Indeks pengukuran status gizi dengan antropometri

f. Lingkar Dada g. Jaringan Lunak Parameter yang didapat sangat dipengaruhi oleh berat badan lahir, etnis, faktor keluarga, dan lingkungan. Parameter antropometri terdiri dari tinggi atau panjang badan; berat badan; lingkar kepala; ketebalan kulit, baik pinggang maupun lengan atas; lingkar lengan atas; dan lingkar betis. 18 Berdasarkan parameter antropometri yang telah disebutkan sebelumnya, ada beberapa parameter antropometri yang utama. Pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Parameter Antropometri Parameter Pengukuran Komponen Jaringan Utama yang Diukur Stature tinggi badan Kepala, os. vertebralis, os. sacralis , ekstremitas bawah Tulang Berat badan Seluruh tubuh Seluruh jaringan: khususnya lemak, otot, tulang, dan air Lingkar lengan Lemak bawah kulit Lemak lebih sering digunakan secara teknik di negara maju Otot, tulang Otot secara teknik lebih sedikit digunakan di negara maju Lipatan lemak Lemak bawah kulit, kulit Lemak Sumber: Jellife DB Jellife EFP, 1989. Community Nutritional Assessment. Oxford University Press dalam Syafiq, A et al, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Rajagrafindo, Jakarta. Hlm 265.

2.2.2. Indeks pengukuran status gizi dengan antropometri

Menurut Depkes RI, status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan BB dan tinggi badan TB. 19 Variabel BB dan TB anak ini disajikan dalam bentuk 3 indikator antropometri yaitu : berat badan menurut umur BBU, tinggi badan menurut umur TBU dan berat badan menurut tinggi badan BBTB. Untuk menilai status gizi anak, maka angka berat badan dan tinggi badan setiap Universitas Sumatera Utara balita dikonversikan ke dalam bentuk nilai terstandar z-score dengan menggunakan antropometri menurut WHO. 20 Selanjutnya berdasarkan nilai score masing-masing indikator tersebut ditentukan status gizi balita dengan batasan sebagai berikut: a. Berdasarkan Indikator BBU Kategori gizi buruk Z-score -3,0 Kategori gizi kurang Z-score ≥ -3,0 sampai dengan Z-score -2,0 Kategori gizi baik Z-score ≥ -2,0 sampai dengan Z-score ≤ 2,0 Kategori gizi lebih Z-score 2,0 b. Berdasarkan Indikator TBU Kategori sangat pendek Z-score -3,0 Kategori pendek Z-score ≥ -3,0 sampai dengan Z-score -2,0 Kategori normal Z-score ≥ -2,0 sampai dengan Z-score ≤ 2,0 Kategori tinggi Z-score 2,0 c. Berdasarkan Indikator BBTB Kategori sangat kurus Z-score -3,0 Kategori kurus Z-score ≥ -3,0 sampai dengan Z-score -2,0 Kategori normal Z-score ≥ -2,0 sampai dengan Z-score ≤ 2,0 Kategori gemuk Z-score 2,0 Menurut Depkes RI, status gizi balita berdasarkan indikator BBU memberikan gambaran tentang status gizi bersifat umum dan tidak spesifik. 21 Tinggi rendahnya prevalensi gizi buruk atau gizi kurang mengindikasikan ada tidaknya masalah gizi pada balita, namun tidak memberikan indikasi apakah masalah gizi tersebut bersifat akut atau kronis. Status gizi yang didasarkan pada indikator BBTB menggambarkan status gizi bersifat akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang pendek seperti menurunnya nafsu makan akibat sakit atau karena menderita diare. Dalam keadaan demikian, berat badan anak akan cepat turun sehingga tidak proporsional dengan tinggi badannya dan anak menjadi kurus. Selain mengindikasikan masalah gizi bersifat akut, juga dapat digunakan sebagai indikator kegemukan. Dalam hal ini berat badan akan melebihi proporsi normal Universitas Sumatera Utara terhadap tinggi badan. Besarnya masalah kekurusan kurus dan sangat kurus pada balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat adalah jika prevalensi kekurusan 5. Masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi kekurusan antara 10,1 -15,0 dan dianggap kritis bila prevalensi kekurusan sudah diatas 15,0. 22 Status gizi berdasarkan indikator TBU menggambarkan status gizi bersifat kronis, sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan, perilaku pola asuh yang kurang baik, sering menderita penyakit secara berulang karena higiene dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara menggunakan BBU sebagai metode pengukuran status gizi buruk dan BBTB sebagai penentu status gizi anak. Dengan alasan yang hampir sama, yaitu perubahan berat badan menunjukkan gangguan pertumbuhan dalam waktu singkat. 23 Ini dapat diakibatkan oleh penurunan nafsu makan, sakit misalnya diare, ataupun kurang cukupnya makan. Adapun hambatan pertambahan tinggi badan menunjukkan gangguan pertumbuhan dalam waktu yang lama. 13 Hal ini seperti dituliskan pada Gambar 2.1. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1. Mekanisme Pengawasan Pertumbuhan Anak Sumber : Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, 2007. Buku Bagan Tata Laksana Anak Gizi Buruk I, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Medan. Hlm.18. BBU= berat badan menurut umur, BBTB= berat badan menurut tinggi badan, DS= Deviasi Standar, NCHS= National Centre for Health Statistics. Berdasarkan rujukan tersebut, maka acuan yang dipakai untuk mengetahui status gizi anak balita pada penelitian ini adalah BBU dan BBTB. ISI Kartu KMS Timbang Anak Bila BBU 60 atau -3 DS -2 DS Bila BBU 60 atau -3 DS ANAK : BB KURANG kecuali ada edema → Gizi Buruk Tentukan status gizi dengan BBTB Bila BBTB ≥ 70 median NCHS atau ≥ -3 DS Skor Z Bila BBTB 70 median NCHS atau -3 DS Skor Z Anak : Kurus atau Gizi Kurang Anak : Gizi Buruk sangat kurus Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Kelebihan dan keterbatasan pengukuran antropometri