BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada masa kolonial di Simalungun tahun 1907 terdiri atas 7 kerajaan yaitu Kerajaan Panei, Kerajaan Dolog Silou, Kerajaan Silimakuta, Kerajaan Purba,
Kerajaan Raya, Kerajaan Siantar dan Kerajaan Tanah Jawa. Masing-masing luas wilayah swapraja Simalungun adalah Panei 47.400 hektar, Dolog Silou 35.160
hektar, Silimakuta 25.000 hektar, Purba 23.270 hektar, Raya 58.900 hektar, Siantar 93.510 hektar, dan Tanah Jawa 158.140 hektar.
1
Kerajaan Tanah Jawa dipimpin oleh marga Sinaga dengan wilayah bagian Timur perbatasan dengan Kabupaten Asahan
sampai kepegunungan Simanuk-manuk terus ke Laut Tawar pinggiran Danau Toba sekitar daerah Panahatan Parapat.
2
Kerajaan Tanah Jawa dulunya terletak di Pematang Tanah Jawa dan saat ini menjadi Desa Pekan Tanah Jawa di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun
Provinsi Sumatera Utara. Tujuh Kerajaan Simalungun bersifat tradisonal yang terdapat di Simalungun dapat takluk kepada Belanda, namun sistem kemasyarakatan
yang sudah dijalankan tidak segera dihapus dan bahkan memanfaatkan hal tersebut demi kepentingan oleh kolonial sendiri. Masuknya kekuasaan Kolonial di
1
J. Tideman, Simalungun, Pematangsiantar : Media Group, 2012, hlm. 2.
2
Jahutar Damanik, Raja SangNaualuh, Medan : Medio, 1981, hlm 7.
Universitas Sumatera Utara
Simalungun membawa dampak perubahan dalam struktur ekonomi dan sosial serta dapat dilihat dari dibangunnya sejumlah kantor meliputi kantor pengadilan, rumah-
sakit, dan sekolah. Didukung lagi dengan potensi tanah yang terdapat di wilayah Simalungun terkhusus di daerah Simalungun Bawah yakni kerajaan Tanah Jawa dan
kerajaan Siantar merupakan daerah yang sangat subur sehingga cocok dibuka untuk perkebunan. Dengan dibukanya perkebunan ini akan membutuhkan banyak tenaga
kerja, maka didatangkan para migran ke wilayah ini baik Suku Jawa dari luar Sumatera dan Suku Batak Toba dari Tapanuli Utara, serta suku-suku yang lainnya
3
. Berbeda dengan suku yang lain, Suku Batak Toba sengaja di datangkan ke wilayah
ini untuk solusi dalam persoalan pangan. Banyaknya jumlah buruh perkebunan memaksa pengusaha perkebunan
menyediakan beras dalam jumlah yang besar bagi buruh perkebunan, sehingga dibukalah persawahan di Simalungun. Melihat sikap penduduk asli Simalungun yang
kurang dalam pemenuhan kebutuhan onderneming dan lebih menyukai lahan kering, akibatnya Belanda mendatangkan orang Toba untuk tinggal menetap dan membuka
persawahan baru. Banyaknya para migrasi yang mengalir ke wilayah Tanah Jawa mengakibatkan mayoritas penduduk Tanah Jawa adalah dominan dari suku
pendatang. Warga Batak Toba sudah hampir mendiami sebahagian besar wilayah Simalungun. Migrasi itu terjadi didorong oleh berbagai faktor yakni yang pertama
dari pihak kolonial Belanda yang sengaja mendatangkan Batak Toba ke wilayah ini
3
Suku Mandailing, Minang Padang dan Cina.
Universitas Sumatera Utara
dalam persoalan pangan, tidak lepas dengan daya tarik yang dibuat oleh pihak kolonial Belanda. Pemerintah memberikan jabatan kepada bagi yang berhasil
membawa beberapa keluarga pindah ke wilayah ini dengan jabatan kepala rodi diberikan kepada mereka yang berhasil membawa 5 kepala keluarga, pangulu dengan
membawa 7 kepala keluarga, dan raja ihutan dengan membawa 50 kepala keluarga.
4
Yang kedua dari orang batak toba sendiri untuk mencari lapangan kerja baru mengingat tanah yang terdapat di daerah asal Tapanuli Utara kurang produktif
dibandingkan dengan kesuburan tanah di wilayah Simalungun terutama dalam bercocok tanam. Yang ketiga dari pihak missionaris yang berusaha mengabarkan Injil
ke wilayah Simalungun dengan memanfaatkan tenaga putera Tapanuli Utara
5
. Pada abad 19 sudah banyak masyarakat Simalungun yang menganut agama Islam, yakni
daerah Siantar Tuan SangNaualuh sudah masuk agama Islam, Tanah Jawa, Tanjung Kasau. Hal ini sangat mencemaskan pemerintah kolonial Belanda karena semakin
meluasnya penetrasi Islam atas Simalungun yang akan mempersulit ambisi kolonialisme, serta badan penyebaran Injil Kristen juga takut kalau perembesan Islam
yang makin kuat akan mempersulit upaya mereka untuk mengkristenkan daerah yang masih banyak menganut agama suku.
6
4
Batara Sangti, Sejarah Batak, Balige : Karl Sianipar Company, 1977, hlm. 180.
5
J. Tideman, Simalungun, op.cit, hlm. 161.
6
Andri Ersada Tarigan
,
Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen: Peranannya Dalam Pelestarian Budaya Simalungun Dan Penyebaran Agama Kristen 1928-1942
, Medan : Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya, hlm 24.
Universitas Sumatera Utara
Migrasi yang dilakukan Batak Toba juga sebagai cara mewujudkan misi budaya yang melekat pada diri orang Batak Toba yaitu Hagabeon, Hasangapon dan
Hamoraon . Proses migrasi Batak Toba juga tidak terjadi secara serempak, tetapi
mereka meninggalkan kampung halamannya secara bertahap.
7
Dalam masyarakat agraris, tanah merupakan produksi yang sangat penting. Begitu juga dalam sisitem
nilai Batak Toba tradisonal jika memiliki tanah terutama persawahan memberi status yang tinggi bagi mereka. Tanah merupakan salah satu alat untuk mencapai sangap
wibawa sosial. Semakin besar jumlah tanah yang dimiliki oleh suatu keluarga maka akan sangap atau wibawa sosialnya akan tinggi di dalam masyarakat tersebut.
Sementara pengolahan persawahan merupakan sumber kehidupan utama di daerah asal Toba. Orang hanya bisa mengolah sawah di lembah atau di muara sungai. Di
sini Toba memang tanah di pakai secara optimal, karena jumlah penduduk semakin bertambah orang Toba suka dengan keluarga besar maka pada suatu ketika harus
dicari lahan baru. Orang Batak Toba menggunakan kesempatan ini untuk menduduki dan mengolah tanah-tanah kosong di Tanah Jawa dan melihat penduduk Tanah Jawa
dapat dikatakan tergolong sedikit serta memiliki wilayah yang subur. Tidak terlepas dari itu, mengingat bahwa Suku Batak Toba adalah sebagai masyarakat pendatang
mereka juga harus menyesuaikan diri dengan kondisi fisik maupun kondisi sosial di tempat mereka yang baru, yang sudah tentu suasananya akan berbeda dibandingkan
dengan tempat asal mereka. Faktor inilah kemudian yang melahirkan budaya dinamis
7
O.H.S. Purba dan Elvis F Purba, Migrasi Spontan Batak Toba Marserak : sebab, motif dan akibat perpindahan penduduk dari Dataran Tinggi Toba
, Medan : Monora, 1997, hlm 21.
Universitas Sumatera Utara
bagi orang Tapanuli yakni merantau mangaranto dengan meninggalkan tanah kelahiran untuk pergi ke daerah lain.
Di Tanah Jawa mereka membuka hutan dan mengolah rawa-rawa menjadi areal pertanian dan persawahan. Jalan-jalan dibuka disepanjang saluran air utama dan
untuk menghubungkan antarkampung. Mereka membuka hutan dan mendirikan rumah-rumah sederhana dan membuka juma lahan, dengan semakin bertambahnya
penduduk yang datang, mereka kemudian membangun perkampungan di sekitar perladangannya. Disamping itu, dengan adanya perkebunan di daerah Tanah Jawa
yang sekaligus juga menjadi kesempatan bagi orang Batak Toba terdidik mendapatkan pekerjaan di daerah itu. Sementara untuk mengusahakan swasembada
pangan, pihak Belanda justru memfasilitasi usaha pertanian orang Batak Toba dulunya dengan membuka irigasi seperti di Juma Saba yang telah dibangun tali air
permanen pada tahun 1910.
8
Migrasi Batak Toba tahun 1917 sudah mencapai 11.250 orang, tahun 1919 sudah mencapai 12.840, tahun 1920 sudah mencapai 12.4 21.823 orang dan tahun 1930,
jumlah penduduk Batak Toba yang sudah bermukim di onderafdeling Simalungun sudah mencapai 45.603 orang, dari seluruh penduduk Simalungun.
9
Besarnya migrasi Suku Batak Toba dan Suku Jawa menjadikan mereka penduduk yang
dominan di wilayah Tanah Jawa.
8
Batara Sangti, op.cit, hlm. 179.
9
J Tideman, op.cit, hlm 158.
Universitas Sumatera Utara
Sebelum tahun 1960 terdapat gejolak di wilayah Simalungun. Pada maret 1942 kolonial Belanda menyerah kepada Jepang.
10
Simalungun dijadikan sebuah gunseibu kabupaten yang membawahi huku gunco kecamatan.
11
Jepang tidak menghapuskan sistem pemerintahan kerajaan dan Raja-raja masih tetap berkuasa,
namun berada dalam pengawasan militer Jepang. Pada tahun 1945 dengan dicetuskannya proklamasi kemerdekaan Indonesia yang kebenarannya disampaikan
oleh Mr. Teuku Muhammad Hasan di Sumatera Timur. Rakyat yang sudah mendengar hal tersebut semakin terbakar semangatnya untuk melakukan
kemerdekaan di daerahnya. Terutama bagi kaum muda yang masuk dalam militer Jepang yang disebut Heiho yang berfungsi sebagai tentara pembantu pasukan Jepang
dan sebagai lasykar rakyat yang memiliki kemampuan untuk bertempur di lapangan. Tokoh-tokoh politik, lasykar rakyat dan organisasi menyerukan kepada rakyat untuk
berjuang melawan yang dianggap musuh-musuh Republik. Pada Maret 1946 terjadi Revolusi Sosial
12
di Simalungun, Kerajaan-kerajaan yang sudah berdiri lama di Simalungun menjadi sasaran utama dan hancur dalam beberapa hari saja. Pada
tanggal 19 Januari 1948 Simalungun masuk dalam NST dan pada tahun 1950 NST
10
Anthony J.S Reid, Revolusi Nasional Indonesia, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996, hlm. 15.
11
Suprayitno, Mencoba Lagi Menjadi Indonesia, Yogyakarta : Yayasan Untuk Indonesia, Mei 2001, hal. 46 .
12
Moerdiono, dkk, Denyut Nadi Revolusi Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1997, hlm. 4. Pengertian Revolusi Sosial terdapat dalam dua persepsi yakni persepsi pertama bahwa
revolusi akan berwujud perubahan cepat dan mendasar dalam berbagai bidang, namun agar tetap bersifat konstruktif revolusi harus tetap dikendalikan oleh akal sehat dan kepala dingin dan persepsi
kedua bahwa revolusi sungguh-sungguh akan bersifat revolusioner, ia harus merupakan suatu penjungkirbalikan dan pendobrakan segala nilai lama sampai ke akar-akarnya.
Universitas Sumatera Utara
termasuk Simalungun masuk ke dalam NKRI Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hancurnya kerajaan di Simalungun dan masuknya wilayah Simalungun
dalam NKRI membawa dampak terhadap Suku Batak Toba yang banyak melakukan migrasi ke berbagai daerah terutama Simalungun Bawah Tanah Jawa areal
persawahan yang cocok untuk bertani. Pada tahun 1960 dengan ditetapkannya U.U.P.A.No.5 Undang-
undang Pokok Agraria tentang “tidak ada lagi tanah Swapraja” tidak menurunkan niat migrasi batak toba ke Tanah Jawa.
Dengan demikian penelitian ini akan membicarakan tentang Suku Batak Toba di Tanah Jawa Kabupaten Simalungun 1960-1992. Dalam masalah ini yang akan
dibahas adalah kedatangan migrasi Batak Toba serta perkembangannya. Penelitian ini dimulai tahun 1960 didasarkan pada banyaknya Suku Batak Toba melakukan
perpindahan ke Kecamatan Tanah Jawa meskipun telah ditetapkan U.U.P.A.No.5 Tahun 1960 dimana tidak ada lagi tanah Swapraja. Maksudnya bahwa untuk
mendapatkan tanah di wilayah Tanah Jawa tidak seperti semasa Kerajaan Tanah Jawa dengan membuka hutan dan rawa-rawa untuk dijadikan lahan pertanian dan dianggap
menjadi miliknya melainkan mereka harus membeli tanah kepada masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Sementara itu, tahun 1992 adalah berkurangnya luas
wilayah dari kecamatan Tanah Jawa yang terbagi ke wilayah Hutabayu Raja hasil pemekaran kecamatan dari Kecamatan Tanah Jawa. Berdasarkan uraian di atas,
maka penelitian ini akan diberi judul
“Suku Batak Toba di Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara 1960-1992
”.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Rumusan Masalah