Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemilihan Umum
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Arbisanit. Partai, Pemilu dan Demokrasi. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997).
Asshidiqie, Jimly. Menuju Negara Hukum yang Demokratis. (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008).
Azed, Abul Bari. Sistem-sistem Pemilihan Umum. (Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000).
Donald, Parulian. Menggugat Pemilu. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997).
Fahmi, Khairul. Pemilihan Umum dan Kedaulatan Rakyat. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011).
Handoyo, Hestu Cipto, Y. Thresianti. Dasar-Dasar Hukum Tata Negara Indonesia. (Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2000).
Huda, Ni’matul. Ilmu Negara. (Yogyakarta: Raja Grafindo, 2013).
Kansil, C.S.T. Tata Kehidupan Bernegara. (Jakarta: Pradnya Paramita, 1986).
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. (Jakarta: Prenadamedia Group, 2005).
(2)
Napitupulu, Paimin. Menuju Pemerintahan Perwakilan. (Bandung: Alumni, 2007).
Prihatmoko, Joko. Mendemokratiskan Pemilu dari Sistem Sampai Elemen Teknis. (Semarang: Pustaka Pelajar, 2008).
Purnama, Eddy. Negara Kedaulatan Rakyat. (Bandung: Nusamedia, 2007).
Siahaan, Maruarar. Undang-Undang Dasar 1945 Konstitusi yang Hidup. (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008).
Sodikin. Hukum Pemilu: Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan. (Jakarta: Gramata Publising, 2014).
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan Pustaka. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003).
Suharizal. Pemilukada. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011).
Syahuri, Taufiqurrohman. Tafsir Konsitusi Berbagai Aspek Hukum. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011).
Tutik, Titik Triwulan. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945. (Jakarta: Prenada Media Group, 2010).
Ubaedillah, A., dan Abdul Rozak. Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. (Jakarta: Prenamedia Group, 2014).
(3)
Wiyanto, Roni. Penegakan Hukum Pemilu DPR, DPD, dan DPRD. (Bandung: Mandar Maju, 2014).
Seri Penerbitan Studi Politik. Menimbang Masa Depan Orde Baru. (Bandung: Mizan, 1998).
B. Kamus Hukum, Jurnal, Skripsi
Marbun, S. F. Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia. (Yogyakarta: Liberty, 1997).
Asshiddiqie, Jimly. Pengenalan DKPP untuk Pengegak Hukum. Forum Rapat Pimpinan Kepolisian Republik Indonesia , Kepolisian Republik Indonesia, (Jakarta, Februari, 2013)
Asshiddiqie, Jimly. Sosialisasi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Republik Indonesia , Pemerintahan Provinsi Aceh (Aceh: Juni, 2013)
Roejito dan Titik Ariyati Winahyu. Putih Hitam Pengadilan Khusus. Komisi Yudisial Republik Indonesia, edisi Juli, (Jakarta,2013),
Surbakti, Ramlan dan Kris Nugroho, Studi tentang Desain Kelembagaan Pemilu yang Efektif,
(http://www.kemitraan.or.id/sites/default/files/Studi%20tentang%20Desain %20Kelembagaan%20Pemilu.pdf diakses pada tanggal 29 November 2015)
(4)
C. Website
Surbakti, Ramlan, Didik Supriyanto, Topo Santoso, Penanganan Pelanggaran Pemilu,(http://www.rumahpemilu.com/public/doc/2012_10_11_12_44_25_ 20120105095215.Buku_15_Penanganan%20Pelanggaran%20Pemilu%20we b.pdf, diakses pada tanggal 20 November 2015)
Wijardjo, Boedhi, Wahyudi Djafar, Yulianto, Assessment Transparansi dan Akuntabilitas KPU pada Pelaksanaan Pemilu 2004: Sebuah Refleksi untuk Perbaikan Penyelenggaraan Pemilu,
(http://reformasihukum.org/ID/file/buku/Assessment%20Transparansi%20d an%20Akuntabilitas%20KPU%20Pada%20Pelaksanaan%20Pemilu%20200 4.pdf diakses pada tanggal 18 Oktober 2015).
Yosran, Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara,
(http://pttun-medan.go.id/wp-content/uploads/2013/01/Lampirannya.pdf diakses pada tanggal 20 Januari 2015).
Yulianto, Veri Junaidi, August Mellaz, Memperkuat Kemandirian Penyelenggara Pemilu:Rekomendasi Revisi Undang-Undang Penyelenggara Pemilu, (http:
//www.academia.edu/5301019/EBook_Memperkuat_Kemandirian_Penyele nggara_Pemilu, diakses tanggal 4 Oktober 2015).
--- , Calon Independen dalam Pemilihan Kepala Daerah Ditinjau dari Undang-undang Pemerintahan Daerah,
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36038/3/Chapter%20I.pdf diakses pada tanggal 14 Januari 2016).
---, (www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31378/4/Chapter%20I.pdf
(5)
---, Laporan Akuntan Independen atas Penerapan Prosedur,
(http://kpu.go.id/koleksigambar/15._PKPI_%28OK%29_.pdf , diakses pada tanggal 11 Februari 2016)
---,Tidak Semua Putusan Panwas Final dan Mengikat,
( http://www.rumahpemilu.org/in/read/10254/Tidak-Semua-Putusan-Panwas-Final-dan-Mengikat diakses pada tanggal 12 Februari 2016)
(6)
BAB III
BADAN-BADAN YANG BERKOMPETENSI
DALAM MENYELESAIKAN PELANGGARAN PEMILIHAN UMUM SERTA WEWENANGNYA
Dalam mekanisme demokrasi, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah penyelenggaraan Pemilu secara berkala. Termasuk yang menjadi alasan penting bahwa Pemilu perlu diadakan secara teratur untuk maksud menjamin terjadinya pergantian kepemimpinan negara, baik di cabang kekuasaan eksekutif maupun legislatif. Untuk menjamin siklus kekuasaan yang bersifat teratur itu, diperlukan mekanisme Pemilu yang diselenggarakan secara berkala, sehingga demokrasi dapat terjamin, dan pemerintahan yang sungguh-sungguh mengabdi kepada kepentingan seluruh rakyat dapat benar-benar bekerja efektif dan efisien.
Mekanisme Pemilu tersebut akan mempengaruhi kualitas pelaksanaan Pemilu yang ditentukan oleh kesiapan semua pihak. Beberapa permasalahan penting yang selalu menjadi pembicaraan terkait dengan Pemilu diantaranya adalah masalah sistem dan mekanisme pemilihan, partai politik dan peserta pemilu dan penyelenggara pemilu. Semua permasalahan tersebut dapat terjadi karena kesengajaan, kelalaian, baik kesalahan teknis atau kelemahan yang bersifat administratif dalam perhitungan atau disebabkan faktor human error selama proses pelaksanaan pemilu sehingga menimbulkan berbagai pelanggaran pemilu seperti pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, pelanggaran administrasi
(7)
pemilu, sengketa pemilu, tindak pidana pemilu dan sengketa tata usaha negara pemilu. Maka setiap pelanggaran tersebut harus diselesaikan oleh lembaga yang diamanahkan bertanggung jawab dan berwenang di bidang itu.
A. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
Untuk menunjang berfungsinya sistem hukum diperlukan suatu sistem etika
yang ditegakkan secara positif berupa kode etika di sektor publik.94 Demikian
halnya dengan pelaksanaan Pemilu juga memiliki kode etik yang harus dilaksanakan oleh masing-masing penyelenggara Pemilu. Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 1
angka 22 menyatakan bahwa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu95 adalah
lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu dan merupakan suatu kesatuan fungsi penyelenggara Pemilu. DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutuskan pengaduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU, anggota KPU
Kabupaten/Kota, anggota PPK, anggota PPS, anggota PPLN, anggota KPPS, anggota KPPSLN, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi dan anggota Panwaslu Kabupaten/Kota, anggota Panwaslu Kecamatan, anggota Pengawas
Pemilu lapangan dan anggota pengawas pemilu luar negeri.96
94 Jimly Asshidiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis (Jakarta: Sekretariat Jenderal
dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008), hal 76.
95 Untuk selanjutnya penulisan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ditulis dengan kata
DKPP
96 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 109
(8)
Berdasarkan UU tentang Penyelenggara Pemilu tersebut subjectum litis atau subjek yang dapat menjadi pihak yang berperkara di DKPP menurut peraturan tentang Pedoman Beracara DKPP, pengertian pihak yang dapat berperkara
tersebut dibatasi, sehingga penanganan kasus-kasus dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu dapat secara realistis ditangani dan diselesaikan oleh DKPP. Lagi pula, DKPP juga perlu memberikan dukungan penguatan kepada KPU dan Bawaslu sendiri untuk menjalankan fungsinya tanpa harus menangani semua urusan dugaan pelanggaran kode etik sendiri. Hal-hal yang dapat
diselesaikan sendiri oleh KPU dan Bawaslu atau pun hal-hal yang semestinya ditangani dan diselesaikan lebih dulu oleh KPU dan Bawaslu, tidak boleh secara langsung ditangani oleh DKPP dengan mengabaikan mekanisme internal KPU
dan Bawaslu sendiri lebih dulu.97
Oleh karena itu kasus-kasus pelanggaran kode etik yang secara langsung dapat diajukan dan ditangani oleh DKPP dibatasi hanya untuk kasus-kasus dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu di tingkat provinsi atau tingkat pusat. Sedangkan untuk kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan pada tingkat kabupaten/kota lebih dahulu harus diklarifikasi dan ditangani oleh KPU Pusat atau Bawaslu Pusat. Sedangkan jika laporan atau pengaduan berasal langsung dari masyarakat, partai politik, ataupun penyelenggara Pemilu tingkat lokal yang diajukan kepada DKPP, maka laporan atau pengaduan tersebut akan diperiksa dan diselesaikan lebih dahulu oleh KPU atau Bawaslu melalui anggota-anggota KPU atau anggota-anggota Bawaslu yang duduk sebagai anggoa DKPP.
97 Jimly Asshiddiqie, “Pengenalan DKPP untuk Pengegak Hukum,” (Forum Rapat Pimpinan
(9)
Maka secara khusus tugas dan wewenang Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu ialah memeriksa, mengadili, dan memutus pengaduan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu dengan objek utama adalah anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kab/Kota, anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi,
Panwaslukada Kab/Kota serta sekretariat dan jajaran di bawahnya.98 Beberapa
prinsip penting yang dipraktekkan dalam penyelenggaraan peradilan etik oleh
DKPP ialah prinsip-prinsip audi et alteram partem99, prinsip independensi,
imparsialitas, dan transparansi. Selanjutnya secara detail akan diuraikan berturut-turut mengenai terlapor dan pelapor, persyaratan dan tata cara penyampaian laporan, dan mekanisme penyelesaian pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu sebagaimana tersebut di bawah ini.
1. Terlapor dan Pelapor
Yang dimaksud dengan terlapor dirumuskan dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2012, yaitu:
Teradu dan/atau Terlapor adalah anggota KPU, anggota KPU Provinsi, KIP Aceh, anggota KPU Kabupaten/Kota, KIP Kabupaten/Kota, anggota PPK, anggota PPS, anggota PPLN, anggota KPPS, anggota KPPSLN, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi, anggota Panwaslu Kabupaten/Kota, anggota Panwaslu Kecamatan, anggota Pengawas Pemilu Lapangan, dan/atau anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri yang diduga melakukan pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu.
98 Jimly Asshiddiqie, “Sosialisasi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum
Republik Indonesia , Pemerintahan Provinsi Aceh, Aceh, Juni, 2013)
99 S.F. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia
(Yogyakarta: Liberty, 1997), hal. 199. Pada umumnya asas audi et alteram partem terdapat hampir di setiap hukum acara. Asas audi et alteram partem adalah asas yang mewajibkan hakim untuk mendengar kedua belah pihak secara bersama-sama. Hakim tidak boleh hanya mendengar keterangan satu pihak saja, tapi harus juga mendengar dan memberi kesempatan kepada pihak lainnya untuk mengemukakan pendapat atau keterangannya.
(10)
Sedangkan yang dapat disebut sebagai pelapor menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2012, ialah:
Pengadu dan/atau Pelapor adalah penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, tim kampanye, masyarakat, pemilih, dan/atau rekomendasi DPR yang menyampaikan pengaduan tentang dugaan adanya pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu.
Pelapor yang akan mengajukan laporan (pengaduan) dapat berasal dari penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, tim kampanye, masyarakat, pemilih, dan dari rekomendasi DPR. Akan tetapi, secara formil penyampaian laporan (pengaduan) kepada DKPP terkait dugaan pelanggaran kode etik
penyelenggara Pemilu sesuai Pasal 8 Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2012 dilakukan melalui dua prosedur, sebagai berikut:
a. Laporan langsung kepada DKPP
Laporan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu yang langsung disampaikan kepada DKPP apabila pihak terlapor adalah penyelenggara Pemilu yang menjabat sebagai anggota KPU, Bawaslu, KPU Provinsi/KIP Aceh, Bawaslu Provinsi, atau PPLN.
b. Laporan kepada DKPP melalui Bawaslu Provinsi
Laporan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu yang disampaikan kepada DKPP melalui Bawaslu Provinsi apabila yang menjadi pihak terlapor adalah penyelenggara Pemilu yang menjabat sebagai anggota KPU Kabupaten/Kota atau KIP Kabupaten/Kota, Panwaslu Kabupaten/Kota, PPK, Panwaslu Kecamatan, PPS, PPL, atau KPPS.
(11)
B. Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Komisi pemilihan umum sesuai dengan amanat UUD NRI Tahun 1945 merupakan lembaga khusus penyelenggara pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 8 ayat (1), yang menjadi tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD ialah:
a. Merencanakan program dan anggaran serta menetapkan jadwal;
b. Menyusun dan menetapkan tata kerja KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN;
c. Menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilu
setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah;
d. Mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan
Pemilu;
e. Menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi;
f. Memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang
disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
g. Menetapkan peserta Pemilu;
h. Menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara
tingkat nasional
i. Berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Provinsi untuk
Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan hasil rekapitulasi penghitungan suara di setiap KPU Provinsi untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
j. Membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat penghitungan
suara serta wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu dan Bawaslu;
k. Menerbitkan keputusan KPU untuk mengesahkan hasil Pemilu dan
mengumumkannya;
l. Menetapkan dan mengumumkan perolehan jumlah kursi anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat DaerahKabupaten/Kota untuk setiap partai politik peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
m. Mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
(12)
n. Menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan;
o. Menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu atas temuan dan
laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu;
p. Mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara
anggota KPU Provinsi, anggota PPLN, anggota KPPSLN, Sekretaris Jenderal KPU, dan pegawai Sekretariat Jenderal KPU yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
q. Melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan
dengan tugas dan wewenang KPU kepada masyarakat;
r. Menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan
mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye;
s. Melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan
Pemilu; dan
t. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Salah satu tugas dan wewenang dari KPU seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa KPU harus segera menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu. Pelanggaran Pemilu yang
dimaksud dalam hal ini ialah pelanggaran administrasi Pemilu sesuai Pasal 254 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas PKPU Nomor 25 Tahun 2013 tentang Penyelesaian
Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum100 bahwa KPU, KPU Provinsi/KIP
Aceh, KPU/KIP Kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, KPPS/KPPSLN, bahwa penyelesaian sengketa administrasi Pemilu diawali dengan penyampaian laporan. Laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu disampaikan oleh pelapor
100 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2013 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 435)
(13)
paling lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui atau ditemukan adanya pelanggaran.101 Pelapor dalam hal ini ialah warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih,
pemantau Pemilu, atau peserta Pemilu.102 Sebagaimana perkara pelanggaran
Pemilu lainnya, maka laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yakni:
a. Laporan langsung
Laporan langsung dapat disampaikan secara lisan atau tertulis. Laporan langsung yang disampaikan secara lisan adalah pelapor melaporkan pelanggaran di kantor Pengawas Pemilu dengan mengisi formulir B.1-DD, sedangkan laporan yang disampaikan secara tertulis si pelapor datang ke Pengawas Pemilu dengan membawa laporan tertulis berupa surat dan/atau tembusan surat
dan mengisi formulir yang ditentukan.103
b. Laporan tidak langsung
Laporan tidak langsung dilakukan dengan dua cara yaitu: (1) Laporan lisan yang disampaikan pelapor kepada pengawas Pemilu melalui telepon/hotline; dan (2) Laporan tertulis yang disampaikan Pelapor kepada pengawas Pemilu dalam bentuk pesan singkat
101 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 249 ayat (4)
102 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 249 ayat (2)
103 Peraturan Bawaslu Nomor 14 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan
Pelanggaran Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1081) Pasal 9
(14)
melalui telepon genggam, faksimili, surat elektronik, atau laporan di situs/website.
Secara garis besar formulir penerimaan laporan pelanggaran model B.1-DD berdasarkan Peraturan Bawaslu No. 14 Tahun 2012 memuat:
- Nomor penerimaan laporan pelanggaran;
- Wilayah hukum perkara;
- Identitas pelapor;
- Peristiwa yang dilaporkan;
- Saksi-saksi;
- Bukti-bukti;
- Uraian singkat kejadian;
- Hari dan tanggal penerimaan laporan;
- Tanda tangan penerima laporan dan pelapor;
Tahapan-tahapan penyelesaian sengketa adminstrasi Pemilu khusus
diselesaikan selanjutnya berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2013 jo. PKPU Nomor 13 Tahun 2014 tentang Penyelesaian
Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum dan akan menghasilkan keputusan penyelesaian dugaan pelanggaran administrasi Pemilu yang bersifat final dan mengikat.
C. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Bawaslu berwenang mengawasi jalannya setiap tahapan pemilu agar tidak terjadi pelanggaran pemilu pada semua tahapan yang dilakukan jajaran KPU
(15)
hingga ke tingkat pemungutan suara. Desain pengawasan pemilu yang dilakukan Bawaslu merupakan fungsi kontrol dalam mencegah pelanggaran Pemilu. Ranah pengawasan yang dilakukan Bawaslu adalah semua tahapan penyelenggaraan Pemilu yang dilakukan KPU dalam hal:
1. Pemutakhiran data pemilih;
2. Penetapan peserta pemilu;
3. Proses pencalonan;
4. Pelaksanaan kampanye dan pelaporan dana kampanye Pemilu;
5. Pengadaan dan pendistribusian logistik pemilu;
6. Pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS;
7. Rekapitulasi hasil penghitungan suara pada tingkat PPS, PPK, KPU
Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU;
8. Penetapan dan pengumuman hasil pemilu; dan
9. Penetapan calon terpilih.104
Adapun yang menjadi tujuan dilakukannya pengawasan Pemilu yaitu:
a. Memastikan terselenggaranya Pemilu secara langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, adil, dan berkualitas, serta dilaksanakannya peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu secara menyeluruh;
b. Mewujudkan Pemilu yang demokratis; dan
c. Menegakkan integritas, kredibilitas penyelenggara, transparansi
penyelenggaraan dan akuntabilitas hasil Pemilu105
Di samping itu juga Bawaslu berwenang melakukan penyelesaian sengketa Pemilu. Berbeda dengan KPU yang sebelumnya dapat menyelesaikan sengketa
104 Ramlan Surbakti dan Kris Nugroho, “Studi tentang Desain Kelembagaan Pemilu yang
Efektif,”http://www.kemitraan.or.id/sites/default/files/Studi%20tentang%20Desain%20Kelembaga
an%20Pemilu.pdf (29 November 2015)
105 Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan
(16)
administrasi Pemilu jika sudah mendapat rekomendasi dari Bawaslu atas temuan laporan adanya pelanggaran administrasi Pemilu, maka Bawaslu dalam hal ini tidak hanya mengkaji laporan temuan pelanggaran administrasi Pemilu tetapi juga pelanggaran Pemilu lainnya. Berdasarkan Peraturan Bawaslu Nomor 15 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Pasal 6 ayat (2), Bawaslu mengkaji laporan pelanggaran Pemilu yang terdiri dari:
a. Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu;
b. Pelanggaran administrasi Pemilu;
c. Sengketa Pemilu; dan
d. Tindak pidana Pemilu;
Sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 250 ayat (1), masing-masing laporan pelanggaran Pemilu tersebut akan dilanjutkan ke instansi yang lebih berwenang untuk kemudian ditindaklanjuti, yakni:
a. Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu diteruskan oleh
Bawaslu kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu;
b. Pelanggaran administrasi Pemilu diteruskan kepada KPU, KPU
Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota;
c. Sengketa Pemilu diselesaikan oleh Bawaslu; dan
d. Tindak pidana Pemilu diteruskan kepada Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa Bawaslu juga memiliki wewenang untuk menyelesaikan pelanggaran Pemilu yaitu sengketa Pemilu.
(17)
Sesuai Pasal 257 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 yang dapat disebut sebagai Pelapor untuk mengajukan laporan sengketa Pemilu ialah:
- Partai politik calon peserta Pemilu
- Partai politik peserta Pemilu
- Calon anggota DPR, DPD, dan DPRD yang tercantum dalam
daftar calon sementara dan/atau daftar calon tetap.
Penyelesaian sengketa Pemilu untuk selanjutnya terdapat dalam Peraturan Bawaslu Nomor 15 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
D. Pengadilan Negeri
Pengadilan negeri menjadi tempat memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara tindak pidana Pemilu.106 Dalam upaya penegakan hukum dalam perkara
tindak pidana Pemilu legislatif diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, maka dengan demikian sistem peradilan pidana yang tepat diterapkan adalah sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 maka komponen-komponen yang bekerja dalam system ini adalah kepolisian,
kejaksaan, pengadilan, lembaga permasyarakatan, dan advokat. Khusus untuk
permasalahan Pemilu ditambah dengan laporan Bawaslu.107
106 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 262 ayat (1)
(18)
Setiap tindak pidana Pemilu DPR, DPD, dan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota baik pelanggaran maupun kejahatan yang ditangani oleh pengawas Pemilu dapat diketahui karena dua faktor, yaitu temuan atau laporan adanya tindak pidana Pemilu. Yang dimaksud dengan temuan tindak pidana Pemilu pada dasarnya merupakan tindak pidana Pemilu yang ditemukan sendiri oleh pengawas Pemilu pada waktu menjalankan tugas, wewenang, dan
kewajibannya. Sedangkan laporan tindak pidana Pemilu merupakan tindak pidana yang dilaporkan oleh WNI yang mempunyai hak pilih, peserta Pemilu maupun
pemantau Pemilu.108
Tenggang waktu penyelesaian tindak pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 lebih singkat dibandingkan penyelesaian
tindak pidana menurut KUHAP.109 Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012
hanya membutuhkan waktu paling lama 51 (lima puluh satu) hari untuk menangani dan menyelesaikan tindak pidana Pemilu sampai pada putusan di tingkat banding di Pengadilan Tinggi. Adapun tenggang waktu 51 (lima puluh satu) hari secara garis besarnya meliputi:
1. Temuan/laporan tindak pidana Pemilu ke Pengawas Pemilu 7 hari
2. Penanganan di tingkat pengawas Pemilu 5 hari
3. Penanganan di tingkat penyidik Polri 14 hari
4. Penanganan di tingkat penuntut umum/kejaksaan 5 hari
5. Pemeriksaan dan putusan di Pengadilan Negeri 7 hari
108 Roni Wiyanto, Loc. Cit., hal. 179.
109 Pasal 20 KUHAP. Dalam penjelasannya menyatakan bahwa waktu penanganan perkara
pidana Pemilu berbeda dengan waktu penanganan perkara tindak pidana yang diatur oleh KUHAP, yakni masa pemeriksaan perkara pidana di tingkat Kepolisian paling lama 60 (enam puluh) hari, di tingkat kejaksaan paling lama 50 (lima puluh) hari, di tingkat Pengadilan Negeri paling lama 90 (sembilan puluh) hari dan di tingkat Pengadilan Tinggi paling lama 90 (sembilan puluh) hari, dan di tingkat Mahkamah Agung paling lama 110 (seratus sepuluh) hari. Secara keseluruhan masa pemeriksaan perkara pidana dari tingkat Kepolisian sampai kasasi paling lama 400 (empat ratus) hari.
(19)
6. Permohonan banding melalui Pengadilan Negeri 3 hari
7. Pelimpahan berkas banding ke Pengadilan Tinggi 3 hari
8. Pemeriksaan dan putusan banding di Pengadilan Tinggi 7 hari
Jumlah 51 hari110
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 mengatur kualifikasi subjek hukum yang dapat menjadi pelapor terkait adanya pelanggaran tindak pidana Pemilu. Sesuai Pasal 249 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 yang dapat menyampaikan laporan tindak pidana Pemilu yaitu WNI yang mempunyai hak pilih, pemantau Pemilu, atau peserta Pemilu. Laporan yang disampaikan pun paling sedikit harus memuat hal berikut:
1. Nama dan alamat pelapor;
2. Identitas terlapor;
3. Waktu dan tempat kejadian perkara;
4. Uraian kejadian;111
Adapun yang menjadi tahapan penyelesaian tindak pidana Pemilu dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Putusan yang dihasilkan pada Pengadilan Negeri mengenai perkara tindak pidana Pemilu dapat diajukan banding ke Pengadilan Tinggi sesuai dengan wilayah hukumnya. Banding merupakan satu-satunya upaya hukum yang diperbolehkan oleh Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2012 terhadap putusan Pengadilan Negeri.112
E. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
110 Roni Wiyanto, Loc. Cit., hal. 179-180.
111 Ibid., hal. 187.
112 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
(20)
Dalam perkembangannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 hingga sekarang telah mengalami dua kali perubahan. Pertama, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara.113 Kedua, Undang-Undang Nomor 51
Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara.114 Menurut Pasal 47 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 PTTUN sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara tingkat banding. Peraturan perundang-undangan tersebut juga berlaku untuk penyelesaian sengketa Pemilu DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota melalui mekanisme pengajuan gugatan ke PTTUN sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
tentang penetapan partai politik peserta Pemilu yang tidak lolos verifikasi dan penetapan daftar yang dicoret dari daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD
Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.115
Dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara Pemilu, PTTUN harus memperhatikan pengajuan gugatan mengenai sengketa tata usaha negara Pemilu terkait dengan subjek hukum atau para pihak yang berkepentingan dalam
penyelesaian sengketa tata usaha negara Pemilu, sebagai berikut:
113 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4380)
114 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentnag Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5079)
115 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 268 ayat (2)
(21)
1. Tergugat dan Penggugat
Tergugat dan Penggugat merupakan para pihak yang mempunyai
kepentingan dalam sengketa di bidang tata usaha negara Pemilu. Yang dimaksud dengan Tergugat adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata, dalam hal ini ialah
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.Sedangkan Penggugat ialah
orang atau badan hukum perdata yang dirugikan oleh keluarnya suatu Keputusan Tata Usaha Negara, dalam hal ini ialah calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, atau partai politik peserta Pemilu.
2. Pihak intervensi
Selain tergugat dan penggugat masih terdapat pihak lain yang dapat ikut serta atau penggabungan dalam proses persidangan baik bertindak sendiri secara aktif maupun mewakilkan kepada seorang kuasa dalam hal ini dengan bantuan jasa advokat. Terdapat tiga jenis penggabungan pihak ketiga ke dalam proses persidangan yang sedang berjalan. Pertama, voeging
PTTUN akan melakukan pemeriksaan dan memberikan putusan gugatan
tersebut paling lama 21 hari sejak gugatan dinyatakan lengkap.116 Putusan
PTTUN bersifat mengikat dan KPU wajib mengeksekusi putusan tersebut paling
lama 7 (tujuh) hari.117 Adapun yang menjadi tahapan penyelesaian sengketa tata
116 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 269 ayat (6)
117 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 269 ayat (11)
(22)
usaha negara Pemilu selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Apabila keputusan dari PTTUN terdapat pihak yang berkepentingan merasa tidak puas dapat mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung terhadap keputusan PTTUN.
(23)
BAB IV
PENYELESAIAN SENGKETA ADMINISTRASI PEMILIHAN UMUM
Sebagai suatu negara demokrasi yang berdasarkan hukum dan sebagai negara hukum yang demokratis, tentunya Pemilu yang demokratis juga harus menyediakan mekanisme hukum untuk menyelesaikan kemungkinan adanya pelanggaran-pelanggaran Pemilu dan perselisihan mengenai hasil Pemilu agar Pemilu tetap legitimate. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa proses Pemilu sebagai sebuah proses politik bukan berarti tanpa permasalahan. Pelanggaran mungkin saja akan terjadi baik disengaja maupun tidak disengaja. Oleh karena itu perlu mekanisme hukum dalam pelaksanaan Pemilu untuk menyelesaikan
pelanggaran Pemilu. Mekanisme hukum diperlukan untuk mengoreksi apabila terjadi pelanggaran dan memberikan sanksi pada pelaku pelanggaran sehingga
proses Pemilu dilaksanakan secara demokratis.118
Demikian juga halnya dengan pelanggaran administrasi Pemilu dapat terjadi dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu dalam hal ini khusus menyoroti pelanggaran administrasi Pemilu DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur tentang penyelesaian
pelanggaran- 118 Sodikin, Loc. Cit., hal. 217
(24)
pelanggaran Pemilu, demikian juga halnya dengan penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu.
C. Tata Cara Penyelesaian Sengketa Admistrasi Pemilihan Umum
menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD
Untuk memahami bagaimana prosedur dan tata cara penyelesaian sengketa administrasi Pemilu sesuai Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, tahapan-tahapan yang harus dilalui adalah sebagai berikut:
1. Menerima laporan
Laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu disampaikan oleh pelapor
paling lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui atau ditemukan adanya pelanggaran.119
Pelapor dalam hal ini ialah warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih,
pemantau Pemilu, atau peserta Pemilu.120 Sebagaimana perkara pelanggaran
Pemilu lainnya, maka laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yakni:
119 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 249 ayat (4)
120 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 249 ayat (2)
(25)
a. Laporan langsung
Laporan langsung dapat disampaikan secara lisan atau tertulis. Laporan langsung yang disampaikan secara lisan adalah pelapor melaporkan pelanggaran di kantor Pengawas Pemilu dengan mengisi formulir B.1-DD, sedangkan laporan yang disampaikan secara tertulis si pelapor datang ke Pengawas Pemilu dengan membawa laporan tertulis berupa surat dan/atau tembusan surat dan mengisi
formulir yang ditentukan.121
b. Laporan tidak langsung
Laporan tidak langsung dilakukan dengan dua cara yaitu: (1) Laporan lisan yang disampaikan pelapor kepada pengawas Pemilu melalui telepon/hotline; dan (2) Laporan tertulis yang disampaikan Pelapor kepada pengawas Pemilu dalam bentuk pesan singkat melalui telepon genggam, faksimili, surat elektronik, atau laporan di situs/website.
Secara garis besar formulir penerimaan laporan pelanggaran model B.1-DD berdasarkan Peraturan Bawaslu No. 14 Tahun 2012 memuat:
- Nomor penerimaan laporan pelanggaran;
- Wilayah hukum perkara;
- Identitas pelapor;
- Peristiwa yang dilaporkan;
- Saksi-saksi;
121 Peraturan Bawaslu Nomor 14 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan
Pelanggaran Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1081) Pasal 9
(26)
- Bukti-bukti;
- Uraian singkat kejadian;
- Hari dan tanggal penerimaan laporan;
- Tanda tangan penerima laporan dan pelapor;
2. Meneliti materi laporan/temuan
Pengawas Pemilu setelah menerima laporan dugaan pelanggaran
administrasi Pemilu harus segera melakukan kajian dengan mencari bukti-bukti pendukung untuk menemukan kebenaran laporan dan wajib menindaklanjuti apabila laporan yang diterimanya ternyata terbukti kebenarannya. Tindakan pengawas Pemilu dalam melakukan kajian dan mencari alat-alat bukti serta bukti-bukti pendukung lainnya paling lama 3 (tiga) hari sejak diterimanya laporan.
Akan tetapi jika masih memerlukan keterangan tambahan dari pelapor, maka pengawas Pemilu diberikan waktu tambahan untuk menindaklanjuti laporan pelanggaran Pemilu yaitu paling lama 2 (dua) hari atau paling lama 5 (lima) hari
setelah laporan diterima.122 Pengawas Pemilu juga melakukan penelitian berkas
laporan mengenai syarat formil dan materil yang harus dipenuhi. Sesuai dengan ketentuan Pasal 10 Peraturan Bawaslu No.8 Tahun 2012 maka syarat yang harus dipenuhi suatu laporan yakni:
a. Syarat formil, meliputi:
1) Pihak yang berhak melaporkan;
2) Waktu pelaporan tidak melebihi ketentuan batas waktu; dan
122 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 249 ayat (6)
(27)
3) Keabsahan laporan dugaan pelanggaran yang meliputi: (1) Kesesuaian tanda tangan dalam formulir laporan dugaan pelanggaran dengan kartu identitas, dan (2) tanggal dan waktu.
b. Syarat materil, yang meliputi:
1) Identitas pelapor;
2) Nama dan alamat terlapor;
3) Peristiwa dan uraian kejadian;
4) Waktu dan tempat peristiwa terjadi;
5) Saksi-saksi yang mengetahui peristiwa tersebut; dan
6) Barang bukti yang mungkin diperoleh atau diketahui.
Jika laporan dugaan pelanggaran tersebut belum memenuhi syarat formil dan materil, maka petugas penerima laporan melakukan konfirmasi ulang kepada pelapor untuk segera melengkapi persyaratan dengan mempertimbangkan batas waktu pelaporan, yaitu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak terjadinya pelanggaran. Apabila ditemukan laporan yang dugaan pelanggaran yang tidak memenuhi syarat formil, maka laporan tersebut menjadi informasi awal adanya dugaan pelanggaran yang ditindaklanjuti sebagai temuan. Tetapi jika laporan telah sesuai persyaratan maka akan diteruskan ke bagian atau petugas yang menangani dan mengkaji
laporan pelanggaran.123
123 Peraturan Bawaslu Nomor 14 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan
(28)
3. Melakukan kajian dan mengambil keputusan
Kajian terhadap laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu dilakukan setelah syarat formil dan materil terpenuhi. Jika terdapat pelanggaran administrasi Pemilu setelah dilakukannya klarifikasi, maka pengawas Pemilu harus
memperhatikan tempus et locus delicti. Maksudnya ialah pengawas Pemilu melakukan penanganan temuan atau laporan dugaan pelanggaran sesuai dengan kewenangannya berdasarkan pada tempat terjadinya pelanggaran yang dilaporkan. Tetapi dalam kondisi tertentu Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota dapat mengambil alih penanganan pelanggaran yang menjadi
temuan/laporan kepada pengawas Pemilu pada tingkatan di bawahnya.124
Hasil kajian terhadap berkas dugaan pelanggaran administrasi Pemilu dikualifikasikan sebagai:
1) Laporan/temuan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu terbukti
kebenarannya atau hasil kajian berupa pelanggaran administrasi Pemilu; atau
2) Laporan/temuan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu tidak
terbukti kebenarannya atau hasil kajian bukan pelanggaran
administrasi Pemilu.125
Hasil kajian ini akan ditindaklanjuti paling lama 3 (tiga) hari oleh pengawas Pemilu untuk diteruskan kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota. Jika Pengawas Pemilu masih memerlukan keterangan tambahan dari pelapor
124 Roni Wiyanto, Loc. Cit., hal. 96-97.
125 Peraturan Bawaslu Nomor 14 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan
(29)
mengenai tindak lanjut dilakukan paling lama 5 (lima) hari setelah laporan
diterima.126
4. Penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu
Setelah tahapan-tahapan di atas telah dilakukan, maka tindak lanjut atas dugaan pelanggaran administrasi Pemilu yang terbukti kebenarannya secara garis besar dilakukan sebagai berikut:
a. Membuat rekomendasi atas hasil kajian terkait dugaan pelanggaran
administrasi Pemilu;
b. Menyerahkan dokumen yang berupa rekomendasi atas hasil kajian
dan berkas kajian dugaan pelanggaran administrasi Pemilu kepada KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, atau PPS sesuai tingkatannya;
c. Penyerahan dokumen tindak lanjut pelanggaran administrasi Pemilu
kepada KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, atau PPS paling lama 5 (lima) hari sejak menerima laporan/temuan dugaan
pelanggaran administrasi Pemilu.127
Selanjutnya KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota setelah
menerima rekomendasi atas hasil kajian terkait pelanggaran administrasi Pemilu, sebagai berikut:
126 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 249 (5)
(30)
a. Wajib menindaklanjuti dan menyelesaikan pelanggaran administrasi Pemilu berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota sesuai tingkatan;
b. Batas waktu bagi KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
dalam menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota sesuai tingkatan dilakukan dengan memeriksa dan memberikan putusan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya rekomendasi;
c. Tata cara penyelesaian penyelesaian pelanggaran administrasi
Pemilu dilakukan dengan tahapan:
1) Mencermati kembali data atau dokumen sebagaimana
rekomendasi Bawaslu sesuai dengan tingkatannya; dan
2) Menggali, mencari, dan menerima masukan dari berbagai
pihak untuk kelengkapan dan kejelasan pemahaman
laporan pelanggaran administrasi Pemilu; 128
3) KPU, KPU Provinsi/KIP Aceh, KPU/KIP
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, KPPS/KPPSLN membuat keputusan dalam rapat pleno;
4) Hasil dari rapat pleno tersebut akan menghasilkan
keputusan berupa pernyataan:
a. Dugaan pelanggaran administrasi Pemilu tidak
terbukti; atau
128 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2013 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum Pasal 18
(31)
b. Dugaan pelanggaran administrasi Pemilu terbukti, disertai rekomendasi sanksi yang akan diberikan; Keputusan tersebut akan diumumkan kepada publik dan KPU
Provinsi/KIP Aceh KPU/KIP Kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, KPPS/KPPSLN melaporkan penyelesaian dugaan Pelanggaran Administrasi Pemilu kepada KPU 1 (satu) tingkat di atasnya paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan Keputusan. Adapun jenis sanksi yang dapat diberikan terdiri atas:
a. Perintah penyempurnaan prosedur;
b. Perintah perbaikan terhadap Keputusan atau hasil dari proses;
c. Teguran lisan;
d. Peringatan tertulis;
e. Diberhentikan/tidak dilibatkan dalam kegiatan tahapan; atau
f. Pemberhentian sementara.129
Keputusan penyelesaian dugaan pelanggaran administrasi Pemilu bersifat final dan mengikat. Untuk lebih memahami penyelesaian sengketa administrasi Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD selanjutnya dijelaskan lebih singkat dalam mekanisme di bawah ini:
129 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2013 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum Pasal 22
(32)
Skema 1
Prosedur Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD
7 Hari:
Sejak diketahui atau ditemukan pelanggaran
3+2 (5) hari: a. Klarifikasi b. Mencari bukti c. Mengkaji kebenaran d. Tindak lanjut
PELAPOR
WNI yang mempunyai hak pilih, pemantau Pemilu, atau peserta Pemilu
PENGAWAS PEMILU
KPU, KPU Provinsi,
(33)
D. Aplikasi Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemilihan Umum menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 (Menurut Keputusan KPU Nomor: 05/Kpts/KPU/Tahun 2013 tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Tahun 2014)
Untuk memperjelas dan memperkuat serta mendukung penulisan hukum ini, maka penulis menyajikan kasus sengketa administrasi Pemilu terkait penetapan partai politik peserta Pemilu oleh KPU, yaitu Keputusan Nomor
05/Kpts/KPU/Tahun 2013 terkait penetapan Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) tidak memenuhi syarat sebagai peserta Pemilu 2014. Maka untuk lebih jelasnya penulis sajikan kasus sengketa administrasi Pemilu sebagai berikut:
1. Kasus Sengketa Administrasi Pemilu Legislatif
Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 05/Kpts/KPU/Tahun 2013 tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Tahun 2014, menetapkan bahwa:
a) Sepuluh partai politik dinyatakan memenuhi syarat sebagai peserta
pemilihan umum tahun 2014 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, yang terdiri dari:
1) Partai Amanat Nasional (PAN)
2) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
3) Partai Demokrat
(34)
5) Partai Golongan Karya (Golkar)
6) Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
7) Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
8) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
9) Partai Nasional Demokrat (Nasdem)
10)Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
b) Dua puluh empat partai politik dinyatakan tidak memenuhi syarat
sebagai peserta pemilihan umum tahun 2014 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, yang terdiri dari:
1) Partai Bulan Bintang (PBB)
2) Partai Demokrasi Pembaruan (PDP)
3) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
4) Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB)
5) Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN)
6) Partai Persatuan Nasional (PPN)
7) Partai Bhinneka Indonesia (PBI)
8) Partai Buruh
9) Partai Damai Sejahtera (PDS)
10)Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK)
11)Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB)
12)Partai Karya Republik (PKR)
(35)
14)Partai Kedaulatan
15)Partai Kesatuan Demokrasi Indonesia (PKDI)
16)Partai Kongres
17)Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBKI)
18)Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNI Marhaenisme)
19)Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI)
20)Partai Pengusaha Dan Pekerja Indonesia (PPPI)
21)Partai Nasional Republik
22)Partai Republik
23)Partai Republika Nusantara (RepublikaN)
24)Partai Serikat Rakyat Independen (SRI)
2. Pembahasan
Merunut kepada Keputusan Nomor 05/Kpts/KPU/Tahun 2013 terkait penetapan Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) yang tidak memenuhi syarat sebagai peserta Pemilu 2014, jika dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 akan dapat dilihat apakah Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) telah melakukan pelanggaran administrasi Pemilu dan KPU telah melakukan proses yang tepat sesuai dengan ketentuan yang ada dalam menetapkan Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) tidak memenuhi persyaratan partai politik peserta Pemilu sebagai berikut:
(36)
a. Proses pendaftaran peserta Pemilu
Sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 bahwa partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara dari jumlah suara sah secara nasional ditetapkan sebagai partai politik peserta Pemilu pada Pemilu berikutnya. Menurut Pasal 208 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 menyatakan bahwa partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 3,5% (tiga koma lima persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Tetapi bukan berarti partai politik tersebut secara serta merta ditetapkan oleh KPU menjadi peserta Pemilu berikutnya, tetapi partai politik yang
bersangkutan terlebih dahulu harus mendaftarkan kepada KPU dengan melampirkan dokumen-dokumen persyaratan yang telah ditetapkan dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Berdasarkan hasil Pemilu legislatif tahun 2009, bahwa partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara secara nasional ialah:
1) Partai Amanat Nasional (PAN) 6,01%
2) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 14,03%
3) Partai Demokrat 20,85%
4) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) 4,46%
5) Partai Golongan Karya (Golkar) 14,45%
(37)
7) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 7,88%
8) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 4,94%
9) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 5,32%
Maka berdasarkan hasil tersebut, Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) tidak termasuk di dalam partai politik yang memenuhi batas ambang suara secara nasional. Oleh karena itu, proses pendaftaran Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) ini harus sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) jo. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Setelah dilakukan pengumpulan dokumen persyaratan untuk pendaftaran peserta Pemilu, bahwa pengawas Pemilu menyatakan Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) tidak memenuhi syarat untuk menjadi peserta Pemilu legislatif 2014. Sesuai dengan prosedur penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu maka pengawas Pemilu yang menemukan adanya pelanggaran administrasi
Pemilu meneruskan rekomendasi kepada KPU untuk kemudian ditindaklanjuti.
b. Penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu
Setelah pengawas Pemilu telah melakukan kajian dan mengambil keputusan bahwa telah ditemukan adanya pelanggaran administrasi Pemilu maka hal ini harus ditindaklanjuti paling lama 3 (tiga) hari untuk diteruskan kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan Pasal 249 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Selanjutnya KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota akan melakukan tahapan sebagai berikut:
(38)
1) Mencermati kembali data atau dokumen sebagaimana rekomendasi dari Bawaslu dan selanjutnya menggali, mencari, dan menerima masukan dari berbagai pihak untuk kelengkapan dan kejelasan pemahaman laporan pelanggaran administrasi Pemilu sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2013 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum. Dalam hal ini ialah melakukan penelitian administrasi dan penetapan keabsahan mengenai dokumen-dokumen yang diajukan Partai Keadilan Persatuan Indonesia
(PKPI) untuk menjadi peserta Pemilu legislatif tahun 2014.130
Dari hasil verfikasi aktual oleh KPU, maka hasil penelitian masing-masing syarat sesuai Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 akan dicermati sebagai berikut:
a) Berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-Undang
tentang Partai Politik;
Partai Keadilan Dan Persatuan Indonesia (PKPI) sebuah Partai Politik yang telah berbadan hukum berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI No
M.H.H.12 AH Tahun 2010 tanggal 27 September 2010.
130 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 9
(39)
b) Memiliki kepengurusan di seluruh provinsi;
Untuk tingkat provinsi, PKPI tidak memenuhi syarat di satu provinsi, yaitu Sumatera Barat. Dengan demikian, PKPI tidak dapat memenuhi persyaratan di 100 persen seluruh provinsi.
c) Memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima persen)
jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan dan dan menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat, dapat dilihat dalam tabel berikut:
No. Wilayah Kepenguru san Keterwakil an Perempuan, dan Kepemilika n Kantor Kepengurusan, Keterwakilan Perempuan,
Kepemilikan Kantor, dan Keanggotaan Partai Politik
tingkat Kabupaten/Kota Kesim - pulan Jumla h Kab/ Kota Syarat minimal 75% Kab/Kot a Jumla h meme nuhi syarat
PUSAT Memenuhi
syarat
Tidak meme
nuhi syarat
1. Aceh Memenuhi
syarat
23 17 21 2. Sumatera
Utara
Memenuhi syarat
33 25 27 3. Sumatera
Barat
Tidak Memenuhi syarat
19 14 11
4. Riau Memenuhi
syarat
12 9 9 5. Jambi Memenuhi
syarat
11 8 10 6. Sumatera
Selatan
Memenuhi syarat
15 11 12 7. Bengkulu Memenuhi
syarat
(40)
8. Lampung Memenuhi syarat
14 11 12 9. Kep.
Bangka Belitung
Memenuhi syarat
7 5 7
10. Kepulaua n Riau
Memenuhi syarat
7 5 6 11. DKI
Jakarta
Memenuhi syarat
6 5 6 12. Jawa
Barat
Memenuhi syarat
26 20 20 13. Jawa
Tengah
Tidak Memenuhi syarat
35 26 22
14. D. I. Yogyakar ta
Tidak Memenuhi syarat
5 4 3
15. Jawa Timur
Tidak Memenuhi syarat
38 29 27
16. Banten Memenuhi syarat
8 6 7 17. Bali Memenuhi
syarat
9 7 7 18. Nusa
Tenggara Barat
Memenuhi syarat
10 8 9
19. Nusa Tenggara Timur
Memenuhi syarat
21 16 18
20. Kalimant an Barat
Memenuhi syarat
14 11 12 21. Kalimant
an Tengah
Memenuhi syarat
14 11 12
22. Kalimant an Selatan
Memenuhi syarat
13 10 12 23. Kalimant
an Timur
Tidak Memenuhi syarat
14 11 10
24. Sulawesi Utara
Memenuhi syarat
15 11 13 25. Sulawesi
Tengah
Memenuhi syarat
11 8 10 26. Sulawesi
Selatan
Memenuhi syarat
24 18 21 27. Sulawesi
Tenggara
Memenuhi syarat
12 9 10 28. Gorontalo Tidak
Memenuhi
(41)
Berdasarkan rekapitulasi hasil verifikasi faktual oleh KPU, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) tidak memenuhi persyaratan 75% Kabupaten/Kota pada Tingkat Provinsi, pada 6 (enam) Provinsi yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Gorontalo.
d) Memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh persen)
jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan;
e) Memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu)
orang atau 1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah Penduduk pada kepengurusan partai politik
- Sumatera Barat : tidak memenuhi syarat di 3
Kabupaten/Kota
- Jawa Tengah : tidak memenuhi
syarat di 4 Kabupaten/Kota syarat
29. Sulawesi Barat
Memenuhi syarat
5 4 5 30. Maluku Memenuhi
syarat
11 8 8 31. Maluku
Utara
Memenuhi syarat
9 7 7 32. Papua Memenuhi
syarat
29 22 22 33. Papua
Barat
Memenuhi syarat
(42)
- D. I. Yogyakarta : tidak memenuhi syarat di 1 Kabupaten/Kota
- Jawa Timur : tidak memenuhi syarat di 2
Kabupaten/Kota
- Kalimantan Timur : tidak memenuhi syarat di 1
Kabupaten/Kota
- Gorontalo : tidak memenuhi syarat di 1
Kabupaten/Kota
f) Mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada
tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir Pemilu;
Berdasarkan verifikasi aktual KPU untuk tingkat provinsi, Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) tidak
memenuhi syarat di satu provinsi, yaitu Sumatera Barat.
g) Mengajukan nama, lambang, dan tanda gambar partai
politik kepada KPU; dan
Persyaratan mengenai nama, lambang, dan tanda gambar partai telah dipenuhi oleh Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) kepada KPU.
h) Menyerahkan nomor rekening dana Kampanye Pemilu
atas nama partai politik kepada KPU.
Bahwa Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) telah menyerahkan nomor rekening dana kampanye Pemilu
(43)
dibuka di Bank BRI Cut Meutia yang merupakan bank pemerintah dengan status Bank Umum dengan Nomor
Rekening 0230-01-002731-30-7.131
5) KPU, KPU Provinsi/KIP Aceh, KPU/KIP
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, KPPS/KPPSLN membuat keputusan dalam rapat pleno dan hasil dari rapat pleno tersebut akan menghasilkan keputusan berupa pernyataan adanya pelanggaran administrasi atau tidak serta menjatuhkan sanksi yang sesuai dengan pelanggaran tersebut sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2013 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum Pasal 22
Maka berdasarkan Keputusan KPU Nomor:
05/Kpts/KPU/Tahun 2014 tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Tahun 2014, bahwa KPU telah melakukan rapat pleno yang tertuang dalam Berita Acara Komisi Pemilihan Umum Nomor: 05/BA/I/2013 tanggal 8 Januari 2013 tentang Rekapitulasi Hasil Verifikasi Faktual Kepengurusan Partai Politik Tingkat Pusat, Tingkat
131 “Laporan Akuntan Independen atas Penerapan Prosedur,”
http://kpu.go.id/koleksigambar/15._PKPI_%28OK%29_.pdf (11 Februari 2016)
(44)
Provinsi, dan Tingkat Kabupaten/Kota serta Keanggotaan Partai Politik dan Berita Acara Komisi Pemilihan Umum Nomor: 08/BA/I/2013 tanggal 8 Januari 2013 tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Tahun 2014.
Dari hasil rapat pleno KPU tersebut dihasilkan suatu keputusan serta sanksi bagi Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) yakni, diberhentikan/tidak dilibatkan dalam kegiatan tahapan dalam hal ini ialah tidak diikutsertakan menjadi partai politik peserta Pemilu legislatif tahun 2014 disebabkan karena tidak memenuhi syarat administrasi partai politik tersebut sesuai dengan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Keputusan yang dihasilkan oleh KPU ini bersifat final dan mengikat. Namun ternyata keputusan KPU segera diprotes oleh Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) dengan mengajukan permohonan kepada Bawaslu untuk segera ditindaklanjuti dan hasil keputusannya ialah bahwa Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) memenuhi syarat
dan dapat menjadi peserta Pemilu.132 Kemudian karena
KPU tidak mengeksekusi hasil keputusan Bawaslu, Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) mengajukan hal ini
(45)
untuk kemudian ditindaklanjuti oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan menghasilkan keputusan yang
sama dengan Bawaslu sebelumnya.133
Berdasarkan proses penyelesaian sengketa administrasi Pemilu oleh KPU diatas, KPU telah melaksanakan tahapan-tahapan penyelesaian sengketa
administrasi Pemilu sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2012 tentangPemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dimulai dari mencermati kembali dokumen terhadap adanya temuan atas pelanggaran administrasi Pemilu yang dilakukan oleh Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) terhadap pemenuhan persyaratan partai politik sebagai peserta Pemilu legislatif tahun 2014, kemudian menggali, mencari, dan menerima masukan dari berbagai pihak untuk kelengkapan dan kejelasan pemahaman laporan pelanggaran administrasi Pemilu sehingga dapat menghasilkan data-data penemuan bahwa Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) tidak memenuhi beberapa persyaratan, yakni:
a) Tidak memiliki kepengurusan di seluruh provinsi;
b) Tidak memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima persen)
jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan dan dan menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen)
(46)
keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat;
c) Tidak memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang
atau 1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah Penduduk pada kepengurusan partai politik;
d) Tidak mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada salah satu
di tingkatan provinsi;
Sesuai dengan ketentuan Pasal 253 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012
tentangPemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, jika terdapat pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu maka yang melanggar ketentuan seperti yang disebutkan sebelumnya akan dapat dikatakan telah melakukan pelanggaran administrasi Pemilu dalam hal ini Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) telah melakukan pelanggaran pada prosedur
pendaftaran peserta Pemilu yang terdapat dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012.
Selanjutnya tahapan yang dilakukan oleh KPU ialah memberikan keputusan terhadap pelanggaran administrasi Pemilu melalui rapat pleno. Berdasarkan rapat pleno maka KPU memberikan keputusan yaitu berupa diberhentikan/tidak
dilibatkan dalam kegiatan tahapan sehingga tidak dapat lolos verifikasi penetapan partai politik peserta Pemilu. Namun keputusan KPU mengenai sengketa
(47)
Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) kepada Bawaslu dan PTTUN terkait keputusan KPU tersebut. Pasal 26 PKPU Nomor 25 Tahun 2013 tentang
Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum menyatakan bahwa “Keputusan penyelesaian dugaan Pelanggaran Administrasi Pemilu bersifat final dan mengikat”, tidak serta merta menjadikan Keputusan KPU tersebut sesuai dengan pembahasan kasus pelanggaran administrasi Pemilu oleh Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) menjadi final dan mengikat. Terdapat pertentangan antara ketentuan mengenai keputusan KPU tersebut dengan pendapat Arifin Zainal Mochtar yang menyatakan bahwa “Keputusan KPU termasuk dalam rezim putusan TUN (Tata Usaha Negara). Sehingga terhadap putusan KPU bukan final
dan mengikat”.134 Hal ini akan berakibat pada eksekusi keputusan KPU yang tidak
dapat dilaksanakan secara langsung oleh yang bersangkutan dengan keputusan yang dimaksud.
134 “Tidak Semua Putusan Panwas Final dan Mengikat,”
http://www.rumahpemilu.org/in/read/10254/Tidak-Semua-Putusan-Panwas-Final-dan-Mengikat (12 Februari 2016)
(48)
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian atas permasalahan yang telah diuraikan pada bab-bab terdahulu maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu :
I. Indonesia adalah salah satu negara yang menganut paham demokrasi dan hal
tersebut secara jelas dan nyata tertulis dalam konstitusi dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Kedaulatan rakyat berarti rakyatlah yang mempunyai kekuasaan yang tertinggi, rakyatlah yang menentukan corak dan cara pemerintahan, dan rakyatlah yang menentukan tujuan apa yang hendak dicapai. Pemilu memang dianggap sebagai lambang sekaligus tolok ukur utama dan pertama dari demokrasi tersebut. Secara teoritis Pemilihan Umum dianggap merupakan tahap paling awal dari berbagai rangkaian kehidupan ketatanegaraan yang demokratis, sehingga Pemilu merupakan motor penggerak mekanisme sistem politik demokrasi.
II. Sebagai sarana pelaksanaan asas kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila,
Pemilu bertujuan antara lain:
1) Memungkinan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan
terti;.
(49)
3) Dalam rangka melakukan hak-hak asasi warga negara;
Agar dapat menjalankan Pemilu yang demokratis, maka harus didukung pula dengan sistem pemilihan umum yang baik. Artinya ialah penyelenggara Pemilu memiliki posisi yang penting dalam mewujudkan Pemilu yang demokratis. Pasal 22E UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Klausula “suatu komisi pemilihan umum” dalam UUD NRI Tahun 1945 tidak merujuk kepada sebuah nama institusi dan penamaan kelembagaan Pemilu dimandatkan kepada undang-undang untuk mengaturnya sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 22E ayat (6) UUD NRI Tahun 1945, akan tetapi menunjuk pada fungsi penyelenggaraan pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Tidak hanya komisi pemilihan umum (KPU) sebagai
penyelenggara pemilu, tetapi juga pengawas penyelenggara pemilu dalam hal ini Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang akan mengawasi
pelaksaanaan Pemilu dalam setiap tahapan Pemilu agar sesuai dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pelaksanaan pemilu diatur dalam undang-undang serta peraturan yang khusus mengatur tentang pelaksanaan pemilu supaya dapat berjalan dengan baik.
III. Telah dibuat pengaturan mengenai pelaksanaan Pemilu agar terlaksana
secara demokratis, tetapi tidak tertutup kemungkinan lahirnya peluang dalam pelaksanaan Pemilu yang tidak memenuhi standar demokrasi dan terjadinya pelanggaran. Sebagai negara hukum yang demokratis tentunya
(50)
pemilu yang demokratis juga harus menyediakan mekanisme hukum untuk menyelesaikan kemungkinan adanya pelanggaran-pelanggaran pemilu. Maka lembaga-lembaga berikut adalah yang berkompetensi untuk menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran Pemilu:
1) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang
bertugas menangani pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Pasal 251 pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu adalah pelanggaran terhadap etika penyelenggara Pemilu yang berpedomankan sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu.
Penanganan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu
berdasarkan Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2012. Beberapa prinsip penting yang dipraktekkan dalam penyelenggaraan peradilan etik oleh DKPP ialah prinsip-prinsip audi et alteram partem, prinsip independensi, imparsialitas, dan transparansi.
2) Komisi Pemilihan Umum adalah lembaga yang menangani
pelanggaran administrasi Pemilu. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Pasal 253 pelanggaran administrasi Pemilu adalah pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana
(51)
Pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Penanganan pelanggaran administrasi Pemilu diawali dengan penerimaan laporan berupa rekomendasi dari Bawaslu atas adanya dugaan pelanggaran Pemilu. Tahapan-tahapan penyelesaian sengketa adminstrasi Pemilu khusus diselesaikan selanjutnya berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2013 jo. PKPU Nomor 13 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum.
3) Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merupakan badan yang tidak
hanya berwenang untuk mengawasi penyelenggaraan setiap tahapan Pemilu, mengkaji setiap laporan atas adanya dugaan pelanggaran Pemilu mulai dari pelanggaran kode etik Pemilu, pelanggaran administrasi Pemilu, sengketa Pemilu,tindak pidana Pemilu, dan sengketa tata usaha negara Pemilu tetapi juga berkompetensi menyelesaikan sengketa Pemilu. Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Pasal 257, sengketa Pemilu ini timbul karena adanya perbedaan penafsiran atau suatu ketidakjelasan tertentu mengenai suatu masalah kegiatan dan/atau peristiwa yang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilihan, keadaaan dimana terdapat pengakuan yang berbeda dan/atau penolakan penghindaran antarpeserta Pemilihan atau antara peserta Pemilihan dengan penyelenggara Pemilihan, dan keputusan KPU, KPU/KIP Provinsi, dan KPU/KIP Kabupaten/Kota.
(52)
Tahapan-tahapan penyelesaian sengketa adminstrasi Pemilu oleh Bawaslu diselesaikan selanjutnya berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2013 jo. PKPU Nomor 13 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum.
4) Pengadilan negeri menjadi tempat memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara tindak pidana Pemilu. Tindak pidana dalam hal ini tidaklah sama dengan tindak pidana yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tindak pidana Pemilihan Umum adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana dalam undang-undang Pemilu yang penyelesaiannya dilakukan melalui pengadilan. Adapun yang dapat menjadi pelaku tindak pidana Pemilu ialah Penyelenggara Pemilu yang menjadi pelaku tindak pidana Pemilu, Pengawas Pemilu yang menjadi pelaku tindak pidana Pemilu, Peserta Pemilu dan/atau calon legislatif yang menjadi pelaku tindak pidana Pemilu, Pejabat/aparatur negara yang menjadi pelaku tindak pidana Pemilu.Sistem penerapannya ialah bertolak dari asas lex specialis legi generali sehingga didasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 khusus mengenai tindak pidana Pemilu legislatif. Waktu penanganannya tidak selama penyelesaian kasus tindak pidana pada umumnya melainkan hanya membutuhkan waktu paling lama 51 (lima puluh satu) hari untuk menangani dan menyelesaikan tindak pidana Pemilu sampai pada putusan di tingkat
(53)
banding idi Pengadilan Tinggi. Dan upaya hukum yang hanya diperbolehkan dalam penyelesaian perkara tindak pidana Pemilu ialah upaya banding.
5) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagai pelaksana kekuasaan
kehakiman berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara tingkat banding. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 268 sengketa tata usaha negara Pemilu adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilu antara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, atau partai politik calon Peserta Pemilu dengan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota. Sengketa yang timbul di dalam sengketa tata usaha negara Pemilu adalah antara KPU dan Partai Politik calon Peserta Pemilu yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang penetapan Partai Politik Peserta Pemilu, dan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dengan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang dicoret dari daftar calon tetap sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang penetapan daftar calon tetap.
Adapun yang menjadi tahapan penyelesaian sengketa tata usaha negara Pemilu selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 8
(54)
Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Apabila keputusan dari PTTUN terdapat pihak yang berkepentingan merasa tidak puas dapat mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung terhadap keputusan PTTUN.
IV. Pengaplikasian penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu dilaksanakan
dalam Keputusan Nomor 05/Kpts/KPU/Tahun 2013 terkait penetapan Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) yang tidak memenuhi syarat sebagai peserta Pemilu 2014. Penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2013 jo. PKPU Nomor 13 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum, tahapan-tahapan yang harus dilakukan setelah mendapat rekomendasi Bawaslu atas adanya dugaan pelanggaran administrasi Pemilu adalah:
1) Mencermati kembali data atau dokumen sebagaimana rekomendasi
Bawaslu sesuai dengan tingkatanya; dan
2) Menggali, mencari, dan menerima masukan dari berbagai pihak
untuk kelengkapan dan kejelasan pemahaman laporan pelanggaran administrasi Pemilu
Dalam penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu terhadap pembatalan Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) sebagai calon peserta Pemilu, KPU mengumpulkan data-data terkait
(55)
Nomor 8 Tahun 2012 sebagai persyaratan partai politik sebagai peserta Pemilu yang terdiri dari:
a) Berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-Undang
tentang Partai Politik;
b) Memiliki kepengurusan di seluruh provinsi;
c) Memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima persen)
jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan;
d) Memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh persen) jumlah
kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan;
e) Menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen)
keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat;
f) Memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang
atau 1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah Penduduk pada kepengurusan partai politik;
g) Mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkatan
pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir Pemilu;
h) Mengajukan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik
kepada KPU; dan
i) Menyerahkan nomor rekening dana Kampanye Pemilu atas
(56)
Dari proses pengumpulan data tersebut KPU telah melaksanakan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012.
3) KPU, KPU Provinsi/KIP Aceh, KPU/KIP Kabupaten/Kota, PPK,
PPS, PPLN, KPPS/KPPSLN membuat keputusan dalam rapat pleno, dan hasil keputusan yang diberikan oleh KPU menyatakan Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) tidak memenuhi persyaratan partai politik sebagai peserta Pemilu untuk Tahun 2014. Adapun syarat-syarat administrasi yang tidak dipenuhi oleh Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) sehingga dikategorikan telah melanggar ketentuan administrasi Pemilu adalah:
a) Tidak memiliki kepengurusan di seluruh provinsi;
b) Tidak memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima
persen) jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan dan dan menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat;
c) Tidak memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu)
orang atau 1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah Penduduk pada kepengurusan partai politik;
d) Tidak mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada
(57)
Akibat telah melakukan pelanggaran administrasi Pemilihan Umum, maka KPU melalui Keputusan Nomor 05/Kpts/KPU/Tahun 2013 memberikan sanksi berupa pembatalan Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) sebagai peserta Pemilu tahun 2014;
Semua tahapan-tahapan yang seharusnya dilakukan oleh KPU dalam memutus pelanggaran administrasi Pemilu telah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2013 jo. PKPU Nomor 13 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum.
B. Saran
1. Pengaturan penyelesaian sengketa administrasi Pemilu khususnya Pemilu
legislatif yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 jo. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2013 jo. PKPU Nomor 13 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum, sudah menunjukkan mekanisme penyelesaian yang jelas. Namun yang masih kurang ialah proses pengaplikasiannya di lapangan. Kurangnya koordinasi antar anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota menghasilkan suatu kesimpulan data yang bermuara kepada keputusan KPU yang tidak sesuai dengan realita yang ada. Sehingga pihak yang bersangkutan seperti calon peserta Pemilu melakukan gugatan terhadap keputusan KPU seperti yang dilakukan terhadap Keputusan KPU
(58)
Nomor 05/Kpts/KPU/Tahun 2013 terkait penetapan Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) yang tidak memenuhi syarat sebagai peserta Pemilu 2014.
2. Waktu bagi KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam
menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota sesuai tingkatan dilakukan dengan memeriksa dan memberikan putusan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya rekomendasi atas dugaan pelanggaran administrasi Pemilu tersebut sebaiknya diperpanjang. Dikarenakan jangka waktu yang cukup pendek tersebut menyebabkan kinerja KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota kurang efektif dalam melakukan penggalian informasi dalam memutuskan terbuktinya suatu pelanggaran administrasi atau tidak. Hal tersebut akan berakibat pada ketidakefetifan penggunaan waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk melaksanakan kegiatan untuk menuju tahapan Pemilu lainnya, tetapi harus digunakan untuk menyelesaikan pengajuan gugatan terhadap keputusan KPU yang terkait.
(59)
BAB II
PENGATURAN PELANGGARAN PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA
Pemilihan umum (Pemilu) merupakan wadah menghasilkan wakil rakyat yang bersedia dan mampu untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam ajaran demokrasi dan sesuai dengan amanah konstitusi. Pemilu merupakan salah satu mekanisme demokrasi untuk menentukan pergantian pemerintahan dimana rakyat dapat terlibat dalam proses pemilihan wakil mereka di parlemen dan pemimpin nasional maupun daerah yang dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan aman. Prinsip-prinsip ini sangatlah penting dalam proses pemilihan umum sebagai indikator
kualitas demokrasi.63
Perwujudan konsep kedaulatan rakyat di dalam pelaksanaan Pemilu tidak lepas dari penerapan nilai-nilai Pancasila terkhusus Sila Keempat yakni
“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaran perwakilan”. Hakikat sila keempat berisi keharusan/ tuntutan untuk bersesuaian dengan hakikat rakyat melalui permusyawaratan/perwakilan yang bijaksana dan berusaha untuk menjamin kepentingan dan kebahagiaan seluruh rakyat.
Pelaksanaan Pemilu meliputi proses pendaftaran pemilih, pencalonan, kampanye, penyerahan suara, dan penghitungan suara. Pelaksanaan setiap tahapan dalam tersebut didasarkan pada asas-asas penyelenggaraan Pemilu yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR,
63 A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani,
(1)
12. Perkumpulan Gemar Belajar yang telah Penulis anggap sebagai rumah kedua selama berada di perantauan, yang membantu pengembangan diri dan kemampuan yang secara tidak langsung sangat berpengaruh di masa depan kelak melalui rangkulan, pengalaman, dan teguran yang sangat berarti dalam Pemerintahan ke-IX dan berbagai kepanitiaan.
13. Komunitas Peradilan Semu (KPS) yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman kepada penulis sehingga mampu mengikuti kesempatan yang berharga untuk berkompetisi. Meski tidak erat, tetapi mampu memberikan kesan yang dapat memberikan pelajaran yang tidak tergantikan bagi Penulis terkhusus dalam Delegasi NMCC ALSA 2015.
14. Sahabat-sahabatku yang telah berbagi waktu dengan Penulis dalam melalui masa perkuliahan yang tidak terlupakan dalam Grup C terkhusus Andrayani, Nurul Fatimah, Putri, Melva, dan Pamela.
15. Sahabat-sahabatku dari Generasi Gembel 2012, Indah, Rumondang, Samuel, Ivo, Olin, Rohana, Befry, Betric, Ritcat, Wilfrid, dan Riska, semoga kita berjumpa dalam pertemuan orang-orang besar nanti. Generasi Gembel 2013 terkhusus kepada Mipa, Wita, Hendra, Jimmy, Defin, Generasi Gembel 2014 dan 2015, tetap semangat dan jaga Gembel agar bisa lebih besar dari mimpi kita.
16. Abang-abang Gembel yang telah Penulis anggap seperti abang kandung terlebih kepada Bg Jhon, Bg Alboin, Bg Poltak, Bg Samuel, Bg Bobby, tetaplah seperti itu bang dimanapun dan kapanpun.
(2)
17. Teman seperjuangan dalam Departemen ter-antimainstream Josua, Febryani, Eka, Putri, Husna, Nurliza, Scott, Yeremia, Frans, Anis, Samswardi, Yersa, terimakasih telah mau bekerjasama untuk memberi kenangan dan karya pelopor yang berharga dalam departemen kita yang tercinta.
18. Seluruh Rekan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu Penulis dalam hal apapun. Terimakasih dan Semangat berjuang!;
19. Para penulis buku-buku dan artikel-artikel yang Penulis jadikan referensi data guna pengerjaan skripsi ini, dan
20. Seluruh orang yang Penulis kenal dan mengenal Penulis.
Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna oleh sebab itu besar harapan penulis kepada semua pihak agar memberikan kritik dan saran yang konstruktif guna menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik dan sempurna, baik dari segi materi maupun cara penulisannya di masa yang akan datang
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan hukum Indonesia. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya, semoga Tuhan yang mahakasih memberkati kita semua.
Medan, Maret 2016 Hormat saya,
(3)
ABSTRAKSI
Paskah Mentari A. Pasaribu1
Armansyah2
Edy Murya3
Pelaksanaan Pemilihan Umum yang demokratis tidak hanya memiliki regulasi yang mengatur tentang proses pelaksanaan dan lembaga penyelenggara yang baik tetapi juga harus menyediakan mekanisme hukum untuk menyelesaikan kemungkinan adanya pelanggaran-pelanggaran Pemilu. Hal itu diperlukan oleh karena dalam proses penyelenggaraan Pemilu tidak lepas dari permasalahan yang menuntut proses penyelesaian yang sesuai. Dalam pelaksanaan Pemilu terdapat salah satu jenis sengketa yang dianggap remeh dibandingkan sengketa lainnya namun sesungguhnya dapat merugikan terlebih bagi peserta Pemilu jika tidak diselesaikan dengan baik yaitu sengketa administrasi pemilihan umum. Berdasarkan pokok pemikiran diatas maka pembahasan inti akan berkaitan dengan proses penyelesaian sengketa administrasi dibandingkan dengan pelanggaran Pemilu lainnya.
Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD mengatur bahwa sengketa administrasi Pemilihan Umum dapat terjadi jika terdapat tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana Pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. KPU adalah lembaga yang diamanahkan sebagai wadah yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa administrasi Pemilu. Ketika rekomendasi dugaan atas pelanggaran administrasi Pemilu telah diterima, maka dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari pelanggaran tersebut akan diselesaikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, atau PPS sesuai tingkatannya. Keputusan yang dihasilkan bersifat final dan mengikat. Namun ternyata dalam praktiknya berdasarkan Keputusan KPU Nomor 05/Kpts/KPU/Tahun 2013 terkait penetapan Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) yang tidak memenuhi syarat sebagai peserta Pemilu 2014, pengaplikasian proses penyelesaian sengketa administrasi pemilihan umum tersebut tidak semudah yang dibayangkan. Sehingga kerap kali keputusan yang dihasilkan digugat kembali kepada lembaga yang berwenang. KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, atau PPS yang bertugas untuk menyelesaikan sengketa ini masih minim koordinasi sehingga menghasilkan suatu keputusan yang tidak sesuai dengan realita yang ada. Hal ini sebenarnya berkaitan dengan jangka waktu yang sangat singkat untuk melakukan pemeriksaan dan memberikan putusan terhadap sengketa yang berkaitan. Sehingga sebaiknya perlu dilakukan penambahan waktu untuk menyelesaikan sengketa administrasi pemilu, agar proses penyelesaian sengketa maksimal dan menghasilkan keputusan yang tidak salah.
1
Mahasiswa Fakultas Hukum USU
2
(4)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………i
ABSTRAK………..v
DAFTAR ISI………..vi
DAFTAR TABEL………...viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………...1
B. Perumusan Masalah ………...………..12
C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan ..………...13
D. Keaslian Penulisan ……….……...14
E. Tinjauan Kepustakaan ……….……....14
1. Kedaulatan Rakyat...………....15
2. Sengketa Administrasi Pemilihan Umum...………19
F. Metode Penelitian……….……23
G. Sistematika Penulisan ………..27
BAB II PENGATURAN PELANGGARAN PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA A. Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum ....……….30
B. Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum …...………..35
C. Sengketa Pemilihan Umum ...……….41
(5)
BAB III BADAN-BADAN YANG BERKOMPETENSI DALAM MENYELESAIKAN PELANGGARAN PEMILIHAN UMUM SERTA WEWENANGNYA
A. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ………...…..…...50
B. Komisi Pemilihan Umum (KPU)………..……….54
C. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ………..…………...57
D. Pengadilan Negeri ...….…....60
E. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara …..…………...63
BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA ADMINISTRASI PEMILIHAN UMUM A. Tata Cara Penyelesaian Sengketa Admistrasi Pemilihan Umum menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD ...…...67
B. Aplikasi Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemilihan Umum menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 (Menurut Keputusan KPU Nomor: 05/Kpts/KPU/Tahun 2013 tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Tahun 2014) ...76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……….……….……..91
B. Saran ……….…………..…….100
DAFTAR PUSTAKA ………... 102
(6)
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Syarat-syarat yang dipenuhi oleh Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) untuk menjadi peserta pemilu legislatif tahun 2014...………...82