Tradisi Rantangan Sebagai Modal Sosial dalam Pembangunan

58 Kondisi seperti ini yang membuat masyarakat suku Jawa terkadang merasa terbebani. Merasa untung bagi yang mengadakan suatu acara dan yang melakukan rantangan, namun merasa terbebani apabila sebagai orang yang dirantang. Sehingga masyarakat mengeluh apabila sudah musim pesta dan banyak mendapatkan rantangan. Dengan kondisi keuangan yang tidak menentu membuat masyarakat suku Jawa takut bahwa tidak akan bisa menyumbang sesuai dengan standart biasanya ketika mendapat rantangan. Hal ini juga diungkapkan oleh salah satu informan, yaitu: Kalo wawak dapet rantang banyak bingung dan malah jadi beban, karena takut gak bisa bayar. Apalagi pada saat musim pesta, pernah wawak dalam satu minggu dapat 7 rantang. Jadi, bayarnyapun bingung mau berapa-berapa isi sumbanganya. Wawancara dengan ibu Romlah, 7 Oktober 2014 Rasa beban tersebut yang menjadi permasalahan ketika mendapat rantangan. Akan tetapi mau tidak mau, suka tidak suka akan tetap merasakan dan mengalami tradisi rantangan tersebut karena tradisi itu secara tidak langsung pada awalnya sudah menjadi kesepakatan masyarakat suku Jawa di desa tersebut.

4.7. Tradisi Rantangan Sebagai Modal Sosial dalam Pembangunan

Menurut Eko Sutoro, tidak terdapat pengertian atau difinisi tunggal atas modal sosial. Namun merujuk pada apa yang telah disampaikan oleh Coleman, ia menjelaskan tentang modal sosial ; “Modal sosial ditetapkan oleh fungsinya. Modal sosial bukan merupakan sebuah entitas entity tunggal tetapi berbagai macam entitas yang berbeda, dengan dua elemen bersama: terdiri dari beberapa aspek struktur sosial, dan memfasilitasi tindakan pelaku-pelaku tertentu dalam struktur itu. Sebagaimana bentuk modal lain, modal sosial adalah produktif, Universitas Sumatera Utara 59 membuat mungkin pencapaian tujuan tertentu yang di dalam ketiadaannya akan tidak mungkin. Sebagaimana modal fisik dan modal manusia, modal sosial sama sekali tidak fungsible tetapi mungkin specific untuk aktivitas tertentu. Tidak seperti bentuk modal lain, modal sosial melekat dalam struktur hubungan antara para pelaku dan diantara para pelaku”. Sehingga secara ringkas bisa dikatakan bahwa modal sosial merupakan serangkaian kumpulan tindakan yang memungkinkan institusi atau individu untuk bertindak, dia tidak Nampak secara fisik, namun melekat dalam kehidupan individu dan kehidupan sosial. Sehingga modal sosial adalah netral secara normatif dan moral. Pemikir sosial lain yang banyak menjadi referensi akademis terkait modal sosial adalah Albert Putnam, pemikir sosial asal Italia ini mulai meneliti modal sosial yang ada didalam masyarakat Amerika pada tahun 1960-an. Dia menjelaskan bahwa modal sosial mengacu pada norma dan jaringan kerja masyarakat sipil, sebagai sumber utama modal sosial bagi komunitas, daerah dan sebagainya. Modal sosial sangat erat kaitannya dengan institusi sosial, oraganisasi masyarakat atau organisasi sukarela. Organisasi sukarela penting sekali karena keterlibatan warga negara dalam komunitas, khususnya asosiasi sukarela dan organisasi mediasi, mengajarkan habits of heart, kepercayaan, resiprositas, solidaritas, dan kerjasama. Organisasi sukarela juga dikatakan untuk menciptakan jaringan kerja yang kondusif bagi social learning dan proses saling tolong- menolong. Penyelenggaraan institusi sosial dalam proses pembangunan menjadi efektif berkat jaringan sosial yang juga bermakna memperkaya modal sosial. Universitas Sumatera Utara 60 Modal sosial mengacu pada hubungan dan jaringan antar individu yang saling membutuhkan dan kepercayaan yang tumbuh diantara mereka, yang mungkin mengejar tujuan secara bersama sama. Secara singkat Putnam menegaskan bahwa modal sosial terkait dengan organisasi sosial, ikatan atau hubungan sosial, norma dan kepercayaan, resiprositas, solidaritas dan kerjasama untuk keuntungan bersama. Tradisi rantangan dengan menyumbang sebagai bagian ikatan kekerabatan atau emosi sosial yang representatif dan benar-benar mencerminkan jiwa dalam masyarakat Jawa. Jika merujuk pada teoretisasi yang dikembangkan Franz Magnis Suseno dalam buku Etika Jawa 1984, perspektif hidup di dalam bingkai etika Jawa biasanya terwujud sebagai bentuk maupun pola rutinitas yang memang mengutamakan sisi moralitas yang luhur, saling mendukung gotong-royong solidaritas dan menghargai baik antar sesama, lingkungan, maupun diri sendiri. Jika dikaitkan dengan tradisi rantangan dengan menyumbang dalam masyarakat Jawa maka nyumbang boleh jadi bisa dikategorikan sebagai upaya untuk semakin mempererat budi luhur dan bentuk konkret langkah untuk tidak menghancurkan relasi sosial dalam lingkup sesama dan lingkungan sekitarnya. Tradisi yang terus dipupuk, dilakukan berulang ulang dan dikembangkan secara sosial merupakan modal sosial yang luar biasa untuk kemaslahatan yang lebih luas. Hakekat dari tradisi nyumbang itu sendiri setelah mendapat rantangan adalah untuk meringankan beban biaya orang yang sedang mengadakan pesta. Ketika dirantang masyarakat akan menghargai pemberian yang pesta dan menghargai lebih lagi dari biasanya dengan memberi sumbangan yang lebih besar. Biasanya ketika mendapat surat undangannya saja, masyarakat menyumbang Universitas Sumatera Utara 61 sebesar Rp 10.000 – Rp 20.000. Akan tetapi beda dengan ketika dirantang, masyarakat biasanya akan menyumbang sebesar Rp 30.000 – Rp 50.000, bahkan bisa lebih apabila mempunyai hubungan yang dekat dengan yang mengadakan pesta. Seperti yang dikatakan oleh salah satu informan dibawah ini: Biasanya kalau di undang dengan surat undangannya saja lebih murah dibandingkan dengan ketika dapat rantang wawancawra dengan ibu mastina, 12 Juni 204 Dengan begitu, tradisi nyumbang saat dirantang bisa dimaknai sebagai nilai atau jaminan sosial tertentu bagi masyarakatnya. Dapat dikatakan, tradisi nyumbang ini merupakan bentuk asuransi sosial yang paling sederhana dalam kehidupan. Masyarakat bersedia nyumbang, selain pertimbangan saling berbalas kebaikan, bisa juga merupakan usaha untuk meminimalisir dan mendistribusikan beban kehidupan mereka, khususnya untuk meghadapi resiko dan ketidakpastian masa depan. Nyumbang secara eksplisit adalah wujud solidaritas sosial masyarakat guna mengurangi beban warga yang sedang pesta yang sangat banyak ragamnya dalam kehidupan tradisi masyarakat desa khususnya etnis Jawa. Nyumbang dalam horizon waktu dapat diklasifikasi dalam beberapa kondisi sesuai perkembangankemajuan aktivitas hidup yang berhubungan dengan bergesernya sistem kehidupan desa-desa dalam etnis jawa dari masyarakat agraris kepada masyarakat yang mulai masuk kedalam masyarakat praindustri. Dalam kehidupan masyarakat agraris, tradisi nyumbang memiliki makna yang lebih dalam sebagai bentuk usaha produktif dalam hal menyelesaikan problem tenaga kerja. Saling mendukung atau saling membagi beban pekerjaan, bukan semata mata ketika salah satu warga di lingkungannya sedang memiliki pesta saja. Universitas Sumatera Utara 62 Namun lebih jauh dalam menjalankan usaha-usah produktif dalam bidang pertanian dengan tujuan untuk saling membagi dan meringankan tugas pertanian. Dikebanyakan desa khususnya etnis Jawa, hubungan kekebaratan merupakan hal yang penting. Setiap orang yang hidup bersama dalam satu satuan wilayah sangat penting untuk bekerjasama dengan berbagai cara demi kelangsungan hidup. Terlebih dalam suatu sistem sosial yang oleh Samuel L Popkin dicirikan sebagai desa tertutup yang mengembangkan pola kekerabatan tertutup sangat memungkinan pola nyumbang dalam dimensi luas ditumbuhkembangkan dalam kehidupan yang lebih real. Misalnya saja tradisi susuk wangang di Jawa yang mewajibkan semua keluarga petani menyusuri parit atau saluran irigasi untuk menjamin kelancaran air untuk kebutuhan irigasi. Semua keluarga petani akan terlibat dalam upacara ini. Bagi yang tidak terlibat, akan memperoleh sangsi sebagaimana ketika anggota masyarakat tidak terlibat dalam jejaring tradisi nyumbang. Bahkan sangsi ini langsung bersifat teknis, misalnya saja tidak mendapat jatah aliran air untuk sawahnya dan lain sebagainya. Contoh lain adalah tradisi munjung atau mengirim bingkisan kepada orang tua atau orang yang dituakan pada bulan-bulan tertentu juga sebuah kearifan tradisi yang memugkinkan terjalinya jejaring sosial. Demikian juga dengan tradisi nyumbang merupakan cultural asset yang sangat penting bagi masyarakat desa di Jawa, sehingga dapat dikatakan sebagai modal sosial yang cukup penting untuk pembangunan masyarakat di pedesaan http:nkhawari.wordpress.com20100316nilai-solidaritas-dan-modal-sosial- dalam-pembangunan-masyarakat-desadiakses pada tanggal 25 Juni , 2014. Universitas Sumatera Utara 63

4.8. Membangun Trust Kepercayaan dalam Tradisi Rantangan