….. 63 Gambar 10. Sebaran Persentase Skor Aspek Variabel Penerimaan


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Angket Perilaku Prososial ………. 82

Lampiran 2. Angket Kepercayaan Diri ………. 84

Lampiran 3. Angket Penerimaan Teman Sebaya ……….. 86

Lampiran 4. Skor Uji Coba Instrumen Perilaku Sosial ………. 88

Lampiran 5. Skor Uji Coba Instrumen Kepercayaan Diri ………. 90

Lampiran 6. Skor Uji Coba Instrumen Penerimaan Teman Sebaya ………. 92

Lampiran 7. Rekapitulasi Validitas dan Reabilitas Skala Perilaku Prososial …… 94

Lampiran 8. Rekapitulasi Validitas dan Reabilitas Skala Kepercayaan Diri …… 96

Lampiran 9. Rekapitulasi Validitas dan Reabilitas Skala Penerimaan Teman Sebaya ……… 98

Lampiran 10. Hasil Penelitian Variabel Perilaku Prososial ……….. 100

Lampiran 11. Hasil Penelitian Variabel Kepercayaan Diri ……….. 105

Lampiran 12. Hasil Penelitian Variabel Penerimaan Teman Sebaya ……… 110

Lampiran 13. Uji Normalitas ……… 116

Lampiran 14.Uji Linearitas ……….. 116

Lampiran 15. Uji Multikoleniaritas ………. 117

Lampiran 16. Uji Regresi Linier Sederhana X1 terhadap Y ………. 117

Lampiran 17. Uji Regresi Linier Sederhana X2 terhadap Y ………. 118

Lampiran 18. Uji Regresi Linier Ganda X1 dan X2 terhadap Y ……….. 118 Lampiran 19. Denah Persebaran Sekolah Dasar Negeri se-Kecamatan Pajangan… 119


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan adalah kebutuhan mendasar suatu bangsa. Pendidikan merupakan tumpuan harapan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Anak sebagai generasi penerus bangsa perlu dididik sejak dini dan dikembangkan potensinya demi tercapainya tujuan nasional pendidikan tersebut. Sekolah menjadi tempat bagi anak untuk mengembangkan potensi kognitif dan sosialnya. Anak sebagai makhluk sosial perlu untuk mengembangkan ketrampilan sosialnya guna membekali dirinya menjadi warga negara yang baik.

Syamsu Yusuf (2007: 122) mengemukakan bahwa anak dilahirkan belum bersifat sosial. Anak belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain untuk mencapai kematangan sosial. Kemampuan sosial anak akan berkembang melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik orang tua, saudara, teman sebaya, atau orang dewasa lainnya. Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi serta meleburkan diri menjadi suatu kesatuan, saling berkomunikasi, serta bekerja sama. Sueann Robinson Ambron, 1981 (dalam Syamsu Yusuf,2007: 123) mengartikan sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota


(16)

2

masyarakat yang bertanggungjawab dan efektif. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat diperoleh pengertian bahwa pentingnya kematangan hubungan sosial dengan orang lain melalui pencapaian perkembangan kepribadian sosial agar mampu menjadi masyarakat yang baik.

Perkembangan sosial anak tersebut dapat dicapai dengan interaksi bersama lingkungan sosialnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Syamsu Yusuf (2007: 125) bahwa perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya baik orangtua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman sebayanya. Apabila lingkungan sosial tersebut menfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang. Dukungan lingkungan sosial sangat berpengaruh pada proses perkembangan sosial anak untuk mencapai hubungan sosial yang baik.

Anak usia sekolah dasar mulai mengembangkan hubungan sosial di lingkungan pertemanannya, khususnya dengan teman sebayanya di sekolah. Hubungan sosial yang baik dengan teman sebaya sangat diperlukan anak untuk dapat mengembangkan dirinya termasuk untuk mencapai perkembangan sosialnya serta untuk memenuhi kebutuhannya sebagai makhluk sosial. Hubungan sosial yang baik dengan teman sebaya akan mampu memberikan rasa aman, nyaman, dan diterima oleh teman-temannya sehingga anak tidak akan mengalami depresi, rendah diri, maupun merasa ditolak oleh teman-teman sebayanya.

Hubungan sosial dengan teman sebaya yang baik perlu penerimaan dari teman sebayanya. Anak yang diterima oleh teman-temannya akan lebih mencapai perkembangan secara lebih optimal dibandingkan dengan anak-anak yang ditolak. Anak yang ditolak akan cenderung provokatif dan memiliki sikap atau kepribadian negatif. Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa penerimaan teman


(17)

3

sebaya sangat penting bagi masa anak-anak akhir. Pada masa ini, kebutuhan akan teman-teman sebayanya lebih tinggi. Anak akan merasa tidak puas dan kesepian apabila tidak bersama teman-temannya.

Penerimaan teman sebaya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut adalah perilaku prososial. Perilaku prososial merupakan perilaku yang dibutuhkan ketika anak berteman atau berhubungan sosial dengan teman-teman sebayanya.

Anak yang memiliki perilaku prososial cenderung memiliki banyak teman dan menjadi anak yang populer. Anak populer adalah anak dengan penerimaan teman sebaya yang baik. Anak akan diterima karena banyak teman-teman sebaya yang menyukainya dan dipilih sebagai teman bermain.

Faktor lain yang mempengaruhi penerimaan teman sebaya adalah kepercayaan diri anak. Anak yang ditolak atau diabaikan rata-rata adalah anak yang pemalu. Anak pemalu adalah anak yang memiliki kepercayaan diri rendah. Berdasarkan pengertian tersebut, seorang anak memerlukan kepercayaan diri dalam bergaul dengan teman sebayanya sehingga anak dapat diterima oleh teman-temannya.

Anak dengan kepercayaan diri yang baik, akan dapat mengekspresikan dirinya dengan baik. Anak akan mampu bersosialisasi dengan baik dan tidak akan menarik diri dari lingkungan sosialnya karena merasa mampu dan menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompok sebayanya. Hal tersebut akan menyebabkan teman sebaya menyukainya dan memilihnya sebagai teman.

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada bulan Oktober 2015 di 6 SD Negeri se-Kecamatan Pajangan yaitu SD Iroyudan, SD Krebet, SD Sendangsari, SD Beji, SD Guwo, dan SD Guwosari serta wawancara dengan guru dan siswa, diketahui bahwa perilaku prososial dan kepercayaan diri anak dalam bergaul dengan teman sebaya


(18)

4

masih rendah. Hal ini terlihat saat proses pembelajaran yang berlangsung maupun pada saat anak-anak bermain di luar kelas, terdapat anak yang memiliki sikap anti sosial seperti suka berkelahi, berbicara kasar, tidak mau membantu temannya, egois, mengolok-olok temannya, serta berbicara dengan kurang sopan. Anak dengan perilaku prososial yang kurang cenderung ditolak oleh banyak teman sebayanya karena dianggap mengganggu dan menyakiti. Sehingga dapat terlihat bahwa perilaku prososial yang rendah mengakibatkan penerimaan teman sebaya yang rendah pula.

Terkait dengan kepercayaan diri anak yang rendah, terdapat anak yang malu untuk berbicara di depan teman-temannya, malu untuk bergaul dengan lawan jenis, malu untuk membantu teman yang tidak bergitu dekat dengannya, dan merasa dirinya tidak mampu menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Berdasarkan wawancara dengan guru terdapat anak yang pemalu dan jarang berkomunikasi dengan temannya. Anak tersebut sering diolok-olok dan banyak anak yang tidak ingin berteman dengannya. Beberapa anak juga mengatakan bahwa tidak ingin bermain dengan temannya yang pemalu karena dianggap sebagai teman yang kurang menyenangkan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kepercayaan diri anak yang rendah mengakibatkannya ditolak oleh teman-temannya sehingga tingkat penerimaan teman sebayanya rendah.

Dilihat dari fakta-fakta yang terjadi di lapangan dapat disimpulkan bahwa sebagian anak memiliki penerimaan teman sebaya yang rendah. Penerimaan teman sebaya yang rendah berhubungan dengan rendahnya perilaku prososial dan kepercayaan diri anak. Hal tersebut harus segera ditindaklanjuti dan dicari solusi yang terbaik sehingga dapat menumbuhkan kesadaran anak betapa pentingnya perilaku prososial dan kepercayaan diri untuk mendapatkan penerimaan yang baik dari teman


(19)

5

sebayanya. Dukungan dari pihak lain seperti guru maupun orang tua juga sangat berpengaruh untuk membentuk perilaku prososial dan kepercayaan diri anak.

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian lebih mendalam yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul : Pengaruh Perilaku Prososial dan Kepercayaan Diri Terhadap Penerimaan Teman Sebaya Siswa Kelas V SD se-Kecamatan Pajangan Tahun Ajaran 2015/2016.

B. Identifikasi Masalah

Bertolak dari latar belakang permasalahan, maka muncul beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Terdapat anak yang memiliki sikap anti sosial seperti suka berkelahi, berbicara kasar, tidak mau membantu temannya, egois, mengolok-olok temannya, serta berbicara dengan kurang sopan.

2. Sebagian anak memiliki perilaku prososial yang rendah dan menyebabkan anak ditolak oleh sebagian besar teman-teman sebayanya.

3. Sebagian anak malu untuk berbicara di depan teman-temannya, malu bergaul dengan lawan jenis, malu untuk membantu teman yang tidak bergitu dekat dengannya, dan merasa dirinya tidak mampu menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.

4. Terdapat anak yang pemalu dan jarang berkomunikasi dengan temannya sehingga membuatnya sering diolok-olok dan banyak anak yang tidak ingin berteman dengannya.

5. Sebagian anak memiliki kepercayaan diri rendah yang membuatnya ditolak oleh banyak teman sebayanya.


(20)

6

6. Sebagian anak memiliki penerimaan teman sebaya yang rendah karena memiliki perilaku prososial dan kepercayaan diri yang rendah.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, peneliti membatasi permasalahan pada kurangnya penerimaan teman sebaya terkait dengan perilaku prososial dan kepercayaan diri.

D. Rumusan Masalah

1. Apakah perilaku prososial berpengaruh signifikan terhadap penerimaan teman sebaya?

2. Apakah kepercayaan diri berpengaruh signifikan terhadap penerimaan teman sebaya?

3. Apakah perilaku prososial dan kepercayaan diri berpengaruh signifikan terhadap penerimaan teman sebaya?

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh perilaku prososial terhadap penerimaan teman sebaya. 2. Mengetahui pengaruh kepercayaan diri terhadap penerimaan teman sebaya.

3. Mengetahui pegaruh perilaku prososial dan kepercayaan diri terhadap penerimaan teman sebaya.


(21)

7 F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan, melalui kajian pengaruh perilaku prososial dan kepercayaan diri terhadap penerimaan teman sebaya.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi guru untuk mengembangkan perilaku prososial dan kepercayaan diri anak sehingga anak akan dapat diterima secara baik oleh teman sebayanya.


(22)

8 BAB II KAJIAN TEORI A. Perilaku Prososial

1. Pengertian Perilaku Sosial

Sunaryo (dalam Yudrik Jahja, 2011: 446) mengungkapkan bahwa perilaku sosial merupakan aktivitas dengan orang lain baik yang melibatkan proses berfikir, beremosi dan mengambil keputusan. Hurlock (1978: 259) berpendapat bahwa perilaku sosial adalah sosialisasi dalam bentuk perilaku yang suka bergaul. Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku sosial adalah sosialisasi dalam bentuk perilaku atau aktivitas dengan orang lain. Perilaku sosial melibatkan proses berfikir, beremosi, dan mengambil keputusan.

2. Pengertian Perilaku Prososial

Penner, dkk (dalam Jenny Mercer dan Debbie Clayton, 2012: 121) menyatakan bahwa perilaku prososial merupakan suatu kategori tindakan yang secara umum bermanfaat bagi orang lain. Robert A. Baron dan Donn Byme (2005: 92) berpendapat bahwa perilaku prososial (prosocial behavior) merupakan segala tindakan apapun yang menguntungkan orang lain.

McDevit & Ormrod (2014: 544) berpendapat bahwa perilaku prososial merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk memberikan kesejahteraan bagi orang lain dengan cara berbagi, mengajari, dan menghibur. Staub (dalam Desmita, 2012: 237) berpendapat bahwa perilaku prososial adalah tindakan sukarela dengan mengambil tanggungjawab menyejahterakan orang lain yang merupakan tindakan penting karena secara langsung mempengaruhi individu dan kelompok sosial secara keseluruhan. Dalam situasi interaksi dapat menghilangkan kecurigaan, menghasilkan perdamaian, dan meningkatkan toleransi hidup terhadap sesama.


(23)

9

Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku prososial adalah tindakan positif yang bermanfaat bagi orang lain dengan tujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi orang lain. Perilaku prososial itu penting karena secara langsung mempengaruhi individu dan kelompok sosial secara keseluruhan.

3. Aspek Perilaku Prososial

William Golding (dalam dalam Carol Tomlinson dan Keasey, 1985: 557) mengemukakan bahwa perilaku sosial terdiri dari:

a. Simpati (sympathy)

Simpati adalah sikap tertarik, menaruh perhatian, dan ikut merasakan hal yang dirasakan oleh orang lain.

b. Kemurahan hati (generosity)

Kemurahan hati adalah sikap penyayang, baik hati, kesediaan untuk berbagi, serta kesediaan untuk memaafkan.

c. Kerjasama (cooperation)

Kerjasama adalah sikap untuk saling membantu antar perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan dan kepentingan yang sama.

d. Tolong menolong (helpfulness)

Tolong menolong adalah sikap membantu atau meringankan beban orang lain yang membutuhkan bantuan.

McDevit & Ormrod (2014: 544) berpendapat bahwa perilaku prososial terdiri dari:

a. Berbagi

Berbagi adalah perilaku memberi sebagian atau keseluruhan kepada orang lain baik berupa barang atau jasa.


(24)

10 b. Mengajari

Mengajari adalah tindakan membantu orang lain untuk melakukan atau mempelajari suatu hal yang belum dimengerti.

c. Menghibur

Menghibur adalah tindakan untuk membuat orang lain senang.

Clary & Orenstein (dalam Robert A. Baron & Donn Bryne, 2005: 111) menyatakan bahwa berbedaan minat untuk menolong bersumber pada motif altruistik yang berdasarkan pada empati. Individu yang memiliki empati lebih tinggi termotivasi untuk lebih menolong orang lain. Empati adalah perilaku yang tidak hanya merasakan penderitaan orang lain, akan tetapi juga mengekspresikan kepedulian melalui tingkah laku menolong.

Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa aspek perilaku prososial terdiri dari empati, kemurahan hati, kerjasama, dan tolong menolong.

4. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Prososial

Hurlock (1978: 264) berpendapat bahwa peningkatan perilaku sosial pada anak bergantung pada tiga hal yaitu:

a. Seberapa kuat keinginan anak untuk diterima secara sosial. Anak dengan keinginan yang kuat untuk diterima secara sosial, akan memberikan dorongan bagi peningkatan perilaku sosial.

b. Pengetahuan tentang cara memperbaiki perilaku. Anak akan melakukan pembetulan terhadap perilaku tidak sosial an memperkuat pola sosial.

c. Kemampuan intelektual yang semakin berkembang yang memungkinkan pemahaman hubungan antara perilaku dengan penerimaan sosial.


(25)

11

Jenny Mercer dan Debbie Clayton (2012: 123) berpendapat bahwa perilaku prososial identik dengan perilaku menolong. Faktor-faktor yang dapat menghambat ataupun meningkatkan perilaku prososial yaitu:

a. Hubungan orang yang membutuhkan pertolongan dengan anak. Anak akan lebih cepat menolong orang tersebut apabila orang itu adalah teman atau orang yang dekat dengannya dibandingkan orang yang belum dikenal. b. Faktor kesamaan orang yang membutuhkan pertolongan dengan anak. Anak

lebih mungkin menolong seseorang yang dianggap sama dengannya seperti persamaan dalam ras, gender, ataupun pakaian.

c. Atribusi atas penyebab kesulitan. Jika seseorang dianggap mengalami suatu insiden karena kesalahannya sendiri, maka kemungkinan untuk menolong rendah.

d. Menimbang kerugian dan manfaat atas tindakan. Anak biasanya akan menimbang kerugian yang akan ditanggung antara menolong dan tidak menolong. Anak akan lebih mungkin menolong apabila kerugian jika kita menolong yang akan ditanggung lebih rendah dibandingkan tidak menolong. Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku prososial adalah hubungan orang yang membutuhkan pertolongan dengan kita, pengetahuan tentang cara memperbaiki perilaku, kemampuan intelektual yang berkembang, kesamaan orang yang akan ditolong dengan kita, atribusi atas penyebab kesulitan, dan menimbang antara kerugian dan manfaat menolong.


(26)

12 B. Kepercayaan Diri

1. Pengertian Kepercayaan Diri

Anita Lie (2003: 4) berpendapat bahwa percaya diri berarti yakin pada kemampuannya dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau masalah yang dihadapinya. M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita S (2014: 35) mengemukakan bahwa kepercayaan diri merupakan keyakinan untuk melakukan sesuatu pada diri subjek sebagai karakteristik pribadi yang di dalamnya terdapat keyakinan akan kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggungjawab, rasional, dan realistis.

Enung Fatimah (2008 : 148) mengemukakan bahwa kepercayaan diri adalah sikap positif dari seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Rasa percaya diri bukan berarti seorang individu mampu melakukan segala sesuatu, akan tetapi merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut bahwa individu merasa memiliki kompetensi serta yakin atau percaya akan kemampuannya karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi, serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri. Agoes Dariyo (2011: 206) berpendapat bahwa kepercayaan diri merupakan kemampuan individu untuk dapat memahami dan meyakini seluruh potensi yang ada dalam dirinya agar dapat dipergunakan dalam menghadapi penyesuaian diri dengan lingkungannya.

Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri merupakan keyakinan pada dirinya dengan memberikan penilaian positif pada dirinya bahwa individu tersebut mampu untuk melakukan sesuatu pada diri subjek sebagai karakteristik pribadi yang di dalamnya terdapat keyakinan akan kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggungjawab, rasional, dan realistis. Kepercayaan diri


(27)

13

mampu membuat individu merasa memiliki kompetensi serta yakin dan percaya akan kemampuannya karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi, serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri yang dapat dipergunakan dalam menghadi penyesuaian diri dengan lingkungannya.

2. Aspek-aspek Kepercayaan Diri

Lauster (dalam M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita S (2014: 35-37) berpendapat bahwa kepercayaan diri yang berlebihan bukanlah sifat yang positif. Kepercayaan diri yang berlebihan menyebabkan individu menjadi seenaknya sendiri dan kurang berhati-hati dalam bertindak. Hal ini merupakan tingkah laku yang dapat menyebabkan konflik dengan orang lain. Kepercayaan diri yang positif dari individu memiliki ciri-ciri yaitu:

a. Keyakinan kemampuan diri

Keyakinan kemampuan diri adalah sikap positif seseorang tentang dirinya bahwa merasa mampu secara sungguh-sungguh akan apa yang dilakukannya sehingga tidak bergantung pada orang lain.

b. Optimis

Optimis adalah sikap positif yang dimiliki seseorang yang selalu berpandangan baik dalam mengahadapi segala hal tentang diri dan kemampuannya.

c. Objektif

Orang yang memandang permasalahan atau sesuatu sesuai dengan kebenaran yang semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.


(28)

14 d. Bertanggung jawab

Bertanggung jawab adalah kesediaan orang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.

e. Rasional dan realistis

Rasional dan realistis adalah analisa terhadap suatu hal, masalah, atau kejadian dengan menggunakan pemikiran yang diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.

Buchari Alma (2013: 53) berpendapat bahwa orang yang percaya diri memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Tidak bergantung pada orang lain.

Tidak bergantung pada orang lain disebut juga dengan sikap mandiri. Individu yang mandiri adalah orang yang mengandalkan dirinya sendiri karena yakin akan kemampuan yang dimiliki tanpa bergantung pada orang lain.

b. Memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi.

Orang yang memiliki tanggung jawab yang tinggi adalah orang yang berani menanggung setiap resiko dari keputusan atau tindakan yang dilakukan. c. Obyektif.

Orang yang memandang permasalahan atau sesuatu sesuai dengan kebenaran yang semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.

d. Kritis

Orang yang memiliki sikap dan perilaku kritis akan berhati-hati dalam menanggapi sesuatu hal atau masalah dan mendasarkan keyakinannya pada fakta lebih dari kepentingan diri atau prefensi pribadi.


(29)

15

Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa aspek kepercayaan diri meliputi keyakinan kemampuan diri, optimis, obyektif, bertanggungjawab, rasional dan realistis.

3. Karakteristik Individu yang Memiliki Kepercayaan Diri

Enung Fatimah (2008: 149-150) mengungkapkan beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proposional yaitu: 1) Percaya akan kompetensi/kemampuan diri, hingga tidak membutuhkan

pujian, pengakuan, penerimaan, ataupun hormat orang lain.

2) Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok.

3) Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain dan berani menjadi diri sendiri.

4) Punya pengendalian diri yang baik.

5) Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, bergantung pada usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidan bergantung/mengharapkan bantuan orang lain)

6) Memiliki cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain, dan situasi di luar dirinya.

7) Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.


(30)

16

Enung Fatimah (2008: 150) berpendapat bahwa karakteristik individu yang kurang percaya diri adalah sebagai berikut:

1) Berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok.

2) Menyimpan rasa takut atau kekhawatiran terhadap penolakan.

3) Sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan diri) dan memenadang rendah kemampuan diri sendiri namun dilain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri sendiri.

4) Pesimis sehingga mudah menilai sesuatu dari sisi negatif.

5) Takut gagal sehingga mengihindari segala resiko dan tidak berani memasang target untuk berhasil.

6) Cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus.

7) Menempatkan atau memposisikan diri sebagai yang terakhir karena menilai dirinya tidak mampu.

8) Mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangat bergantung pada keadaaan dan pengakuan atau penerimaan serta bantuan orang lain.

M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita S. (2014: 35) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan sikap mental seseorang dalam menilai diri maupun objek sekitarnya sehingga orang tersebut mempunyai keyakinan akan kemampuan dirinya untuk dapat melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuannya. Karakteristik individu yang memiliki kepercayaan diri tinggi antara lain akan terlihat tenang, tidak memiliki rasa takut, dan mampu memperlihatkan kepercayaan dirinya setiap saat


(31)

17

Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki kepercayaan diri yang baik adalah memiliki kepercayaan akan kemampuan diri, tidak bersikap konformis, berani menjadi diri sendiri, memiliki pengendalian yang baik, memiliki internal locus of control, memiliki cara pandang positif, memiliki harapan realistik dan tidak takut/pemberani.

C. Penerimaan Teman Sebaya (Peer Acceptance)

1. Pengertian Penerimaan Teman Sebaya (Peer Acceptance)

Elizabeth B. Hurlock (1978: 293) berpendapat bahwa penerimaan sosial berarti dipilih sebagai teman untuk suatu aktivitas dalam kelompok di mana seseorang menjadi anggota. Hal tersebut digunakan anak untuk berperan dalam kelompok sosial dan menunjukkan derajat rasa suka dari anggota kelompok yang lain untuk bekerjasama atau bermain dengannya. Laura E. Berk (2012: 464) mengungkapkan bahwa penerimaan teman sebaya (peer acceptance) merupakan keberhasilan sejauh mana anak diterima atau dianggap sebagai rekan sosial yang pantas oleh kelompok rekan sebaya seperti teman sekelasnya. Penerimaan teman sebaya mengacu pada kesukaan yang melibatkan pandangan kelompok terhadap seorang individu.

Pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penerimaan teman sebaya adalah keberhasilan sejauh mana anak dianggap sebagai rekan sosial dan dipilih sebagai teman dalam suatu aktivitas kelompok di mana anak tersebut menjadi anggota. Penerimaan teman sebaya merupakan derajat rasa suka dari anggota kelompok yang lain untuk bekerjasama atau bermain dengannya. Penerimaan teman sebaya pada penelitian ini mengacu pada penerimaan yang positif, yaitu


(32)

18

diterimanya anak sebagai teman bermain, teman belajar, maupun sahabat dalam lingkup pergaulan yang positif.

2. Kategori Penerimaan Teman Sebaya (Peer Acceptance)

Laura E. Berk (2012: 464-466) menggolongkan penerimaan teman sebaya dalam empat kategori yaitu:

a. Anak-anak populer (popular children)

Anak-anak yang memperoleh banyak suara positif karena sangat disukai.

b. Anak-anak tertolak (rejected childern)

Anak yang mendapatkan suara negatif karena tidak disukai. Anak-anak tertolak yang agresif cenderung kerap terlibat konflik, perilaku fisik, agresi relasional, hiperaktif, kurang perhatian, dan impulsif. Anak tertolak dan penyendiri merupakan anak yang pasif serta canggung secara sosial.

c. Anak-anak kontroversial (controversial children)

Anak yang mendapatkan suara positif dan negatif karena sebagian anak menyukainya namun sebagian anak tidak menyukainya. Anak kontroversial berperilaku kasar dan suka mengganggu, tetapi juga melakukan tindakan positif dan prososial.

d. Anak-anak terabaikan (neglected childern)

Anak yang jarang sekali disinggung baik secara positif maupun negatif. Anak tersebut jarang berinteraksi dengan teman-teman sebayanya walaupun memiliki ketrampilan sosial seperti rata-rata anak lainnya.

Elizabeth B. Hurlock (1978: 294) mengkategorikan penerimaan sosial dalam enam tingkatan yaitu:


(33)

19 a. Star atau populer

Hartup (dalam Desmita 2015, 186) mengungkapkan bahwa anak yang populer adalah anak yang ramah, suka bergaul, bersahabat, sangat peka secara sosial, dan mudah untuk bekerjasama dengan orang lain.

b. Accepted

Anak yang “accepted” merupakan anak yang disukai oleh sebagian anggota kelompok. Jika dibandingkan dengan “star”, statusnya kurang terjamin karena dapat kehilangan status tersebut bila terus-menerus melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan kelompoknya.

c. Climber

Anak “climber” diterima dalam suatu kelompok, akan tetapi ingin memperoleh penerimaan dalam kelompok yang secara sosial lebih disukai. Anak climber mudah kehilangan penerimaan yang telah diperolehnya dalam kelompok semula dan mudah mengalami kegagalan untuk memperoleh penerimaan dalam kelompok yang baru bila melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kedua kelompok tersebut.

d. Fringer

Fringer adalah anak yang terletak pada garis batas penerimaan sehingga bisa kehilangan penerimaan yang diperoleh melalui tindakan yang menyebabkan kelompok berbalik menentangnya.

e. Neglectee

Neglectee merupakan anak yang tidak disukai tetapi juga tidak dibenci. Anak tersebut diabaikan biasanya karena pemalu, pendiam, dan tidak termasuk dalam kategori tertentu.


(34)

20 f. Isolate

Isolate adalah anak yang tidak memiliki sahabat diantara teman sebayanya. Isolate dibagi dalam dua jenis yaitu anak yang menarik diri dari kelompok karena kurang berminat untuk menjadi anggota atau mengikuti aktivitas kelompok (voluntary isolate) dan anak yang ditolak oleh kelompok meskipun ingin menjadi anggota kelompok tersebut (involuntary isolate).

Pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kategori penerimaan teman sebaya terdiri dari popular children, accepted children, climber, friger, neglectee,

dan isolate.

3. Ciri-ciri Anak yang Diterima dan Ditolak

Janis R. Bullock (2000: 98) berpendapat bahwa diusia berkelompok, anak-anak yang diterima oleh teman sebayanya merupakan anak-anak yang memiliki sikap yaitu:

a. Membantu

Membantu adalah perilaku menolong orang lain dengan tujuan untuk meringankan bebannya. Membantu juga dapat diartikan mampu bekerjasama dalam menyelesaikan suatu tugas yang diberikan sehingga selesai lebih ringan dan cepat selesai.

b. Ramah

Ramah adalah perilaku, baik hati, bersahabat, dan merasa senang ketika bertemu dengan orang lain.

c. Kooperatif

Kooperatif adalah perilaku untuk bersedia membantu atau bekerjasama dengan orang lain.


(35)

21 d. Ceria

Ceria adalah perilaku yang menunjukkan rasa bahagia, sering tertawa, dan menghibur.

e. Prososial

Prososial adalah perilaku yang menguntungkan atau bermanfaat bagi orang lain.

Penolakan teman sebaya umumnya dikaitkan dengan hal berikut, yaitu: a. Agresi

Agresi adalah tindakan permusuhan atau ancaman permusuhan. Anak-anak biasanya mengekspresikan sikap agresif dengan penyerangan secara fisik atau lisan pada orang lain.

b. Pertengkaran

Pertengkaran merupakan perdebatan yang mengandung kemarahan. c. Pemalu

Pemalu adalah anak yang kehilangan kepercayaan diri. Rasa malu dapat membawa perilaku manusia pada depresi dan anti sosial.

d. Anak-anak yang kurang keterlibatan sosial

Anak yang kurang keterlibatan sosial adalah anak yang cenderung pasif atau menarik diri dari lingkungan sosialnya sehingga kurang berpengaruh dan mendapatkan perhatian dari temannya.

Hartub (dalam Desmita, 2015: 186) berpendapat bahwa anak yang populer atau diterima oleh teman sebayanya merupakan anak yang memiliki perilaku sebagai berikut:


(36)

22 a. Ramah

Ramah adalah perilaku, baik hati, bersahabat, dan merasa senang ketika bertemu dengan orang lain.

b. Suka bergaul

Suka bergaul adalah sikap suka untuk berinteraksi ataupun bersosialisasi dengan orang lain.

c. Bersahabat

Bersahabat adalah sikap untuk mau berkumpul, bermain, dan berkomunikasi melalui pertukaran ide maupun permintaan nasehat.

d. Peka secara sosial

Sikap peka secara sosial adalah peduli dengan orang lain atau lingkungan sosial.

e. Mudah bekerjasama dengan orang lain.

Sikap mudah bekerjasama merupakan sikap saling membantu dan tolong menolong pada orang lain untuk meringankan bebannya atau menyelesaikan tugas.

Laura E Berk (2012: 464) berpendapat bahwa anak yang tertolak akan memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Penuh dengan rasa cemas

Anak yang ditolak akan terlihat cemas, takut, dan gelisah. Anak akan merasa tidak nyaman dengan lingkungan sosialnya karena merasa tidak aman. b. Tidak senang

Anak yang tertolak akan merasa sedih atau tidak senang karena kebutuhan sosialnya untuk berteman dengan teman-temannya tidak dapat terpenuhi


(37)

23

karena ditolak. Anak juga dapat merasakan depresi karena penolakan tersebut.

c. Disruptif

Disruptif adalah perilaku yang mengganggu dan melanggar norma-norma serta hak orang lain.

d. Rendah diri

Rendah diri adalah sikap di mana seseorang merasa lebih rendah dari orang lain. Rendah diri merupakan sikap yang timbul karena rasa minder atau rasa malu yang berlebihan, serta kurangnya kepercayaan diri anak tersebut. Pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa aspek penerimaan teman sebaya dapat dilihat dari anak yang memiliki sikap suka membantu, kooperatif, ramah, ceria, prososial, suka bergaul, bersahabat, sangat peka secara sosial. Sedangkan, anak yang ditolak akan bersikap agresi, suka pertengkaran, pemalu atau rendah diri, kurang terlibat secara sosial, penuh dengan rasa cemas, tidak senang, dan disruptif.

4. Aspek Penerimaan Teman Sebaya (Peer Acceptance)

Hurlock (1978: 296) berpendapat bahwa sumber umum dari kesadaran tentang tingkat penerimaan sosial dari teman sebaya adalah sebagai berikut:

a. Ekspresi wajah atau nada suara orang lain.

Perasaan seseorang dapat diketahui melalui ekspresi wajah atau nada suara seseorang.

b. Perlakuan yang diterima anak dari orang lain.

Perlakuan yang diterima anak dari orang lain akan menunjukkan akankah anak diterima atau ditolak oleh teman sebayanya.


(38)

24

c. Orang lain bersedia melakukan apa yang diinginkan anak.

Apabila orang lain mau melakukan hal yang diinginkan anak dengan sukarela, maka dapat dipastikan bahwa anak tersebut disukai dan diterima oleh teman-temannya.

d. Anak memiliki banyak teman bermain atau sahabat.

Anak yang memiliki memiliki teman atau sahabat yang semakin banyak, maka anak semakin diterima oleh teman sebayanya.

e. Pendapat orang lain tentang anak.

Pendapat orang lain tentang diri anak dapat menunjukkan akankah anak tersebut diterima atau ditolak oleh teman sebayanya.

f. Sebutan yang digunakan oleh orang lain.

Sebutan dapat menjadi suatu isyarat apakah anak diterima atau ditolak, anak ditolak akan mendapat sebutan yang kurang baik dan biasanya tidak sesuai dengan perasaannya.

Landsford, dkk (dalam Laura E Berk, 2012: 464) berpendapat bahwa anak yang diterima akan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Memiliki lebih banyak teman.

Anak yang diterima akan cenderung memiliki banyak teman karena banyak yang ingin berteman dengannya. Anak yang tidak ditolak biasanya tidak memiliki teman atau sahabat.

b. Memiliki hubungan lebih positif.

Anak yang diterima akan memiliki hubungan dengan teman sebaya yang berjalan dengan baik. Anak akan mampu berinteraksi secara baik dengan teman sebayanya karena anak diterima oleh teman sebayanya. Anak yang ditolak, cenderung menarik diri dari lingkungan sosialnya atau ditolak dari


(39)

25

lingkungan sosialnya yang menyebabkan hubungan dengan teman sebayanya berjalan kurang baik.

Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat penerimaan teman sebaya dapat dilihat dari ekspresi wajah atau nada suara orang lain, perlakuan yang diterima anak dari orang lain, orang lain bersedia melakukan apa yang diinginkan anak, anak memiliki banyak teman bermain atau sahabat, pendapat orang lain tentang anak, sebutan yang digunakan oleh orang lain pada anak dan memiliki hubungan lebih positif.

5. Pentingnya Penerimaan Teman Sebaya (Peer Acceptance)

Elizabeth B. Hurlock (1980: 156-157) berpendapat bahwa masa anak-anak akhir sering disebut sebagai usia berkelompok karena ditandai dengan adanya minat terhadap aktifitas dengan teman sebayanya dan meningkatnya keinginan untuk diterima sebagai anggota atau kelompok. Anak akan merasa tidak puas dan kesepian apabila tidak bersama teman-temannya. Dua atau tiga teman tidak cukup baginya. Anak-anak ingin bersama dengan kelompoknya, karena dengan demikian terdapat cukup teman untuk bermain dan berolahraga. Hal tersebut dapat memberikan kegembiraan pada anak.

Barker & Wright (dalam John W. Santrock, 1995: 347) menyatakan bahwa dalam suatu investigasi, diketahui anak-anak berinteraksi dengan teman-teman sebayanya 10 persen dari waktu siang pada usia 2 tahun, 20 persen pada usia 4 tahun, dan lebih dari 40 persen antara usia 7 hingga 11 tahun. Endang Poerwanti dan Nur Widodo (2002: 98) berpendapat bahwa masa anak-anak akhir sering disebut sebagai usia berkelompok karena masa ini ditandai dengan ciri yang menonjol yaitu minat besar terhadap aktifitas dengan teman-teman sebayanya dan meningkatnya keinginan untuk diterima sebagai anggota kelompok.


(40)

26

Elizabeth B. Hurlock (1978: 298) berpendapat bahwa anak yang diterima secara baik oleh teman-teman sebayanya akan mendapatkan pengaruh untuk dirinya yaitu:

a. Merasa senang dan aman

b. Dapat mengembangan konsep diri yang menyenangkan karena orang lain mengakui anak.

c. Memiliki kesempatan untuk mempelajari berbagai pola perilaku yang diterima secara sosial dan ketrampilan sosial yang membantu keseimbangan dalam situasi sosial.

d. Secara mental bebas untuk mengalihkan perhatian anak ke luar dan untuk menaruh minat pada orang atau sesuatu di luar diri anak.

e. Mampu menyesuaikan diri terhadap harapan kelompok dan tidak mencemooh tradisi sosial.

Elizabeth B. Hurlock (1978: 307) berpendapat bahwa adanya penolakan atau pengabaian teman sebaya dapat berpengaruh pada gangguan psikologis yaitu: a. Anak merasa kesepian karena kebutuhan sosial anak tidak terpenuhi. b. Anak merasa tidak bahagia dan tidak aman.

c. Anak mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan dan bisa menimbulkan penyimpangan kepribadian.

d. Anak akan kurang memiliki pengalaman belajar yang dibutuhkan untuk menjalani proses sosialisasi.

e. Anak akan merasa sedih karena tidak memperoleh kegembiraan yang dimiliki teman sebaya.

f. Anak akan sering mencoba memaksakan diri untuk memasuki kelompok dan dapat meningkatkan penolakan..


(41)

27

g. Anak akan hidup dalam ketidakpastian tentang reaksi sosial terhadapnya, sehingga menimbulkan rasa cemas dan takut.

h. Anak akan melakukan penyesuaian diri secara berlebihan dengan harapan dapat diterima oleh teman sebayanya.

Kelly dan Hansen (dalam Desmita, 2015: 220-221) berpendapat bahwa anak yang diterima dengan baik akan mendapatkan 6 fungsi positif dari teman sebaya yaitu:

a. Mengontrol implus agresif.

Melalui teman sebaya anak akan belajar memecahkan pertentangan-pertentangan dengan cara-cara lain elain dengan tindakan agresi langsung. b. Memperoleh dorongan sosial dan emosional.

Teman dan kelompok sebaya memberikan dorongan bagi anak untuk dapat mengambil peran dan tanggung jawab baru.

c. Meningkatkan ketrampilan sosial.

Kelompok sebaya menjadi tempat bagi anak dalam mengambil sikap dalam berbagai masalah sosial dan penyesuaian sosial sehingga dapat mengembangkan ketrampilan sosialnya.

d. Mengembangkan peran gender.

Anak belajar mengenai peran gendernya melalui intraksi dengan teman-teman sebayanya.

e. Memperkuat penyesuaiaian moral dan nilai-nilai.

Anak akan mengevaluasi nilai-nilai yang dimilikinya dan yang dimiliki oleh teman sebayanya sehingga dapat membantu penalaran moralnya.


(42)

28 f. Meningkatkan harga diri.

Menjadi orang yang disukai akan membuat anak merasa senang tentang dirinya.

Desmita (2015: 221) berpendapat bahwa anak yang ditolak atau diabaikan oleh teman sebayanya akan merasa kesepian dan menyebabkan permusuhan. Anak tidak akan memiliki teman sehingga merasa kesepian. Sikap permusuhan juga sering muncul karena anak memiliki dendam atau rasa tidak suka pada teman-teman yang telah mengabaikan atau menolaknya. Disamping itu, penolakan teman-teman sebaya juga berpengaruh pada kesehatan mental dan problem kejahatan.

Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penerimaan teman sebaya penting. Anak yang diterima akan merasa senang dan aman, harga dirinya meningkat, memiliki kesempatan untuk mempelajari berbagai pola perilaku yang diterima secara sosial dan ketrampilan sosial, secara mental bebas untuk mengalihkan perhatian ke luar dan untuk menaruh minat pada orang atau sesuatu di luar diri anak, mampu menyesuaikan diri terhadap harapan kelompok dan tidak mencemooh tradisi sosial, mengontrol implus agresif, memperoleh dorongan sosial, mengembangkan peran gender, serta memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. Anak yang ditolak akan merasa kesepian, tidak bahagia dan tidak aman, harga diri yang rendah, kurang memiliki pengalaman belajar yang dibutuhkan untuk menjalani proses sosialisasi, merasa sedih, memaksakan diri untuk memasuki kelompok dan dapat meningkatkan penolakan terhadap anak, cemas dan takut, melakukan penyesuaian diri secara berlebihan, memiliki sikap permusuhan, kesehatan mental bisa terganggu, dan problem kejahatan.


(43)

29 D. Kerangka Berpikir

Anak adalah individu yang memiliki kebutuhan sosial. Anak membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Teman sebaya merupakan lingkungan sosial anak setelah keluarga. Anak akan membutuhkan lingkungan teman sebayanya untuk berhubungan sosial seperti bermain maupun membentuk kelompok. Penerimaan teman sebaya merupakan suatu hal yang sangat diperlukan oleh anak. Anak yang ditolak cenderung depresi bahkan memiliki perilaku negatif. Perilaku negatif tersebut berkembang karena anak tidak mampu membentuk hubungan sosial yang baik dengan teman sebayanya.

Hubungan sosial yang baik dapat terbentuk bila anak mendapatkan penerimaan yang baik oleh teman sebaya. Penerimaan teman sebaya yang baik akan memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak dalam bergaul. Anak akan memperoleh sarana untuk mengembangkan perilaku sosialnya. Anak akan terasa terpenuhi kebutuhan sosialnya dan tidak akan merasa sendiri sehingga tidak mudah depresi karena terasingkan.

Anak yang diterima baik oleh teman-teman sebayanya adalah anak dengan perilaku yang baik. Perilaku tersebut adalah perilaku prososial. Anak yang memiliki perilaku prososial akan cenderung disukai oleh teman-temannya dan menjadi anak yang populer. Anak populer adalah anak dengan tingkat penerimaan teman sebaya yang baik. Semakin tinggi perilaku prososial anak, akan semakin tinggi penerimaan teman sebayanya.

Penerimaan teman sebaya tidak hanya dipengaruhi oleh perilaku prososial anak. Salah satu faktor lainnya adalah kepercayaan diri yang dimiliki anak untuk bergaul termasuk dalam mengekspresikan perilaku prososialnya kepada teman sebayanya.

Kepercayaan diri merupakan keyakinan yang ada pada diri anak bahwa anak merasa mampu akan kemampuannya. Anak dengan kepercayaan diri yang rendah akan


(44)

30

merasa pesimis dan berakibat diurungkannya niat untuk melakukan hal yang dianggapnya tidak mampu untuk melaksanakannya. Berbeda dengan anak dengan kepercayaan diri tinggi. Anak dengan kepercayaan diri tinggi cenderung mampu melaksanakan tindakan sosial dengan baik seperti bermain dengan teman sebayanya. Anak tidak akan malu untuk berinteraksi dengan temannya sehingga teman-temannya menerima dan memilihnya sebagai teman bermain.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik suatu kerangka berfikir, dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Berfikir

Keterangan;

X1 = Perilaku Prososial X2 = Kepercayaan Diri

Y = Penerimaan Teman Sebaya = Pengaruh secara parsial = Pengaruh secara simultan

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas maka diajukan hipotesis sebagai berikut:

Ho1: Variabel perilaku prososial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel penerimaan teman sebaya.

X1

Y X2


(45)

31

Ha1: Variabel perilaku prososial berpengaruh signifikan terhadap variabel penerimaan teman sebaya.

Ho2: Variabel kepercayaan diri tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel penerimaan teman sebaya.

Ha2: Variabel kepercayaan diri berpengaruh signifikan terhadap variabel penerimaan teman sebaya.

Ho3: Variabel perilaku prososial dan kepercayaan diri tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel penerimaan teman sebaya.

Ha3: Variabel perilaku prososial dan kepercayaan diri berpengaruh signifikan terhadap variabel penerimaan teman sebaya.


(46)

32 BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Suharsimi Arikunto (2006: 12) berpendapat bahwa pendekatan kuantitatif merupakan penelitian yang akan bekerja dengan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran, dan penampilan hasilnya. Sugiyono (2011: 7) juga berpendapat bahwa penelitian kuantitatif data penelitian berupa angka-angka dan analisisnya menggunakan ststistik. Dengan demikian penelitian ini memungkinkan digunakan teknik analisis statistik untuk mengolah data. Dalam penelitian kuantitatif akan lebih baik jika pembahasan dalam penelitian juga disertai dengan tabel, grafik, atau bagan.

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011 : 60). Suharsimi Arikunto (2006: 118) menyatakan bahwa variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel adalah objek penelitian yang mempunyai variasi tertentu yang menjadi titk perhatian peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Berkaitan dengan penelitian ini, maka dapat dikemukakan dua variabel yang terdapat dalam penelitian ini, yaitu:

1. Variabel Independen

Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, atecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab


(47)

33

perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel bebas yaitu:

a. Perilaku Prososial siswa kelas V SD di SD Negeri se-Kecamatan Pajangan. b. Kepercayaan Diri siswa kelas V SD di SD Negeri se-Kecamatan Pajangan. 2. Variabel Dependen

Variabel dependen sering disebut pula sebagai variabel output, kriteria konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Sebagai variabel terikat dalam penelitian ini adalah Penerimaan Teman Sebaya siswa kelas V SD di SD Negeri se-Kecamatan Pajangan.

C. Desain Penelitian

Fred N Kerlinger (1993: 483) menyatakan bahwa desain penelitian adalah rencana dan terstruktur penyelidikannya yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti akan memperoleh jawaban-jawaban untuk pertanyaan penelitian. Rencana juga diartikan sebagai skema menyeluruh mencakup program penelitian, yaitu paparan mengenai hal-hal yang dilakukan dalam penelitian mulai dari penulisan hipotesis sampai pada penulisan analisis-analisis akhir terhadap data.

Desain penelitian juga mempunyai maksud atau kegunaan untuk menyediakan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian untuk mengontrol atau mengendalikan varian. Desain penelitian dalam penelitian yang tidak dimanipulasi dinamakan desain expost facto.

Nana Syaodih Sukmadinata (2006: 55) menyatakan bahwa penelitian expost facto


(48)

34

(dirancang dan dilaksanakan) oleh peneliti. Penelitian expost facto dilakukan terhadap program, kegiatan yang telah berlangsung atau telah terjadi. Penelitian expost facto

tidak ada pengontrolan variabel dan biasanya tidak ada pra tes.

D. Definisi Operasional Variabel

1. Perilaku prososial adalah tindakan positif yang bermanfaat bagi orang lain dengan tujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi orang lain. Aspek perilaku prososial terdiri dari empati, kemurahan hati, kerjasama, dan tolong menolong.

2. Kepercayaan diri merupakan keyakinan pada dirinya dengan memberikan penilaian positif pada dirinya dengan merasa mampu untuk melakukan sesuatu pada diri subjek sebagai karakteristik pribadi yang di dalamnya terdapat keyakinan akan kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggungjawab, rasional, dan realistis. 3. Penerimaan teman sebaya adalah keberhasilan sejauh mana anak dianggap sebagai

rekan sosial dan dipilih sebagai teman dalam suatu aktivitas kelompok di mana anak tersebut menjadi anggota. Tingkat penerimaan teman sebaya dapat dilihat dari ekspresi wajah atau nada suara orang lain, perlakuan yang diterima anak dari orang lain, orang lain bersedia melakukan apa yang diinginkan anak, anak memiliki banyak teman bermain atau sahabat, pendapat orang lain tentang anak, sebutan yang digunakan oleh orang lain, dan memiliki hubungan lebih positif.

E. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian


(49)

35 2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri se-Kecamatan Pajangan Bantul, yang terdiri dari sebelas sekolah dasar. Secara terperinci nama dan alamat sekolah dasar tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Daftar SD Negeri Kecamatan Pajangan

F. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa, atau benda yang tinggal bersama dalam satu tempat dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian (Sukardi, 2010: 53). Menurut Sugiyono (2011: 117) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Pajangan Kabupaten Bantul, sebanyak 338 siswa yang tersebar di 11 Sekolah Dasar Negeri.

2. Sampel

Sebagian dari jumlah populasi yang dipilih untuk sumber data disebut sampel atau cuplikan (Sukardi, 2010: 52). Sampel adalah bagian dari jumlah dan

No Nama SD Alamat

1 SD Krebet Krebet Guwosari Pajangan Bantul 2 SD Guwo Guwo Guwosari Pajangan Bantul

3 SD Guwosari Kembang Gede Guwosari Pajangan Bantul 4 SD Kembang Putihan Kembang Putihan Guwosari Pajangan Bantul 5 SD 1 Iroyudan Iroyudan Guwosari Pajangan Bantul

6 SD Mangir Lor Mangir Lor Sendangsari Pajangan Bantul 7 SD Sendangsari Manukan Sendangsari Pajangan Bantul 8 SD Triwidadi Ngentak Jojoran Triwidadi Pajangan Bantul 9 SD Kadiresa Kadiresa Triwidadi Pajangan Bantul

10 SD Trucuk Trucuk Triwidadi Pajangan Bantul 11 SD Beji Beji Sendangsari Pajangan Bantul


(50)

36

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011: 118). Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan hasil dari penelitian tersebut mewakili keseluruhan anggota populasi. Sudjana (2005: 161) mengemukakan beberapa alasan sampling antara lain yaitu ukuran populasi yang terlalu banyak, masalah biaya, masalah waktu, percobaan yang bersifat merusak, masalah ketelitian, dan faktor ekonomis.

Penelitian ini merupakan penelitian sampel dengan cara pengambilan

proporsional random sampling. Menurut Sugiyono (2012: 92), penentuan sampel dengan proporsional random sampling untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti sumbernya luas dengan populasi yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional. Dalam penelitian ini, populasi yang menjadi objek penelitian bersifat heterogen terhadap penerimaan sosial teman sebaya karena merupakan siswa yang terdiri dari sekolah yang berbeda-beda dalam satu kecamatan.

Berdasarkan observasi, penelitian ini memiliki populasi sebesar 338 siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Pajangan. Besarnya sampel yang diteliti ditentukan menggunakan tabel penentuan yang dikembangkan tabel Isaac dan Michael dengan taraf kesalahan 5% dari populasi tersebut didapat sampel sebanyak 172 siswa. Dari sampel tersebut kemudian dibagi secara proposional sehingga didapat jumlah sampel dari masing-masing sekolah dasar dengan perhitungan sebagai berikut

Sampel =

x Jumlah sampel keseluruhan

Sampel pada masing-masing sekolah dasar diperoleh dengan cara mengalikan jumlah siswa masing-masing sekolah dasar dengan jumlah sampel keseluruhan dan dibagi dengan populasi. Penelitian menggunakan jumlah sampel


(51)

37

keseluruhan sebesar 172 dan populasi sebesar 338. Jumlah sampel pada masing-masing sekolah dasar dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Data Jumlah Sampel SD Negeri Kecamatan Pajangan

No Nama Sekolah Dasar Jumlah Siswa Sampel

1 SD Krebet 46 23

2 SD Guwo 31 16

3 SD Guwosari 36 18

4 SD Kembang Putihan 16 8

5 SD 1 Iroyudan 19 10

6 SD Mangir Lor 19 10

7 SD Sendangsari 44 23

8 SD Triwidadi 42 21

9 SD Kadiresa 26 13

10 SD Trucuk 33 17

11 SD Beji 26 13

Jumlah 338 172

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan hal penting dalam sebuah penelitian yang tidak boleh diabaikan. Agar dapat memperoleh data yang objektif dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maka diperlukannya suatu metode yang mampu mengungkap data sesuai dengan pokok permasalahannya. Menurut Suharsimi Arikunto (2003: 100) metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data.

Dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data menggunakan skala psikologi. Jelpa Perianto (2016: 80) berpendapat bahwa skala psikologi merupakan instrumen untuk mengungkap konstrak psikologi yang bersifat afektif melalui item yang tersirat. Item tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga subjek merespon secara natural. Skala akan menghasilkan suatu skor tertentu sehingga dapat digunakan dalam uji statistika. Saifudin Aswar (2000: 3) menyatakan bahwa skala psikologi adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur aspek afektif. Dari pendapat-pendapat tersebut, dapat


(52)

38

disimpulkan bahwa untuk mengukur aspek afektif dapat menggunakan skala psikologi sebagai alat ukurnya.

Pada penelitian ini skala psikologi diberikan secara langsung yaitu dengan responden menjawab tentang dirinya sediri dengan memilih jawaban pada salah satu jawaban yang sudah disediakan peneliti. Skala psikologi dalam penelitian ini disediakan empat pilihan jawaban yaitu selalu, sering, kadang-kadang, dan tidak pernah. Adapun penentuan skor untuk masing-masing jawaban dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Distribusi Skor Skala Psikologi

Jawaban Skor

Pernyataan Positif Pernayataan Negatif

Selalu 4 1

Sering 3 2

Kadang-kadang 2 3

Tidak Pernah 1 4

H. Pengembangan Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya (Suharsimi Arikunto 2003: 134). Instrumen dikatakan layak berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu layak. Layak berarti instrumen tersebut mampu mengukur apa yang hendak diukur (Sugiyono, 2012: 348). Dalam penelitian ini menggunakan skala psikologi sebagai instrumen penelitian. Skala psikologi tersebut berisi pernyataan yang ditujukan kepada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul selaku responden. Skala psikologi pada penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pengaruh variabel perilaku prososial dan kepercayaan diri terhadap penerimaan teman sebaya.


(53)

39 1. Skala Psikologi Perilaku Prososial

Instrumen ini bertujuan untuk mengungkap dan mendapatkan data tentang perilaku prososial siswa kelas V sekolah dasar. Kisi-kisi intrumen perilaku prososial dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Variabel Perilaku Prososial

No Aspek Indikator No Item Jumlah

Positif Negatif 1. Empati Merasakan hal yang

dirasakan orang lain

1,2 5,6 4

Memahami orang lain 3,4 7,8 4

2. Kemurahan hati

Suka memberi 9,10 15,16 4

Ramah 11,12 17,18 4

Penyayang 13,14 19,20 4

3. Kerjasama Aktif dalam diskusi kelompok

21,22 27,28 4

Menyelesaikan tugasnya dalam kelompok

23,24 29,30 4

Tidak egois 25,26 31,32 4

4. Tolong menolong

Membantu orang lain 33,34 37,38 4

Tidak pamrih 35,36 39,40 4

Total 20 20 40

2. Skala Psikologi Kepercayaan Diri

Instrumen ini bertujuan untuk mengungkap dan mendapatkan data tentang kepercayaan diri siswa kelas V sekolah dasar. Kisi-kisi intrumen kepercayaan diri dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Variabel Kepercayaan Diri

No Aspek Indikator No Item Jumlah

Positif Negatif 1. Keyakinan akan

kemampuan diri

Bersikap positif terhadap dirinya

1,2 7,8 4

Yakin terhadap kemampuan sendiri

3,4 9,10 4

Bersungguh-sungguh terhadap pekerjaan yang dilakukan

5,6 11,12 4

2. Optimis Berpandangan positif akan segala sesuatu

13,14 17,18 4


(54)

40

Positif Negatif Berpandangan baik

akan kemampuannya

15,16 19,20 6

3. Objektif Memandang

permasalahan sesuai kebenarannya

21,22 23,24 4

4. Bertanggungjawab Bersedia

menanggung resiko dari perbuatannya

25,26,27 30,31 5 Berani memper

tanggungjawabkan perbuatannya

28,29 32,33 4

5. Rasional dan realistis

Memandang

permasalahan sesuai dengan akal sehat

34,35 38,39 4

Memandang suatu masalah sesuai dengan kenyataan

36,37 40 3

Total 21 19 40

3. Skala Psikologi Penerimaan Teman Sebaya

Instrumen ini bertujuan untuk mengungkap dan mendapatkan data tentang penerimaan teman sebaya siswa kelas V sekolah dasar. Kisi-kisi intrumen penerimaan teman sebaya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kisi-kisi Instrumen Penerimaan Teman Sebaya

No Aspek Indikator No Item Jumlah

Positif Negatif 1. Ekspresi wajah

atau nada suara orang lain

Menunjukkan ekspresi senang

1,2 5,6 4

Nada suara tidak kasar 3,4 7,8 4 2. Perlakuan yang

diterima anak dari orang lain

Suka dibantu oleh teman 9,10 15,16 4

Diajak bermain 11,12 17,18 4

Tidak diacuhkan 13,14 19,20 4

3. Orang lain bersedia

melakukan apa yang diinginkan anak

Teman mau diajak berteman

21,22 25,26 4

Teman bersedia

membantu atau

mengabulkan keinginan

23,24 27,28 4 4. Anak memiliki

banyak teman

Memiliki banyak sahabat dekat

29,30 33,34 4

No Aspek Indikator No Item Jumlah

Positif Negatif bermain atau Memiliki banyak teman 31,32 35,36 4


(55)

41

sahabat bermain

5. Pendapat orang lain tentang anak

Teman berpendapat baik 37,38 39,40 4 6. Sebutan yang

digunakan oleh orang lain

Memanggil dengan nama atau sebutan yang baik

41,42 43,44 4 7. Memiliki

hubungan lebih positif

Tidak bermusuhan dengan teman

45,46 47,48 4

Anak merasa senang 49 50 2

Total 25 25 50

I. Uji Coba Instrumen

Uji coba instrumen dilakukan sebelum instrumen digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian. Instrumen ini diujicobakan pada 60 responden di 3 sekolah dasar swasta pada populasi dalam lingkup daerah yang sama di mana peneliti akan melakukan pengambilan data penelitian. Responden diambil dari daerah yang sama agar mampu mewakili karakteristik populasi. Karakteristik sekolah dasar yang dipilih sebagai tempat uji coba juga memiliki kesamaan dengan populasi. Andi Prastowo (2014: 7) menyatakan bahwa siswa sekolah dasar negeri/swasta memiliki persamaan karakteristik pada aspek sosial di mana anak mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya dan mulai mampu menyesuaikan diri kepada sikap kerjasama.

1. Uji Validitas Instrumen

Suharsimi Arikunto (2003: 136) mengemukakan bahwa suatu alat instrumen dikatakan valid atau sahih apabila mempunyai validitas yang tinggi. (Sugiyono, 2007: 173-189) berpendapat bahwa insrumen yang kurang valid dapat dikatakan memiliki validitas yang rendah. Instrumen yang valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Pengujian validitas instrumen meliputi:


(56)

42

Untuk menguji validitas konstruk, dapat digunakan pendapat para ahli

(judgment expert). Dalam hal ini setelah instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli. Instrumen dikonsultasikan kepada Agung Hastomo, M.Pd selaku ahli. Hasil dari pengujian konstruk adalah memperbaiki pernyataan negatif dengan pernyataan yang baik dan sesuai untuk anak usia sekolah dasar serta menghilangkan kata “tidak” agar anak lebih mudah dalam memahami pernyataan dan memilih bahasa yang baik dan sesuai untuk anak SD.

b. Pengujian Validitas Isi

Untuk menguji validitas butir-butir instrumen lebih lanjut, maka selanjutnya diujicobakan pada sampel di mana populasi diambil. Dalam uji coba instrumen, formula yang digunakan untuk mengolah data yaitu formula korelasi product moment. Adapun formulanya adalah sebagai berikut.

Keterangan :

rxy = Koefisien Korelasi antara X dan Y X = Jumlah Skor Tiap Butir

Y = Skor Total Siswa N = Jumlah Responden

Harga r hasil perhitungan dikonsultasikan dengan harga r dalam tabel r pada taraf signifikansi 5%. Jika rhitung lebih besar atau sama dengan rtabel maka item tersebut dinyatakan valid. Jika rhitung lebih kecil daripada rtabel maka item tersebut

 

  } ) ( }{ ) ( { ) )( ( 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N rXY


(57)

43

dinyatakan tidak valid. Berdasarkan jumlah responden, rtabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2,54.

Dengan bantuan Statistical Program for Social Science (SPSS) 17.0 for Windows didapatkan bahwa untuk variabel perilaku sosial dari 40 item terdapat 7 item yang tidak valid, sehingga terdapat 33 item yang valid. Pada variabel kepercayaan diri dari 40 item terdapat 5 item yang tidak valid, sehingga terdapat 35 item yang valid. Sedangkan untuk variabel penerimaan teman sebaya dari 50 item terdapat 6 item yang tidak valid, sehingga terdapat 44 item yang valid. Rincian butir item tersebut sebagai berikut

Tabel 7. Hasil Uji Validitas Instrumen Perilaku Prososial

No Aspek No Item No Item

Tidak Valid

No item Valid 1. Empati 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 3, 7 1, 2, 4, 5, 6, 8 2. Kemurahan

hati

9, 10, 11, 12, 13, 14,

15, 16, 17, 18, 19, 20 9, 15

10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20 3. Kerjasama 21, 22, 23, 24, 25,

26, 27, 28, 29, 30, 31, 32

24

21, 22, 23, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32

4. Tolong menolong

33, 34, 35, 36, 37,

38, 39, 40 36, 40

33, 34, 35, 37, 38, 39

Jumlah 7 33

Tabel 8. Hasil Uji Validitas Instrumen Kepercayaan Diri

No Aspek No Item No Item

Tidak Valid

No Item Valid 1. Keyakinan akan

kemampuan diri

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,

8, 9, 10, 11, 12 6, 10

1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 11, 12

2. Optimis 13, 14, 15, 16,

17, 18, 19, 20 -

13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20 3. Objektif 21, 22, 23, 24 22, 24 21, 23

4. Bertanggungjawab 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33

-

25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33

5. Rasional dan realistis

34, 35, 36, 37,

38, 39, 40 39

34, 35, 36, 37, 38, 40


(58)

44

Tabel 9. Hasil Uji Validitas Instrumen Penerimaan Teman Sebaya

No Aspek No Item No Item

Tidak Valid

No Item Valid 1. Ekspresi wajah atau

nada suara orang lain

1, 2, 3, 4, 5, 6,

7, 8 2,3,6,7

1, 4, 5, 8 2. Perlakuan yang

diterima anak dari orang lain

9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20

13

9, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20 3. Orang lain bersedia

melakukan apa yang diinginkan anak

21, 22, 23, 24,

25, 26, 27, 28 -

21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28 4. Anak memiliki

banyak teman

bermain atau sahabat

29, 30, 31, 32,

33, 34, 35, 36 33

29, 30, 31, 32, 34, 35, 36 5. Pendapat orang lain

tentang anak

37, 38, 39, 40

- 37, 38, 39, 40 6. Sebutan yang

digunakan oleh orang lain

41, 42, 43, 44

-

41, 42, 43, 44 7. Memiliki hubungan

lebih positif

45, 46, 47, 48,

49, 50 -

45, 46, 47, 48, 49, 50

Jumlah 6 44

2. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah cukup baik. (Suharsimi Arikunto, 2006: 178). Sugiyono (2011 : 183-185) mengatakan bahwa pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Dalam penelitian ini dalam mencari reliabilitas instrumen digunakan cara internal consistency, yaitu dengan cara mencobakan instrumen sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Sugiyono (2012: 365) mengemukakan bahwa salah satu teknik pengujian untuk jenis data interval atau essay adalah dengan Cronbach Alpha. Uji reliabilitas Cronbach Alpha dapat dicari dengan formula sebagai berikut.


(59)

45 Keterangan :

K : Banyak Butir St2 : Varians Total ∑ Si2

: Total Varians Butir

Burhan Nurgiantoro, Gunawan, dan Marzuki (2002, 332), instrumen yang berupa alat tes dan atau angket yang dibuat oleh guru untuk keperluan pengajaran, indeks reliabilitas tersebut dinyatakan reliabel jika harga r yang diperoleh paling tidak mencapai 0,60. Bambang Setiaji (2006: 88) mengemukakan jika Cronbach Alpha > 0,6 maka reliabilitas pertanyaan untuk mengukur adalah tinggi dan bisa diterima. Hal yang sama juga dikemukakan oleh V. Wiratna Sujarweni dan Poly Endrayanto (2012: 186) yang mengungkapkan bahwa reliabilitas atau keandalan merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan kontruk-kontruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner. Uji reliabiltas dapat dilakukan secara bersama-sama terhadap seluruh butir pertanyaan. Jika nilai alpha > 0,60 maka reliabel. Menurut Sugiyono (2010: 214) mengemukakan bahwa pada penelitian nilai yang diperoleh di interpretasikan dengan indeks korelasi sebagai berikut:

Antara 0,00-0,199 = sangat rendah Antara 0,20-0,399 = rendah Antara 0,40-0,599 = sedang Antara 0,60-0,799 = kuat Antara 0,80-1,00 = sangat kuat

)

1

(

1

2

2

t i Alpha

S

S

K

K

r


(60)

46

Instrumen pada penelitian ini dikatakan reliabel apabila memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,60 atau lebih. Dengan demikian apabila lebih kecil dari 0,60 maka dinyatakan bahwa instrumen yang diujicobakan tidak reliabel.

Dengan bantuan Statistical Program for Social Science (SPSS) 17.0 for Windows didapatkan untuk variabel perilaku prososial diperoleh hasil reliabilitas sebesar 0,888; variabel kepercayaan diri sebesar 0,885; dan variabel penerimaan teman sebaya diperoleh reliabilitas sebesar 0,919. Dari hasil perhitungan tersebut, dapat disimpukan bahwa reliabilitas masing-masing variabel lebih dari 0,60 sehingga dapat dinyatakan reliabel.

J. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang akan dipergunakan dibagi menjadi dua tahap, yaitu teknik analisis prasyarat dan teknik uji hipotesis. Uji prasyarat digunakan untuk menentukan analisis yang sesuai untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Jenis analisis hipotesis yang akan digunakan adalah analisis regresi. Danang Sunyoto (2011: 9) mengungkapkan bahwa analisis regresi merupakan suatu analisis yang mengukur pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Analisis regresi dalam penelitian yang menggunakan variabel independennya minimal 2 maka menggunakan analisis regresi ganda (Sugiyono, 2012: 275).

1. Pengkajian Analisis Prasyarat a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel dalam penelitian berada dalam populasi yang berdistribusi normal. Burhan Nurgiantoro, Gunawan dan Marzuki (2002: 236) menyatakan uji normalitas digunakan untuk memastikan apakah sebuah data hasil pengukuran yang


(61)

47

bersangkutan berdistribusi nomal. V Wiratna Sujarweni dan Poly Endrayanto (2012: 49) berpendapat bahwa sebelum data diolah perlu dilakukan uji normalitas sebagai syarat yang harus dipenuhi dalam penggunaan analisis parametrik.

Suharsimi Arikunto (2010: 314) mengemukakan bahwa salah satu jenis uji normalitas yaitu Skewness. Ukuran kemiringan puncak kurva ke kiri atau ke kanan dikenal dengan nama “kemiringan kurva atau kemencengan kurva” yang disebut Skewness. Pengukuran kemencengan distribusi data dirumuskan oleh Karl Pearson dalam bentuk koefisien pearson, yang jika dimodifikasi ke dalam bahasa indonesia menjadi:

Sk1 = ̅ Keterangan :

Sk1 : Kemencengan ̅ : Rerata Nilai Mo : Mode

SD : Standar Deviasi

Suharsimi Arikunto (2010: 315) mengayatakan sebuah kurva dinyatakan normal apabila hasil perhitungan dengan rumus di atas terletak antara (-1) dengan (+1). Santosa (Andriyan Setyadharma, 2010: 2) yang menyatakan bahwa bila rasio kurtosis dan skweness berada di antara -2 hingga +2 maka distribusi data adalah normal. Dalam penelitian ini, kurva dinyatakan normal apabila hasil perhitungan terletak antara (-1) sampai dengan (+1).


(62)

48 b. Uji Linearitas

Uji linearitas adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mengetahui status linear tidaknya suatu distribusi data penelitian (Tulus Winarsunu, 2006: 186). Maksudnya garis antara X dan Y membentuk garis linear atau tidak. Dua variabel dikatakan linear apabila kenaikan skor pada variabel X diikuti kenaikan skor pada variabel Y atau sebaliknya.

Uji linearitas dilakukan dengan membandingkan harga signifikansi terhadap tingkat alpha. Penelitian ini menggunakan tingkat alpha 5% atau 0,05. Maka apabila nilai koefisien signifikansi dari Deviation from Linearity

> dari 0,05 maka data dapat dinyatakan linier dan sebaliknya apabila nilai koefisien signifikansi dari Deviation from Linearity < dari 0,05 maka data dapat dinyatakan tidak linier (R. Gunawan Sudarmanto, 2005: 135).

c. Uji Multikoleniaritas

Uji multikolinearitas merupakan uji yang diterapkan dalam analisis regresi di mana akan diukur tingkat asosiasi (keeratan) hubungan atau pengaruh antar variabel bebas tersebut melalui koefisien korelasi (r). R Gunawan Sudarmanto (2005: 140) menyatakan bahwa kriteria yang digunakan untuk menyatakan apakah terjadi multikoleniaritas atau tidak, salah satunya dengan menggunakan koefisien signifikansi. Koefisien signifikansi selanjutnya dibandingkan dengan alpha yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu 5%. Maka, apabila koefisien signifikansi lebih besar dari 5% dapat dinyatakan bahwa tidak terjadi multikoleniaritas diantara variabel independen. Apabila koefisien signifikansi kurang dari 5% dapat dinyatakan bahwa terjadi multikoleniaritas diantara variabel inependennya.


(63)

49 2. Uji Hipotesis

Data dalam penelitian ini menggunakan data interval yang berbentuk skala 1 sampai 4 untuk angket dan 0 sampai 1untuk pilihan ganda. Sugiyono (2007: 249) menyatakan bahwa dalam mengetahui hubungan variabel dependen terhadap dua variabel independen maka harus dilakukan analisis regresi ganda. Hal tersebut sesuai dengan tujuan dilakukannya analisis regresi ganda menurut Wahid Sulaiman (2004: 79) yaitu untuk menggunakan nilai-nilai variabel independen yang diketahui untuk meramalkan nilai variabel dependen.

Hipotesis dalam setiap penelitian perlu diuji. Tujuan dari uji hipotesis adalah untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis yang telah dirumuskan.

a. Pengujian hipotesis pertama

Ho1: Variabel perilaku prososial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel penerimaan teman sebaya.

Ha1: Variabel perilaku prososial berpengaruh signifikan terhadap variabel penerimaan teman sebaya.

Pengujian hipotesis tersebut menggunakan regresi sederhana dengan formula rumus persamaan regresi adalah:

Ŷ = a + bX Keterangan:

Ŷ = variabel terikat X = variabel bebas a = konstanta b = kemiringan

Harga a dan b dapat dicari dengan rumus:

_ _

X b Y n

X b Y


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau Tahun 2013

1 53 173

Pengaruh Dukungan Guru dan Teman Sebaya terhadap Akseptabilitas dan Pemanfaatan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja) di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Kota Tanjung Balai

3 72 174

PENGARUH PERGAULAN TEMAN SEBAYA DAN PENYESUAIAN DIRI TERHADAP KETRAMPILAN BERSOSIALISASI SISWA KELAS V SD PENGARUH PERGAULAN TEMAN SEBAYA DAN PENYESUAIAN DIRI TERHADAP KETRAMPILAN BERSOSIALISASI SISWA KELAS V SD MUHAMMADIYAH 3 NUSUKAN - SURAKARTA.

0 2 16

PENGARUH INTENSITAS PENGGUNAAN SOSIAL MEDIA DAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR.

0 10 184

PENGARUH KEMAMPUAN EMPATI TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL SISWA KELAS V SD NEGERI SE-GUGUS IV KASIHAN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

1 2 161

HUBUNGAN PERGAULAN TEMAN SEBAYA DENGAN KECERDASAN EMOSI SISWA KELAS V SD NEGERI SE-KECAMATAN GANTIWARNO KALTEN.

1 8 133

PENGARUH PERGAULAN TEMAN SEBAYA DAN KONSEP DIRI TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS V SD NEGERI SE-KECAMATAN TEGALREJO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015.

6 45 158

PENGARUH PENGUATAN (REINFORCEMENT) GURU DAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI SISWA.

0 0 153

PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI SISWA KELAS V SD SE-GUGUS SADEWA KECAMATAN TEMANGGUNG.

0 0 90

PENGARUH KEPERCAYAAN DIRI DAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU MEROKOK SISWA KELAS X SMA NEGERI 70 JAKARTA

0 0 9