Latar Belakang Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemilihan Umum

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hampir tak ada sistem pemerintahan yang bersedia menerima cap tidak demokratis 4 , maka hampir tidak ada sistem pemerintahan yang tidak menjalankan pemilu. Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara merupakan wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu negara. Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak rakyat. 5 Paham negara demokratis ini sudah banyak diikuti karena mengandung nilai-nilai yang positif dan unsur-unsur moral universal. Bagi sejumlah negara yang menerapkan atau mengklaim diri sebagai negara demokrasi berkedaulatan rakyat, Pemilu memang dianggap sebagai lambang sekaligus tolok ukur utama dan pertama dari demokrasi 6 . Artinya, pelaksanaan dan hasil pemilu merupakan refleksi dari suasana keterbukaan dan aplikasi dari nilai dasar demokrasi, di 4 Sodikin, Hukum Pemilu: Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan, Jakarta: Gramata Publishing, 2014, hal. 21-22, mengemukakan bahwa: Suatu negara akan masuk dalam kategori demokratis apabila secara jelas dan nyata tertulis dalam konstitusi yang menentukan peran serta rakyat dalam menentukan arah dan tujuan bangsa, peran serta rakyat dalam mengawasi jalannya roda pemerintahan eksekutif lewat wakil-wakilnya di lembaga legislatif, dan peran serta rakyat dalam kontrol terhadap lembaga yudikatif. 5 Ibid., hal. 20. 6 Ibid., hal. 19, menyatakan bahwa: Paham demokrasi mengandung dua arti yakni: a Demokrasi yang berkaitan dengan sistem pemerintahan atau bagaimana caranya rakyat diikutsertakan dalam penyelenggaraan pemerintahan b Demokrasi sebagai asas yang dipengaruhi keadaan kultural, historis suatu bangsa sehingga muncul istilah demokrasi konstitusional, demokrasi rakyat dan demokrasi Pancasila. Yang jelas bangsa di setiap negara dan setiap pemerintahan modern pada akhirnya akan berbicara tentang rakyat. Rakyat adalah titik sentral karena rakyat di suatu negara pada hakikatnya adalah pemegang kedaulatan. Universitas Sumatera Utara samping perlu adanya kebebasan berpendapat dan berserikat yang dianggap cerminan pendapat warga negara. 7 Melalui Pemilu, demokrasi sebagai sistem yang menjamin kebebasan warga negara terwujud melalui penyerapan suara sebagai bentuk partisipasi publik secara luas. Dengan kata lain bahwa Pemilu merupakan simbol daripada kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat berarti rakyatlah yang mempunyai kekuasaan yang tertinggi, rakyatlah yang menentukan corak dan cara pemerintahan, dan rakyatlah yang menentukan tujuan apa yang hendak dicapai. 8 Menurut A.S.S. Tambunan, Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan asas kedaulatan rakyat pada hakikatnya merupakan pengakuan dan perwujudan daripada hak-hak politik rakyat dan sekaligus merupakan pendelegasian hak-hak tersebut oleh rakyat kepada wakil-wakilnya untuk menjalankan pemerintahan. 9 Secara teoritis Pemilihan Umum dianggap merupakan tahap paling awal dari berbagai rangkaian kehidupan ketatanegaraan yang demokratis, sehingga Pemilu merupakan motor penggerak mekanisme sistem politik demokrasi. Pemilu merupakan tanda kehendak rakyat dalam suatu demokrasi, karena tanpa ada Pemilu suatu negara tidak bisa disebut sebagai negara demokrasi dalam arti yang sebenarnya. 10 7 Titik Triwulan Tutik, Kontruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta: Prenada Media Group, 2010, hlm 329. 8 Ibid., hal. 330, menyatakan bahwa kedaulatan rakyat mempunyai prinsip esensial dan prinsip prosedural. Prinsip esensial yaitu kebebasan dan persamaan, sedangkan prinsip proseduralnya adalah kedaulatan suara mayoritas dan pertanggungjawaban akuntabilitas. 9 Ibid., hal. 331. 10 Sodikin, Op. Cit., hal. 2. Universitas Sumatera Utara Dari sudut pandang Hukum Tata Negara, Pemilihan Umum merupakan proses politik dalam kehidupan ketatanegaraan sebagai sarana menunjuk pembentukan lembaga-lembaga perwakilan yang mengemban amanat rakyat. 11 Pemilihan Umum merupakan bagian dari pelaksanaan prinsip demokrasi, istilah yang memiliki maksud sama dengan kata demokrasi dapat ditemukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 12 Pasal 1 ayat 2 dalam anak kalimat yang berbunyi “kedaulatan berada ditangan rakyat”, Pasal 2 ayat 1 yang menyatakan “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum”, Pasal 18 ayat 4 dalam anak kalimat “dipilih secara demokratis”, dan Pasal 19 ayat 1 yang menyatakan “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum”. 13 Pelaksanaan Pemilihan Umum sangat menarik jika dikaitkan dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia, sangat erat kaitannya jika ditelusuri dari pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam sejarah berdirinya negara Republik Indonesia, dimulai dari zaman orde lama, zaman orde baru, dan era reformasi. Keinginan untuk melaksanakan pemilihan umum oleh para perumus atau pembentuk UUD 1945 dapat diketahui dari ayat 1 Aturan Tambahan UUD 1945 sebelum amandemen yang menyatakan: “Dalam enam bulan sesudah berakhirnya peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia mengatur dan 11 Ibid., hal. 3. 12 Untuk selanjutnya Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 akan ditulis dengan UUD NRI 1945, penulisan ini berdasarkan penulisan UUD NRI 1945 setelah amandemen. 13 Taufiqurrohman Syahuri, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, Jakarta: Prenada Media Group, 2011, hal. 155. Universitas Sumatera Utara menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan Undang-Undang Dasar ini”. 14 Maksudnya adalah “Pemilihan Umum, tetapi karena keadaan ketatanegaraan yang belum memungkinkan, selama berlakunya UUD 1945 yang pertama, Pemilihan Umum tidak dapat dilaksanakan”. 15 Pemilihan Umum baru dapat dilaksanakan pada tahun 1955 berdasarkan UUDS 1950 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Selama pemerintahan orde baru yang dipimpin Presiden Soeharto, Pemilihan Umum terlaksana setiap lima tahun sekali yang didasarkan pada UUD 1945. Selanjutnya melalui amandemen ketiga UUD 1945, Pemilihan Umum secara tegas ditentukan dalam UUD 1945 yang dilaksanakan dalam setiap lima tahun sekali. 16 UUD 1945 setelah amandemen menempatkan Pemilu sebagai praktik ketatanegaraan yang demokratis, karena dalam penyelenggaraan pemilu harus menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan yang sebenarnya. 17 Pemilihan Umum juga merupakan upaya mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia untuk tetap terus dalam penyelenggaraan pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam UUD NRI Tahun 1945. Penyelenggaraaan Pemilihan Umum dimaksudkan sebagai suatu pemilihan yang dilakukan oleh seluruh warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih dan hak untuk dipilih. Pada hakikatnya Pemilihan Umum, di negara manapun 14 Undang Undang Dasar 1945 Sebelum Amandemen Aturan Tambahan ayat 1 15 Sodikin, Op. Cit., hal. 91. 16 Ibid., hal. 46. 17 Ibid., hal. 47. Universitas Sumatera Utara mempunyai esensi yang sama. Pemilihan Umum berarti rakyat melakukan kegiatan memilih orang atau kelompok orang menjadi pemimpin rakyat atau pemimpin negara, pemimpin yang dipilih itu akan menjalankan kehendak rakyat. 18 Kenyataannya, apa pun alasannya hanya pemerintahan yang representatiflah yang dianggap memiliki legitimasi dari rakyat untuk memimpin dan mengatur pemerintahan menjadi pengelola kekuasaan. Sehingga dengan melalui pemilu juga, klaim jajaran elite pemerintahan bekerja untuk dan atas nama kepentingan rakyat menjadi dapat diakui. 19 Pemilihan Umum dianggap penting dalam proses kenegaraan, setidak- tidaknya ada dua manfaat sekaligus sebagai tujuan atau sasaran langsung yang hendak dicapai dengan pelaksanaan pemilu, yaitu pembentukan atau pemupukan kekuasaan yang absah otoritas dan mencapai tingkat keterwakilan politik political representativeness. 20 Dari sudut pandang tujuan kedua manfaat tujuan tersebut merupakan tujuan langsung yang berada dalam skala waktu relatif pendek. Hal ini mengisyaratkan bahwa manfaatnya dirasakan segera setelah proses pemilu berlangsung. Adapun tujuan tidak langsung dihasilkan dari keseluruhan aktivitas dari semua pihak yang terlibat dalam proses pemilu, baik kontestan, maupun para pelaksana dan pengawas dalam kurun waktu relatif lama, yaitu pembudayaan politik dan pelembagaan politik. 21 18 Ibid., hal. 6-7. 19 Titik Triwulan Tutik, Op. Cit., hal. 332. 20 Sodikin, Op. Cit., hal. 7. 21 Tutik Triwulan Tutik, Op. Cit., hal. 332-333. Menyatakan dalam arti lebih sederhana bahwa tujuan pemilihan umum yaitu tujuan langsung berkaitan dengan hasil pemilu, sedangkan tujuan tidak langsung berkenaan dengan proses pencapaian hasil tersebut. Universitas Sumatera Utara Arbi Sanit menyimpulkan bahwa Pemilu pada dasarnya memiliki empat fungsi utama yakni: 1 Pembentukan legitimasi penguasa dan pemerintah; 2 Pembentukan perwakilan politik rakyat; 3 Sirkulasi elite penguasa; 4 Pendidikan politik; 22 Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim sebagaimana dikutip oleh Titik Triwulan Tutik, bahwa sebagai sarana pelaksanaan asas kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila dalam Negara Republik Indonesia, maka Pemilu bertujuan antara lain: 1. Memungkinan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib; 2. Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat; 3. Dalam rangka melakukan hak-hak asasi warga negara; 23 Tujuan pertama, yaitu memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib. Dengan demikian, peralihan pemerintah diharapkan tidak terjadi dengan kekerasan seperti kudeta, tetapi haruslah dengan cara yang teratur yang menjamin keamanan dan ketertiban demi stabilitas nasional. Hal inilah alasan pemilihan umum sangat penting bagi kehidupan demokrasi, karena salah 22 Sodikin, Op. Cit., hal. 8. 23 Titik Triwulan Tutik, Op. Cit., hal. 333. Universitas Sumatera Utara satu alasannya melalui pemilihan umum dapat diartikan sebagai satu-satunya cara mengganti pemerintah secara teratur, damai, dan tenteram. 24 Tujuan kedua, yaitu untuk melaksanakan kedaulatan rakyat, seperti telah dikatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, maka rakyat mewakilkan kepada wakil-wakilnya yang duduk dalam badan perwakilan rakyat untuk melaksanakan kedaulatan yang dipunyai oleh rakyat. Rakyat yang telah memenuhi persyaratan untuk memilih secara bebas dan rahasia menjatuhkan pilihan pada figur yang dinilai sesuai dengan aspirasinya. Hal ini tentu saja tidak mungkin seluruh aspirasi akan dapat ditampung semuanya, sehingga dari sekian aspirasi itu hanyalah suara terbanyak pemilih yang dinyatakan sebagai pemenang karena mewakili kehendak rakyat terbanyak. Pemilihan Umum harus dilakukan secara berkala, karena mempunyai fungsi sebagai sarana pengawasan bagi rakyat terhadap wakilnya. Wakil tidak akan terpilih lagi dalam Pemilihan Umum yang akan datang apabila dianggap tidak sejalan dengan aspirasi para pemilihnya, dalam melaksanakan fungsinya. Begitu juga, penunjukan wakil-wakil rakyat yang diselenggarakan melalui suatu Pemilihan Umum, harus memberikan jaminan sebesar-besarnya, bahwa wakil-wakil yang terpilih itu memang sungguh-sungguh memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu mereka dipercayai oleh pemilih sebagai orang jujur dan sanggup memperjuangkan kepentingan mereka. 25 24 Sodikin, Op. Cit., hal. 8. Dalam pembahasan mengenai pemilihan dan kedaulatan rakyat, mengemukakan bahwa pengertian aman ialah suatu keadaan pribadi dengan perasaan bebas dari ketakutan akan kemungkinan adanya suatu bahaya atau berbagai hal yang tidak diinginkan. Tertib mengandung arti bahwa suatu keadaan antarpribadi yang serba teratur dengan segala hal terjadi atau berlangsung menurut ukuran yang seharusnya. 25 Ibid., hal. 9. Universitas Sumatera Utara Tujuan ketiga yaitu dalam rangka melaksanakan hak-hak asasi warga negara, dalam arti seluruh warga negara Indonesia mempunyai hak yang sama dengan tidak membeda-bedakan suku bangsa, agama, usia, jenis kelamin, status sosial, dan lain sebagainya. Hal ini karena kedaulatan rakyat berisi pengakuan akan harkat dan martabat manusia, sedangkan pengakuan martabat manusia berarti pula menghormati dan menjunjung tinggi segala hak-hak asasi yang melekat padanya. 26 Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, kehadiran pemilu yang bebas dan adil merupakan suatu keniscayaan. Secara konseptual, terdapat dua mekanisme yang dapat dilakukan untuk menciptakan pemilu yang bebas dan adil, yaitu: 1. Menciptakan seperangkat metode untuk mentransfer suara pemilih ke dalam suatu lembaga perwakilan rakyat secara adil electoral system; 2. Menjalankan pemilu sesuai dengan aturan main dan prinsip-prinsip demokrasi electoral process. 27 Agar dapat menjalankan Pemilu yang demokratis 28 , maka harus didukung pula dengan sistem pemilihan umum 29 yang baik dan sesuai dengan keadaan 26 Ibid., hal. 10. 27 Titik Triwulan Tutik, Op. Cit., hal. 335. 28 Putusan MK Nomor 11PUU-VIII2010, menyatakan bahwa indikator “demokratis” berupa ketaatan pada asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. 29 Sodikin, Op. Cit., hal. 94. Sistem pemilu adalah metode yang di dalamnya suara-suara yang diperoleh dalam pemilihan yang diterjemahkan dalam parlemen oleh partai-partai dan para kandidat. Sistem pemilihan umum menurut Khairul Fahmi sebagaimana dikutip oleh Sodikin terbagi menjadi dua pengertian, dalam arti luas adalah “...segala proses yang berhubungan dengan Universitas Sumatera Utara sosial budaya dari warga masyarakat yang akan memilih. Sistem pemilihan umum yang memudahkan warga masyarakat memilih pilihannya adalah pemilu yang dilaksanakan oleh lembaga netral. Penyelenggara pemilu memiliki posisi yang penting dalam penyelenggaraan pemilu. Akan tetapi, karena keberadaan lembaga penyelenggara pemilihan umum disebut tegas dalam Pasal 22E UUD NRI Tahun 1945, kedudukannya sebagai penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, mau tidak mau menjadi sangat penting artinya, dan keberadaannya dijamin dan dilindungi secara konstutisional dalam UUD NRI Tahun 1945. 30 Pasal 22E ayat 5 UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi landasan hukum yang lebih kuat bagi pemilu sebagai salah satu wahana pelaksanaan kedaulatan rakyat. 31 Perlunya suatu lembaga yang netral dalam penyelenggaraan pemilu akan menyangkut kepada kualitas penyelenggaraan pemilu serta terlindunginya setiap suara pemilih sebagai indikator kualitas demokratisasi pada saat pelaksanaan pemilu. Klausula “suatu komisi pemilihan umum” dalam UUD NRI Tahun 1945 tidak merujuk kepada sebuah nama institusi, akan tetapi menunjuk pada fungsi penyelenggaraan pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. 32 hak pilih, administrasi pemilihan dan perilaku pemilih”. Sedangkan pengertian dalam arti sempit adalah “...cara dengan mana pemilih dapat mengekspresikan pilihan politiknya melalui pemberian suara, dimana suara tersebut ditransformasikan menjadi kursi di parlemen atau pejabat publik”. 30 Jimly Asshidiqie, “Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,” www.jimly.compemikirangetbuku6 akses 19 November 2015. 31 Ibid., hal. 51. 32 Yulianto, Veri Junaidi, August Mellaz, “Memperkuat Kemandirian Penyelenggara Pemilu:Rekomendasi Revisi Undang-Undang Penyelenggara Pemilu,” Universitas Sumatera Utara Artinya adalah bahwa penamaan kelembagaan pemilu dimandatkan kepada undang-undang untuk mengaturnya sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 22E ayat 6 UUD NRI Tahun 1945. Maka dapat dikatakan bahwa secara tidak langsung, undang-undang dapat memberikan nama lain terhadap penyelenggara pemilu, bukan komisi pemilihan umum. Di samping itu kewenangan KPU juga berjenjang dimulai dari tingkat pusat sampai daerah. Pada tingkat pusat disebut Komisi Pemilihan Umum KPU, di tingkat provinsi dinamakan Komisi Pemilihan Umum Daerah KPUD Provinsi, dan pada tingkat kabupaten kota disebut Komisi Pemilihan Umum Daerah KPUD Kabupaten Kota. Tidak kalah pentingnya tidak hanya komisi pemilihan umum sebagai penyelenggara pemilu, tetapi juga pengawas penyelenggara pemilu dalam hal ini Badan Pengawas Pemilu Bawaslu. Eksistensi Bawaslu yang juga penyelenggara pemilu selain KPU merupakan terjemahan dari ketentuan Pasal 22E ayat 5 UUD NRI Tahun 1945 tentang istilah “suatu komisi pemlihan umum”. 33 Dalam pelaksanaan pemilu meskipun telah ada undang-undang serta peraturan yang khusus mengatur tentang pelaksanaan pemilu supaya dapat berjalan dengan baik namun masih juga terjadi pelanggaran dan kecurangan. Pelanggaran dan kecurangan ada yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu, oleh peserta pemilu dan bahkan oleh masyarakat. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu pengawasan supaya pemilu benar-benar dapat dilaksanakan berdasarkan asas http:www.academia.edu5301019EBook_Memperkuat_Kemandirian_Penyelenggara_Pemilu akses 4 Oktober 2015 33 Sodikin, Op. Cit., hal. 79. Universitas Sumatera Utara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. 34 Sama halnya dengan KPU, Bawaslu juga bertingkat dari pusat hingga ke daerah. Pada tingkat pusat disebut Bawaslu, di tingkat provinsi disebut Bawaslu Provinsi, di tingkat kabupaten kota disebut Panwaslu Kabupaten kota, dan di tingkat kecamatan disebut Panwaslu Kecamatan. Dalam menjalankan fungsi pengawasan, Bawaslu dan Pengawas Pemilu lainnya mempunyai tugas dan wewenang tertentu. Tugas dan wewenang yang dimaksud mengawasi penyelenggaraan dan penyelenggara pemilu. 35 Dalam proses pelaksanaan pemilu yang demokratis tentunya juga harus menyediakan mekanisme hukum untuk menyelesaikan kemungkinan adanya pelanggaran-pelanggaran pemilu. Hal tersebut menggambarkan bahwa pelaksanaan pemilu juga tidak lepas dari permasalahan. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah pemilukada mengatur tentang penyelesaian sengketa pemilu, baik karena pelanggaran kode etik, pelanggaran administrasi, sengketa tata usaha negara, tindak pidana pemilu, maupun sengketa hasil pemilu. 36 Penyelesaian sengketa dan pelanggaran pemilu 34 www.repository.usu.ac.idbitstream123456789313784Chapter20I.pdf akses 19 November 2015 35 Putusan MK, Loc. Cit., hal.6, Tugas dan wewenang yang dimaksud yaitu mengawasi tahapan penyelenggaraan pemilu, menerima laporan dugaan pelanggaran, menyampaikan temuan dan laporan serta meneruskannya kepada instansi yang berwenang hingga mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi pengenaan sanksi kepada kepada anggota KPU, KPU Provinsi, KPU KabupatenKota hingga sekretaris Jenderal dan pegawainya, hingga Sekretaris KPU KabupatenKota dan pegawai sekretariatnya yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung. 36 Sodikin, Op. Cit., hal. 218. Universitas Sumatera Utara tersebut diberikan wewenang kepada Bawaslu untuk menyelesaikan sengketa, serta adanya tiga peradilan dalam penyelesaian sengketa dan pelanggaran pemilu yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tata Usaha Negara dan Mahkamah Konstitusi. Dalam hal ini yang sangat disoroti ialah pelanggaran administrasi pemilu, yang sesungguhnya hanya meliputi pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu. Pelanggaran tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi peserta pemilu berupa pembatalan hak sebagai peserta pemilu. Mengkaji bagaimana proses penyelesaian pelanggaran administrasi tersebut sehingga menghasilkan suatu keputusan yang mengikat bagi pihak yang terkait jika dibandingkan dengan proses penyelesaian sengketa dan pelanggaran pemilu lainnya serta menyoroti bagaimana proses penyelesaian pelanggaran administrasi pemilu dari kasus yang sudah pernah terjadi di Indonesia yaitu mengenai pembatalan Partai Keadilan Persatuan Indonesia sebagai calon peserta pemilu. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul: PENYELESAIAN SENGKETA ADMINISTRASI PEMILIHAN UMUM.

B. Rumusan Masalah