Latar Belakang Perempuan Pengusaha pada Industri Bordir (Kasus di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat)

kehidupan sehari-hari merupakan pendorong utama perempuan untuk bekerja. Dari perempuan yang bekerja, 85 persen diantaranya mengajukan kebutuhan ekonomi sebagai motivasi dasar untuk bekerja Albrecht dalam Abdullah, 1997 Keterlibatan perempuan untuk melakukan berbagai kegiatan produktif demi kelangsungan rumahtangganya berpengaruh terhadap posisi perempuan dalam rumahtangga terutama dalam pengambilan keputusan, kebebasan ekonomi dan kekuasaan sosial Budiman dalam Nazir, 1996. Banyak ditemui perempuan yang terlibat secara aktif dalam mencari nafkah di daerah Sumatera Barat, baik bersama suami maupun sendiri. Hal yang juga menarik adalah bahwa cukup banyak perempuan pengusaha yang berusaha untuk meneruskan usaha orang tuanya yang cenderung bekerja sendiri. Kalaupun usaha tersebut adalah kepunyaan suami, seringkali suami tidak ikut campur dalam kegiatan usaha isterinya. Menurut data dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Barat 1996 tercatat bahwa sebagian besar 99 wirausaha masyarakat di daerah ini adalah pengusaha kecil atau golongan ekonomi lemah. Sebanyak 85,5 persen berada di pedesaan. Adapun jenis usaha mereka umumnya bergerak pada industri aneka dalam bentuk industri rumahtangga. Saat ini banyak ditemui sentra-sentra kerajinan rumahtangga yang hampir ada di setiap daerah tingkat II. Konsumen dari industri rumahtangga ini pun sudah sampai ke negara tetangga, seperti Malaysia. Tingginya partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi di Sumatera Barat salah satunya disebabkan sistem kekerabatan yang dianut, yaitu sistem http:www.kompas.comkompas_cetak06 matrilineal. Sistem ini menempatkan pihak perempuan dalam posisi yang sentral sehingga peranan perempuan dalam kehidupan sosial ekonomi cukup mendapat tempat. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Taner dalam Miko , 1991 yang menyatakan bahwa sentralisasi peranan perempuan Minang tidak hanya terbatas pada pendidikan anak, tetapi juga pada pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga melalui penguasaan benda-benda ekonomi seperti sawah dan ladang. Bekerja dalam bidang sandang sudah menjadi pekerjaan yang banyak ditekuni oleh perempuan Minang, bahkan pekerjaan tersebut telah dijadikan sebagai sumber pendapatan alternatif guna kelangsungan rumahtangganya. Sejak kecil perempuan Minang selalu diajari keterampilan menjahit. Bahkan dulu penguasaan keterampilan menjahit dan memasak menjadi ukuran penilaian martabat perempuan di mata laki-laki dan keluarganya bila ingin menjadikannya sebagai isteri. Awalnya pekerjaan keterampilan sandang hanya merupakan pengisi waktu luang bagi perempuan dan mereka mengerjakannya untuk keperluan sendiri dan tidak berorientasi pasar. Namun lama kelamaan kegiatan tersebut berkembang mengikuti permintaan pasar sehingga dijadikan sebagai salah satu mata pencaharian yang dapat menunjang perekonomian rumahtangganya.

1.2 Perumusan Masalah

Secara umum dalam masyarakat terdapat pembagian kerja antara suami dan isteri dalam rumahtangga. Suami berperan sebagai kepala rumahtangga dan berkewajiban untuk mencari nafkah sedangkan isteri berperan mengurus rumahtangga. Begitu juga dalam hal pengambilan keputusan selama ini banyak dilakukan oleh suami. Kenyataannya, di samping mengurus rumahtangga isteri juga berperan sebagai pencari nafkah dan karenanya memberikan kontribusi pendapatan terhadap pendapatan rumahtangganya. Perempuan bekerja banyak ditemui dalam masyarakat Minangkabau. Terdapatnya sistem keluarga luas memberikan peluang bagi perempuan untuk menjadi pengusaha karena sebagian pekerjaan rumahtangga dapat digantikan oleh anggota rumahtangga lainnya. Umumnya jenis pekerjaan yang ditekuni oleh perempuan adalah di bidang jasa ataupun industri kecil seperti industri pakaian jadi, sulaman, makanan dan sebagainya. Keikutsertaan perempuan bekerja mencari nafkah mempengaruhi peranan dan statusnya dalam rumahtangga dan masyarakat. Bekerjanya perempuan sebagai pengusaha industri bordir menyebabkan mereka menjadi lebih dihargai oleh masyarakat di sekitar lokasi industri bordir, karena perempuan pengusaha telah memberikan peluang bekerja bagi masyarakat terutama ibu-ibu dan anak-anak perempuan. Selama ini dari perempuan bekerja yang lebih banyak disoroti hanya sebagai pekerja upahan. Penelitian ini melihat perempuan yang berperan sebagai penyedia lapangan kerja, yaitu sebagai pengusaha. Dalam hal ini dilihat bagaimana profil pengusaha perempuan pada industri bordir berdasarkan karakteristik pengusaha umur, tingkat pendidikan, karakteristik usaha yaitu kepemilikan modal awal usaha milik sendiribersama dengan suami, sejarah usaha, asal keterampilan dan lama usaha. Penelitian ini juga melihat ketika perempuan bekerja sebagai pengusaha, apakah kegiatan reproduktif yang dipandang masyarakat sebagai kegiatan utamanya dalam rumahtangga akan tetap dilakukan sendiri ataukah dibantu dan