22
b. Status gizi balita berdasarkan indikator TBU
Tabel 3.2 menyajikan angka prevalensi balita menurut status gizi yang didasarkan pada indikator TBU.
Indikator TBU menggambarkan status gizi yang sifatnya kronis, artinya muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan, perilaku pola asuh yang
tidak tepat, sering menderita penyakit secara berulang karena higiene dan sanitasi yang kurang baik. Status pendek dan sangat pendek dalam diskusi selanjutnya digabung
menjadi satu kategori dan disebut masalah pendek.
Prevalensi masalah kependekan pada balita secara nasional masih tinggi yaitu sebesar 36,8. Namun di provinsi Bali sebesar 16, 0, Lima kabupatenkota memiliki prevalensi
masalah pendek di atas angka provinsi. Di provinsi Bali, prevalensi masalah pendek 31 dan kategori normal 69.0. Prevalensi anak balita kategori masalah pendek tertinggi di
kabupaten Karang Asem 39,0, disusul Bangli 37,6, kabupaten Buleleng 35.4
Tabel 3.2 Prevalensi Balita menurut Status Gizi TBU dan KabupatenKota
di Provinsi Bali, Riskesdas 2007
KabupatenKota Kategori Status Gizi TBU
Sangat Pendek Pendek Normal
Jembrana 15,1
18,1 66,7
Tabanan 8,4
17,1 74,4
Badung 10,9
13,9 75,2
Gianyar 10,1
15,7 74,2
Klungkung 11,2
17,1 71,7
Bangli 18,7
18,8 62,5
Karang Asem 22,4
16,6 61,0
Buleleng 23,9
11,5 64,7
Denpasar 17,4
12,8 69,7
Provinsi Bali 16,0
15,0 69,0
Keterangan : TBU = tinggi badan menurut umur
c. Status gizi balita berdasarkan indikator BBTB
Tabel 3.3 menyajikan angka prevalensi balita menurut status gizi yang didasarkan pada indikator BBTB.
Indikator BBTB menggambarkan status gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang pendek. Dalam keadaan demikian berat badan anak
akan cepat turun sehingga tidak proporsional lagi dengan tinggi badannya dan anak menjadi kurus.
Di samping mengindikasikan masalah gizi yang bersifat akut, indikator BBTB juga dapat digunakan sebagai indikator kegemukan. Dalam hal ini berat badan anak melebihi proporsi
normal terhadap tinggi badannya. Kegemukan ini dapat terjadi sebagai akibat dari pola makan yang kurang baik atau karena keturunan. Masalah kekurusan dan kegemukan pada
usia dini dapat berakibat pada rentannya terhadap berbagai penyakit degeneratif pada usia dewasa Teori Barker.
Salah satu indikator untuk menentukan anak yang harus dirawat dalam manajemen gizi buruk adalah indikator sangat kurus yaitu anak dengan nilai Z-score -3,0 SD. Prevalensi
balita sangat kurus secara nasional masih cukup tinggi yaitu 6,2, di provinsi bali prevalensi balita sangat kurus 4,4 Terdapat lima kabupatenkota yang memiliki prevalensi
balita sangat kurus di bawah angka prevalensi provinsi. Ke 5 kabupatenkota tersebut adalah: Badung, Tabanan, Karang Asem, Bangli dan kota Denpasar.
23
Di provinsi Bali, prev anak balita sangat kurus 4.4, kurus 5.6 dan gemuk 13.1. Prevalensi anak balita sangat kurus tertinggi di kabupaten Badung 6.8, Karang asem
95.2, sedangkan anak balita kurus tertinggi di kabupaten Karang Asem 8.2, kab.Buleleng 7.9.
Dalam diskusi selanjutnya digunakan masalah kekurusan untuk gabungan kategori sangat kurus dan kurus.
Besarnya masalah kekurusan pada balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat public health problem adalah jika prevalensi kekurusan 5. Masalah
kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi kekurusan antara 10,1 - 15,0 , dan dianggap kritis bila prevalensi kekurusan sudah di atas 15,0 UNHCR.
Tabel 3.3 Persentase Balita menurut Status Gizi BBTB dan KabupatenKota
di Provinsi Bali, Riskesdas 2007
KabupatenKota Kategori Status Gizi BBTB
Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk
Jembrana 2,5
6,3 80,9
10,3 Tabanan
5,5 4,0
83,7 6,8
Badung 6,8
6,6 69,4
17,3 Gianyar
3,8 4,0
81,7 10,5
Klungkung 2,1
4,3 83,4
10,2 Bangli
4,7 6,9
78,0 10,4
Karang Asem 5,2
8,2 75,6
11,0 Buleleng
3,2 7,9
70,7 18,2
Denpasar 4,6
2,6 77,9
14,9
Provinsi Bali 4,4
5,6 76,9
13,1
Keterangan : BBTB = berat badan menurut tinggi badan Menurut data provinsi prevalensi kekurusan pada balita adalah 10 5,6 dan 4,4. Hal
ini berarti bahwa masalah kekurusan di provinsi Bali masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Jika dilihat untuk tiap kabupatenkota, maka prevalensi kekurusan di seluruh
provinsi masih berada di atas 10, yang berarti masalah kekurusan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di setiap kabupatenkota. Dari 9 kabupatenkotai, 3
kabupatenkota di antaranya masuk dalam kategori serius. Ke tiga kabupaten yang termasuk dalam kategori serius adalah: Badung 13,4 dan kabupaten Karangasem
13,4kab.Buleleng 11,1.
Berdasarkan indikator BBTB juga dapat dilihat prevalensi kegemukan di kalangan balita. Menurut data provinsi prevalensi kegemukan menurut indikator BBTB adalah sebesar
13,1. Tiga kabupatenkota memiliki masalah kegemukan pada balita di atas angka provinsi, tertinggi di kab.Buleleng 18,2 dan disusul kab.Badung 17,3.
d. Status gizi balita menurut karakteristik responden
Untuk mempelajari kaitan antara status gizi balita yang didasarkan pada indikator BBU, TBU dan BBTB sebagai variabel terikat dengan karakteristik responden meliputi
kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan KK, pekerjaan KK, tempat tinggal dan pendapatan per kapita sebagai variabel bebas, telah dilakukan tabulasi silang antara
variabel bebas dan terikat tersebut.
Tabel 3.4. menyajikan hasil tabulasi silang antara status gizi BBU balita dengan variabel- variabel karakteristik responden.