Akibat telah melakukan pelanggaran administrasi Pemilihan Umum, maka KPU melalui Keputusan Nomor 05KptsKPUTahun 2013
memberikan sanksi berupa pembatalan Partai Keadilan Persatuan Indonesia PKPI sebagai peserta Pemilu tahun 2014;
Semua tahapan-tahapan yang seharusnya dilakukan oleh KPU dalam memutus pelanggaran administrasi Pemilu telah sesuai dengan ketentuan
yang terdapat dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2013 jo. PKPU Nomor 13 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Pelanggaran
Administrasi Pemilihan Umum.
B. Saran
1. Pengaturan penyelesaian sengketa administrasi Pemilu khususnya Pemilu
legislatif yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 jo. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2013 jo. PKPU
Nomor 13 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum, sudah menunjukkan mekanisme penyelesaian yang jelas.
Namun yang masih kurang ialah proses pengaplikasiannya di lapangan. Kurangnya koordinasi antar anggota KPU, KPU Provinsi, KPU
KabupatenKota menghasilkan suatu kesimpulan data yang bermuara kepada keputusan KPU yang tidak sesuai dengan realita yang ada. Sehingga
pihak yang bersangkutan seperti calon peserta Pemilu melakukan gugatan terhadap keputusan KPU seperti yang dilakukan terhadap Keputusan KPU
Universitas Sumatera Utara
Nomor 05KptsKPUTahun 2013 terkait penetapan Partai Keadilan Persatuan Indonesia PKPI yang tidak memenuhi syarat sebagai peserta
Pemilu 2014.
2. Waktu bagi KPU, KPU Provinsi dan KPU KabupatenKota dalam
menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu KabupatenKota sesuai tingkatan dilakukan dengan
memeriksa dan memberikan putusan paling lama 7 tujuh hari sejak diterimanya rekomendasi atas dugaan pelanggaran administrasi Pemilu
tersebut sebaiknya diperpanjang. Dikarenakan jangka waktu yang cukup pendek tersebut menyebabkan kinerja KPU, KPU Provinsi dan KPU
KabupatenKota kurang efektif dalam melakukan penggalian informasi dalam memutuskan terbuktinya suatu pelanggaran administrasi atau tidak.
Hal tersebut akan berakibat pada ketidakefetifan penggunaan waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk melaksanakan kegiatan untuk menuju
tahapan Pemilu lainnya, tetapi harus digunakan untuk menyelesaikan
pengajuan gugatan terhadap keputusan KPU yang terkait.
Universitas Sumatera Utara
29
BAB II PENGATURAN PELANGGARAN PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA
Pemilihan umum Pemilu merupakan wadah menghasilkan wakil rakyat yang bersedia dan mampu untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam ajaran demokrasi dan sesuai dengan amanah konstitusi. Pemilu merupakan salah satu mekanisme demokrasi untuk
menentukan pergantian pemerintahan dimana rakyat dapat terlibat dalam proses pemilihan wakil mereka di parlemen dan pemimpin nasional maupun daerah yang
dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan aman. Prinsip- prinsip ini sangatlah penting dalam proses pemilihan umum sebagai indikator
kualitas demokrasi.
63
Perwujudan konsep kedaulatan rakyat di dalam pelaksanaan Pemilu tidak lepas dari penerapan nilai-nilai Pancasila terkhusus Sila Keempat yakni
“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaran perwakilan”. Hakikat sila keempat berisi keharusan tuntutan untuk bersesuaian
dengan hakikat rakyat melalui permusyawaratanperwakilan yang bijaksana dan berusaha untuk menjamin kepentingan dan kebahagiaan seluruh rakyat.
Pelaksanaan Pemilu meliputi proses pendaftaran pemilih, pencalonan, kampanye, penyerahan suara, dan penghitungan suara. Pelaksanaan setiap tahapan
dalam tersebut didasarkan pada asas-asas penyelenggaraan Pemilu yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR,
63
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta: Prenamedia Group, 2014, hal. 22.
Universitas Sumatera Utara
41
DPD, DPRD. Rumusan asas seperti itu sudah atau dapat dipandang sempurna bila dilandaskan pada asumsi bahwa pemilih mempunyai kemandirian politik yang
memadai dan pelaksanaan Pemilu berlangsung secara netral dalam artian bahwa pelaksanaan Pemilu mampu menjamin keberlakuan itu secara formal dan materiil.
Pelaksanaan Pemilu sejauh ini memperlihatkan ketidakbenaran asumsi-asumsi yang melatari rumusan asas seperti itu. Maka asas itu menjadi tidak memadai dan
hal itu berakibat pada lahirnya peluang dalam pelaksanaan Pemilu yang tidak memenuhi standar demokrasi.
64
Dari tidak terpenuhinya standar demokrasi seperti yang diamanatkan oleh UU Pemilu melahirkan berbagai sengketa pemilu yang membutuhkan penanganan
lebih lanjut. Sebagai negara hukum yang demokratis tentunya pemilu yang demokratis juga harus menyediakan mekanisme hukum untuk menyelesaikan
kemungkinan adanya pelanggaran-pelanggaran pemilu dan perselisihan mengenai hasil pemilu agar tetap legitimate. Pelanggaran mungkin saja akan terjadi baik
disengaja maupun tidak disengaja.
65
Oleh karena itu, perlu mekanisme hukum dalam pelaksanaan pemilu untuk menyelesaikan pelanggaran pemilu dan
perselihan hasil pemilu.
A. Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum