Basis Sistem Perekonomian Indonesia

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Basis Sistem Perekonomian Indonesia

Pada umumnya kebijakan dan sistem perekonomian dibanyak negara terutama di Indonesia didasarkan pada pendekatan konvensional ala Milton Friedman yang sama sekali tidak memperhitungkan perlunya pembedaan mekanisme kebijakan moneter berdasarkan sistem moneter atau perekonomian yang berlaku dalam suatu negara, padahal sudah ada pendapat yang menyangsikan pendapat tersebut, yang menyatakan bahwa perlu adanya pembedaan mekanisme kebijakan moneter berdasarkan kondisi atau sistem moneter dan perekonomian suatu negara, misalnya hasil pemikiran dari J. Hicks 1974, Basil J. Moore 1988, J Stiglitz and A.Weiss 1981 dan 1990, Bernanke and Blinder 1998 dan 1993, serta B. Friedman and Kuttner 1993, dsb. Para ahli menerangkan bahwa dalam kenyataannya ada negara yang perekonomiannya didominasi oleh besarnya peranan kredit yang bersumber dari sektor perbankan. Dihipotesiskan oleh mereka bahwa suatu perekonomian yang berbasis pada kredit perbankan, negara tersebut dikatagorikan sebagai negara dengan sistem perekonomian utang overdraftcredit economy sedangkan negara yang perekonomiannya berbasis pada uang dan pasar modal, maka negara tersebut dikategorikan sebagai negara dengan sistem perekonomian pasar uang dan Indonesia merupakan negara dengan sistem hutang Marsuki 2005 : 8. Secara umum beberapa indikator yang menunjukan Indonesia adalah negara yang dikategorikan sebagai negara dengan sistem utang atau kredit, seperti : 10 Pertama, sistem perekonomian yang berbasis utang dipandang sebagai suatu sistem keuangan yang bagi para pelaku ekonomi sumber pembiayaannya lebih didominasi pada pinjaman perbankan kredit. Hal ini di buktikan dari indikator tingkat intermediasi keuangan, berupa besarnya rasio kredit perbankan terhadap seluruh sumber pembiayaan dimasyarakat dan berbagai sektor ekonomi yang mencapai 90-95 di Indonesia, hal ini juga diperparah dengan perilaku pelaku ekonomi yang kurang baik dalam membiayai kebutuhannya, karena peranan pasar modal masih sangat minim maka pembiayaan usaha dari kredit perbankan lebih besar dibandingakan dari sumber pembiayaan sendiri. Kedua, akibat dari indikator pertama, akan berdampak pada mekanisme penciptaan uang yang bersifat exogen Exogenous approach atau credit money approach yang seharusnya pada sistem penciptaan uang bersifat Endogenous Approach, artinya mekanisme penciptaan uang dinegara berbasis utang dimulai dari permintaan kredit oleh masyarakat ke bank umum {Monetary demand Md=Ms Monetary Suplay} untuk memenuhi kebutuhan asset keuangan yang terbatas. Tetapi, terkadang perbankan masih mengalami kesulitan likuiditas sehingga bank umum mencari sumber pembiayaan dengan meminjam dana pada lembaga keuangan lainnya, pasar uang, dan termasuk pada bank sentral, sehingga akan membuat meningkatnya Monetary Base atau uang inti yang dikuasai bank sentral secara eksogen. Dalam mekanisme penciptaan uang perilaku masyarakat, perbankan dan Bank Sentral itu sendiri sangat berpengaruh. Dalam hal ini, Bank Sentral hanya sebagai pencetak uang, sehingga dari sudut teori moneter konvensional Bank Sentral yang mengontrol Monetary Base Mb dan perbankan 11 yang memberikan kebutuhan kredit pada masyarakat Monetary Suplay Ms. Maka, dalam sistem perekonomian utang termasuk di Indonesia hubungan kausalitas terjadi dari Ms ke Mb, hal ini diperkuat dari nilai nilai multiplier of money m yang selalu lebih besar dari 2, sedangkan multiplier of credit 1m akan selalu lebih kecil dari 1. Di Indonesia nilai m selalu lebih besar dari 2 Marsuki 2005 : 9. Ketiga, peranan bank sentral bersifat hirarki yang secara langsung atau tidak langsung akan menjadi adminstratur atau penentu tingkat bunga yang berlaku dalam mempengaruhi pasar uang antar bank pada kebijakan diskonto. Dalam sistem perekonomian utang, bank umum secara kuasi otomatis melakukan refinancing ke bank sentral dalam peranannya sebagai tempat peminjaman terakhir bagi perbankan. Penawaran uang dari bank sentral akan disesuaikan dengan permintaan uang dari para perbankan akibat permintaan kredit masyarakat, dalam hal ini bank sentral dapat mengintervensinya melalui tingkat bunga. Pada penawaran kredit melalui sistem refinancing rediscount policy menunjukan bahwa penawaran kredit perbankan pada dasarnya tidak terbatas, sehingga yang membatasi jumlah penawaran kredit perbankan sebenarnya adalah permintaan kredit itu sendiri. Tetapi tergantung juga pada nilai elastisitas tingkat bunga terhadap kredit, permintaan yang kurang elastis dikarenakan meningkatnya tingkat bunga intervensi bank sentral, namun hal ini akan mengurangi sedikit saja pada permintaan akan kredit. Dikarena fungsi bank sentral atau Bank Indonesia salah satunya adalah : Bank Indonesia memiliki fungsi untuk menjaga stabilitas moneter 12 antara lain melalui instrumen suku bunga, kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya, Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang, sehingga bank sentral dapat mengintervensi suku bunga pada perbankan. Perbedaan fungsi dan tujuan yang mendasar pada bank sentral dan Otoritas Jasa Keuangan OJK adalah Bank Indonesia BI dan Otoritas Jasa Keuangan OJK sebenarnya berbagi kewenangan dimana saat masa pengalihan pengawasan Bank dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan memerlukan kordinasi yang baik agar tidak saling mengambil alih tugas, perbedaaan BI dengan OJK adalah BI berperan sebagai pengawas aspek makroprudensial dan OJK berperan sebagai pengawas mikroprudensial. Awal tahun 2014 oleh Agus Martowardojo, Gubernur BI dikantor Presiden, Jakarta menyebutkan pada saat OJK menerima pengalihan pengawasan perbankan dari BI, OJK akan lebih mengawasi aspek mikroprudensialnya, sedangkan umum tetap ada di BI dari segi makroprudensial, namun tidak bisa betul-betul dipisahkan karenanya perlu ada sinergi dimana implementasi pengawasan mikroprudensial dan makroprudensial itu perlu dilakukan dengan baik. Dari sini bisa kita tangkap tugas BI berfokus menjaga stabilitas keuangan contohnya aturan tentang batas suku bunga kredit perbankan, serta aturan giro wajib minimum GWM, sedangkan tugas OJK lebih kepada pengaturan dan pengawasan individual perbankan atau lembaga keuangan. Contoh yang ditangani 13 oleh OJK yakni kasus tindak pidana perbankan, baik dari sisi nominal, kepengurusan bank, dan kualitas sumber daya manusianya.

2.2. Perbankan