33
Tabel 5 Prasarana Perhubungan
No Jenis Prasarana
KuantitasPanjang Keterangan
1. Jalan Kabupaten
5 Km Rusak ringan
2. Jalan Desa
13 Km 3 Km sudah pengerasan
3. Jalan Dusun
17 Km 2 Km sudah pengerasan
4. Jembatan
12 Unit 4 Rusak
Sarana transportasi yang paling banyak digunakan warga masyarakat adalah sepeda motor. Di desa ini belum ada sarana transportasi umum, seperti bus,
mikrolet atau sejenisnya. Jaringan listrik dari PLN sudah tersedia di desa ini, sehingga hampir
semua rumah tangga menggunakan tenaga listrik untuk memenuhi keperluan penerangan dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Beberapa rumah tangga
semakin banyak yang menggunakan pompa listrik untuk mengambil air sumur. Di seluruh wilayah desa, air bersih dapat diperoleh dari sumur gali sumur
bor. Sehingga masalah air bersih di Desan Urung Pane tidak masalah.
4.2. Profil informan 4.2.1. Karakteristik Informan
Informan merupakan variabel yang sangat penting dalam sebuah penelitian kualitatif. Informan mampu memberikan informasi yang akurat dan
valid bagi permasalahan penelitian. Penentuan informan dalam sebuah masyarakat juga tidak sembarangan. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil
jumlah informan sebanyak 11 sepuluh orang yang terdiri dari 9 delapan
Universitas Sumatera Utara
34
informan kunci dan informanan 2 dua orang informan biasa. Informan kunci yang terdiri dari 8 delapan orang yaitu terdiri dari 3 pemuka adat dan sisanya
adalah orang-orang yang pernah melakukan tradisi rantangan saat pesta. Sedangkan informan biasa yang terdiri dari 2 dua orang yang tinggal disekitar
desa Urung Pane Kabupaten Asahan. 4.2.1.1 Profil Informan Kunci
Nama : Mbah Marnak
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 73 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SDSR
Mbah Marnak merupakan seorang laki-laki yang berkelahiran 1939 di Banyumas, kota Purwokerto ini mempunyai istri bernama Tarikem63 dan
memiliki 10 orang anak. 5 orang anak laki-laki dan 5 orang anak perempuan. Pekerjaanya sehari-hari dalam menghidupi anak-anak dan istrinya adalah sebagai
petani. Awalnya, mbah Marnak beserta istrinya bukan merupakan warga masyarakat Sumatera Utara, akan tetapi pada tahun 1956 beliau pindah merantau
ke Sumatera Utara demi memperbaiki hidup dan mengkais rezeki di rantau orang. Alamat beliau sekarang tepatnya di Dusun I Buluh Cina Desa Urung Pane
Kabupaten Asahan. 20 tahun yang lalu pada tahun 1971 beliau pernah menjabat sebagai kepala dusun di desanya.
Universitas Sumatera Utara
35
Di desa Buluh Cina, Mbah Marnak di kenal sebagai pemuka adat. Beliau banyak mengetahui tradisi-tradisi khususnya tradisi dalam masyarakat suku jawa.
Dan salah satu tradisinya adalah tradisi rantangan. Baginya istilah rantangan tidak asing lagi bahkan sejak zaman nenek moyang kita sudah ada. Dan beliau
sendiripun pernah melakukan tradisi rantangan saat mengadakan pesta beberapa kali. Beliau sudah pernah mengadakan pesta sebanyak 5 kali pesta, yaitu pada
tahun 1983, 1986, 1989, 2002, dan 2011. Pada tahun itu semua sudah merangkap sekaligus saat pesta khitan ataupun pernikahan anak-anaknya.
4.2.1.2. Nama : Mbah Sirkum
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 74 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SDSR
Mbah Sirkum yang biasa dikenal dengan tukang tratak itu adalah orang yang sangat di kenal di desa Urung Pane. Karena selain sebagai petani, beliau juga
mempunyai usaha sewa tratak yang digunakan saat mengadakan suatu pesta. Selain sewa tratak beliau juga menyewakan berbagai macam peralatan untuk pesta
mulai dari kursi, meja, piring, gelas, bahkan rantang yang biasa digunakan untuk merantang dan lain sebagainya. Selain itu beliau juga dikenal sebagai pemuka
adat masyarakat suku Jawa yaitu sebagai dukun manten istilah Jawa. Tradisi rantangan juga sempat dialami oleh mbah Sirkum beberapa kali
saat mengadakan pesta. Beliau sudah pernah mengadakan pesta sebanyak 4 kali,
Universitas Sumatera Utara
36
dan itu membawa keuntungan tersendiri bagi beliau saat sebagai orang yang mengadakan pesta. Karena ketika melakukan tradisi rantangan saat pesta akan
mendapatkan keuntungan yang besar dari hasil sumbangan para penerima rantang. Keuntungan ini berupa uang yang dapat membantu mbah Sirkum dalam
meningkatkan pendapatan saat pesta dan membantu membayar keperluan pengeluaran saat pesta.
4.2.1.3. Nama : Mbah Katem
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 65 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SDSR
Mbah Katem merupakan salah seorang warga yang tinggal di Dusun VII Dari Pane yaitu salah satu Dusun yang ada di desa Urung Pane yang memiliki 5
orang anak. Ketika peneliti mewawancarai beliau, beliau baru-baru saja mendapat kemalangan atas meninggalnya suami beliau tercinta. Namun, jika dilihat dari
suasana saat mewawancarai beliau termasuk orang yang sangat periang dan tegar dalam menghadapi permasalahan yang ada.
Mbah Katem juga pernah mengadakan suatu pesta dan merantang juga saat pesta. Namun, rantangan yang ditujukan kepada tetangga, saudara ataupun
kerabatnya tidaklah banyak, hanya sekitar 100-200 rantang saja. Menurut beliau memang benar rantangan itu dapat memberikan keuntungan saat mengadakan
pesta, namun terasa berat atau beban jika menjadi orang yang dirantang saat sudah
Universitas Sumatera Utara
37
musim orang pesta. Karena, jika sudah musim orang pesta beliau pernah mendapatkan rantang sebanyak 3 kali dalam seminggu atau bahkan jika dihitung
dalam perbulan pernah mendapat rantang sebanyak 5 - 6 kali. Hal inilah terkadang yang menjadi beban bagi beliau apalagi jika saat musim rantangan kondisi tingkat
perekonomian beliau sedang menipis karena pekerjaan sehari-hari mbah Katem adalah sebagai tukang cuci di tempat tetangganya. Maka dari hasil beliau jadi
tukang cuci itulah beliau bertahan hidup dan bisa membayar sumbangan jika mendapat rantangan banyak.
4.2.1.4. Nama : Mastina
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 53 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SDSR
Mastinah merupakan salah seorang ibu rumah tangga yang memiliki 5 orang anak. 4 empat orang anak laki-laki dan 1 satu orang perempuan. Ketika
mewawancarai beliau, ternyata beliau juga pernah mengadakan pesta dan mengikuti tradisi rantangan juga. Beliau pernah mengadakan pesta sebanyak 3
kali. Pesta Khitan 2 dua kali dan pesta menikahkan anak perempuannya 1 satu kali. Menurut beliau, ketika merantang itu pukul rata. Maksudnya adalah ketika
merantang tidak memandang orang itu siapa, yang pasti selain keluarga jika kenal dekat pasti semua dirantang. Baik itu rumahnya jauh ataupun tidak. Awalnya,
Universitas Sumatera Utara
38
menurut beliau saat pesta pertama sekitar tahun 1990an rantangan itu tidak dipatokkan. Hanya untuk tetangga dan orang-orang tua saja. Namun, ketika pesta
akhir-akhir tahun kemarin yaitu tahun 2012 saat menikahkan anak perempuannya beliau melakukan rantangan dengan mengikuti tradisi yang ada. Karena dilihat
beliau banyak orang yang melakukan rantangan saat pesta, maka beliau juga ikut- ikutan merantang saat pesta dengan pukul rata orang-orang yang dirantangnya.
4.2.1.5. Nama : Tumina
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 53 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SDSR
Ibu Tumina yang merupakan warga desa Urung Pane ini istri dari pak Paiman. Beliau mempunyai 4 orang anak. Kesehariannya di dalam keluarga ialah
ibu rumah tangga. Pekerjaan suaminya adalah karyawan harian di PTPN 3. Namun, sesekali beliau juga pernah pergi mencetak batu bata untuk mendapatkan
uang tambahan. Ketika peneliti ingin mewawancarai beliau, beliau sedang duduk- duduk sore di depan rumah bersama ibu sales baju yang kebetulan juga ada pada
waktu itu dan sekaligus sama-sama ikut diwawancarai. Nama sales baju tersebut adalah ibu Dewi 39. Beliau tinggal di kota Serdang Bedagai.
Ketika peneliti memulai untuk mewawancarai ibu Tumina dan ibu Dewi ternyata jawaban mereka mengenai rantangan hampir sama. Akan tetapi, pada
kenyataannya berbeda dalam hal rantangan. Ibu Tumina sendiri mengatakan pernah mengadakan rantangan, namun ibu Dewi tidak pernah. Ia hanya pernah
Universitas Sumatera Utara
39
merasakan dirantang dan menyumbang. Akan tetapi, ibu Dewi ketika diwawancarai mengenai rantangan mengerti dan paham. Karena baginya
rantangan juga tidak asing lagi terdengar ditelinganya. Ibu Tumina pernah mengadakan pesta 2 kali, yaitu menikahkan putrinya.
Ketika pesta beliau mengatakan tidak terlalu banyak merantang orang, hanya sekitar kurang dari 100 orang yan dirantang. Menurut beliau, walaupun rantangan
yang dilakukannya tidak banyak akan tetapi orang yang datang sewaktu ketika beliau pesta banyak dan uang yang didapatkan dari hasil pesta juga banyak. Hal
ini menurut beliau adalah karena kerabatnya banyak dan sudah sangat dekat. Walaupun tidak dirantang, tetapi kerabat-kerabatnya tahu serta ikut membantu
dalam menyumbang. Berbeda dengan pernyataan ibu Dewi, karena beliau belum pernah
mengadakan pesta ataupun rantangan justru terkadang berat untuk selalu bisa menyumbang ketika dirantang. Apalagi sekarang beliau “harus menghidupi 3
tiga orang anak tanpa suami” ujar ibu Dewi. Beliau sudah lama bercerai dengan suaminya.
4.2.1.6. Nama : Mbah Saben
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 73 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SDSR
Mbah Saben merupakan warga Dusun VI di Desa Urung Pane. Beliau mempunyai 13 orang anak. Saat ini, beliau tinggal bersama suami dan anak
Universitas Sumatera Utara
40
bungsunya. Karena rata-rata anak beliau sudah berkeluarga semuanya. Ketika mewawancarai beliau mengenai tradisi rantangan, beliau kelihatan sangat
semangat. Baginya ini hal yang unik untuk ditanyai. Di dalam tradisi rantangan masyarakat suku Jawa menurut beliau itu sudah ada sejak Zaman nenek moyang
kita. Namun, tujuannya berbeda dan berubah. Ketika zaman dahulu, tradisi rantangan diberikan kepada orang-orang ternama atau atasan kerja misalnya
Mandor, Asisten. Bisa juga untuk orang tua yang dianggap sebagai penghormatan sesama saudara. Tujuannya adalah untuk menjalin silaturahim dan mempererat
tali persaudaraan agar hubungan sosialnya semakin dekat. Dan rantangan ini tidak ada balasannya lagi bagi orang yang sudah dirantang terhadap orang yang
merantang. Berbeda dengan tradisi rantangan yang ada di zaman sekarang. Rantangan
itu sudah digunakan ketika mengadakan suatu pesta. Dan orang-orang yang dirantangpun semuanya pukul rata dan tanpa memilih-milih.
“Asal kenal dan dekat, Ya pasti semua dirantang dan pukul rata. Wawancara dengan mbah saben, 14 Juli 2014
Beliau mengatakan bahwa, orang-orang yang dirantang juga secara tidak langsung harus memulangkan atau istilah Jawa “mbalekne” dengan menyumbang
uang atau barang yang lebih besar lagi dibandingkan dengan sumbangan biasa. Ini berlaku bukan hanya pada orang yang pesta saja, namun suatu saat nanti itu juga
akan berlaku bagi orang yang dirantang apabila ia mengadakan suatu pesta. Hal ini adanya sifat timbal-balik resiprosikal antara yang merantang dengan yang
dirantang.
Universitas Sumatera Utara
41
4.2.1.7. Nama : Supini
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 48 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SDSR
Ibu Supini merupakan ibu rumah tangga dari ke 3 tiga orang anaknya. 2 dua orang diantaranya adalah anak laki-laki dan 1 satu orang anak perempuan.
Dalam kehidupan sehari-hari ibu Supini bekerja membantu suaminya di Kebun. Beliau memiliki kebun cokelat dan sawit. Hasil dari kebun tersebut itulah mereka
dapat bertahan hidup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, karena suaminya baru saja pension dari karyawan harian di PTPN 3, Kisaran.
Beliau menjelaskan bahwa sudah pernah mengadakan pesta sebanyak 2 kali, yaitu khitan dan menikahkan. Di dalam pesta beliau juga mengadakan tradisi
rantangan sebagaimana yang telah dilakukan mayoritas masyarakat suku Jawa. Akan tetapi pernyataan beliau berbeda dengan informan-informan yang lainnya.
Bagi beliau tradisi rantangan merupakan suatu sedekah terhadap orang lain dan tidak terlalu mengharap imbal balik bagi orang yang dirantang. Menurut pendapat
beliau, jika ada orang yang dirantang namun ia tidak datang menyumbang
atau“mbalekne” itu tidak apa-apa. Yang penting tali persaudaraan kita terhadap tetangga, kerabat ataupun saudara semakin dekat. Wawancara
dengan Ibu Supini, 14 Juli 2014
Beliau juga mengatakan bahwa beliau pernah pesta dan merantang sebanyak 300 orang. Menurut beliau itu sudah cukup banyak orang yang
Universitas Sumatera Utara
42
dirantang. Terkadang juga tidak semuanya datang. Akan tetapi, menurut beliau yang penting sudah berusaha mengingat dan mengundang saudara kita.
4.2.1.8. Nama : Selamet S.
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 48 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SDSR
Bapak Selamet merupakan warga Dusun IV di desa Urung Pane. Beliau mempunyai 6 orang anak. 3 tiga orang anak laki-laki dan 3 tiga orang anak
perempuan. Mata pencaharian beliau adalah sebagai pedagang bakso dan mie ayam dalam menghidupi istri dan anak-anaknya.
Ketika mewawancarai beliau, tidak jauh hal berbeda dengan informan yang lain. Beliau juga pernah mengadakan pesta dan mengikuti tradisi rantangan.
Beliau pernah mengadakan pesta sebanyak 2 dua kali. Pesta pertama mengayunkan dan pesta yang kedua adalah khitan. Dua-duanya pesta juga dengan
mengikuti tradisi rantangan. Menurut beliau rantangan itu perlu, akan tetapi kita juga harus memilih siapa-siapa saja orang yang akan dirantang. Menurut beliau
orang yang pertama sekali dirantang adalah keluarga, saudara, tetangga, serta kerabat yang memang benar-benar dekat hubungannya dengan kita. Selain itu juga
adalah orang tua yang diaanggap sebagai petuah atau pemuka adat. Selain itu juga beliau mempunyai daftar-daftar nama yang diundang dan
dirantang saat mengadakan pesta. Ini dilakukan agar menjadi catatan dikemudian
Universitas Sumatera Utara
43
hari jika suatu saat akan mengadakan pesta. Jumlah nominal orang yang datang dan menyumbang juga dicatat. Sehingga, jika suatu saat nanti orang yang
dirantang itu gentian pesta, maka seberapa besar uang yang disumbangkan dahulu kepada pak Selamet ketika pesta, maka sebesar itulah pak Selamet akan mbalekne
atau menyumbang kepada orang tersebut.
4.2.1.9. Nama : Romlah
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 58 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SDSR
Ibu Romlah merupakan warga dusun IV di desa Urung Pane. Beliau memiliki 4 empat orang anak. Beliau juga pernah mengadakan pesta pernikahan
anaknya dan melakukan tradisi rantangan. Pada saat itu beliau hanya merantang sekitar 500-700 orang. Ketika mewawancarai beliau mengenai rantangan menurut
beliau tradisi rantangan terkadang bisa menjadi beban jika pada saat musim pesta atau rantangan.
Beliau beranggapan bahwa sebaiknya tradisi rantangan ditiadakan kalau hanya nantinya akan menjadi beban bagi masyarakat, khususnya masyarakat suku
Jawa yang mendapatkan rantangan ketika ada yang mengadakan pesta. Walaupun dahulu beliau pernah melakukan rantangan, namun beliau juga tidak banyak
Universitas Sumatera Utara
44
memberikan rantangan. Hanya yang dianggap saudara atau kerabat dekat saja yang mendapatkan rantanga.
4.2.2.1 Profil Informan Biasa Nama
:Tumiyem Jenis kelamin
: Perempuan Umur
: 42 Tahun Agama
: Islam Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga Pendidikan
: SD
Ibu Tumiyem merupakan warga Dusun V di desa Urung Pane. Beliau memiliki 2 dua orang anak perempuan. Ketika mewawancarai beliau mengenai
pesta dan rantangan, ternyata beliau baru mengadakan pesta akhir tahun lalu, yaitu tahun 2013 pesta pernikahan anak perempuan pertamanya. Ternyata juga, baru
kali pertama itu ibu Tumiyem mengadakan pesta. Istilah rantangan juga tidak asing bagi ibu Tumiyem. Walaupun beliau
tidak pernah pesta sebelumnya, tetapi beliau pernah merasakan beberapa kali dirantang oleh orang yang mengadakan pesta. Akan tetapi karena baru tahun
kemarin beliau pesta, maka beliaupun mengadakan tradisi rantangan juga. Namun, orang yang dirantang lebih sedikit dibandingkan dengan menurut informan-
informan yang lainnya. Pada saat pesta, beliau hanya merantang sekitar 50 orang saja. Ibu Tumiyem mengatakan bahwa walaupun tidak merantang tetap saja orang
yang datang dan menyumbang banyak. Karena baginya, selama ini beliau tidak pernah pesta dan hanya sebagai penyumbang saja saat diundang ataupun
dirantang. Jadi, beliau sudah menumpangi istilah Jawa banyak orang.
Universitas Sumatera Utara
45
Ibu kan gak pernah pesta selama ini dan hanya menyumbang saat diundang orang saja. Jadi waktu pesta anak ibu yang pertama ini tidak
banyak merantangan juga banyak yang datang dan menyumbang mbalekne sama keluarga ibu. Wawancara dengan ibu Tumiyem, 13
April 2014
Dari hasil mewawancarai ibu Tumiyem tentang rantangan ternyata terdapat perbedaan yang signifikan dari informan-informan yang lainnya.
Rantangan juga bukan merupakan suatu kewajiban agar seseorang itu datang ke pesta. Akan tetapi, ibu Tumiyem ini juga merupakan memiliki hubungan yang
harmonis dan kedekatan dengan saudara dan kerabatnya. Jadi, ketika tidak merantang saat pesta tidak merupakan menjadi masalah dan berubah. Tetap saja
orang yang di undang melalui surat undangan atau rantangan, mbalekne kepada ibu Tumiyem itu tetap sama. Karena hal yang sama juga terjadi pada ibu
Tumiyem, bahwa beliau juga mempunyai catatan orang-orang yang pernah beliau sumbang atau merantang seperti kejadian yang sama dengan pak Selamet di atas.
Ibu juga punya catatan orang-orang yang sudah merantang ibu, dan buku catatan itu akan menjadi simpanan dimasa mendatang jika ibu pesta. Dan
terbukti kemarin ketika ibu pesta catatan itu berlaku Wawancara dengan ibu Tumiyem, 13 April 2014
4.2.2.2. Nama : Tuti Heriyani
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 39 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SD
Ibu Tuti Heriyani merupakan warga Dusun VII di desa Urung Pane. Beliau
adalah istri dari kepala lorong Dusun VII yaitu bapak Azan Manurung41. Beliau
Universitas Sumatera Utara
46
memiliki 3 tiga orang anak perempuan. Jika dilihat dari sukunya, beliau bukan suku Jawa. Beliau adalah suku Batak. Namun ketika peneliti mewawancarai
beliau mengenai rantangan, ternyata beliau juga banyak mengetahui tentang rantangan. Sebagai orang yang mempunyai suku yang berbeda dengan suku Jawa,
beliau juga banyak mengetahui tentang tradisi-tradisi yang ada di masyarakat suku Jawa. Ini karena beliau tinggal dekat dengan lingkungan yang mayoritas
masyarakatnya adalah suku Jawa. Ibu Tuti juga mengakui bahwa selama ini beliau belum pernah
mengadakan pesta sekalipun. Akan tetapi, beliau pernah beberapa kali dirantang ketika sudah musim orang pesta. Beliau mengatakan bahwa pernah dalam satu
bulan mendapatkan 3 rantang. Ini juga sama seperti sebelumnya bahwa beliau harus mbalekne atau menyumbang uang yang besar dari yang biasanya saat datang
pesta. Walaupun rantangan ini bukan termasuk tradisi yang ada di dalam sukunya, namun beliau tetap merasa senang kalau rantangan ini ada sehingga tetap menjalin
silaturahim walaupun berbeda suku. Akan tetapi, beliau juga mengatakan bahwa tradisi ini juga tidak seharusnya dipatokkan harus selalu ada. Menurutnya karena
jika sudah musim orang pesta dan beliau banyak mendapatkan rantangan akan menjadi beban tersendiri jika suatu saat nanti beliau tidak mempunyai uang yang
cukup untuk menyumbang.
4.3. Sejarah Tradisi Rantangan di Kalangan Suku Jawa