BAB 5 PEMBAHASAN
Penelitian ini telah dilakukan pada 36 orang anak sindrom Down usia 12-18 tahun di delapan Sekolah Luar Biasa SLB-C seluruh Kota Medan. Karakteristik
respoden anak meliputi jenis kelamin yaitu sebanyak 58,3 atau 21 orang laki-laki dan 41,7 atau 15 orang perempuan. Berdasarkan hasil penelitian, rerata pengalaman
karies pada laki-laki adalah 2,95±2,64 sedangkan rerata pengalaman karies pada
perempuan adalah 3,4±2,2.
Berdasarkan hasil analisis statistik hubungan volume saliva dengan pengalaman karies Tabel 4, kategori volume saliva pada anak sindrom Down SLB-
C Kota Medan diperoleh volume saliva anak sindrom Down terbanyak pada kategori normal yaitu 36,1, kategori volume saliva tinggi sebanyak 33,3 dan kategori
volume saliva rendah sebanyak 30,6. Hasil ini menunjukkan bahwa kebanyakan anak sindrom Down adalah dalam kategori volume saliva yang normal. Pada kategori
volume normal 36,1 tersebut, persentase pengalaman karies rendah sebanyak 16,7, sedang 13,9, dan tinggi 5,6. Pada kategori volume saliva tinggi 33,3,
persentase pengalaman karies rendah 33,3 dan tidak ada yang termasuk ke dalam pengalaman karies sedang dan tinggi. Pada kategori volume saliva rendah 30,6,
persentase pengalaman karies tinggi sebanyak 25,0, sedang 5,6 dan tidak ada yang termasuk dalam pengalaman karies rendah. Secara statistik ada hubungan yang
bermakna antara volume saliva dengan pengalaman karies gigi pada anak sindrom
Down usia 12-18 tahun p=0,000. Hasil ini tidak jauh berbeda dari hasil penelitian Raurale et al. Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa sekresi kelenjar
saliva anak yang sedikit menyebabkan anak rentan untuk terkena karies karena penurunan volume saliva anak diikuti penurunan efek mechanical cleansing untuk
membersihkan bakteri dan debris makanan dari permukaan gigi yang akan mengakibatkan demineralisasi pada permukaan gigi. Drooling pada anak sindrom
Universitas Sumatera Utara
Down dikatakan bukan karena hipersalivasi tapi adalah karena postur mulut mereka terbuka, protruding tongue, dan hipotonik otot orofasial.
3
Berdasarkan hasil analisis statistik hubungan laju aliran saliva dengan pengalaman karies Tabel 5, kategori laju aliran saliva pada anak sindrom Down
SLB-C Kota Medan diperoleh laju aliran saliva anak sindrom Down terbanyak pada kategori normal yaitu 36,1, kategori laju aliran saliva tinggi sebanyak 33,3 dan
kategori laju aliran saliva rendah sebanyak 30,6. Pada kategori laju aliran normal 36,1 tersebut, pengalaman karies rendah sebanyak 16,7, sedang 13,9, dan
tinggi 5,6. Pada kategori laju aliran saliva tinggi 33,3, pengalaman karies rendah sebanyak 33,3 dan tidak ada yang termasuk ke pengalaman karies sedang
dan tinggi. Pada kategori laju aliran saliva rendah 30,6, pengalaman karies tinggi sebanyak 25,0, sedang 5,6 dan tidak ada yang termasuk pengalaman karies
rendah. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara laju aliran saliva dengan pengalaman karies gigi pada anak sindrom Down usia 12-18 tahun p=0,000.
Rerata laju aliran penelitian ini adalah 0,41±0,79 sedangkan pada hasil penelitian Raurale et al diperoleh laju aliran anak sindrom Down adalah 0,30±0,034
serta hasil penelitian Radhi et al adalah 0,47±0,08. Hasil ini menunjukkan bahwa hasil penelitian Raurale et al serta Radhi et al tidak jauh berbeda dengan hasil
penelitian ini. Hasil ini sesuai dengan teori bahwa peningkatan sekresi saliva dapat menurunkan risiko terjadinya karies.
Penurunan laju aliran saliva akan mengakibatkan volume saliva kurang, dan ini dapat menyebabkan efek mechanical
cleansing yang kurang. Penurunan laju aliran saliva juga dapat menyebabkan konsentrasi protein, sodium, dan bikarbonat menurun. Protein dalam saliva
berkontribusi terhadap lubrikasi mukosa, remineralisasi gigi dan buffering. Konsentrasi ion bikarbonat sodium yang tinggi dapat menyebabkan pH saliva lebih
basa.
20,21
Semakin tinggi laju aliran saliva maka semakin banyak volume saliva sebagai cleansing untuk membuang debris dan gula dari rongga mulut sehingga dapat
mengurangi keberadaan bakteri asidogenik yang dapat menyebabkan demineralisasi enamel.
20
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil analisis statistik hubungan kapasitas buffer saliva dengan pengalaman karies Tabel 6, kategori kapasitas buffer saliva pada anak sindrom
Down SLB-C Kota Medan diperoleh terbanyak pada kategori sangat rendah yaitu 38,9, kategori kapasitas buffer saliva rendah dan sehat sebanyak 30,6. Pada
kategori kapasitas buffer sangat rendah 38,9 tersebut, pengalaman karies tinggi sebanyak 22,2, pengalaman karies sedang 11,1, dan pengalaman karies rendah
5,6. Pada kategori kapasitas buffer saliva rendah 30,6, pengalaman karies rendah 16,7, tinggi 8,3 dan sedang 5,6. Pada kategori kapasitas buffer saliva
sehat 30,6, pengalaman karies rendah sebanyak 27,8, sedang 2,8 dan tidak ada yang termasuk pengalaman karies tinggi. Secara statistik ada hubungan yang
bermakna antara kapasitas buffer saliva dengan pengalaman karies gigi pada anak sindrom Down 12-18 tahun p=0,000.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Radhi et al menunjukkan kapasitas buffer pada kebanyakan anak sindrom Down adalah tinggi. Hasil penelitian Radhi et
al adalah berbeda dari hasil penelitian ini yang menunjukkan kapasitas buffer saliva pada kebanyakan anak sindrom Down adalah rendah. Hasil penelitian Davidovich et
al juga menyatakan bahwa kapasitas buffer pada anak sindrom Down adalah rendah dan Davidovich et al percaya bahwa metode pengambilan mungkin mempengaruhi
hasilnya karena saliva tidak mewakili lingkungan mikro intra-oral, sistem buffer mungkin berubah setelah saliva dikeluarkan dari rongga mulut.
8
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Raurale et al dan Siqueira et al
yang menyatakan ada hubungan signifikan antara kapasitas buffer dengan pengalaman karies pada anak sindrom Down. Kapasitas buffer yang baik tergantung
pada konsentrasi ion bikarbonat yang tinggi. Konsentrasi ion bikaborbnat yang tinggi dapat menetralisasi asam yang dihasilkan oleh bakteri kariogenik dan ini dapat
menyebabkan penurunan risiko terjadinya karies gigi. Protein dalam saliva berkontribusi terhadap lubrikasi mukosa, remineralisasi gigi dan buffering.
Konsentrasi ion bikarbonat sodium yang tinggi dapat menyebabkan pH saliva lebih basa.
20-22
Kalsium dan fosfor memainkan peranan yang penting dalam mekanisme penolakan terhadap dekalsifikasi enamel gigi dalam lingkungan asam remineralisasi,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan ion-ion lainnya memungkinkan remineralisasi pada permukaan gigi yang terkikis. Demineralisasi akan meningkat jika buffer saliva kurang dan ini akan
meningkatkan risiko terjadinya karies gigi.
20-22
Kapasitas buffer yang sehat akan menunjukkan pengalaman karies yang rendah. Fungsi kapasitas buffer saliva adalah
untuk mencegah suasana asam dalam rongga mulut dan menetralkan penurunan pH yang terjadi pada saat plak memetabolisme gula.
20
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Raurale et al, dikatakan anak sindrom Down memiliki kapasitas buffer
yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak normal dan ini akan menyebabkan prevalensi karies gigi mereka rendah karena sistem buffer ini adalah untuk
memfasilitasi proses netralisasi asam yang diproduksi oleh bakteri dalam rongga mulut ini dikatakan salah satu penyebab dapat menurunkan prevalensi karies gigi.
7
Berdasarkan hasil analisis statistik hubungan pH saliva dengan pengalaman karies Tabel 7, kategori pH saliva pada anak sindrom Down SLB-C Kota Medan
diperoleh pH saliva anak sindrom Down terbanyak pada kategori asam yaitu 47,2, kategori pH saliva sehat sebanyak 27,8 dan kategori pH saliva sangat asam
sebanyak 25,0. Pada kategori pH asam 47,2 tersebut, pengalaman karies rendah sebanyak 19,4, tinggi 16,7, dan sedang 11,1. Pada kategori pH saliva sehat
27,8, pengalaman karies rendah 25,0, sedang 2,8 dan tidak ada yang termasuk ke pengalaman karies tinggi. Pada kategori pH saliva sangat asam 25,0,
pengalaman karies tinggi sebanyak 13,9, sedang dan tinggi sebanyak 5,6. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara pH saliva dengan pengalaman karies
gigi pada anak sindrom Down usia 12-18 tahun p=0,001. Berdasarkan hasil penelitian dilakukan oleh Normastura et al dan Davidovich
et al, pH saliva pada anak sindrom Down adalah asam. Secara teoritis, seseorang yang berisiko tinggi memiliki pH saliva di bawah pH kritis 5,5 sehingga dapat
terjadinya proses demineralisasi enamel dan ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pH saliva yang rendah mendukung lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan bakteri kariogenik seperti Lactobacilli dan Streptococcus mutans. Peningkatan bakteri kariogenik dalam rongga mulut dapat meningkatkan risiko
Universitas Sumatera Utara
terjadinya karies gigi.
27,28
Bakteri kariogenik yang banyak dapat menurunkan lagi pH rongga mulut dan ini akan mengakibatkan demineralisasi gigi yang lebih lanjut.
Hasil penelitian diperoleh data rerata pengalaman karies DMFT secara keseluruhan pada anak sindrom Down usia 12-18 tahun di seluruh SLB-C Kota
Medan adalah 3,19 ± 2,34. Berdasarkan kriteria dari WHO, rerata DMFT ini termasuk tingkat keparahan sedang 2,7
– 4,4.
2
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan prevalensi karies gigi permanen pada anak sindrom Down cenderung
tinggi yaitu 86.11 dari total 36 orang anak sindrom Down. Hasil penelitian ini mirip
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Normasutra et al dan Asokan et al yaitu 74 dan 79. Insidensi karies gigi yang tinggi pada anak sindrom Down
kemungkinan disebabkan karena keterbatasan motorik dan masih rendahnya pengetahuan mengenai faktor risiko karies, kurangnya kesadaran tentang kunjungan
ke dokter gigi, kekurangan perhatian dari orangtua dalam menjaga kesehatan dan kebersihan rongga mulut, kekurangan fluor, kebiasaan makan yang kurang teratur,
dan diet yang kariogenik.
24,27,29
Berdasarkan tabel 8, rerata skor DMFT tertinggi ditemukan di SLB-C Abdi Kasih yaitu 5,29 sedangkan rerata skor DMFT terendah ditemukan di SLB-C Negeri
Pembina yaitu 1,00. Hasil penelitian ini berbeda mungkin adalah karena sosial ekonomi SLB-C masing masing berbeda. Anak- anak sindrom Down yang ada di
SLB-C Abdi Kasih mempunyai fasilitas yang lebih baik dibandingkan dengan anak- anak sindrom Down yang ada di SLB-C Negeri Pembina. Anak- anak sindrom Down
di SLB-C yang memiliki rerata skor DMFT tinggi lebih sulit diberikan arahan mengenai kesehatan gigi oleh guru dan orangtua sehingga anak-anak tersebut sulit
diajak untuk melakukan pemeriksaan gigi.
29
Anak-anak sindrom Down yang memiliki rerata skor DMFT rendah memiliki guru-guru dan orangtua yang kooperatif
dalam menjaga dan memelihara kesehatan gigi anak mereka.
27-29
Hasil penelitian ini menunjukkan rerata decayed pada anak sindrom Down adalah 3,03 sedangkan Al-
Khadra menemukan rerata decayed pada anak sindrom Down adalah 3,59. Perbedaan hasil rerata decayed ini kemungkinan terjadi karena jumlah sampel dan usia sampel
yang digunakan pada kedua penelitian berbeda.
28
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel 8 ditemukan bahwa rerata filling anak sindrom Down adalah 0,03. Rerata filling ini menunjukkan bahwa anak sindrom Down tidak mendapatkan
perawatan gigi apapun. Hal ini kemungkinan terjadi karena rendahnya kesadaran tentang kunjungan ke dokter gigi dan ekonomi keluarga yang cenderung rendah.
Kebanyakan orangtua lebih mementingkan perawatan pada penyakit kongenital yang diderita oleh anak sindrom Down daripada penyakit mulutnya.
28
Pada penelitian ini terbukti bahwa karakteristik saliva yang meliputi volume saliva, laju aliran saliva, kapasitas buffer saliva dan pH saliva mempunyai hubungan
dengan pengalaman karies pada anak sindrom Down p0,05. Pengukuran karakteristik saliva sebagai faktor risiko karies ini bermanfaat sebagai anamnesis,
diagnosis, dan upaya pencegahan terhadap karies gigi. Anak sindrom Down yang berisiko karies tinggi harus mendapatkan perhatian khusus karena perawatan intensif
dan ekstra harus dilakukan untuk menghilangkan karies atau untuk mengurangi terjadinya karies tinggi menjadi rendah. Kerjasama dengan orangtua disini
dibutuhkan karena membantu anak sindrom Down yang sulit menjaga kebersihan dan kesehatan rongga mulut, usaha untuk melakukan pencegahan primer diberikan
kepada orangtua seperti meningkatkan pengetahuan ibu tentang pola makan anak yang baik, cara dan waktu menyikat gigi yang benar serta tindakan perlindungan
terhadap gigi anak yang dapat diberikan. Keadaan ini berhubungan karena kemampuan anak sindrom Down terbatas dan sebagai orangtua harus lebih
memberikan perhatian terhadap kesehatan anak mereka.
27-29
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN