Perbedaan Dalam Kegiatan Ekonomi

49

BAB III PERKEMBANGAN ETNIS TIONGHOA PERANAKAN

MASA ORDE LAMA

3.1 Perbedaan Antara Etnis Tionghoa Peranakan Dengan Etnis Tionghoa

Totok di Kudus Golongan Etnis Tionghoa di Kudus diketahui mempunyai ciri tersendiri antara yang satu dengan yang lain. Menurut Hidayat 1977:101 golongan Etnis Tionghoa di Kudus dibagi menjadi dua bagian yaitu Tionghoa Peranakan dan Tionghoa Totok, dimana keduanya terdapat perbedaan baik dalam lafal ucapan, kehidupan sosial-budaya, corak pendidikan, adat istiadat, maupun dari sistem kekerabatannya. Perbedaan ini disebabkan oleh karena pengaruh dari lingkungan dalam ketatanegaraan masyarakat Kudus. Tionghoa Peranakan diartikan sebagai Etnis Tionghoa yang lahir dan telah menjadi Warga Negara Indonesia, sedangkan Totok adalah Etnis Tionghoa yang lahir di Tiongkok RRT tetapi telah menetap di Indonesia. Peranakan kebanyakan sudah tidak menggunakan bahasa Tionghoa, sedangkan Totok mahir dalam menggunakan Bahasa Tionghoa.

3.1.1 Perbedaan Dalam Kegiatan Ekonomi

3.1.1.1 Peranakan

3.1.1.1.1 Sebelum 1965

Pada masa Pemerintahan Soekarno Etnis Tionghoa Peranakan banyak yang mengalami perubahan dalam bidang ekonomi. Di Kudus kehidupan Etnis Tionghoa Peranakan pada masa ini mengalami puncak kejayaan ekonomi karena hampir seluruh kegiatan ekonomi dikuasai oleh Etnis Tionghoa Peranakan. Pada era perang kemerdekaan banyak Etnis Tionghoa Peranakan di Kudus yang membantu dalam penyediaan obat-obatan sebagai bantuan mereka terhadap perjuangan penduduk pribumi dalam melawan penjajah Himawan wawancara tanggal 13 Januari 2005.

3.1.1.1.2 Sesudah 1965

Etnis Tionghoa Peranakan di Kudus pada masa Orde Baru banyak melakuan kegiatan usahanya baik itu yang kecil-kecilan seperti toko kelontong dsb maupun yang besar dengan mendirikan pabrik maupun usaha batik. Untuk melihat kegiatan usaha yang lebih jelas mengenai Etnis Tionghoa dari kalangan menengah, dapat dilihat dari tempat usaha mereka yang terdapat di kawasan pecinan tempat orang- orang Tionghoa tinggal yang terletak di daerah Gribig Kudus Bagi Etnis Tionghoa dari golongan atas kaya mereka banyak membuka pabrik seperti pabrik rokok Djarum yang dipunyai oleh Bambang Hartono maupun Pabrik Rokok Nojorono pembuat rokok Minak Djinggo dan Clas Mild. Dilihat dari usahanya Etnis Tionghoa peranakan pada masa ini ikut menikmati kebijakan yang diberikan oleh Pemerintah Orde Baru walaupun sebenarnya kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Orde Baru digunakan untuk mempermudah bisnis usaha yang dilakukan oleh Etnis Tionghoa Totok Hongko Santoso wawancara tanggal 13 Januari 2005. Pada tahun 1963 perusahaan rokok Djarum belum begitu berkembang pesat kemudian dimasa Orde Baru perusahaan ini mengalami kemajuan yang pesat. Terlebih ketika perusahaan ini mengalami alih generasi kepada putranya yaitu Michael Bambang Hartono. Di bawah kendali anaknya Perusahaan Djarum Kudus mengalami pertumbuhan yang menakjubkan yang menyumbang pendapatan besar bagi pemerintah pusat maupun kepada pemerintah daerah melalui cukai Antonius Agus Sugianto wawancara tanggal 14 Januari 2005.

3.1.1.2 Totok

3.1.1.2.1 Sebelum 1965

Etnis Tionghoa dari golongan Totok pada masa kemerdekaan hampir sama kegiatannya dengan Etnis Tionghoa dari golongan peranakan, yaitu membantu perjuangan penduduk pribumi dalam penyediaan obat-obatan dan suplay makanan. Dibidang perdagangan mereka umumnya melakukan usaha Mindring memberikan uang kepada penduduk pribumi untuk kemudian pengembaliannya dengan cara diangsur kredit Hongko Santoso wawancara tanggal 13 Januari 2005. Kedatangan mereka dari negeri Tiongkok diakibatkan oleh adanya perang saudara yang menyebabkan banyak diantara mereka yang melarikan diri ke daerah-daerah asia tenggara. Setibanya di Kudus mereka mencoba bertahan hidup dengan melakukan usaha apa saja. Ada yang melakukan usaha dengan mendirikan toko kecil-kecilan maupun berdagang segala kebutuhan pokok dengan cara berkeliling dari kampung ke kampung Iwan Permana Raharja wawancara tanggal 18 April 2005. Bagi yang mempunyai saudara di Kudus, mereka umumnya meneruskan usaha saudaranya ataupun melakukan usaha sesuai dengan modal yang diberikan oleh saudaranya. Kedatangan merea tidak disertai dengan membawa modal kapital sehingga menuntut mereka untuk bekerja keras agar bertahan hidup didaerah perantauan Hongko Santoso wawancara tanggal 13 Januari 2005.

3.1.1.2.2 Sesudah 1965

Pada masa pemerintahan Soeharto golongan Totok menikmati kebijakan yang berpijak kepada kepentingan sebagaian kelompok, terutama golongan Totok yang mempunyai modal kapital besar. Sebagai contoh adalah Liem Siauw Liong Sudono Salim. Sebagai orang yang mempunyai modal banyak dia digaet penguasa Orde Baru Soeharto untuk mengembangkan usahanya di Indonesia. Sudono Salim diberikan tambahan modal oleh pemerintah dan segala kemudahan-kemudahan lainnya, baik itu yang berupa fasilitas maupun kebijakan khusus. Sehingga tidak mengherankan jika pada masa Orde Baru Sudono Salim manjadi orang terkaya se-Indonesia Agus Budianto wawancara tanggal 18 April 2005. Pada perkembangan selanjutnya golongan Totok hampir menguasai seluruh bisnis besar yang ada di Indonesia, karena dari sekian banyak Etnis Tionghoa Totok yang melakukan usahanya dengan berhasil mereka umumnya pindah dari kota kecil yang mereka tempati ke Ibukota Jakarta yang dekat dengan kekuasaan. Di Kudus sendiri pasca G 30 SPKI Etnis Tionghoa Golongan Totok sudah jarang terlihat di Kudus Hongko Santoso wawancara tanggal 13 Januari 2005. Kebanyakan orang- orang Totok nampaknya lebih rajin dan lebih hemat, buktinya bahwa orang Tionghoa Totok sedapat mungkin dalam segala macam pekerjaan dilakukan sendiri atau dikerjakan bersama- sama diantara keluarga sendiri.

3.1.2 Perbedaan Dalam Kehidupan Keluarga Sistem Kekerabatan