Kampanye Anti Etnis Tionghoa

militer didalamnya. Militer melalui Ibnu Sutowo Pimpinan Pertamina disinyalir menimbun dan menumpuk stok BBM hingga menyebabkan krisis BBM yang dilanjutkan dengan krisis ekonomi karena hutangnya menumpuk. Usut punya usut hutang yang banyak tersebut didapatkan dari Rusia, untuk melengkapi perlengkapan militer perang yang diajukan oleh Abdul Haris Nasution. Krisis ekonomi yang menyengsarakan rakyat menimbulkan antrian yang panjang pada masyaraat kecil, hanya sekedar memperoleh sembako. Para Mahasiswa yang bergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMI mulai melakukan Demonstrasi dan aksi-aksi yang lainnya. Tututan dari mahasiswa dikenal dengan “Tritura” tiga tututan rakyat yang isinya 1 Bubarkan PKI, 2 Bersihkan kabinet dari orang-orang PKI dan, 3 Turunkan Harga. Maraknya aksi-aksi yang dilakukan oleh para mahasiswa mengarah kepada salah satu kelompok Etnis Tionghoa. Dalam pemerintahan Soekarno sendiri terdapat menteri yang berasal dari Etnis Tionghoa yaitu Oei Tjoe Tat dan David Cheng. Aksi yang dilakukan oleh para mahasiswa dan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia KAPPI ternyata didukung oleh kalangan militer dalam rangka menggoyang kursi kepresidenan Soekarno Maxwel 2001:89-91.

5.2 Kampanye Anti Etnis Tionghoa

Pada tanggal 11 Maret 1965 Soekarno memberikan mandat kepada Mempangad Soeharto untuk menstabilkan pemerintahan dan Negara. Mandat tersebut kemudian terkenal dengan Surat Perintah Sebelas Maret Supersemar, oleh Soeharto Supersemar ini dimanfaatkan untuk melakukan kudeta merangkak demikian biasa dipakai oleh sejarawan luar negeri terhadap Soekarno. Soekarno tidak sepakat dengan tindakan Soeharto yang membubarkan PKI serta melarang paham-paham yang berbau komunis, Marxisme dan Komunisme. Mengenai Supersemar ini banyak kontroversinya karena sampai sekarang naskah aslinya tidak diketahui dimana rimbanya, upaya yang dilakukan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia ANRI tidak membuahkan hasil. Bahkan dalam berbagai buku yang memuat naskah Supersemar antara buku yang satu dengan yang lain mempunyai perbedaan Wasino disampaikan dalam acara rebo legen di sanggar Paramesti Unnes. Soekarno kemudian terus melakukan pembersihan mulai dari kabinet 100 menteri sampai dengan merombak komposisi dalam keanggotaan di DPR- GR dan MPRS. Perombakan ini dimaksud untu melemahkan posisi politik presiden Soekarno. Komposisi MPRS yang didominasi oleh pendukung Soeharto membawa efek pada pidato pertanggungjawaban Soekarno dalam sidang Istimewa, pidato pertanggungjawaban Soekarno yang di Bali judul “Nawaksara” ditolak oleh MPRS dengan alasan tidak memberikan jawaban yang menjelaskan tentang peristiwa G. 30SPKI MPRS kemudian menetapkan Soeharto menjadi Pejabat Sementara PJS Presiden Setiono 2005:952-955. Usaha-usaha yang dilakukan Soekarno terhadap para aktivis PKI adalah dengan memenjarakannya ataupun di bantai di tempat. Gerakan yang oleh Soeharto diberi nama Gestapu Gerakan Tiga Puluh September memakan jumlah korban yang tidak sedikit. Penamaan Gestapu merupakan inspirasi dari jaman keejaman diktatorial Nazi di bawah pimpinan Adolf Hitler dari Eropa tepatnya di Jerman. Masa peralihan dari pemerintahan Soekarno ke Soeharto diwarnai oleh kerusuhan Anti-Tionghoa. Menurut Setiono 2003:951-958 kerusuhan Anti Tionghoa diciptakan oleh pihak militer Indonesia dengan di sponsori oleh kekuatan asing terutama Amerika Serikat dan Inggris. Kampanye Sinophobia atau Anti-Tionghoa dimulai dengan mempropagandakan bahwa mantan perdana menteri Djuanda meninggal setelah meneguk Anggur Tiongkok beracun. Propaganda lainnya yang menyudutkan Etnis Tionghoa adalah dengan menyebarkan bahwa Etnis Tionghoa sebagai antek Komunis Tiongkok yang akan menyebarluaskan paham komunis di Indonesia dan dianggap sebagai kepanjangan tangan pemerintahan RRC. Propaganda ini disebarluasan dalam harian suara Islam, sehingga menyulut kemarahan rakyat khususnya umat muslim. Di Kudus pada masa ini diliputi oleh kekawatiran yang mendalam dikalangan Etnis-Tionghoa Kudus, toko-toko milik Etnis-Tionghoa banyak yang ditutup karena kawatir bahwa kerusuhan akan merembet ke Kudus. Di kota-kota lainnya kerusuhan Etnis ini memakan jumlah korban yang tidak sedikit. Tindakan yang represif dilakukan oleh pemerintah dilakukan terhadap Etnis-Tionghoa yaitu menutup sekolah- sekolah yang berbahasa Tionghoa, membatasi kegiatan keagamaan. Keadaan ekonomi yang belum juga membaik membuat kabinet yang baru dibentuk tidak bisa berbuat banyak. Pemerintah mulai mencari kambing hitam maka hal yang paling mudah adalah dengan menimpakan segala kesalahan ini kepada Etnis-Tionghoa yang dituduh menjadi pengacau dan parasit ekonomi. Etnis-Tionghoa dituduh menjadi koloni kelima, tukang timbun dan sama sekali tidak pernah peduli dengan kepentingan rakyat. Etnis- Tionghoa dituduh mempunyai loyalitas ganda dan selalu berusaha menstransfer uangnya ke Luar Negeri. Pemilihan Etnis-Tionghoa untuk dijadikan kambing hitam dengan pertimbangan bahwa mereka adalah golongan yang secara politis sangat lemah, tanpa perlindungan dan mudah dipermainkan. Kenyataan ini begitu menyakitkan dan akan membekas dalam setiap orang Etnis Tionghoa yang mengalaminya Agus wawancara tanggal 18 April 2005. 5.3 Politik Pemerintah Orde Baru Terhadap Etnis-Tionghoa. 5.3.1