Pada perkembangan selanjutnya golongan Totok hampir menguasai seluruh bisnis besar yang ada di Indonesia, karena dari
sekian banyak Etnis Tionghoa Totok yang melakukan usahanya dengan berhasil mereka umumnya pindah dari kota kecil yang mereka
tempati ke Ibukota Jakarta yang dekat dengan kekuasaan. Di Kudus sendiri pasca G 30 SPKI Etnis Tionghoa Golongan Totok sudah
jarang terlihat di Kudus Hongko Santoso wawancara tanggal 13 Januari 2005.
Kebanyakan orang- orang Totok nampaknya lebih rajin dan lebih hemat, buktinya bahwa orang Tionghoa Totok sedapat mungkin dalam
segala macam pekerjaan dilakukan sendiri atau dikerjakan bersama- sama diantara keluarga sendiri.
3.1.2 Perbedaan Dalam Kehidupan Keluarga Sistem Kekerabatan
3.1.2.1 Peranakan
3.1.2.1.1 Sebelum 1965
Etnis Tionghoa Peranakan pada masa pemerintahan Soekarno memiliki sistem kekerabatan yang kuat diantara Etnis Tionghoa
sendiri. Seperti halnya Etnis Tionghoa Totok yang menyuplai saudara- saudaranya yang kurang mampu, Etnis Tionghoa Peranakan juga
melakukan hal yang sama. Nama marga pada masa pemerintahan Soekarno masih banyak
dipakai oleh Etnis Tionghoa Peranakan tetapi ketika pada masa Orde Baru nama marga ini sudah banyak yang tidak memakainya. Hal ini
disebabkan karena pemerintah Orde Baru melarang segala bentuk penggunaan bahasa Tionghoa Iwan Permana Raharja wawancara
tanggal 18 April 2005.
3.1.2.1.2 Sesudah 1965
William G. Skinner mengungkapkan tentang sistem kekerabatan Etnis Tionghoa peranakan dalam bukunya berjudul “The Chinese of
Java” yang dikutip oleh Hidayat 1977:102 berisi tentang, bahwa pihak wanita mempunyai kedudukan yang setingkat pihak keluarga
laki-laki. Dari sinilah terjadi adanya berbagai macam perubahan dari “sistem patrilineal” kepada struktur kekerabatan “ Bilateral”. Sistem
kekerabatan partrilineal adalah sistem kekerabatan yang mengambil dari garis keturunan BapakAyah sedangkan sistem kekerabatan
bilateral adalah mengambil garis keturunan berdasarkan keduanya baik ayah maupun ibu. Batasan antara matrilineal dengan patrilineal
semakin tipis sehingga tidak membeda-bedakan kududukan laki-laki dan perempuan.
Pada masa pemerintahan Soeharto Etnis Tionghoa Peranakan di Kudus mempunyai ciri khas tersendiri sebagai seorang pekerja keras.
Di Kudus Etnis Tionghoa Peranakan tidak berasal dari seorang keturunan saja melainkan berasal dari berbagai macam keturunan.
Waluapun mereka tidak berasal dari satu keturunan namun ikatan persaudaraan mereka cukup kental. Hubungan dengan penduduk
pribumipun semakin akrab. Hal ini bertolak belakang dengan yang
terjadi di kalangan Etnis Tionghoa Totok yang cenderung esklusif dan tidak mau bergaul dengan penduduk pribumi Iwan Permana Raharja
wawancara tanggal 18 April 2005.
3.1.2.2 Totok
3.1.2.2.1 Sebelum 1965
Ikatan kekeluaragaan Etnis Tionghoa Totok dimasa orde lama sangat kuat, perasaan senasib sepenanggungan antara mereka menjadi
besar karena sama-sama hidup di perantauan dan saling bekerjasama dalam bidang keuangan pemberian modal maupun yang lainnya.
Sebagian kecil dari mereka menikmati adanya bantuan dari keluarga mereka dalam pemberian modal Liong Kuo Tjun wawancara tanggal
14 Januari 2005. Seperti dicontohkan adalah dari keluarga Liem, mereka yang
merupaan Etnis Tionghoa Totok dapat meminta bantuan kepada Etnis Tionghoa Totok yang sudah sukses. Liem Sioe Liong merupakan
orang yang dipandang sukses oleh Etnis Tionghoa Totok sehingga walaupun sudah tidak berdomisili di Kudus Liem sering dimintai
bantuan baik itu berupa materi maupun moril. Liem merupakan orang terkaya di Indonesia saat ini sehingga dia sangat dihargai dan
dihormati oleh Etnis Tionghoa Totok Agus Budianto wawancara tanggal 18 April 2005.
3.1.2.2.2 Sesudah 1965
Sebagian besar orang Tionghoa Totok pada umumnya masih berpegang teguh pada kekerabatan Patrilineal yaitu sistem
kekerabatan yang menarik garis keturunan dari Bapak. Oleh karenanya banyak wanita Totok yang kedudukannya kurang begitu dihargai
dalam suatu pertemuan keluarga, akan tetapi perlindungan hukum nama baik yang dilakukan suatu keluarga terhadap seorang wanita
Totok menjadi perhatian yang serius. Golongan Etnis Tionghoa Totok memberikan penilaian yang lebih tinggi terhadap anak laki-laki
ketimbang anak perempuan Iwan Permana Raharja wawancara tanggal 18 April 2005.
Di Kudus sistem kekerabatan Etnis Tionghoa Totok pada masa Orde Baru tidak berbeda dengan pada masa orde lama. Ikatan
emosional yang tinggi antar sesama Etnis Tionghoa Totok menjadikan golongan ini semakin ekslusif dan tidak banyak bergaul dengan
penduduk pribumi Liong Kuo Tjun wawancara tanggal 14 Januari 2005.
Penggunaan nama marga yang dipakai dalam Etnis Tionghoa Totok di Kudus biasanya Liem, Kwa, Tan, Ong, Kwik, Lauw, Tjan,
Lin, Kwan, nama marga dipakai didepan nama sebenarnya. Pada Etnis Tionghoa Peranakan Tidak dikenal dengan penggunaan nama
Tionghoa, mereka kebanyakan sudah bisa bergaul dengan penduduk pribumi Agus Budianto wawancara tanggal 18 April 2005.
3.1.3 Perbedaan Dalam Bidang Pendidikan