Status gizi balita menurut karakteristik responden
24
Dari tabel 3.4. dapat dilihat bahwa secara umum ada kecenderungan arah yang mengaitkan antara status gizi BBU dengan karakteristik responden, yaitu:
a. Semakin bertambah umur, prevalensi gizi kurang cenderung meningkat, sedangkan untuk gizi lebih cenderung menurun.
b. Tidak nampak adanya perbedaan yang mencolok pada prevalensi gizi buruk, kurang, baik maupun lebih antara balita laki-laki dan perempuan.
c. Semakin tinggi pendidikan KK semakin rendah prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada balita, sebaliknya terjadi peningkatan gizi baik dan gizi lebih.
d. Kelompok dengan KK berpenghasilan tetap TNIPolriPNSBUMN dan Pegawai Swasta memiliki prevalensi gizi buruk dan gizi kurang yang relatif rendah.
e. Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang daerah perkotaan relatif lebih rendah dari daerah perdesaan.
f. Semakin tinggi tingkat pengeluaran rumahtangga per kapita per bulan semakin rendah prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada balitanya, dan sebaliknya, untuk
gizi baik dan gizi lebih semakin meningkat.
Tabel 3.4 Persentase Balita menurut Status Gizi BBU dan Karakteristik Responden
Di Provinsi Bali, Riskesdas 2007
Karakteristik Responden Kategori Status Gizi BBU
Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih
Kelompok Umur
0 - 5 Bulan 5,2
2,0 85,6
7,2 6 -11 Bulan
4,1 3,6
84,7 7,6
12-23 Bulan 4,4
6,8 84,9
3,9 24-35 Bulan
4,1 9,5
81,4 5,1
36-47 Bulan 3,1
9,1 83,0
4,8 48-60 Bulan
1,8 9,7
84,8 3,7
Jenis Kelamin
Laki-laki 3,5
7,7 83,2
5,6 Perempuan
3,0 8,7
84,6 3,7
Pendidikan KK
Tdk tamat SD Tdk sekolah 5,6
10,4 80,9
3,2 Tamat SD
4,4 10,4
80,8 4,4
Tamal SLTP 3,3
10,8 79,8
6,1 Tamat SLTA
2,1 5,8
87,8 4,3
Tamat PT 0,4
4,4 88,4
6,8
Pekerjaan KK
Tdk kerjasekolahIRT 1,6
6,0 82,5
9,9 TNIPolriPNSBUMN
0,6 6,1
85,9 7,4
Pegawai Swasta 2,2
5,6 89,3
2,9 Wiraswastadagangjasa
3,3 7,2
84,0 5,5
Petaninelayan 3,9
10,5 82,0
3,6 Buruh lainnya
4,5 10,4
80,8 4,3
Tipe Daerah
Perkotaan 2,2
7,1 84,7
6,0 Perdesaan
4,4 9,5
83,0 3,1
Tingkat Pengeluaran perkapita
Kuintil 1 4,4
12,1 79,1
4,4 Kuintil 2
3,0 8,9
83,1 5,0
Kuintil 3 4,1
7,9 84,5
3,5 Kuintil 4
1,9 4,9
87,9 5,2
Kuintil 5 1,6
3,6 89,1
5,8
25
Tabel 3.4 ini menunjukkan bahwa Persentase status gizi kategori Gizi buruk dan gizi kurang lebih besar di pedesaan dibandingkan perkotaan, sedangkan status gizi lebih
persentase lebih banyak di perkotaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin rendah persentase status gizi buruk. Pekerjaan rumah tangga sebagai buruhlainnya 4,5
tertinggi prevalensi status gizi buruk, urutan ke dua bekerja sebagai petaninelayan 3,9. Semakin tinggi tingkat pengeluaran semakin rendah persentase status gizi buruk dan gizi
kurang.
Tabel 3.5. menyajikan hasil tabulasi silang antara status gizi TBU dengan karakteristik responden. Seperti halnya dengan status gizi BBU, kaitan antara status gizi BBTB dan
karakteristik responden menunjukkan kecenderungan yang serupa :
a. Menurut umur, tidak tampak adanya pola masalah kependekan pada balita. b. Menurut jenis kelamin, tidak tampak adanya perbedaan masalah kependekan yang
mencolok pada balita. c. Makin tinggi pendidikan KK prevalensi kependekan pada balita cenderung makin
rendah. d. Pada kelompok keluarga yang memiliki pekerjaan berpenghasilan tetap
TNIPolriPNSBUMN dan Swasta, prevalensi kependekan relatif lebih rendah dari keluarga dengan pekerjaan berpenghasilan tidak tetap.
e. Prevalensi kependekan di daerah perdesaan relatif lebih tinggi dibanding daerah perkotaan.
f. Prevalensi kependekan cenderung lebih rendah seiring dengan meningkatnya tingkat pengeluaran keluarga per kapita per bulan.
26
Tabel 3.5. Persentase Balita Menurut Status Gizi TBU Dan Karakteristik Responden
Di Provinsi Bali, Riskesdas 2007 Karakteristik Responden
Kategori Status Gizi TBU Sangat Pendek Pendek Normal
Kelompok Umur
– 5 Bulan 17,2
12,3 70,5
6 – 11 Bulan
11,1 11,8
77,0 12
– 23 Bulan 24,0
13,1 62,9
24 – 35 Bulan
21,2 18,0
60,8 36
– 47 Bulan 17,2
15,1 67,6
48 – 60 Bulan
10,3 15,3
74,4
Jenis Kelamin
Laki-laki 16,2
14,6 69,1
Perempuan 15,8
15,3 68,9
Pendidikan KK
Tdk tamat SD Tdk sekolah 20,0
14,0 66,0
Tamat SD 16,9
18,4 64,6
Tamal SLTP 19,1
17,7 63,2
Tamat SLTA 14,5
13,5 72,0
Tamat Perguruan Tinggi 7,8
11,0 81,2
Pekerjaan KK
Tdk kerjasekolahIRT 17,5
5,4 77,2
TNIPolriPNSBUMN 12,1
12,9 75,0
Pegawai Swasta 12,8
15,3 71,9
WiraswastaDagangJasa 13,5
15,8 70,7
PetaniNelayan 19,6
16,8 63,5
Buruh lainnya 18,5
14,8 66,8
Tipe Daerah
Perkotaan 14,9
13,8 71,4
Perdesaan 17,4
16,4 66,3
Tingkat Pengeluaran per Kapita
Kuintil 1 18,2
16,3 65,5
Kuintil 2 18,2
14,4 67,4
Kuintil 3 15,5
14,5 69,9
Kuintil 4 13,3
16,1 70,6
Kuintil 5 12,2
12,2 75,6
Tabel 3.5 ini menunjukkan bahwa Sebaran Balita dengan status gizi kategori sangat pendek tertinggi pada kelompok umur 12-23 bulan 24,0, sedangkan status gizi kategori pendek
tertinggi pada kelompok umur 24-35 bulan 18,0. Sebaran balita status gizi kategori sangat pendek lebih banyak di pedesaan dibandingkan perkotaan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan semakin rendah sebaram status gizi sangat pendek. Pekerjaan rumah tangga sebagai petaninelayan 19,6 tertinggi prevalensi status gizi sangat pendek, urutan ke
dua bekerja sebagai buruhlainnya 18,5. Semakin tinggi tingkat pengeluaran semakin rendah persentase status gizi sangat pendek.
Tabel 3.6. menyajikan hasil tabulasi silang antara status gizi BBTB dengan karakteristik responden. Kajian deskriptif kaitan antara status gizi BBTB dengan karakteristik responden
menunjukkan:
a. Masalah kekurusan cenderung semakin rendah seiring dengan bertambahnya umur.
b. Tidak tampak adanya perbedaan masalah kekurusan yang mencolok antara balita
laki-laki dan perempuan.
27
c. Tidak ada pola yang jelas pada masalah kekurusan menurut tingkat pendidikan KK,
tetapi pada keluarga dengan KK berpendidikan tamat PT, prevalensi kekurusan relatif lebih rendah dan prevalensi kegemukan relatif tinggi.
d. Prevalensi kekurusan balita pada kelompok dengan KK sebagai petaninelayan relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan KK yang memiliki pekerjaan lain. Sedangkan prevalensi balita kegemukan tertinggi ditemui pada kelompok dengan KK yang
mempunyai pekerjaan dengan penghasilan tetap TNIPolriPNSBUMN dan Pegawai Swasta.
e. Tidak ada perbedaan mencolok antara masalah kekurusan di daerah perdesaan
dibandingkan dengan daerah perkotaan. f.
Tidak ada pola pada masalah kekurusan menurut tingkat pengeluaran keluarga per kapita per bulan, namun masalah kegemukan cenderung meningkat seiring dengan
meningkatnya tingkat pengeluaran.
Tabel 3.6. Prevalensi Balita menurut Status Gizi BBTB dan Karakteristik Responden di
Provinsi Bali, Riskesdas 2007 Karakteristik Responden
Kategori Status Gizi BBTB Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk
Kelompok Umur
– 5 Bulan 5,6
7,1 66,0
21,4 6 -11 Bulan
3,0 6,8
76,6 13,6
12-23 Bulan 6,0
5,2 75,5
13,3 24-35 Bulan
6,4 5,8
74,5 13,3
36-47 Bulan 3,0
5,5 79,6
11,8 48-60 Bulan
3,7 5,0
79,3 11,9
Jenis Kelamin
Laki-laki 4,7
6,7 74,2
14,4 Perempuan
4,1 4,4
79,7 11,7
Pendidikan KK
Tdk tamat SD Tdk sekolah 5,7
4,4 77,1
12,8 Tamat SD
5,3 5,5
78,7 10,5
Tamal SLTP 6,1
6,5 77,0
10,3 Tamat SLTA
2,6 6,4
77,1 13,9
Tamat PT 4,3
3,7 72,2
19,8
Pekerjaan KK
Tdk kerjasekolahIRT 5,7
4,0 71,4
18,9 TNIPolriPNSBUMN
1,0 3,6
77,7 17,7
Pegawai Swasta 4,1
4,1 76,3
15,5 WiraswastaDagangJasa
5,1 5,9
76,3 12,7
PetaniNelayan 4,2
6,3 78,3
11,2 Buruh lainnya
5,6 6,7
77,4 10,2
Tipe Daerah
Perkotaan 4,4
4,6 77,1
13,8 Perdesaan
4,5 6,7
76,7 12,1
Tingkat Pengeluaran per Kapita
Kuintil 1 3,7
4,6 81,8
9,9 Kuintil 2
6,2 4,7
76,3 12,7
Kuintil 3 4,6
8,3 75,3
11,9 Kuintil 4
4,1 6,2
75,3 14,4
Kuintil 5 3,4
4,2 72,4
20,1
28
Tabel 3.7. Prevalensi Balita menurut Tiga Indikator Status Gizi
dan Provinsi, Riskesdas 2007 Provinsi
BBU TBU: Kronis
BBTB: Akut Akut Kronis Bur-Kur
Kependekan Kekurusan
Jembrana 12,2
15,1 2,5
√ √
Tabanan 7,1
8,4 5,5
√ √
Badung 7,4
10,9 6,8
√ Gianyar
6,8 10,1
3,8 √
Klungkung 12,9
11,2 2,1
√ Bangli
11,7 18,7
4,7 √
√
Karang Asem
19,8 22,4
5,2 √
Buleleng 14,9
23,9 3,2
√ √
Denpasar 10,0
17,4 4,6
√
Prov.Bali 11,4
16,0 4,4
√
Keterangan : Permasalahan gizi akut adalah apabila BBTB 10 UNHCR Permasalahan gizi kronis adalah apabila TBU di atas prevalensi nasional
Empat kabupaten di provinsi Bali yang masih menghadapi permasalahan gizi akut menghadapi permasalahan gizi akut dan kronis, yaitu kab.Karangasem 19,8, Buleleng
14,9 dan Kab. Jembrana 12,2.