Keadaan Rongga Mulut pada Anak Sindrom Down Karies Gigi pada Anak Sindrom Down Kerangka Teori Kerangka Konsep

2.3 Keadaan Rongga Mulut pada Anak Sindrom Down

Anak sindrom Down mempunyai maksila dan mandibula yang lebih sempit dibandingkan dengan anak yang normal, dan hal ini menyebabkan lidah pada anak sindrom Down akan tampak lebih besar makroglosia. 3 Retardasi mental pada anak sindrom Down menyulitkan mereka untuk menjaga oral hygiene. 3 Anak sindrom Down mempunyai fissured tongue dan cleft palate. 3,6 Masalah yang sering terjadi pada anak sindrom Down adalah maloklusi, anomali pada gigi sebagai contohnya tidak ada benih gigi, erupsi gigi tertunda, dan penyakit periodontal. 3,6,7 Beberapa penelitian menyatakan anak sindrom Down telah menunjukkan prevalensi karies yang rendah dan hal ini disebabkan oleh kondisi saliva mereka. 4,5,7 Karakteristik yang lain pada anak sindrom Down adalah drooling, yaitu kondisi sekresi saliva yang kelebihan. Produksi saliva yang lebih ini dapat menyebabkan ketidaknyaman. 3

2.4 Karies Gigi

Karies gigi didefinisikan sebagai penyakit mikrobiologis struktur keras gigi, penyakit multifaktorial dimana ada interaksi dari empat faktor utama yaitu, host, mikroorganisme, waktu dan substrat. 15 Faktor-faktor tersebut berinteraksi dalam periode waktu tertentu dan menyebabkan ketidakseimbangan dalam demineralisasi serta remineralisasi antara permukaan gigi dan lapisan plak. 15,16 Terjadinya karies gigi disebabkan oleh Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus species dan lactobacilli yang hidup dalam plak biofilm yang menempel pada permukaan gigi. Bakteri ini akan menghasilkan asam dalam proses metabolisme menfermentasi karbohidrat gula dan starch. 15,16 Asam yang diproduksi akan menyebabkan perubahan pH plak biofilm. 16 Pada saat istirahat, pH biofilm biasanya adalah netral. Pada saat fermentasi karbohidrat terjadi, pH biofilm plak akan menurun dengan cepat dan akan menciptakan lingkungan yang asam. Asam ini kemudian akan berdifusi ke gigi untuk melarutkan kalsium dan fosfat mineral carbonated hydroxyapatite. Proses ini disebut sebagai demineralisasi. 16 Universitas Sumatera Utara Pada saat konsumsi karbohidrat berhenti, pH secara bertahap akan kembali ke netral dalam 30-60 menit. Saliva memainkan peranan yang penting dalam proses netralisasi asam dan mengandung mineral dan protein yang dapat melindungi gigi. Mineral dalam saliva dan mineral yang terlarut dari gigi akan deposit kembali sisa- sisa kristal yang ada pada gigi. Proses deposisi mineral ke daerah yang mengalami demineralisasi disebut remineralisasi, yang memperbaiki lesi karies awal. 16 Mineral saliva memungkinkan host untuk memperbaiki daerah yang mengalami demineralisasi. Sekiranya laju aliran saliva seseorang itu rendah, frekuensi mengonsumsi karbohidrat tinggi, tingkat asam yang diproduksi oleh bakteri tinggi sehingga mineral gigi yang hilang akan sulit mengalami remineralisasi disebabkan oleh serangan asam yang terlalu besar. 16

2.4.1 Etiologi Karies gigi

Etiologi terjadinya proses karies gigi dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yaitu host , bakteri, substrat, dan waktu. 15 Gambar 4. Empat lingkaran faktor karies gigi 15 Universitas Sumatera Utara

2.4.2 Faktor Host

Faktor utama host berupa morfologi dan anatomi gigi serta saliva. Faktor risiko host yang akan menyebabkan karies adalah berkurangnya saliva di rongga mulut dan morfologi gigi ukuran, bentuk permukaan, kedalaman fossa, dan fisura. Fitur morfologi gigi yang mungkin mempengaruhi adalah kehadiran pit fisura yang dalam dan sempit. Akumulasi sisa-sisa makanan, bakteri dan debris pada fisura tersebut adalah sulit dibersihkan dan akan mengarah ke perkembangan karies. 15,16 Saliva memiliki peranan yang penting dalam perkembangan karies atau pencegahannya. Perubahan dalam kuantitas dan kualitas saliva memiliki efek pada lingkungan rongga mulut. Saliva mempunyai efek netralisasi dan buffering yang dapat mengurangi potensi kariogenik makanan. Laju aliran saliva dapat mempengaruhi kerentanan atau ketahanan karies. 17-19

2.4.3 Faktor Mikroorganisme

Rongga mulut merupakan tempat pertumbuhan berbagai bakteri termasuk bakteri yang merupakan flora normal tetapi apabila terdapat sisa makanan yang melekat terus menerus pada gigi akan terjadi penumpukan plak. Plak adalah suatu lapisan lunak terdiri dari kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. 16 Bakteri kariogenik utama penyebab karies adalah Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus yang merupakan bakteri patogen, dapat berkolonisasi di permukaan gigi dan menghasilkan asam dengan menfermentasi karbohidrat substrat lalu mengakibatkan penurunan pH rongga mulut, yang akan menyebabkan demineralisasi enamel. 15,16 Lactobacillus acidophilus dan mikroorganisme lain yang bersifat kariogenik di plak atau di lesi karies mungkin mempunyai kemampuan untuk menghasilkan karies sendiri, atau mungkin dapat bertindak secara sinergis dengan Streptococcus mutans pada inisiasi karies. 15,16 Universitas Sumatera Utara

2.4.4 Faktor Substrat

Diet berfungsi sebagai substrat difermentasi oleh mikroflora plak, yang dapat membentuk asam organik, sehingga meningkatkan demineralisasi struktur gigi dan mempengaruhi perkembangan karies. Faktor substrat dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. 16 Sisa makanan termasuk golongan karbohidrat sukrosa, fruktosa, dan glukosa apabila melekat terus pada gigi, akan difermentasi oleh bakteri menjadi asam. Pada saat rongga mulut adalah dalam kondisi asam pH 5,5 maka mineral kalsium dan fosfat pada enamel gigi akan terlepas dari gigi lalu gigi menjadi rapuh dan akhirnya terbentuk karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau tidak mempunyai karies gigi dan ini membuktikan bahwa Streptococcus mutans akan memetabolisme semua jenis karbohidrat yang akhirnya meningkatkan risiko karies. 16 Berdasarkan teori asidogenik atau kemoparasitik, karies gigi dapat terjadi apabila makanan mengandung karbohidrat. Bakteri dalam plak akan memetabolisme gula dalam makanan dan menghasilkan asam yang dapat melarutkan struktur enamel gigi. Sukrosa adalah paling kariogenik dari semua gula. 15

2.4.5 Faktor Waktu

Faktor waktu juga menentukan terjadinya karies dimana ketiga faktor diatas apabila dalam waktu yang lama dan saling berinteraksi, maka akan terjadi karies. Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi sebuah kavitas cukup bervariasi. 15 Universitas Sumatera Utara

2.4.6 Indeks Karies

Indeks karies adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu golongan kelompok terhadap karies gigi. Ukuran-ukuran ini dapat digunakan untuk mengukur derajat keparahan karies gigi mulai dari yang ringan sampai berat. Beberapa indeks karies yang biasa digunakan seperti Klein dan indeks WHO, namun kebelakangan ini diperkenalkan indeks Significant Caries SiC untuk melengkapi indeks WHO sebelumnya. Pada penelitian ini akan digunakan indeks DMFT WHO. Indeks WHO bertujuan untuk menggambarkan pengalaman karies seseorang atau suatu populasi. Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena biasanya gigi tersebut sudah dicabut dan kadang-kadang tidak berfungsi. Indeks ini dibedakan atas indeks DMFT yang digunakan untuk gigi permanen pada orang dewasa dan deft untuk gigi sulung pada anak-anak. Pemeriksaan harus dilakukan dengan kaca mulut datar.

2.5 Karies Gigi pada Anak Sindrom Down

Sebuah studi case-control yang melibatkan anak sindrom Down telah menyatakan prevalensi karies pada anak sindrom Down lebih rendah dibandingkan oleh anak normal dan hal ini dikatakan disebabkan erupsi gigi tertunda, mikrodonsia dan diastema. Kondisi gigi ini secara teoritis mengurangi risiko karies dengan mengurangi kemungkinan makanan terperangkap antara gigi. Prevalensi karies gigi juga dipengaruhi oleh kondisi saliva. 4,5,7

2.6 Saliva

Saliva adalah cairan berair jernih diproduksi oleh beberapa kelenjar di daerah mulut. Saliva merupakan sekresi eksokrin yang terdiri dari 99 air, yang mengandung berbagai elektrolit natrium, kalium, kalsium, klorida, magnesium, bikarbonat, fosfat dan protein diwakili dengan enzim, antimikrobial imunoglobulin dan antimikroba, glikoprotein mukosal, albumin dan beberapa polipeptida oligopeptida yang penting untuk kesehatan rongga mulut. 20 Kelenjar yang memproduksikan saliva adalah kelenjar sublingual, kelenjar parotid dan kelenjar Universitas Sumatera Utara submandibular. 20 Sembilan puluh persen saliva adalah diproduksi oleh 3 pasang kelenjar mayor yaitu: parotid, submandibular, dan sublingual. Kelanjar parotis memproduksi 60-65 saliva yang bersifat serous yang mengandung amilase, kelenjar submandibula mensekresikan 20-30 saliva yang bersifat musin, dan kelenjar sublingual yang berukuran terkecil memproduksi saliva yang bersifat viscous dan kental. 20 Gambar 5. Kelenjar-kelenjar saliva 19

2.6.1 Fungsi Saliva

Fungsi saliva dapat dikategorikan kepada 5 untuk menjaga kesehatan rongga mulut dan keseimbangan ekologis, yaitu: pencernaan, lubrikasi dan cleansing, menjaga intergritas enamel, antibakterial, dan rasa. 19-21 Saliva telah memainkan peranan yang penting dalam sistem pencernaan. Musin dari saliva dapat menfasilitasi pengunyahan dan penelanan makanan dengan melumas makanan, dan menghasilkan satu lapisan serous pada mukosa rongga mulut agar tidak mengalami dehirasi. Enzim amilase saliva membantu dalam pencernaan karbohidrat starch. 20,21 Saliva mengandung zat antibakteri seperti lysozyme, imunoglobulin A IgA, yang dapat menyerang mikroorganisme seperti bakteri yang hadir pada makanan, dengan menghidrolisis dan memecahkan dinding selular bakteri. 20,21 Saliva juga memainkan peranan yang penting dalam mempertahankan integritas enamel gigi maupun secara fisikal atau kimiawi dengan modulasi remineralisasi dan Universitas Sumatera Utara demineralisasi. Faktor utama untuk mengendalikan stabilitas enamel hydroxyapatite adalah konsentrasi kalsium, fosfat, fluoride dan pH dalam saliva. 20,21,22

2.6.2 Komposisi Saliva

Komposisi saliva mengandung 99 air. Saliva mengandung konstituen organik dan anorganik. Konstituen organik adalah enzim ptyalin atau amilase saliva yang disekresi oleh kelenjar parotid. 20 Konstituen organik yang lain adalah lipase lingual, yaitu enzim yang bekerja pada trigliserida. Musin merupakan glikoprotein yang disekresi utama dari kelenjar sublingual dan sebagian kecil dari kelenjar submandibular. Musin berfungsi dalam mempertahankan viskositas saliva dan membantu dalam pelumasan makanan. Ion- ion yang termasuk dalam konstituen anorganik pada saliva adalah: Na + , K + , Ca ++ , HCO 3 - dan Cl - . Saliva juga mengandung lisozim dan imunoglobulin A IgA. 20-22

2.6.3 Kapasitas Buffer dan pH Saliva

Kapasitas buffer saliva adalah sangat penting dalam mempertahankan pH saliva dan memainkan peranan yang penting dalam remineralisasi. Kapasitas buffer saliva pada dasarnya adalah tergantung pada konsentrasi bikarbonat, dan berkorelasi dengan laju aliran saliva. Kapasitas buffer dapat mencegah kolonisasi oleh mikroorganisme patogen. Buffer saliva juga dapat menetralkan asam yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang bersifat asam, sehingga dapat mencegah enamel demineralisasi. 19,20 Kapasitas buffer saliva sebagian besar adalah disediakan oleh bikarbonat, dihidrogen dan hidrogen fosfat, dan protein. Konsentrasi ion bikarbonat dalam saliva pada keadaan istirahat mendekati 1 mmoll dan meningkat sampai lebih dari 50 mmoll saat distimulasi. Peningkatan konsentrasi ion bikarbonat menyebabkan peningkatan pH. 20 Peningkatan laju aliran saliva dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi urea dan elektrolit seperti Na + , Cl - , Ca 2+ , PO 4 3- , OH - dan HCO - 3 . Ion bikarbonat dapat menyebabkan peningkatan pada pH dan merupakan prinsip sistem Universitas Sumatera Utara buffer dalam saliva. Kapasitas buffer dapat diperiksa dengan menggunakan tes buffer strip. 21,22 pH saliva bergantung pada laju aliran saliva, jika laju aliran saliva itu tinggi, salivanya akan bersifat basa dan mencapai pH dari 7,5- 8,0. 20 pH saliva adalah hampir netral yaitu dengan pH = 7, dan saliva mengandung HCO 3 , yang dapat menetralkan zat asam yang ada dalam rongga mulut. 20-22 Sedikit peningkatan pH dan kapasitas buffer akan menfasilitasi remineralisasi serta beberapa pengaruh lain terhadap flora rongga mulut. Secara spesifik, keadaan ini akan mengontrol peningkatan jumlah mikroorganisme, khususnya Streptococcus mutans yang kariogenik serta Candida albicans. 21

2.6.4 Volume dan Laju Aliran Saliva

Produksi saliva yang tinggi dapat meningkatkan laju aliran saliva, kapasitas buffer saliva dan pH, dan konsentrasi mineral pada jaringan keras. 20 Rata-rata volume produksi saliva yang normal pada seseorang itu sekitar 1-1,5 liter sehari, pada waktu tidur volume saliva yang paling banyak adalah 0,1mlmenit dan saat tidak ada stimulasi volumenya sekitar 0,3 mlmenit. Pada waktu stimulasi, volume akan meningkat menjadi 4 mlmenit. 20,23 Sialometri digunakan untuk mengukur disfungsi saliva, dan sialometri melibatkan pengukuran unstimulated dan stimulated produksi saliva dengan koleksi saliva dalam collection cup dalam jangka waktu 5 menit. Normal volume yang dikoleksi dalam 5 menit untuk unstimulated adalah 1,5- 2,5 ml dan stimulated adalah 5-10 mL. Pada penelitian ini akan digunakan unstimulated. 20,23 Laju aliran normal saliva memberikan efek protektif yang kuat terhadap karies gigi. Laju aliran normal untuk unstimulated adalah dalam 0,3 -0,5 mL menit dan 1-2 mLmenit untuk stimulated. 20,23 Faktor-faktor yang mempengaruhi laju aliran saliva yang distimulasi adalah stimulus alami, muntah, merokok, ukuran kelenjar, refleks muntah, stimulus unilateral, dan asupan makanan. 20 Laju aliran saliva dapat mempengaruhi pembersihan saliva terhadap substrat bakteri. Universitas Sumatera Utara

2.6.5 Kondisi Saliva pada Anak Sindrom Down

Sekresi saliva pada anak sindrom Down tidak jauh berbeda dibanding dengan anak normal tapi anak sindrom Down sering mempunyai masalah drooling karena mereka mempunyai mulut yang kecil dan mereka cenderung menjulurkan lidah. 3 Laju aliran saliva erat hubungannya dengan viskositas saliva. Viskositas saliva yang lebih tinggi akan menurunkan laju aliran saliva, sehingga didapatkan penumpukan sisa-sisa makanan yang akhirnya dapat menyebabkan karies. 20 Konsentrasi kalsium, fosforus dan magnesium pada anak sindrom Down tidak menunjukkan perbedaan jika dibandingkan dengan anak yang normal. 7 Konsentrasi bikarbonat ion dari saliva dapat membuat pH saliva yang lebih basa. 4,7 Pada konsentrasi protein dan sodium, anak sindrom Down mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi. 4 Protein dalam saliva berkontribusi terhadap lubrikasi mukosa, remineralisasi gigi dan buffering. Kapasitas buffer dan pH pada anak sindrom Down juga dikatakan lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang yang normal. 21 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Raurale dkk, dikatakan anak sindrom Down memiliki kapasitas buffer yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak normal dan ini akan menyebabkan prevalensi karies gigi mereka rendah karena sistem buffer ini adalah untuk memfasilitasi proses netralisasi asam yang diproduksi oleh bakteri dalam rongga mulut ini dikatakan salah satu penyebab dapat menurunkan prevalensi karies gigi. 7 Anak sindrom Down menunjukkan prevalensi karies yang rendah dan hal ini karena konsentrasi salivary Streptococcus mutans-specific IgA dalam saliva mereka adalah lebih tinggi dibandingkan kepada anak yang sehat. 5 Salivary IgA berfungsi untuk mencegah bakteri Streptococcus mutans melekat pada permukaan gigi dan hal ini dapat menurunkan kolonisasi bakteri sehingga dapat mencegah karies gigi. 5,20 Universitas Sumatera Utara

2.7 Kerangka Teori

Anak Sindrom Down Keadaan Fisik Keadaan Rongga Mulut Keadaan Gigi Kondisi Saliva Status Karies  pH Saliva  Kapasitas Buffer Saliva  Volume Saliva  Laju Aliran Saliva Universitas Sumatera Utara

2.8 Kerangka Konsep

Keadaan Rongga Mulut Anak Sindrom Down Saliva  Volume Saliva  Laju Aliran Saliva  Kapasitas Buffer Saliva  pH Saliva Gigi Status Karies Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sindrom Down adalah kelainan genetik yang disebabkan oleh trisomi kromosom 21. John Langdon Haydon Down, seorang ahli fisika di British merupakan orang pertama yang mengobservasi sindrom Down sebagai sejenis retardasi mental. 1 Sindrom Down ini telah terjadi sekitar 1 dari 600-700 kelahiran hidup secara global. Menurut WHO, setiap tahun kira-kira ada 3000 sampai 5000 orang anak yang lahir dengan kelainan ini. 2 Manifestasi sistemik pada anak sindrom Down terdapat obstruksi saluran pencernaan, leukemia, hipotonia otot, congenital heart defect, dan hipotiroidisme. 1-4 Manifestasi oral yang sering dijumpai pada anak- anak sindrom Down adalah drooling, open bite, erupsi gigi permanen tertunda, makroglosia, fissured tongue, protruding tongue, kandidiasis, atrisi gigi karena bruxism, periodontitis dan karies. 3-8 Beberapa peneliti telah menyatakan bahwa prevalensi karies pada anak sindrom Down adalah lebih rendah dibandingkan dengan anak yang normal tetapi etiologinya masih belum diketahui. 3-5,8 Menurut Franco Saab et al, prevalensi karies yang rendah pada anak sindrom Down mungkin disebabkan oleh saliva. 4 Menurut hasil Radhi NJ et al, salivary immunogloblulin A SIgA pada anak sindrom Down lebih tinggi dibandingkan pada anak normal, hal ini mungkin menjadi penyebab anak sindrom Down mempunyai prevalensi karies yang rendah. 5 Anak sindrom Down sering mengalami masalah drooling yaitu saliva yang berlebihan dan ini disebabkan oleh hipotonia otot yang dapat menyulitkan penelanan saliva. 3 Saliva mempunyai peranan yang penting dalam menjaga kesehatan rongga mulut. Buffer saliva dapat mempengaruhi pH dengan menurunkan keasaman yang ada dalam plak sehingga mencegah demineralisasi enamel. Volume saliva dapat mempengaruhi laju aliran saliva, semakin banyak saliva diproduksi atau disekresi, semakin tinggi laju alirannya. Universitas Sumatera Utara