Pertanian Suku Batak Toba di Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, 1960-1992

BAB IV Pengaruh Suku Batak Toba di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun 1960-1992

4.1 Pertanian

Migrasi sebagai suatu proses perpindahan penduduk mengalami peningkatan yang cukup berarti pada beberapa dasawarsa belakangan ini, terutama di negara- negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Peningkatan arus migrasi ini terutama terjadi dari desa menuju kota atau dari desa ke desa. Dilihat dari sebab terjadinya, pada dasarnya migrasi timbul karena adanya perbedaan kondisi alam dan kondisi sosial ekonomi antara daerah yang satu dengan yang lain serta dari berbagai pihak lain seperti agama Mission dan politik. Terbatasnya sumber daya alam dan lapangan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi menjadi faktor dominan bagi penduduk untuk meninggalkan daerah asal. 69 Namun dalam masyarakat Batak Toba yang bermigrasi dan tinggal di kecamatan Tanah Jawa sebagian besar bekerja di sektor pertanian 70 . Sejalan dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi, masyarakat atau para petani tidak tinggal berdiam diri di daerah pertanian yang sempit dengan berbagai kendala, tetapi mereka 69 Sitor Situmorang, Toba Na Sae, Sejarah Lembaga Sosia; Politik Abad XIII-XX , Jakarta : Yayasan Komunitas Bambu, 2004, hlm. 34. 70 Kegiatan bertani adalah kegiatan yang sudah dilakukan sudah sangat lama dan masyarakat batak toba telah memiliki ketrampilan dan sudah menguasainya. Universitas Sumatera Utara banyak yang pindah untuk melanjutkan pola pertanian dengan teknologi pertanian yang dibawa dari kampung halamannya ke daerah yang dituju. 71 Seperti yang telah disebutkan di atas salah satu suku yang melakukan ini adalah suku batak toba, sehingga bisa dikatakan sangat banyak ditemukan orang-orang Batak Toba tinggal di daerah persawahan. Datangnya Suku Batak Toba ke wilayah ini tidak begitu saja mendapat lahan yang langsung bisa dikerjakan, mereka harus membuka lahannya sendiri untuk dikerjai. 72 Tanah yang terdapat di Kecamatan Tanah Jawa ini adalah dulunya disebut tanah Kerajaan Tanah Jawa, namun masyarakat lebih mengenal tanah itu milik Tuan Kaliamsyah salah satu anggota Kerajaan di kerajaan Tanah Jawa. Tuan Kaliamsyah memberikan atau membiarkan lahan itu untuk dikerjai dan menjadi milik masyarakat itu sendiri. 73 Sama seperti halnya yang tertera di dalam Zelfbestuursbesluit Simalungun. Dalam ZELFBESTUURSBESLUIT ddo. 8 Juni 1933 No. 12 goedgekeurd door den Gouverneur der Ooskust van Sumatra ddo. 26 Juni 1933 tentang Peratoeran Sawah Simeloengen 1933 bahwa Peratoeran memakai tanah dan mengenakan hasil air Oepah Radja ni Bondar dari semoea sawah2 jang digenangi air dalam bahagian Irrigatie jang ada di Simeloengen, dalam Fatsal 1 disebutkan “Peratoeran oemoem” : Baik kepada pendoedoek negeri disini ataupoen pendoedoek 71 Chrisman Silitonga, dkk, Perkembangan Ekonomi Pertanian Nasional 1969-1994, Jakarta : Perhepi, 1995. Hlm 34. 72 J Tideman, op.cit, hlm 222. 73 Wawancara dengan Edison Simanjuntak, 28 September 2015. Universitas Sumatera Utara negeri lain jang datang ke Simeloengoen boleh diberi tanah2 boeat dipakai toeroen- toemoeroen, dan Fatsal 2 disebutkan “Lebar tanah jang akan diberikan” : Boeat seseorang seroemah tanah itoe diberikan boeat didjadikan sawah tidak boleh lebih dari 1 H A. Lebarnja dibagian Irrigatie jang baroe diboeka. 74 Namun setelah Simalungun masuk dalam NKRI, pernyataan diatas tidak diberlakukan lagi. Semenjak berlakunya U.U.P.A No.5 Tahun 1960 ditentukan bahwa tanah-tanah swapraja yang tadinya hanya terdapat hak mengusahakan, dengan sendirinya di konversi menjadi milik pribadi. 75 Sedangkan Suku Batak Toba yang datang kemudian untuk mendapatkan lahan pertanian harus membeli tanah untuk diusahakan, yang mana harga tanah dihitung berdasarkan harga perkaleng Padi. Tahun 1970 Jika ingin membeli tanah dengan luas 0,5 Ha maka harus membayar 1.500 kaleng padi dengan harga Rp. 1000,00 kaleng padi dan harga perkaleng padi ini bervariasi tergantung yang menjual tanah tersebut. 76 Namun ada juga masyarakat yang datang tidak memiliki tanah yang kesehariannya sebagai petani dapat mengelola tanah yang dipercayakan padanya atau sering disebut dengan menyewa kepada 74 ANRI, Simeloengoen 1933, hlm. 34. 75 Rudolf Purba, at.all, Peradaban Simalungun : Inti Sari Seminar Kebudayaan Simalungun se-Indonesia Pertama Tahun 1964 , Pematangsiantar : Komite Penerbit Buku Simalungun KPBS, 2011, hlm. 346. 76 Wawancara dengan Odor Napitupulu, 28 September 2015. Universitas Sumatera Utara pemilik tanah yang kaya dengan sistem bagi hasil artinya orang mengelola tanah yang bukan miliknya, harus membagi setengah dari hasil panennya. 77 Dapat dilihat secara umum, Suku Batak Toba yang berpindah dan bekerja dalam kelompok pegawai dan petani yang mengusahai lahan pertanian yang luas mempunyai tingkat sosial ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan kaum tani yang mengusahai lahan sempit. 78 Sebaliknya petani-petani berlahan sempit mengalami kesulitan yang lebih besar, sehingga kebanyakan dari anak-anaknya hanya tamat SLTP. Demikian juga dengan lahan pertanian yang sempit dengan tanaman monokultur. Di satu pihak petani-petani merasa bahwa tingkat pendapatan mereka lebih besar dibandingkan dengan di daerah asalnya dahulu karena di daerah yang baru dapat panen dua kali atau lebih, tetapi jika dibandingkan dengan kebutuhan kesehariannya, jelas bahwa hasilnya tidak mampu mengimbangi kebutuhan akan produk jasa-jasa yang kian hari terus bertambah. Hal ini telah menjadi dilema bagi petani-petani yang tidak mau melepaskan tanahnya dan tidak ingin beralih ke pekerjaan lain yang lebih produktif. Di berbagai desa, terdapat petani-petani Batak Toba mengusahai sampai 0,5 Ha, sikap seperti itu nampak jelas. Nampaknya mereka kurang tanggap terhadap perubahan dan hanya berpegang pada apa yang tampak 77 Beny Octofryana Yousca Marpaung dan Madya Alip Bin Rahim, Kampung Etnik Jawa Pendatang di Kota Medan, Sebagai Aspirasi Masyarakat Penghuninya , Medan : Suryaputra Panca Mandiri, 2009, hlm 24. 78 Rahmanta, Ekonomi Pertanian, Medan : USU Press, 2014, hlm 9. Universitas Sumatera Utara dihasilkan pertanian untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Mereka kurang menyadari bahwa kebutuhan hidup bukan hanya ditentukan oleh apa yang dihasilkan, tetapi juga oleh kemajuan dan kebutuhan di luar produksi, yang berkembang dengan lebih cepat. Namun sebagian kecil dari mereka ada yang telah menjual tanah yang dibelinya atau tanah yang dibukanya dahulu kepentingan mereka bahkan ada pula yang menjadi petani penyewa dan pada akhirnya ada yang pindah ke daerah lain seperti Riau. Salah satu sub suku yang banyak melakukan migrasi ke berbagai daerah adalah Suku Batak Toba. Suku Batak Toba bisa di jumpai di berbagai daerah di Indonesia. Karena tidak ingin tinggal di desa dan ingin berkembang, ada yang meninggalkan kampung halamannya untuk mencari pekerjaan di kota-kota besar di Sumatera, Jawa bahkan ada yang ke Kalimantan atau Papua. Para perantau batak toba ini tidak hanya bekerja sebagai petani dan biasanya mempunyai tingkat kehidupan ekonomi yang lebih baik. Kemampuan mereka untuk mengembangkan usaha di luar sektor pertanian tentu akan berpengaruh pada pendapatan keluarga. Masa depan anak-anaknya pun semakin mendapat prioritas. Dampaknya antara lain berupa keberhasilan anak-anak mereka bekerja di luar sektor pertanian. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya mobilitas tenaga kerja dari sektor pertanian ke non-pertanian antara lain adalah konversi lahan pertanian ke lahan industri, perubahan teknologi dan hubungan kerja di sektor pertanian, dan faktor lain yang merupakan faktor pendorong keluarnya tenaga kerja pertanian ke Universitas Sumatera Utara sektor lain . 79 Sedangkan di beberapa daerah yang dekat dengan jalan raya petani- petani yang memiliki lahan yang luas, biasanya memiliki hidup dalam tingkat sosial ekonomi yang lebih baik. Berbeda halnya dengan daerah Tapanuli, seperti di daerah Tapanuli Tengah, Suku Batak Toba pada umumnya memperoleh penghasilan dari pertanian dan nelayan. Sampai sekarang hanya sebagian kecil masyarakatnya yang bekerja sebagai pegawai dan pedagang. Memang tidak semua desa-desanya termasuk dalam kelompok miskin dan tidak semua petani di sana sebagai pemilik lahan pertanian yang diusahainya. Oleh karena pendapatan mereka tidak sepenuhnya digantungkan terhadap hasil pertanian maka banyak penduduk yang bekerja rangkap seperti petani, penangkap ikan, pedagang atau pegawai. Oleh karena minimnya pendapatan masyarakat di Tapanuli, Suku Batak Toba awalnya lebih dominan pergi ke luar Tapanuli salah satunya adalah Kabupaten Simalungun. Dari data sensus tahun 1983 yang telah dilakukan bahwa jumlah rumah tangga Suku Batak Toba yang bekerja dalam pertanian padi sangat banyak di Kecamatan Tanah Jawa mencapai luas panen 12.583 ha, jumlah produksi 66.855 ton dan rata-rata per Ha nya adalah 5,31 tonha. 80 Hal ini menunjukkan potensi pertanian sangat besar, dan perlu perhatian yang lebih dari semua kalangan, karena tenaga atau sumber daya manusia yang tersedia cukup banyak. Selain sumber daya manusia yang memadai di Kecamatan Tanah Jawa, sumber daya alam juga merupakan faktor yang mendukung 79 Chrisman Silitonga, dkk, op,cit. Hlm 34. 80 Kabupaten simalungun dalam angka 1983, op.cit, hlm 123. Universitas Sumatera Utara peningkatan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Sumber daya alam yang dimiliki daerah Kecamatan Tanah Jawa antara lain: air sebagai sarana irigasipengairan, tumbuhan hutan, pertanian, perkebunan dan tanah lahan pertanianperkebunanperikanan. Sehingga Simalungun menjadi lumbung padi dan beras terbanyak di Sumatera Utara dan daerah paling banyak adalah kecamatan Tanah Jawa dan Kecamatan Bandar. Akan tetapi dari sensus pertanian yang dilakukan oleh departemen pertanian, yang mengungkapkan bahwa antara tahun 1985 – 1992 telah terjadi penyusutan lahan pertanian di Simalungun. Penyusutan lahan tersebut disebabkan oleh proses konversi lahan pertanian ke penggunaan non- pertanian, sehingga total lahan pertanian berkurang seluas 2,47 juta ha. Konversi lahan juga terjadi dari lahan pertanian pangan menjadi lahan pertanian komoditi atau tanaman keras. Hal ini pun terjadi di Kecamatan Tanah Jawa khususnya dan daerah Kabupaten Simalungun pada umumnya. Jumlah luas tanah pertanian di wilayah kecamatan ini dapat dilihat dalam tabel 4.1. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.1 : Luas Panen, Produksi, dan Rata-rata Produksi Padi Sawah Pada Tahun 1992. No DesaKelurahan Luas Panen Ha Produksi Padi Ton Rata-rata Produksi TonHa 1 Tangga batu 600 4900 5,9 2 Buntu turunan 800 4720 5,9 3 Seribu asih 1500 7500 6,0 4 Tonduhan 115 701 5,1 5 Panombean marjanji 900 4580 5,4 6 Jawa tongah 760 3912 5,2 7 Maligas tongah 1000 5000 6,0 8 Marubun jaya 1200 7.030 6,3 9 Totap majawa 356 2350 5,6 10 Bah jambi II 1100 6.530 6,2 11 Balimbingan 180 1008 5,6 12 Pem. Tanah jawa 112 672 5,0 13 Tanjung pasir 422 2043 5,5 14 Muara mulia 1002 5012 5,1 15 Bosar galugur 1062 5278 5,1 16 Baja dolok 448 2378 6,2 17 Pagar jambi 25 150 5,0 Jumlah 11.682 63.764 95,1 Sumber : BPS Kabupaten Simalungun Universitas Sumatera Utara

4.2 Agama