Karakteristik Ibu Balita Kesimpulan

5.3. Karakteristik Ibu Balita

Karakteristik ibu pada penelitian ini terdiri dari umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan jumlah anak dalam keluarga.

1. Umur ibu balita

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu balita dengan umur terbanyak 30-35 tahun, yaitu sebanyak 49 orang 59,8. Tabel 5.5. Karakteristik Berdasarkan Umur Ibu Umur Jumlah Persentase 20 tahun 2 2.4 20-35 tahun 49 59,8 35 tahun 31 37,8 Total 82 100

2. Pendidikan ibu balita

Pada tabel 5.6 dapat dilihat pendidikan ibu balita lebih banyak tamat SLTA, yaitu sebanyak 57 orang 69,5 Tabel 5.6 Karakteristik Berdasarkan Pendidikan Ibu Balita Pendidikan Jumlah Persentase Tamat SD 2 2,4 Tamat SLTP 14 17,1 Tamat SLTA 57 69,5 AkademiS1 9 11,0 Total 82 100

3. Pekerjaan ibu balita

Berdasarkan pekerjaan, pekerjaan ibu balita lebih banyak sebagai Ibu Rumah Tangga IRT, yaitu sebanyak 69 orang 84,1. Tabel 5.7 Karakteristik Berdasarkan Pekerjaan Ibu Balita Pekerjaan Jumlah Persentase Ibu Rumah Tangga 69 84,1 PNS 3 3,7 Pegawai Swasta 6 7,3 WiraswastaPedagang 4 4,9 Total 82 100 Universitas Sumatera Utara

4. Pendapatan keluarga

Dari hasil penelitian, pendapatan keluarga lebih banyak Rp 2.037.000 UMK Kota Medan, yaitu sebanyak 43 orang 52,4. Tabel 5.8 Karakteristik Berdasarkan Pendapatan Keluarga Pendapatan Keluarga Jumlah Persentase Rp 2.037.000 43 52,4 ≥ Rp 2.037.000 39 47,6 Total 82 100

5. Jumlah anak

Berdasarkan jumlah anak dalam keluarga lebih banyak 1-2 orang, yaitu sebanyak 63 orang 76,8. Tabel 5.9. Karakteristik Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Jumlah Anggota Keluarga Jumlah Persentase 1-2 orang 63 76,8 2 orang 19 23,2 Total 82 100

5.4. Status Gizi

Parameter yang digunakan dalam penilaian status gizi menggunakan indeks antropometri, yaitu Berat Badan menurut Umur BBU dan Berat Badan menurut Tinggi Badan BBTB sesuai dengan tabel standar WHONHCS.

5.4.1 Gambaran status gizi balita

Gambaran status gizi balita berdasarkan BBU ditemukan terbanyak dengan status gizi kurang yaitu 47 orang 57,3 dan gambaran status gizi balita berdasarkan BBTB ditemukan terbanyak dengan status gizi kurus yaitu 45 orang 54,9. Distribusi berdasarkan status gizi anak balita dapat dilihat pada tabel 5.10. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.10. Distribusi Berdasarkan Status Gizi Anak Balita Indeks Antropometri Kategori Jumlah Perentase BBU Gizi Buruk 2 2,4 Gizi Kurang 47 57,3 Gizi Baik 32 39,0 Gizi Lebih 1 1,3 BBTB Sangat Kurus 2 2,4 Kurus 45 54,9 Normal 33 40,3 Gemuk 2 2,4 Jumlah 82 100 Berdasarkan hasil penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru, penilaian status gizi dengan indeks BBU secara umum terdapat jumlah penderita gizi buruk dan kurang masih tinggi. Hal ini sesuai dengan latar belakang yang dikemukan sebelumnya. Puskesmas Sentosa Baru merupakan daerah perkotaan dengan tingkat ketersediaan pangan yang tinggi. Pengaruh ketersediaan pangan tidak memberikan jaminan terhadap risiko penderita gizi buruk dan kurang di Kota Medan. 5.4.2. Status Gizi Berdasarkan Karakteristik Balita Hasil penelitian didapatkan berdasarkan jenis kelamin, status gizi balita indeks BBU ditemukan perempuan lebih banyak mengalami status gizi kurang 28 orang dibandingkan laki-laki 19 orang dan berdasarkan indeks BBTB ditemukan secara klinis perempuan lebih banyak tampak kurus dibanding laki-laki. Tabel 5.11. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Status Gizi Jumlah Buruk Kurang Baik Lebih n n n n n Laki-Laki 0,0 19 55,9 14 41,2 1 2,9 34 100,0 Perempuan 2 4,2 28 58,3 18 37,5 0,0 48 100,0 Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Laki-laki 0,0 16 47,1 17 50,0 1 2,9 34 100,0 Perempuan 2 4,3 29 60,4 16 33,3 1 2,1 48 100,0 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan umur, status gizi balita indeks BBU ditemukan kelompok umur 13-24 bulan yaitu sebanyak 16 orang yang lebih banyak mengalami status gizi kurang dan berdasarkan indeks BBTB secara klinis tampak kurus. Tabel 5.12 Distribusi Status Gizi Berdasarkan Umur Balta Umur Bulan Status Gizi Jumlah BBU Buruk Kurang Baik Lebih n n n n n 13-24 2 5,3 16 42,1 20 52,6 0,0 38 100,0 25-36 0,0 14 63,6 8 36,4 0,0 22 100,0 37-48 0,0 12 80,0 2 13,3 1 6,7 15 100,0 49-59 0,0 5 71,4 2 28,6 0,0 7 100,0 BBTB Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Jumlah 13-24 1 2,6 20 52,6 17 44,7 0,0 38 100,0 25-36 0,0 10 45,5 11 50,0 1 4,5 22 100,0 37-48 0,0 11 73,3 3 20,0 1 6,7 15 100,0 49-59 1 14,3 4 57,1 2 28,6 0,0 7 100,0 Berdasarkan berat badan, status gizi balita BBU, ditemukan kelompok berat badan 9-11 kg lebih banyak mengalami status gizi kurang yaitu sebanyak 26 orang dan berdasarkan indeks BBTB secara klinis lebih banyak tampak kurus Tabel 5.13. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Berat Badan Berat Badan Kg Status Gizi Jumlah BBU Buruk Kurang Baik Lebih n n n N n 6-8 2 8,7 17 73,9 4 17,4 0,0 23 100,0 9-11 0,0 26 55,3 21 44,7 0,0 47 100,0 12-14 0,0 4 36,4 6 54,5 1 9,1 11 100,0 15-17 0,0 0,0 1 100,0 0,0 1 100,0 Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Jumlah BBTB 6-8 1 4,3 19 82,6 3 13,0 0,0 23 100,0 9-11 0,0 24 51,1 22 46,8 1 2,1 47 100,0 12-14 1 9,1 2 18,2 7 63,6 1 9,1 11 100,0 15-17 0,0 0,0 1 100,0 0,0 1 100,0 Berdasarkan tabel 5.14 tinggi badan pada status gizi balita indeks BBU ditemukan kelompok dengan tinggi badan 76-86 Cm terbanyak mengalami status gizi kurang sebanyak 18 orang dan berdasarkan indeks BBTB secara klinis lebih banyak tampak kurus. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.14 Distribusi Status Gizi Berdasarkan Tinggi Badan Tinggi Badan Cm Status Gizi Jumlah Buruk Kurang Baik Lebih n n n n BBU 65-75 1 6,7 11 73,3 3 20,0 0,0 15 100,0 76-86 1 2,6 18 46,2 19 48,7 1 2,6 39 100,0 87-97 0,0 16 66,7 8 33,3 0,0 24 100,0 98-109 0,0 2 50,0 2 50,0 0,0 4 100,0 Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Jumlah BBTB 65-75 1 6,7 11 73,3 3 20,0 0,0 15 100,0 76-86 1 2,6 18 46,2 19 48,7 1 2,6 39 100,0 87-97 0,0 16 66,7 8 33,3 0,0 24 100,0 98-108 0,0 2 50,0 2 50,0 0,0 4 100,0 Universitas Sumatera Utara 5.4.3. Status Gizi Berdasarkan Karakteristik Ibu Balita Tabel 5.15 Distribusi Status Gizi Berdasarkan Karakteristik Ibu Balita Karakteristik Ibu Balita Status Gizi Jumlah Buruk Kurang Baik Lebih n n n n n BBU Umur 20 tahun 0,0 1 50,0 1 50,0 0,0 2 100,0 20-35 tahun 1 2,1 32 65,3 15 30,6 1 2,0 49 100,0 35 tahun 1 3,2 14 22,6 16 51,6 0,0 31 100,0 Pendidikan Tamat SD 0,0 1 50,0 1 50,0 0,0 2 100,0 SLTP 0,0 10 71,4 3 21,4 1 7,2 14 100,0 SLTA 1 1,8 30 52,6 26 45,6 0,0 57 100,0 AkademiS1 1 11,1 6 66,7 2 22,2 0,0 9 100,0 Pekerjaan Ibu rumah tangga 1 1,4 43 62,3 24 34,7 1 10,1 69 100,0 PNS 0,0 1 33,3 2 66,7 0,0 3 100,0 Pegawai Swasta 1 16,7 1 16,7 4 66,6 0,0 6 100,0 WiraswastaPedagang 0,0 2 50,0 2 50,0 0,0 4 100,0 Pendapatan Rp 2.037.000 0,0 31 72,1 12 27,9 0,0 43 100,0 ≥ Rp 2.037.000 2 4,1 16 42,0 20 51,3 1 2,6 39 100,0 Jumlah anak 1-2 orang 2 3,2 33 52,4 28 44,4 7,9 63 100,0 2 orang 0,0 14 73,7 4 21,1 1 5,3 19 100,0 Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Jumlah n N n n n BBTB Umur 20 tahun 0,0 1 50,0 1 50,0 0,0 2 100,0 20-35 tahun 1 2,0 27 55,1 20 40,8 1 2,0 49 100,0 35 tahun 1 3,2 17 54,8 12 38,7 1 3,2 31 100,0 Pendidikan Tamat SD 0,0 1 50,0 1 50,0 0,0 2 100,0 SLTP 0,0 10 71,4 3 21,4 1 7,1 14 100,0 SLTA 1 1,8 29 50,9 26 45,6 1 1,8 57 100,0 AkademiS1 1 11,1 5 55,6 3 33,3 0,0 9 100,0 Pekerjaan Ibu rumah tangga 2 2,9 40 57,9 25 36,3 2 2,9 69 100,0 PNS 0,0 1 33,3 2 66,7 0,0 3 100,0 Pegawai Swasta 0,0 2 33,3 4 66,7 0,0 6 100,0 WiraswastaPedagang 0,0 2 50,0 2 50,0 0,0 4 100,0 Pendapatan Rp 2.037.000 1 2,3 25 58,1 16 37,2 1 2,3 43 100,0 Rp 2.037.000 1 2,6 20 40,1 17 34,7 1 2,6 39 100,0 Jumlah anak 1-2 orang 1 1,6 30 47,6 30 47,6 2 3,2 63 100,0 2 orang 1 5,3 15 78,9 3 57,9 0,0 19 100,0 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan tabel 5.15, umur dengan jumlah responden terbanyak adalah 20- 35 tahun dengan status gizi balitanya indeks BBU termasuk gizi kurang sebanyak 32 orang dan secara klinis termasuk kurus. Pendidikan ibu balita lebih banyak tamat SLTA dengan status gizi balita kurang sebanyak 30 orang dan secara klinis kurus. Pekerjaan ibu balita lebih banyak sebagai Ibu Rumah Tangga dengan status gizi kurang sebanyak 43 orang dan secara klinis tampak kurus. Pendapatan keluarga lebih banyak Rp 2.037.000 dengan status gizi balita kurang sebanyak 31 orang dan klinis tampak kurus. Jumlah anak lebih banyak 1-2 orang dengan status gizi balita baik sebanyak 33 orang dengan klinis tampak normal. 5.5. Pembahasan 5.5.1. Distribusi status gizi berdasarkan karakteristik balita Berdasarkan jenis kelamin, status gizi balita indeks BBU ditemukan perempuan lebih banyak mengalami status gizi kurang dibandingkan laki-laki dan berdasarkan indeks BBTB ditemukan secara klinis perempuan lebih banyak tampak kurus dibanding laki-laki. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sri 2014 dimana proporsi balita perempuan lebih besar 52 dibandingkan jenis kelamin laki-laki 48. Hal ini dapat dipengaruhi oleh jumlah anak balita perempuan yang berdasarkan data puskesmas memang lebih banyak dibandingkan anak balita laki-laki di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru. Hal ini mengindikasikan bahwa baik anak balita laki-laki maupun perempuan, mempunyai kemungkinan relatif sama mengalami status gizi kurang. Pada hasil penelitian sebelumnya juga ditemukan balita jenis kelamin paling banyak mengalami gizi buruk dan kurang karena di kehidupan sehari-hari masih banyak keluarga yang memberikan porsi lebih banyak kepada laki-laki daripada perempuan dan mengutamakan makanan terlebih dahulu pada anak balita laki-laki setelah itu baru perempuan. 38 Berdasarkan umur, status gizi balita indeks BBU ditemukan kelompok umur 13-24 bulan lebih banyak mengalami status gizi kurang dan berdasarkan indeks BBTB secara klinis lebih banyak tampak kurus. Hal ini dapat terjadi karena anak balita dengan umur 13-24 bulan adalah anak balita termasuk dalam kelompok Universitas Sumatera Utara masa pertumbuhan yang cepat sehingga memerlukan kebutuhan gizi yang paling banyak dibandingkan dengan masa-masa selanjutnya. 39 Umur balita bukan merupakan faktor risiko gizi kurang pada anak balita. Namun demikian, hal ini dapat mempengaruhi tumbuh kembang. 40 41 Berdasarkan berat badan, status gizi balita BBU, ditemukan kelompok berat badan 9-11 Kg lebih banyak mengalami status gizi kurang dan berdasarkan indeks BBTB secara klinis lebih banyak tampak kurus. Status gizi balita berdasarkan indikasi BBU lebih mencerminkan status gizi anak saat ini current nutritional status bersifat umum dan tidak spesifik. 21 Berat badan menggambarkan jumlah protein dan lemak, air serta mineral pada tulang yang sangat sensitif terhadap perubahan mendadak, seperti terserang penyakit infeksi, penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi. Hal ini menunjukkan balita mengalami gangguan pertumbuhan yang serius, yaitu balita menglami ketidakseimbangan asupan protein dan energi, namun tidak memberikan indikasi apakah masalah kekurangan gizi tersebut bersifat akut atau kronis. Oleh karena itu, setiap gangguan kesehatan terutama memperlihatkan adanya gejala muntah, diare, atau turunnya selera makan anak, segera bawa ke pelayanan terdekat. Berdasarkan tinggi badan pada status gizi balita indeks BBU ditemukan kelompok dengan tinggi badan 76-86 Cm banyak mengalami status gizi kurang dan berdasarkan indeks BBTB secara klinis lebih banyak tampak kurus. Status gizi yang didasarkan pada indikator BBTB menggambarkan status gizi bersifat akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang pendek seperti menurunnya nafsu makan akibat sakit. Dalam keadaan demikian, berat badan anak akan cepat turun, sehingga tidak proporsional dengan tinggi badannya dan anak menjadi kurus. Besarnya masalah kekurusan kurus dan sangat kurus pada balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat adalah jika prevalensi kekurusan 5. Masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi kekurusan antara 10,1 -15 dan dianggap kritis bila prevalensi kekurusan sudah diatas 15. 22 Universitas Sumatera Utara

5.5.2. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Karakteristik Ibu Balita

Umur ibu balita, lebih banyak pada umur 20-35 tahun. Berdasarkan pengukuran indeks BBU ditemukan anak balita lebih banyak status gizi kurang dan berdasarkan indeks BBU secara klinis lebih banyak tampak kurus. Hal ini menunjukkan bahwa ibu balita lebih banyak pada kategori usia produktif. Kurangnya pengetahuan tentang gizi, kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari merupakan salah satu penyebab kejadian gangguan kurang gizi. 24 Ketidaktahuan ibu balita akan kebutuhuan gizi balita bisa mengakibatkan asupan gizi pada anak tidak terpenuhi dengan baik, sehingga proses tumbuh kembang anak akan terhambat dan anak dapat mengalami kekurangan gizi. Anak yang mengalami defisiensi gizi pada usia muda, kemungkinan besar akan mengalami hambatan pertumbuhan dan kapasitas intelektualnya rendah. 34 Pendidikan ibu balita lebih banyak SLTA. Berdasarkan pengukuran indeks BBU ditemukan anak balita lebih banyak status gizi kurang dan secara klinis lebih banyak tampak kurus. Hal ini sesuai dengan penelitian Sri 2014 dimana gizi kurang terjadi banyak pada pendidikan terakhir SLTA. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak. Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar. Menurut pendapat Notoatmodjo bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka tingkat pengetahuan seseorang juga semakin tinggi. 24 Dari hasil penelitian sebelumnya ,dikatakan bahwa status gizi kurang dapat terjadi pada pendidikan tinggi dikarenakan bahwa faktor status gizi balita tidak hanya dipengaruhi pendidikan ibu. 36 Pekerjaan ibu balita, lebih banyak sebagai Ibu Rumah Tangga IRT. Berdasarkan pengukuran indeks BBU ditemukan anak balita lebih banyak status gizi kurang dan secara klinis lebih banyak tampak kurus. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ihsan 2012 dimana proporsi ibu balita tidak bekerja lebih besar yaitu 90,6. Tidak bekerjanya ibu membuat ibu lebih memiliki waktu untuk Universitas Sumatera Utara merawat dan mengasuh anak balitanya. Hasil penelitian ini tidak menunjukkan bahwa ibu yang tidak bekerja memilki faktor risiko gizi kurang yang cendeung sedikit. Hal ini disebabkan adanya faktor lain seperti pendapatan keluarga. Dengan adanya ibu yang bekerja, maka dapat menambah pendapatan keluarga sehingga mempengaruhi daya beli keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi anak dana anggota keluarga lainnya. 40 Pendapatan keluarga, lebih banyak Rp 2.037.000 UMK Kota Medan. Berdasarkan pengukuran indeks BBU ditemukan anak balita lebih banyak status gizi kurang dan berdasarkan indeks BBTB secara klinis lebih banyak tampak kurus. Wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru sebagian besar pekerjaan kepala keluarga berprofesi sebagai buruh harian tukang becak, buruh pekerja bangunan, tukang jahit, pekerja pabrik, sehingga hal ini terkait dengan pendapatan keluarga. Pendapatan yang meningkat maka berpengaruh terhadap perbaikan kesehatan dan keadaan gizi. Sebaliknya, pendapatan yang rendah akan mengakibatkan lemahnya daya beli. Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan dalam kualitas dan kuantitas pada makanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suhardjo menyatakan bahwa pendapatan yang meningkat maka berpengaruh terhadap perbaikan kesehatan dan keadaan gizi serta kemiskinan sebagai salah satu determinan sosial ekonomi merupakan penyebab gizi kurang yang pada umumnya menduduki posisi pertama. 14 Jumlah anak dalam keluarga, lebih banyak 1-2 orang. Berdasarkan pengukuran indeks BBU ditemukan anak balita lebih banyak status gizi kurang dan secara klinis lebih banyak tampak kurus. Hal ini sesuai penelitian Sri 2014 dengan proporsi gizi kurang lebih besar terjadi pada jumlah anak 1-2 orang. Besar keluarga mungkin berpengaruh terhadap distribusi makanan dalam keluarga. Keadaan demikian juga dapat mengakibatkan perhatian ibu dalam merawat dan membesarkan anak balita dapat terpengaruh bila jumlah anak yang dimilki besar. Bila besar keluarga ditambah, maka porsi makanan untuk setiap anak berkurang. 24 Hasil penelitian ini tidak menggambarkan bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga semakin rendah risiko terjadinya gizi kurang. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan penelitian Saputra dan Rizka 2012, kondisi ini dapat terjadi akibat ada indikasi anak dilibatkan dalam membantu ekonomi rumah tangga sehingga total pendapatan rumah tangga menjadi meningkat yang selanjutnya berpengaruh dalam peningkatan pola konsumsi. Pola konsumsi yang meningkat dapat membuat rendahnya risiko terjadinya gizi kurang. 3 Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Umur balita dengan jumlah tertinggi adalah 13-24 bulan dengan jumlah sebanyak 38 orang 46,3, berat badan balita 9-11 Kg, yaitu sebanyak 47 orang 57,3, dan tinggi badan balita 76-86 Cm, yaitu Sebanyak 39 orang 47,6. 2. Karakteristik ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru, sebanyak 49 orang 59,8 berumur 30-35 tahun, pendidikan sebanyak 57 orang 69,5 SLTA, pekerjaan sebanyak 69 orang 84,1 Ibu rumah tangga IRT, pendapatan keluarga sebanyak 43 orang 62,4 Rp 2.037.000 UMK Kota Medan, dan jumlah anggota keluarga sebanyak 63 orang 76,8 1-2 orang. 3. Gambaran status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru berdasarkaan Berat BadanUmur BBU, sebanyak 2 orang 2,4 gizi buruk, sebanyak 47 orang 57,3 gizi kurang, sebanyak 32 orang 39,0 gizi baik, dan sebanyak 1 orang 1,3 gizi lebih. 4. Gambaran status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru berdasarkan Berat BadanTinggi Badan BBTB, sebanyak 2 orang 2,4 sangat kurus, sebanyak 45 orang 54,9 kurus, sebanyak 33 orang 40,3 normal, dan sebanyak 2 orang 2,4 gemuk.

6.2. Saran