a. Secara Teoritis
1 Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pengetahuan dan menambah wawasan dalam bidang hukum tata negara, khususnya yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa
admnistrasi pemilihan umum. 2
Bagi penulis sendiri, penulisan skripsi ini bermanfaat dalam memenuhi syarat untuk menyelesaikan studi dan meraih gelar sarjana
program strata satu S-1 di Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
b. Secara Praktis
Dapat dijadikan rujukan dan sebagai pedoman bagi rekan-rekan mahasiswa dan masyarakat luas untuk memperoleh informasi hukum dan pengetahuan
yang lebih dalam mengenai penyelesaian sengketa administrasi pemilihan umum.
D. Keaslian Penulisan
Untuk mengetahui keaslian penulisan, sebelum melakukan penulisan skripsi
berjudul “Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemilihan Umum”, penulis
melakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat di arsip Perpustakaan dan informasi hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
melalui surat tertanggal 16 September 2015 terlampir menyatakan bahwa tidak ada judul yang sama. Skripsi ini asli disusun oleh penulis sendiri dan bukan
plagiat atau bukan diambil dari skripsi orang lain. Penulisan ini dilakukan melalui
Universitas Sumatera Utara
berbagai referensi seperti buku-buku, media cetak dan elektronik serta bantuan dari berbagai pihak yang dapat menunjang kelengkapan dari skripsi ini. Oleh
kerena itu, dapat dinyatakan bahwa skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi masalah yang akan dikaji guna menghindari meluasnya pembahasan yang dapat mengakibatkan kaburnya
pokok bahasan. Pokok permasalahan yang akan dibahas terbatas pada penyelesaian sengketa admnistrasi pemilihan umum. Pembahasan mengenai
penyelesaian sengketa administrasi pemilihan umum in berlandaskan pada konsep Kedaulatan Rakyat sebagai teori utama grand theory. Penggunaan konsep ini
didasari pemikiran bahwa pelaksanaan pemilihan umum merupakan cerminan daripada demokrasi dan demokrasi sebagai perwujudan kedaulatan rakyat.
1. Kedaulatan Rakyat
Kata kedaulatan rakyat berasal dari rakyat sovereignty bahasa Inggris, souverainete bahasa Prancis, sovranus bahasa Italia. Kata-kata asing tersebut
diturunkan dari kata Latin superanus yang berarti “yang tertinggi” supreme. Sarjana-sarjana dari abad menengah lazim menggunakan pengertian-pengertian
yang serupa maknanya dengan istilah superanus itu, yaitu summa potestas atau plenitudo potestatis, yang berarti wewenang tertinggi dari sesuatu kesatuan
Universitas Sumatera Utara
politik. Banyak sekali definisi untuk kata itu, tetapi “istilah ini selalu berarti otoritas pemerintahan dan hukum”.
37
Konsep kedaulatan tradisional itu memiliki beberapa ciri tertentu. Ciri itu ialah kelanggengan permanence, sifat tidak dapat dipisah-pisahkan indisible,
sifatnya sebagai kekuasaan tertinggi supreme, tidak terbatas dan lengkap complete.
38
Kedaulatan sebagai suatu konsep yang abstrak dapat dibedakan menjadi beberapa macam yaitu: Kedaulatan Tuhan, Kedaulatan Raja, Kedaulatan
Negara, Kedaulatan Hukum, dan Kedaulatan Rakyat. Berkaitan dengan kedaulatan rakyat hal ini berarti kekuasaan tertinggi ada
pada rakyat. Pelopor utama ajaran kedaulatan rakyat adalah Jean Jacques Rousseau 1712-1778 yang mengemukakan suatu teori perjanjian dan kekuasaan
dalam karyanya The Social Contract yakni: Manusia itu berdaulat penuh atas dirinya, ia memiliki hak-hak yang lahir
dari dan atas dirinya sendiri. Kedaulatan orang yang satu tidak kurang tetapi juga tidak lebih dari yang lain. Dalam situasi yang seperti itu tidak
akan mungkin ada kemajuan. Maka manusia itu serentak bersama-sama menyerahkan kedaulatan masing-masing kepada masyarakat, lalu
pelaksana perintah-perintah ialah negara dan pemerintahan. Penyerahan itu disertai dengan satu syarat: ia berhak turut serta untuk
menyusun kemauan umum, volonte generale
39
, yang akan dijadikan kemauan negara.
40
37
Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, hal. 169.
38
Ibid, hal. 171, Bahwa kelanggengan dimaksudkan sifat kedaulatan yang abadi yang dimiliki
negara selama negara itu masih ada. Sifat tidak dapat dipisah-pisahkan menunjukkan keadaan kedaulatan sebagai pengertian yang bulat dan tunggal. Kedaulatan tidak dapat dibagi-bagi.
Kedaulatan adalah kekuasaan yang tertinggi dalam setiap negara. Kedaulatan tidak mengenal batas, karena membatasi kedaulatan berarti adanya kedaulatan yang lebih tinggi.
39
Ni’matul Huda, Op. Cit., hal. 190, “Volonte Generale” berarti kehendak sebagian dari
rakyat. Menurut Rosseau bahwa kedaulatan rakyat itu sama dengan keputusan suara terbanyak. Oleh karena suara terbanyak itu harus ditaati, maka keputusan terbanyak itu sama halnya dengan
diktator dari suara terbanyak.
40
Sodikin, Op. Cit., hal. 12-13.
Universitas Sumatera Utara
Kedaulatan rakyat menurut Rosseau hanya merupakan fiksi saja karena rakyat dapat mewakilkan kekuasaannya dengan berbagai cara, yaitu dapat kepada
seorang saja atau beberapa orang, kepada suatu korps pemilih, bahkan dapat juga turun-temurun.
41
Ada pandangan ahli hukum bahwa istilah kedaulatan rakyat people souvereignty diidentikkan dengan istilah demokrasi democracy dengan
suatu argumen kedua istilah itu sama-sama populer pada dua belahan dunia yang berbeda. Pandangan ahli hukum tersebut menyatakan:
Gagasan kedaulatan rakyat people souvereignty yang sejalan dengan pengertian kata democracy yang berasal dari perkataan demos yang
berarti rakyat dan cratos atau cratein yang berarti kekuasaan. Perkataan “kedaulatan rakyat” sangat populer dan biasa digunakan dalam
konstitusi negara-negara Eropa Timur, sedangkan negara-negara Eropa Barat dan negara-negara Anglo Amerika, perkataan yang lebih populer
adalah demokrasi. Namun kedua istilah ini sebenarnya menunjuk kepada pengertian yang serupa, yaitu bahwa kekuasaan yang tertinggi ada pada
dan berasal dari rakyat.
42
Ajaran kedaulatan rakyat ini sebenarnya meyakini bahwa sesungguhnya yang berdaulat dalam setiap negara adalah rakyat, dan ajaran kedaulatan rakyat ini
merupakan dasar dari negara demokrasi. Konsep kedaulatan rakyat adalah sebuah cara untuk memecahkan masalah yang rumit dalam demokrasi: rakyat berkuasa
tetapi sekaligus diperintah.
43
Demokrasi mempunyai unsur ikut sertanya sebagian besar rakyat yang berpartisipasi dalam pemerintahan dengan dasar persetujuan
dan persamaan politik. Selain itu, demokrasi menunjukkan adanya pengakuan hak asasi manusia antara lain untuk hal untuk memilih.
44
41
Abdul Bari Azed, Sistem-Sistem Pemilihan Umum: Suatu Himpunan Pemikiran, Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000, hal. 2.
42
Sodikin, Op. Cit., hal. 17.
43
Seri Penerbitan Studi Politik, Menimbang Masa Depan Orde Baru, Bandung: Mizan, 1998, hal. 14.
44
Sodikin, Op. Cit., hal. 21.
Universitas Sumatera Utara
Ajaran kedaulatan rakyat mensyaratkan adanya pemilihan umum yang menghasilkan dewan-dewan rakyat yang mewakili rakyat dan yang dipilih
langsung atau tidak langsung oleh seluruh warga negara yang dewasa.
45
Dewan- dewan inilah yang betul-betul berdaulat.
46
Negara Indonesia yang termasuk menerapkan ajaran kedaulatan rakyat telah menegaskan hal tersebut dalam alinea
keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 selanjutnya dijabarkan dalam rumusan Pasal 1 ayat 2 UUD NRI Tahun 1945 yang menegaskan bahwa: “
Kedaulatan berada di tangan rakyat dan didasarkan menurut Undang Undang Dasar”.
Dalam konteks Pasal 1 ayat 2 UUD NRI Tahun 1945, maka dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dimaksudkan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang
akan duduk di lembaga pemerintahan baik badan perwakilan rakyat maupun lembaga eksekutif.
47
Badan perwakilan rakyat dibutuhkan sebagai dasar kekuasaan dalam kehidupan demokrasi modern di negara yang berdasar hukum
untuk menyelenggarakan pemerintahan dan mengawasi jalannya pemerintahan sebagai bentuk pertanggungjawaban badan perwakilan itu kepada rakyat. Menurut
Jimly Asshiddiqie sebagaimana dikutip oleh Sodikin menyatakan: Kedaulatan rakyat itu juga tercermin dalam keseluruhan mekanisme dan
prosedur-prosedur yang diatur dalam UUD 1945, seperti prosedur- prosedur politik, mekanisme penyusunan kebijakan atau fungsi legislasi,
prosedur pengawasan legislasi terhadap pelaksanaan kekuasaan atau
45
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 117; Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 5316 Pasal 1 angka 25 menyatakan bahwa warga negara Indonesia yang dewasa
dan mempunyai hak pilih ialah yang telah genap berumur 17 tujuh belas tahun atau lebih atau sudahpernah kawin.
46
Ni’matul Huda, Op. Cit., hal. 188.
47
Sodikin, Op. Cit., hal. 41.
Universitas Sumatera Utara
sebagainya. Dalam proses rekrutmen politik ditentukan bahwa semua jabatan pemimpin pemerintahan eksekutif pusat dan daerah harus
dilakukan melalui proses pemilihan umum. Demikian pula para pejabat di cabang kekuasaan legislatif, baik di tingkat pusat maupun daerah
harus dipilih melalui pemilihan.
48
Sejalan dengan pendapat Jimly Asshhiddiqie tersebut, maka untuk menentukan wakil-wakilnya, rakyat melakukannya melalui mekanisme pemilihan
umum. Mekanisme pemilihan umum ini diatur melalui undang-undang, sebab tanpa aturan yang jelas pemilihan umum akan menimbulkan tidak demokratisnya
pelaksanaan pemilihan umum itu.
49
2. Sengketa Administrasi Pemilihan Umum
Perwujudan daripada ajaran kedaulatan rakyat itu ialah dengan menerapkan paham demokrasi. Ide demokrasi yang pada awalnya dimaksudkan sebagai pola
hubungan antar manusia yang manusiawi secara ideal, lalu berproses dan kemudian lebih populer dalam wujud kehidupan yang lebih luas, yakni kehidupan
bernegara.
50
Demokrasi merupakan cerminan dari kedaulatan rakyat, di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia hal itu diwujudkan melalui pemilihan umum
sebagai wadah untuk menampung suara dan keinginan dari rakyat dalam melaksanakan pemerintahan yang diinginkan.
48
Ibid., hal. 42.
49
Ibid., hal. 42-43.
50
Parulian Donald, Menggugat Pemilu, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
Elemen penting selama proses ini adalah pembentukan kepercayaan rakyat menjelang pemilu. Jika rakyat tidak merasa terlibat secara bebas untuk mengelola
pilihan politik, mendapat informasi memadai sesuai keperluan dan tujuannya, sebagaimana hak pilihnya dihormati proses pemilu menjadi tidak signifikan. Para
kandidat harus mendapat kesempatan yang sama untuk memenangi suara pada “tingkat berkompetisi yang fair”. Lebih jauh, para kandidat juga harus merasakan
keterlibatan dalam proses dan menghargai hasil pemilu. Dengan demikian, pemilu menjadi begitu dekat sebagai kegiatan peralihan yang terlaksana sebelum dan
sesudah pemilu.
51
Sebuah lembaga yang bertanggung jawab mengatur administrasi penyelenggaraan pemilu harus independen dan mampu mengadakan proses
pemilu yang adil dan efektif. Jika tidak, masyarakat tidak akan mempercayai hasil pemilu. Tidak hanya terhadap lembaga penyelenggara pemilu, tetapi juga penegak
hukum seperti kepolisian
52
dan kejaksaan
53
yang memantau aspek-aspek tersebut secara memadai dan melaksanakan tindakan efektif guna menghindari
permasalahan dan kecurangan.
51
Surbakti, Ramlan, Didik Supriyanto, Topo Santoso, “Penanganan Pelanggaran Pemilu”, http:www.rumahpemilu.compublicdoc2012_10_11_12_44_25_20120105095215.Buku_15_Pe
nanganan20Pelanggaran20Pemilu20web.pdf akses 20 November 2015
52
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2; Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4168 Pasal 4 bahwa tujuan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan
ketertiban masyarakat tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia.
53
Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 19 ayat 1 Kejaksaan Republik Indonesia Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 67; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401 adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan.
Universitas Sumatera Utara
Perundang-undangan pemilu harus melindungi proses politik dari pelanggaran, rintangan, pengaruh buruk, kepentingan tertentu, penipuan,
kecurangan, intimidasi, dan segala bentuk tindakan ilegal, dan praktik korup. Sanksi nonpidana maupun pidana harus dijatuhkan terhadap pelanggaran oleh
penyelenggara pemilu maupun penegak hukum.
54
Dalam pelaksanaan pemilihan umum meskipun telah ada peraturan perundang-undangan yang mengatur khusus
tentang pemilihan umum, hal tersebut belum dapat menjamin terlaksananya pemilihan umum dengan baik tanpa adanya pelanggaran dan kecurangan yang
berasal dari penyelenggara pemilu, peserta pemilu bahkan berasal dari masyarakat.
Sengketa hukum dan pelanggaran pemilu menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD dapat
dibagi menjadi lima jenis, yakni:
1 Pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan umum
Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Pasal 251 Pelanggaran kode etik penyelenggara
Pemilu adalah pelanggaran terhadap etika penyelenggara Pemilu yang berpedomankan sumpah dan atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai
penyelenggara Pemilu. Maksud kode etik adalah untuk menjaga kemandirian, integritas, akuntabilitas, dan kredibilitas penyelenggara pemilu. Sedangkan tujuan
54
Surbakti, Ramlan, Didik Supriyanto, Topo Santoso, Loc. Cit., hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
kode etik adalah memastikan terselenggaranya pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
55
2 Pelanggaran administrasi pemilihan umum
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Pasal 254 adalah pelanggaran yang meliputi tata
cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana
Pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.
3 Sengketa Pemilihan Umum
Definisi dari sengketa pemilu menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Pasal 257 adalah
sengketa peserta Pemilu dengan penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten Kota.
4 Sengketa Tata Usaha Negara Pemilihan Umum
Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, pengaturan mengenai sengketa tata usaha negara belum diatur. Ketentuan ini muncul karena
pengalaman Pemilu sebelumnya yang memerlukan penyelesaian hukum yang adil. Sengketa tata usaha negara Pemilu adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata
usaha negara Pemilu antara calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD
55
Ibid., hal. 19.
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten Kota, atau partai politik calon peserta Pemilu dengan KPU, KPU Provinsi, dan KPU KabupatenKota Pasal 268 ayat [1] Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2012.
56
Masing-masing masalah hukum pemilu itu diselesaikan oleh lembaga- lembaga yang berbeda. Pelanggaran maupun sengketa yang terjadi sangat
berpotensi dalam hal ini merugikan hak peserta Pemilu. Mengacu kepada pemahaman seperti ini, jika menyoroti khusus kepada pelanggaran administrasi
Pemilu tentu saja jumlah dari pelanggaran administrasi ini sangat banyak. Sebagai contoh dari ketentuan menurut Undang-Undang Pemilu adalah untuk dapat
menggunakan hak memilih, warga negara Republik Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih. Dengan ketentuan seperti ini, apabila ada orang yang tidak
terdaftar sebagai pemilih ikut memilih pada hari pemungutan suara, artinya telah terjadi pelanggaran administrasi.
57
Pada penyelesaian pelanggaran admnistrasi pemilu ini Undang-Undang Pemilu hanya menyatakan bahwa laporan yang merupakan pelanggaran
admnistrasi diserahkan kepada KPU. Laporan pelanggaran admnistrasi pemilu disampaikan secara tertulis kepada Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawa Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri, dengan memuat nama dan alamat pelapor; pihak
terlapor; waktu dan tempat kejadian perkara; serta uraian kejadian. Penyelesaian pelanggara administrasi pemilu ini dimaksudkan untuk menjadi kemandirian,
56
Ibid., hal 224.
57
Surbakti, Ramlan, Didik Supriyanto, Topo Santoso, Loc. Cit., hal. 17.
Universitas Sumatera Utara
integritas, akuntabilitas, dan kredibilitas penyelenggara pemilu. Penyelesaian pelanggaran pemilu ini bertujuan untuk memastikan penyelenggaraan pemilu
secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
58
F. Metode Penelitian