Revolusi Sosial Suku Batak Toba di Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, 1960-1992

mengalami kekalahan dan pada 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

c. Revolusi Sosial

Revolusi adalah wujud perubahan sosial sebagai tanda perpecahan mendasar dalam proses historis. Revolusi muncul akibat adanya ketidakpuasan yang selanjutnya disampaikan oleh agitasi dan provokasi dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan menunjukkan kelemahan atau rasa kebencian pada rezim yang akan dijatuhkan. Artinya suatu revolusi tidak pernah berjalan spontan, dia berada dalam posisi direncanakan secara rapi dengan memanfaatkan situasi ketidakpuasan publik. Dengan mengatasnamakan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, kelompok Revolusioner melakukan pemberontakan yang berujung dengan pembunuhan dan perampokan pada orang-orang bangsawan. Revolusi ini dipicu oleh gerakan kaum komunis yang hendak menghapuskan sistem kerajaan dengan alasan antifeodalisme dan yang tidak begitu antusias terhadap kemerdekaan Indonesia karena setelah Jepang masuk, pemerintah Jepang mencabut semua hak istimewa kaum bangsawan dan lahan perkebunan diambil alih oleh para buruh. Kaum bangsawan tidak merasa senang dan berharap untuk mendapatkan hak- haknya kembali dengan bekerja sama dengan BelandaNICA, sehingga semakin menjauhkan diri dari pihak pro-republik. Sementara itu pihak pro-republik mendesak kepada komite nasional Indonesia KNI di wilayah Sumatera Timur supaya daerah Universitas Sumatera Utara istimewa seperti Pemerintahan swaprajakerajaan dihapuskan dan menggantikannya dengan pemerintahan demokrasi rakyat sesuai dengan semangat perjuangan kemerdekaan. Revolusi melibatkan mobilisasi rakyat yang berujung pada pembunuhan anggota keluarga yang dikenal dengan pro-Belanda. Sebelum Revolusi Sosial di Simalungun terjadi, pada 3 februari 1946 diadakan muasyawarah di gedung KNI Medan. T.M.Hasan mendesak agar raja-raja memutuskan hubungannya dengan Belanda dan melakukan proses demokratisasi dan mendukung Republik Indonesia. 40 Dalam musyawarah Loet Siregar secara lebuh tegas menyatakan bahwa pemerintahan Republik yang berdasarkan kepada rakyat semua yang berbau feodal akan dilenyapkan. Rakyat menginginkan semua wilayah kerajaan di demokratisasikan. Memasuki bulan Maret, Republik terombang-ambing antara revolusi dan evolusi. 41 Kondisi ini menghambat proses pemerintahan di Sumatera Timur. Semangat revolusioner yang berkecamuk di Sumatera Timur pada 3 Maret 1946 sulit untuk dibendung. Belanda sendiri sebagai tuan besar penyelamat yang diharapkan pihak kerajaan tidak dapat berbuat apa-apa. Kekerasan yang terjadi selama bulan maret 1946 telah melenyapkan semua kerajaan di Sumatera Timur, hanya dalam tempo beberapa hari, kerajaan runtuh disapu ganasnya revolusi sosial. Setelah revolusi sosial terjadi, semua hak istimewa atas tanah dicabut. Tanah-tanah perkebunan dibagikan kepada buruh-buruh dan petani. Dalam Revolusi Sosial, 40 Suprayitno, op.cit, hlm 71. 41 Ibid, hlm 73. Universitas Sumatera Utara anggota kerajaan Tanah Jawa banyak yang dibunuh dan Jones Sihombing mengatakan bahwa anggota kerajaan yang dibunuh mayatnya dipotong-potong dan ada yang diperkosa. 42 Dengan dihapuskannya pemerintahan kerajaan, ribuan petani menduduki tanah-tanah perkebunan. Revolusi sosial dengan tiba-tiba telah mengubah keadaan sebelumnya. Dalam analisa Cunningham, akibat daerah Sumatera Timur mengalami revolusi sosial berdarah yang mengubah keadaan, pada tahun 1950 hampir 50 penduduk di wilayah Tapanuli bermigrasi ke Simalungun. Mereka melihat keadaan kacau Simalungun sebagai kesempatan bagi mereka dan menyebut momen itu sebagai hadiah revolusi yang telah terjadi. 43 42 Wawancara dengan Jones Sihombing, 6 Agustus 2015. 43 Martin Lukito Sinaga , Identitas Poskolonial “Gereja Suku” dalam Masyarakat Sipil, Yogyakarta : PT Lkis Pelangi Aksara, 2004, hlm 64. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah