Perkembangan, Tahapan Proses Produksi dan Saluran Pemasaran

usaha kerajinan bordir di Nagari Ulakan dirintis oleh perempuan. Mereka adalah ibu-ibu rumahtangga serta anak-anak perempuan yang tadinya adalah tenaga kerja yang biasa disebut sebagai anak jahit. Awalnya mereka adalah anak jahit yang bekerja pada industri kerajinan bordir yang berada di luar daerah seperti Naras Kota Pariaman, Bukittinggi dan bahkan ada yang berasal dari Medan. Setelah pulang kampung, mereka mencoba untuk membuka usaha kerajinan bordir sendiri. Pada awalnya kerajinan bordir sebagai kegiatan sampingan yang banyak dilakukan perempuan. Namun belakangan ini berubah menjadi kegiatan ekonomi yang banyak menyerap tenaga kerja. Kerajinan ini merupakan kerajinan rumahtangga. Hampir setiap rumah pada lokasi sentra produksi memiliki mesin bordir dan melakukan kegiatan bordir. Hasil dari kerajinan bordir ini merupakan barang jadi seperti mukena dan jilbab, namun yang banyak peminatnya adalah mukena. Jumlah pengusaha kerajinan bordir mukena yang ada di Nagari Ulakan saat ini adalah 16 orang dan rata-rata mempekerjakan 20 orang tenaga kerja. Bordir merupakan kerajinan rakyat yang memerlukan ketekunan dan ketelatenan dalam pengerjaannya. Motif bordiran yang digunakan pengusaha di Nagari Ulakan adalah motif dengan karancang yaitu motif bordiran dengan membuat kain menjadi berlubang secara beraturan. Pembuatan lubang-lubang tersebut dibantu dengan alat solder . Motif sangat menentukan dalam harga produksi, motif dengan karancang harganya lebih mahal dibandingkan dengan yang tanpa karancang. Alat solder: mesin untuk melubangi mukena sesuai dengan motif yang telah dilukis Proses produksi dalam usaha kerajinan bordir mukena mengalami beberapa tahapan. Untuk tahap pertama, memotong kain, pekerjaan ini dilakukan oleh pengusaha sendiri atau pada usaha kerajinan milik bersama dibantu oleh suami. Tahap kedua yaitu melukis motif pada kain dengan cara menjiplak pada kertas kemudian ditempel ke kain. Bagi pekerja yang telah terbiasa, bisa langsung menggambar pada kain. Upah yang diberikan bagi pekerja adalah Rp. 1000 lembar mukena. Tahap ketiga yaitu membordir kain dengan menggunakan mesin. Kemudian untuk tahapan keempat adalah membuat karancang, yaitu membuat lubang-lubang pada kain sesuai dengan motif bordiran yang telah dibuat. Pekerjaan membuat karancang ini membutuhkan kesabaran dan ketelitian, karena menggunakan alat solder dan jika sekali melakukan kesalahan akan fatal akibatnya. Setelah pekerjaan ini selesai, tahap kelima adalah membersihkan kain dari sisa-sisa benang. Tahap keenam kemudian barulah kain tersebut dijahit menjadi sebuah mukena. Pekerjaan tahap ketiga sampai tahap keenam ini dikerjakan oleh tenaga kerja baik dalam pabrik maupun tenaga kerja luar pabrik. Untuk pekerjaan membuat bordir karancang sampai menjahit menjadi sebuah mukena, pengusaha memberikan upah yaitu sebesar Rp. 25.000lembar bagi pekerja dalam pabrik dan RP. 30.000lembar bagi pekerja luar pabrik. Pekerja luar pabrik menerima upah yang lebih besar, karena mereka memiliki mesin sendiri. Tahap ketujuh yaitu mencuci dan menyetrika mukena yang telah dibordir. Pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh ibu-ibu rumahtangga yang ada di sekitar lokasi usaha kerajinan. Upah yang diberikan yaitu Rp. 1000lembar. Mukena yang telah dicuci dan disetrika kemudian dikemas oleh perempuan pengusaha sendiri. Tahapan proses produksi, pelaku dan upah yang diberikan untuk setiap tahapan proses produksi pada usaha kerajinan bordir mukena dapat dilihat pada Gambar 2. Tahap Proses Produksi Pekerja dan Upah yang diberikan Gambar 2. Tahapan Proses Produksi Mukena Bordir di Nagari Ulakan. Melukis Motif Membordir Kain Menjahit menjadi sebuah mukena Membersihkan kain dari sisa- sisa benang sambungan bordir Menyolder jalur bordir untuk membuat karancang Mencuci dan menyetrika mengemas mukena bordiran Memotong kain sesuai ukuran mukena Pengusaha, kadang-kadang dibantu oleh suami, tidak diupah • TK dlm pabrik Rp. 25.000lembar. • TK luar pabrik Rp. 30.000lembar Tenga Kerja Lepas ibu-ibu RT di sekitar lokasi usaha Rp. 1000lembar Pengusaha sendiri tidak diupah dan tenaga kerja dalam luar pabrik Rp.1000lembar Mengemas mukena bordiran Perempuan pengusaha tidak diupah Dalam pemberian upah, semua pekerja akan menerima upah yang sama jika mengerjakan jenis pekerjaan yang sama. Besarnya upah dibedakan berdasarkan tingkat kesulitan dan lamanya waktu mengerjakan. Semakin sulit dan semakin lama waktu mengerjakan semakin besar upah yang diberikan. Dan semakin rapi pekerjaannya semakin besar upah yang diterima pekerja. Upah diberikan secara borongan setelah pekerjaan selesai. Namun dalam beberapa kasus, pekerja dapat mengambil upah sebelum pekerjaan selesai. Sistem pemasaran mukena yang dilakukan oleh pengusaha beragam. Apabila produksi berdasarkan pesanan, maka pemasaran langsung ke pedagang pemesan atau ke konsumen yang memesan. Kemudian, pemasaran juga dilakukan melalui pedagang pengumpul, toko-toko, pedagang pengecer dan ada juga yang langsung ke konsumen. Tidak diketahui secara pasti berapa persentase masing- masing cara pemasaran karena pengusaha memasarkan sendiri produknya dan menggunakan lebih dari satu macam cara serta dengan waktu yang tidak terpola. Transaksi jual beli biasanya berlangsung di Bukittinggi yaitu di Pasar Atas dan Pasar Pusat Konveksi Aur Kuning. Selain ke Bukittinggi, ada juga pengusaha yang mengirimkan produknya ke Jakarta dan Medan. Bahkan ada pengusaha yang mengirim produknya sampai luar negeri seperti ke Malaysia dan Brunai Darussalam. Akan tetapi ini tidak berlangsung secara terus menerus. Biasanya hanya terjadi ketika menjelang bulan puasa dan Lebaran. Produk diminta oleh kerabat dari pengusaha yang bertempat tinggal di daerah tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh perempuan pengusaha berikut ini: ”Biasanya ketika menjelang bulan puasa dan lebarann, pesanan mukena banyak dipesan oleh saudara dari Jakarta. Kadang- kadang juga dari Malaysia dan Brunai. Pesanannya tidak banyak sekitar 3-4 kodi”Sym Beberapa orang pengusaha ada yang tidak memasarkan sendiri produknya. Akan tetapi, mereka memasarkan produknya dengan menitipkan pada pengusaha lainnya sehingga harganya pun menjadi turun karena dipotong dengan biaya transportasi. Saluran pemasaran yang lebih banyak digunakan oleh permpuan pengusaha industri bordir adalah menjual langsung ke konsumen. Pembelian dilakukan dalam jumlah kodian 1 kodi = 20 lembar dan ada juga yang mengambil secara eceran. Harga untuk selembar mukena rata-rata adalah Rp. 100.000 — Rp. 120.000. Untuk lebih jelasnya mengenai pemasaran produk mukena bordiran di Nagari Ulakan dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Bagan Saluran Pemasaran Mukena Bordir di Nagari Ulakan. Produsen 1 Produsen 2 Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Toko-toko Kerabat Konsumen BAB V PEREMPUAN PENGUSAHA PADA INDUSTRI BORDIR

5.1 Karakteristik Perempuan Pengusaha

Semua perempuan pengusaha pada industri kerajinan bordir menyatakan bahwa alasan menjadi pengusaha adalah untuk menambah penghasilan demi kelangsungan rumahtangganya. Karakteristik dari perempuan pengusaha digambarkan pada Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik Perempuan Pengusaha berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan, Pekerjaan Suami dan Komposisi Anggota Rumahtangga, di Nagari Ulakan, Tahun 2007. Persentase Karakteristik Perempuan Pengusaha Umur 33 Tahun n=6 ≥ 33 Tahun n=7 SD 20,0 25,0 SMP - 37,5 Tingkat Pendidikan SMAPT 80,0 37,5 Petani 40,0 37,5 Pedagang 60,0 50,0 Pekerjaan Suami Lainnya - 12,5 Memiliki Anak Balita 80,0 62,5 Komposisi Anggota RT Tidak Memiliki Anak Balita 20,0 37,5 Keterangan • : Pekerjaan suami sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah Terdapat enam orang perempuan pengusaha yang berusia kurang dari 33 tahun dan tujuh orang perempuan pengusaha yang berusia lebih dari 33 tahun. Dilihat dari tingkat pendidikan, secara umum kelompok usia muda 33 tahun mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia tua ≥ 33 tahun. Menurut pernyataan seorang responden, untuk menjadi seorang pengusaha kerajinan bordir tidak mensyaratkan pendidikan formal yang tinggi, akan tetapi dalam usaha kerajinan bordir ini yang dibutuhkan adalah kemampuan dan keberanian untuk mengelola dan menanggung resiko pekerjaan. Pernyataan dari responden ini sejalan dengan hasil penelitian Pambudy 2003 yang menyatakan bahwa perempuan pengusaha harus bersedia memikul tanggung jawab dan berani mengambil resiko dan harus mampu mengambil keputusan ketika keadaan menuntut. Pekerjaan suami perempuan pengusaha dari kelompok usia muda adalah petani 40 dan pedagang 60. Perempuan pengusaha dari kelompok usia yang berusia lebih dari 33 tahun, pekerjaan suaminya adalah petani 37,5, pedagang 50 dan lainnya yaitu sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah Tingkat II 12,5. Ada atau tidaknya anak balita dalam keluarga tidak bebeda nyata antara kelompok usia 33 tahun dengan kelompok usia ≥ 33 tahun. Pada kelompok perempuan pengusaha yang berusia 33 tahun, terdapat 80 persen pengusaha yang memiliki anak usia balita dan 20 persen pengusaha yang tidak memiliki anak usia balita. Kemudian pada kelompok perempuan pengusaha yang berusia ≥ 33 tahun, terdapat 62,5 persen pengusaha yang memiliki anak usia balita dan 37,5 persen pengusaha yang tidak memiliki anak usia balita.

5.2 Karakteristik dan Perkembangan Industri Bordir

Karakteristik industri bordir mukena adalah skala usaha, kepemilikan usaha dan lama usaha serta asal keterampilan membordir dan asal keterampilan berusaha. Hampir semua 84,6 perempuan pengusaha kerajinan bordir dapat