BAB V PEMBAHASAN
5.1. Kadar Formalin Pada Mie Sagu
yang di Jual di Pasar Tradisional Kota Bengkalis Riau Tahun 2012
Salah satu masalah keamanan pangan yang masih memerlukan pemecahan masalahnya yaitu penggunaan bahan tambahan pada bahan makanan untuk berbagai
keperluan. Purba, 2009. Diantara beberapa bahan tambahan makanan yang sering digunakan salah satunya adalah pengawet makanan atau formalin.
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Di sektor industri sebenarnya formalin sangat banyak manfaatnya. Formaldehid
memiliki banyak manfaat, seperti anti bakteri atau pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat dan
berbagai serangga lain. Besarnya manfaat di bidang industri ini ternyata disalahgunakan untuk penggunaan pengawetan industri makanan. Biasanya hal ini
sering ditemukan dalam industri rumahan, karena mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh Depkes dan Balai POM setempat. Judarwanto, 2006
Bahan makanan yang diawetkan dengan formalin biasanya adalah mi basah, tahu, bakso, ikan asin dan beberapa makanan lainnya. Formalin adalah larutan yang
tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam formalin terkandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air, sebagai bahan pengawet biasanya ditambahkan
metanol hingga 15 persen. Bila tidak diberi bahan pengawet makanan seperti tahu atau mi basah seringkali tidak bisa tahan dalam lebih dari 12 jam. Judarwanto, 2006
Penelitian kandungan formalin pada mie sagu dilakukan karena mengingat banyaknya formalin yang digunakan sebagai bahan tambahan pangan yang berfungsi
sebagai pengawet agar makanan tidak mudah rusak dan tahan lama. Walaupun daya
awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang digunakan pada makanan. Di Indonesia, beberapa undang-undang yang melarang penggunaan formalin sebagai pengawet
makanan adalah Peraturan Menteri Kesehatan No 7221988, Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168MenkesPERX1999, UU No 71996 tentang Pangan dan UU
No 81999 tentang Perlindungan Konsumen.
Teddy, 2007 Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap seluruh sampel yang dilakukan di
Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan, diperoleh dari seluruh sampel mengandung bahan pengawet formalin, ini menunjukkan bahwa seluruh sampel yang
diperiksa tidak memenuhi syarat kesehatan karena jumlah kandungan formalin
Universitas Sumatera Utara
melebihi Nilai Ambang Batas yang telah ditetapkan oleh Permenkes No. 1168MenkesX1999 tentang formalin.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan diperoleh bahwa mie sagu tidak bebas dari bahan kimia berbahaya karena mengandung kadar formalin. Hal ini
menunjukkan bahwa mie sagu tidak memenuhi syarat kesehatan dalam tambahan kandungan formalin sesuai standard Permenkes No. 1168MenkesX1999 tentang
bahan tambahan makanan yang menyatakan bahwa pada mie sagu tidak boleh memakai bahan pengawet formalin.
Berdasarkan hasil uji kuantitatif yang dilakukan untuk mengetahui jumlah kadar formalin yang terkandung pada mie sagu dapat dilihat pada tabel 4.2 yang
menunjukkan bahwa mie sagu mengandung formalin dengan nilai tertinggi 10,39 ppm dan nilai terendah 5,53 ppm dengan nilai rata-rata sebesar 9,21 ppm. Dengan
demikian kadar fomalin yang terdapat pada mie sagu tidak memenuhi syarat kesehatan dalam tambahan kandungan formalin sesuai standard Permenkes No.
1168MenkesX1999 tentang bahan tambahan makanan yang menyatakan bahwa pada makanan jajanan tidak boleh memakai bahan pengawet boraks..
Menurut Judarwanto 2006, khusus mengenai sifatnya yang karsinogenik, formalin termasuk ke
dalam karsinogenik golongan IIA. ”Golongan I adalah yang sudah pasti menyebabkan kanker, berdasarkan uji lengkap. Sedangkan golongan IIA baru taraf
diduga, karena data hasil uji pada manusia masih kurang lengkap”. Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan dibuang ke luar bersama cairan
tubuh. ” Itu sebabnya formalin sulit dideteksi keberadaannya di dalam darah” Teddy, 2007.
Menurut IPCS International Programme on Chemical Safety, secara umum ambang batas aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter. IPCS adalah lembaga khusus
dari tiga organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, serta WHO, yang mengkhususkan pada keselamatan penggunaan bahan kimiawi. Bila formalin masuk ke tubuh
melebihi ambang batas tgersebut maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan system tubuh manusia. Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam
waktu singkat atau jangka pendek dan dalam jangka panjang, bisa melalui hirupan, kontak langsung atau tertelan. Judarwanto, 2006
Menurut Fahruddin 2007, Sebenarnya batas toleransi Formaldehida formalin adalah nama dagang zat ini yang dapat diterima tubuh manusia dengan aman adalah
dalam bentuk air minum, menurut International Programme on Chemical Safety IPCS, adalah 0,1 mg per liter atau dalam satu hari asupan yang dibolehkan adalah
0,2 mg. Sementara formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari.
Sementara itu, berdasarkan hasil uji klinis, dosis toleransi tubuh manusia pada pemakaian secara terus-menerus Recommended Dietary Daily AllowancesRDDA
untuk formalin sebesar 0,2 miligram per kilogram berat badan. Misalnya berat badan seseorang 50 kilogram, maka tubuh orang tersebut masih bisa mentoleransi sebesar
50 dikali 0,2 yaitu 10 miligram formalin secara terus-menerus. Putranto, 2011
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Cahyadi 2006, jika formaldehid terakumulasi dalam jumlah besar didalam tubuh, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam
sel, sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh dan bahkan bisa menyebabkan kanker.
Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan dibuang ke luar bersama cairan tubuh. Sehingga formalin sulit dideteksi keberadaannya di dalam
darah. Imunitas tubuh sangat berperan dalam berdampak tidaknya formalin di dalam tubuh. Jika imunitas tubuh rendah atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat
mungkin formalin dengan kadar rendah pun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan. Usia anak khususnya bayi dan balita adalah salah satu yang rentan untuk
mengalami gangguan ini. Pada usia anak, usus imatur belum sempurna atau sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan
bahan berbahaya masuk ke dalam tubuh sulit untuk dikeluarkan. Hal ini juga akan lebih mengganggu pada penderita gangguan saluran cerna yang kronis seperti pada
penderita Autism, penderita alergi dan sebagainya.
Judarwanto, 2006
5.2. Kadar Zat Pewarna Pada Mie Sagu