2.91 9.65 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Perhitungan waktu total Waktu perjalanan total = 42.40040 km per jam= 1,04 jam = 62.85 menit Waktu loading = 9.21 m 3 x 3.39 = 31.22 menit Waktu unloading = 9.21 m 3 x 4.39 = 40.43 menit Waktu total = 62.85 + 31.22 + 40.43 = 134.5 menit e. Sub rute 5 Maka subrute 5 Depot →D8→ D7→Depot Jumlah Permintaan = 11.41 m 3 Jarak total = 11.000 +16.700 + 11.900 = 39.600 meter Perhitungan waktu total Waktu perjalanan total = 39.600 40 km per jam= 0,99 jam = 59.4 menit Waktu loading = 11.41 m 3 x 3.39 = 38.67 menit Waktu unloading = 11.41 m 3 x 4.39 = 50.08 menit Waktu total = 59.4 + 38.67 + 50.08 = 148.15 menit f. Sub rute 6 Maka subrute 6 Depot →D3→Depot Jumlah Permintaan = 4.75 m 3 Jarak total = 6400 + 6400 12.800 meter Perhitungan waktu total Waktu perjalanan total = 12.800 40 km per jam= 0,32 jam = 19.2 menit Waktu loading = 11.66 m 3 x 3.39 = 39.52 menit Waktu unloading = 11.66 m 3 x 4.39 = 51.18 menit Waktu total = 19.2 + 39.52 + 51.18 = 109.9 menit Berikut merupakan hasil perhitungan pemeriksaan waktu tersedia dapat dilihat pada Tabel 5.15. Tabel 5.15. Rekapitulasi Perhitungan Pemeriksaan Waktu Tersedia Subrute Horizon Perencanaan I Horizon Perencanaan II Waktu Tesedia Jarak m Waktu Distribusi menit Jarak m Waktu Distribusi menit 1 42.600 143.2 53.100 170.67 360 2 34.900 135.58 24.150 92.74 360 3 23.150 110.87 29.900 123.02 360 4 58.850 237.79 41.900 134.5 360 5 48.700 129.44 39.600 148.15 360 6 23.800 96.84 12.800 109.9 360 Total 232.200 853.72 201.450 778.98 2520

BAB VI ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisis Sub Rute Distribusi

Perbandingan antara sub rute distribusi yang digunakan oleh perusahaan dengan sub rute distribusi yang diusulkan diuraikan pada Tabel 6.1. Tabel 6.1. Perbandingan Sub Rute Distribusi Rute Perusahaan Rute Usulan Armada Rute Urutan Distributor Horizon Perencanaan I Horizon Perencanaan II Sub Rute Urutan Distributor Urutan Distributor 1 1 D-D1-D 1 D-D12 -D11 -D15-D Dt-D1 -D5-D9-D 2 D-D7- D 2 D-D14 -D2 -D1-D5-D D-D6 -D2-D13- D 3 D-D13- D 3 D-D8 -D13-D D-D12 -D15 -D11-D 2 4 D-D2 -D 4 D-D4 -D6-D-D9-D D-D8-D7-D 5 D-D8- D 5 D-D3 -D16 -D10- D D-D4-D14- D10- D16-D 6 D-D14- D 6 D-D7- D D-D3-D 3 7 D-D3- D 8 D-D9- D 9 D-D15- D 10 D-D4 -D 4 11 D-D10- D 12 D-D16- D 5 13 D-D5- D 14 D-D11- D 6 15 D-D6- D 16 D-D12-D Dari Tabel 6.1. terlihat bahwa terjadi pengurangan sub rute yang terbentuk pada rute distribusi yang diusulkan dibandingkan dengan sub rute yang dijalankan perusahaan selama ini. Dimana pada rute distribusi yang diusulkan terdapat 7 sub rute untuk horizon perencanaan I dan 6 sub rute untuk horizon perencanaan II sedangkan rute distribusi perusahaan terdapat 12 sub rute. Terjadi penggabungan beberapa distributor dalam satu sub rute. Hal ini dapat terjadi karena dalam pembentukan sub rute yang diusulkan dengan menggunakan metode saving matriks telah mempertimbangkan jarak tempuh perjalanan dan penggunaan kapasitas alat angkut. Pembentukan sub rute dimulai dari penggabungan dua distributor yang memiliki penghematan jarak terbesar dan penggabungan tersebut disesuaikan dengan kapasitas alat yang digunakan. Jika permintaan dari penggabungan tersebut melebihi dari kapasitas alat angkut maka penggabungan tersebut tidak layak, tetapi jika tidak melebihi dari kapasitas maka penggabungan tersebut layak dilakukan. Penggabungan distributor berikutnya dilakukan melalui penghematan jarak terbesar selanjutnya yang dibatasi oleh kapasitas alat angkut sehingga terbentuk 6 sub rute distribusi pada horizon perencanaan I. Pada sub rute 1 terdiri dari 3 distributor yang akan dilalui, sub rute 2 terdiri dari 4 distributor yang akan dikunjungi subrute 3 terdiri dari 2 distributor kemudian subrute 4 akan bertugas armada 4 yang akan melayani 3 distributor, distributor 5 terdiri dari 3 distributor, dan sub rute 6 hanya terdiri dari 1 distributor yang akan dikunjungi. Semua sub rute akan menggunakan mobil dengan kapasitas 12 m. Kelebihan dari metode ini adalah pembentukan sub rute dilakukan dengan perhitungan yang relatif mudah dan singkat, sedangkan kelemahan dari metode ini adalah tidak mempertimbangkan arah dari lokasi yang akan dituju dan jika sub rute yang terbentuk memiliki banyak cabang, metode ini kurang menghasilkan subrute dengan jarak yang paling minimum, sehingga perlu menggunakan metode lain yang lebih baik.

6.2. Analisis Jarak Tempuh

Penentuan Rute Distribusi yang optimal sangat dipengaruhi oleh jarak yang akan ditempuh dalam proses pendistribusian barang. Karena semakin jauh jarak tempuh maka semakin jauh pula waktu tempuh mobil angkut yang digunakan dan sebaliknya semakin pendek jarak tempuh maka waktu yang diperlukan dalam melakukan proses distribusi akan semakin singkat. Jarak tempuh dari sub rute distribusi awal dan usulan terdapat pada Tabel 6.2. Tabel 6.2. Perbandingan Jarak Distribusi Rute Perusahaan Rute Usulan Rute Jarak meter Horizon Perencanaan I Horizon Perencanaan II Sub Rute Jarak meter Jarak meter 1 35.000 1 42.600 53.100 2 29.000 2 34.900 24.150 3 12.800 3 23.150 29.900 4 19.000 4 58.850 41.900 5 39.400 5 48.700 39.600 6 21.400 6 23.800 12.800 7 23.800 8 22.000 9 37.800 10 21.200 11 23.200 12 22.800 13 23.000 14 20.000 15 29.200 16 22.800 Total 402.400 232.200 201.450 Dari Tabel 6.2 dapat dilihat bahwa rute yang diusulkan memiliki total jarak tempuh yang lebih pendek dibandingkan dengan rute yang digunakan perusahaan, dimana pengurangan total jarak tempuh sebesar 170.200 m pada horizon perencanaan I dan 200.950 m pada horizon perencanaan II. Hal tersebut terjadi karena adanya pengurangan sub rute yang terbentuk sehingga berdampak pada pengurangan jarak total dari rute yang ditempuh dalam melakukan proses distribusi. Dari sub rute yang terbentuk, disempurnakan lagi dengan menggunakan metode nearest neighbour untuk menentukan jarak tempuh yang paling minimum. Penentuan jarak minimum dari sub rute yang terbentuk dengan metode ini dilakukan dengan prinsip bahwa distributor yang pertama dikunjungi adalah distributor yang memiliki jarak terdekat dengan depot. Distributor yang akan dikunjungi selanjutnya adalah distributor yang jaraknya paling dekat dengan distributor yang terakhir dikunjungi. Dengan menggunakan metode ini terjadi perubahan urutan kunjungan distributor yang dilalui pada proses pengiriman barang yang mengakibatkan jarak rute distribusi yang lebih minimum. Kelemahan dari metode ini adalah jika sub rute yang terbentuk memiliki banyak cabang dan arah yang berlawanan, metode ini kurang menghasilkan sub rute dengan jarak yang paling minimum, sehingga perlu menggunakan metode lain yang lebih baik. Pengurangan jarak tempuh tentu akan menghemat waktu tempuh mobil angkut. Estimasi feasibilitas setiap sub rute dapat dilihat pada Tabel 6.3. Tabel 6.3. Estimasi Feasibilitas Sub Rute Waktu Distribusi Horizon Perencanaan I Waktu Distribusi Horizon Perencanaan II Waktu Tersedia menit Estimasi Feasibilitas 1 143.2 170.67 360 Feasible 2 135.58 92.74 360 Feasible 3 110.87 123.02 360 Feasible 4 106.02 134.5 360 Feasible 5 129.44 148.15 360 Feasible 6 96.84 109.9 360 Feasible Berdasarkan hasil perhitungan, dapat dilihat bahwa waktu distribusi tiap sub rute lebih kecil ≤ dari waktu yang tersedia. Jika satu kendaraan menjalani dua sub rute waktu distribusinya juga masih kecil dari waktu yang tersedia, sehingga waktu distribusi tersebut feasible. Feasible adalah suatu kondisi dimana waktu trip lebih kecil dari waktu yang tersedia sehingga rute tersebut dapat dijalani sesuai dengan jumlah mobil angkut yang telah diperhitungkan.

6.3. Perhitungan Utilitas

Perhitungan utilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan Utilisasi = Jumlah demand Kapasitas alat angkut x 100 Untuk perhitungan utilisasi rata-rata pengiriman tiap sub rute dapat menggunakan persamaan berikut: Utilisasi rata- rata pengiriman tiap sub rute = ∑ Utilitas per sub rute Jumlah Pengiriman x 100 Jumlah permintaan pada setiap sub rute usulan yang diperoleh dari pengolahan data untuk perhitungan utilitas mobil angkut dapat dilihat pada Tabel 6.4. Tabel 6.4. Permintaan Setiap Sub Rute Sub Rute Permintaan Horizon Perencanaan I � � Permintaan Horizon Perencanaan II � � 1 10.18 m 3 11.7 m 3 2 10.96 m 3 7.28 m 3 3 9.79 m 3 10.05 m 3 4 19.22 m 3 9.21 m 3 5 7.25 m 3 11.41 m 3 6 7.86 m 3 4.75 m 3 Jumlah 65.26 � � 54.40 � � Contoh perhitungan utilitas masing-masing sub rute adalah : Sub rute 1, Utilisasi = 10.18 12 x 100 = 84.83 Utilisasi untuk masing-masing sub rute dalam pengiriman produk pada dapat dilihat pada Tabel 6.5. berikut ini. Tabel 6.5. Utilitas Alat Angkut Setiap Sub Rute Sub Rute Utilitas Horizon I Utilitas Horizon II 1 84.83 97.5 2 91.33 60.66 3 81.53 83.75 4 80.08 76.75 5 60.41 95.08 6 65.6 39.58 Total 463.78 453.32 Utilisasi rata- rata horizon perencanaan I = 463.78 6 = 77.29 Utilisasi rata- rata horizon perencanaan II = 453.32 6 = 75.55

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan antara lain: 1. Setelah dilakukan perbaikan dalam penentuan rute distribusi produk dengan metode nearest neighbour dan saving matrix tidak terjadi keterlambatan dalam pengiriman produk ke distributor. 2. Pembentukan sub rute pada rute usulan dengan menggunakan metode saving matriks menghasilkan sub rute yang lebih sedikit dari rute distribusi yang diterapkan perusahaan, dimana sub rute usulan untuk pengiriman tanggal 3 Juni adalah 7 sub rute dan untuk pengiriman tanggal 4 Maret adalah 6 sub rute sedangkan sub rute yang selama ini diterapkan perusahaan adalah 16 sub rute 3. Penurunan Jarak tempuh menghasilkan jarak yang lebih minimum dengan penghematan jarak sebesar 42,29 170.200 m pada horizon I dan 49.93 200.950 m pada horizon II. 4. Perbaikan rute distribusi yang dilakukan menghasilkan peningkatan dalam penggunaan kapasitas mobil angkut dengan rata-rata utilitas mobil angkut 77,29 untuk pengiriman pada horizon I dan 75,55 untuk pengiriman pada horizon 2.

7.2. Saran

Saran yang dapat diajukan setelah melakasanakan tugas sarjana yaitu : 1. Bagi penelitian selanjutnya supaya memperhatikan variabel lain yang berpengaruh terhadap penentuan rute distribusi agar rute distribusi yang dihasilkan lebih baik dalam menyelesaikan permasalahan distribusi produk. 2. Untuk Penelitian yang mempertimbangkan banyak variabel selain jarak dan kapasitas alat angkut, sebaiknya menggunakan metode yang lain yang lebih kompleks untuk memperoleh hasil yang paling optimal.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan PT.Neo National

PT Neo National adalah sebuah perusahaan manufaktur yang bergerak dalam industri pembuatan elektronik khususnya kebutuhan rumah tangga. PT Neo National ini berlokasi di Jl. M.G. Manurung Nomor 98, Kelurahan Timbang Deli, Kecamatan Medan, Amplas. PT Neo National didirikan oleh beberapa pemegang saham yaitu Bapak Efendy sebagai Direktur dan Bapak Husni Sunaslih sebagai Komisaris Perseroan. Akta pendirian PT Neo National dibuat pada Senin, 31 Oktober 2005. Akta pendirian dibuat di Medan oleh notaris Binsar Simanjuntak, SH dengan no pendirian No 39. Akta pendirian ini juga telah mendapat pengesahan dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia tertanggal 29 November 2005 dengan Nomor : C-31652. HT.01.01.TH 2005 serta telah diumumkan dalam tambahan Berita Negara RI tanggal 4 Juli 2005 Nomor 53. Akta pendirian ini berhubungan dengan berita acara tertanggal 16 September 2008, Nomor 68 yang dibuat oleh Lie Na Rimbawan, S.H.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. Neo National adalah perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang produksi industri elektronika yang memproduksi alat-alat untuk kebutuhan rumah tangga diantaranya kipas angin, dispenser, mixer, blender dan setrika.